Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGARUH PERISTIWA TERORISME TERHADAP


KEMANUSIAAN DI INDONESIA

- Daven Prima Alsyafi


NIM 1907422025
- Muhammad Hafizh
NIM 1907422024
- Panji Adinata
NIM 1907422022

TEKNIK MULTIMEDIA DAN JARINGAN

TIK

DEPOK

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “PENGARUH
PERISTIWA TERORISME TERHADAP KEMANUSIAAN DI INDONESIA”
dengan lancar.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melengkapi syarat tugas mata pelajaran
Civic dan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca. Penulis mengucapkan
terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik serta
sarannya. Hal ini berguna baagi penulis sebagai bahan evaluasi demi kesempurnaan
penyusunan makalah ini.
Semoga makalah yang penulis buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
para pembaca dan penulis sendiri.

ii
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1
1.2 PERUMUSAN MASALAH...........................................................................3
1.3 TUJUAN.........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
2.1 ISI....................................................................................................................5
2.2.1 Tanggapan...............................................................................................5
2.2.2 Dampak terhadap masyarakat..................................................................6
2.2.3 Upaya yang dapat dilakukan....................................................................8
BAB III........................................................................................................................10
PENUTUP...................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................10
3.2 SARAN.........................................................................................................11
Bibliography................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Terorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang
menjadi perhatian dunia sekarang ini terutama di Indonesia. Terorisme yang terjadi di
Indonesia akhir-akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sejarah dan politis serta
merupakan bagian dari dinamika lingkungan strategis pada tataran global dan
regional. Kendatipun aksi terorisme yang terjadi di berbagai daerah dalam beberapa
tahun terakhir ini kebanyakan dilakukan oleh orang Indonesia dan hanya sedikit
aktor-aktor dari luar. Namun tidak dapat dibantah bahwa aksi terorisme saat ini
merupakan suatu gabungan antara pelaku domestik dengan mereka yang memiliki
jejaring trans-nasional.
Terorisme adalah segala perbuatan yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan atau dengan maksud
menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban
yang bersifat massal, dan/atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas
internasional yang disertai dengan tujuan ideologi, tujuan politik, dan/atau ancaman
terhadap keamanan negara.
Demikian teks yang tertulis sebagai usulan definisi terorisme pada RUU
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (RUU Anti Terorisme) per
tanggal 17 April 2018.
Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, sejak jauh
sebelum marakanya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme
terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta berbagai negara
telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi

1
2

secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai


Terorisme.
Bukan sekedar aksi teror semata, akan tetapi pada kenyataannya tindak pidana
terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrat
melekat dalam diri manusia yaitu hak untuk hidup dan hak untuk merasa aman dan
nyaman. Pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu perwujudan
dari konsep negara hukum yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD
1945. Sebelum amandemen terhadap UUD 1945, pengakuan atas hak asasi manusia
diatur di dalam ketentuan Pasal 28 UUD 1945.
Sedangkan setelah atau pasca amandemen terhadap UUD 1945, pengaturan
mengenai hak asai manusia semakin diperjelas dan diperinci sebagaimana yang diatur
di dalam Pasal 28 dan Pasal 28A-28J UUD 1945. Dalam mengupayakan pemenuhan
dan perlindungan hak asasi warga dari tindak kejahatan terorisme maka pemerintah
Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002. Pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi
Undang-Undang RI dengan Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme.
Salah satu hal yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang tersebut
adalah tragedi bom di Sari Club dan Paddy’s Club Kuta Legian Bali 12 Oktober
2002, yang selayaknya digolongkan sebagai kejahatan terbesar di Indonesia dari
serangkaian teror yang ada. Tragedi tersebut adalah sebuah bukti nyata bahwa teror
adalah aksi yang sangat keji yang tidak memperhitungkan, tidak memperdulikan dan
sungguh-sungguh
mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia yang tidak tahu menahu akan maksud,
misi atau tujuan pembuat teror telah menjadi korban tidak berdosa (innocent victim).
Rakyat tidak berdosa hanya menjadi ongkos kebiadaban manusia yang tidak
dimenangkan dan tidak disupremasikan aksi teror yang terjadi di Legian Bali. Hal itu
mengingatkan publik pada kejadian Black Tuesday (selasa kelabu), yaitu peristiwa
3

pengeboman yang telah menghancurkan simbol kapitalisme Negara Adikuasa AS


berupa Menara World Trade Center (WTC) dan simbol pertahanan AS, Pentagon.
Publik global menarik benang merah bahwa tragedi Bali dan kasus WTC AS adalah
produk gerakan kelompok terorisme yang bermaksud merusak kedamaian global,
menghancurkan nilai-nilai peradaban dan mendagrasikan HAM.
Berbagai aksi teror tersebut jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan
martabat bangsa, dan norma-norma agama. Teror telah menunjukkan nyatanya
sebagai tragedi atas HAM. Eskalasi dampak desdruktif yang ditimbulkan telah atau
lebih banyak menyentuh multidimensi kehidupan manusia. Jati diri manusia, harkat
sebagai bangsa yang beradab, dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa
lain dalam misi mulia “kedamaian universal” masih dikalahkan oleh teror. Karena
demikian akrabnya aksi teror ini, akhirnya bergeser dengan sendirinya sebagai
“terorisme”. Artinya terorisme ikut ambil bagian dalam kehidupan berbangsa ini
untuk menunjukkan potensi lain dari berbagai jenis dan ragam kejahatan khususnya
kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan kejahatan yang tergolong luar biasa
(extra ordinary crime). [1]

Oleh sebab itu, berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
membahas lebih lanjut dan mengambil topik: “PENGARUH PERISTIWA
TERORISME TERHADAP KEMANUSIAAN DI INDONESIA”.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana masyarakat menanggapi peristiwa-peristiwa terorisme yang
telah terjadi.
2. Apa dampak yang dirasakan oleh masyarakat secara umum terhadap
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
3. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menghidari radikalisme
sehingga tidak jatuh kedalam terorisme.
4

1.3 TUJUAN
1. Memperlihatkan tanggapan masyarakat mengenai peristiwa-peristiwa
terorisme yang telah terjadi.
2. Memperlihatkan dampak yang dirasakan oleh masyarakat secara umum
terhadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
3. Menyarankan upaya yang dapat dilakukan untuk menghidari radikalisme
sehingga tidak jatuh kedalam terorisme.
4.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 ISI
Dinamika sosial memang terkadang membawa hal positif dan negatif yang
akan masuk dalam lingkungan sosial budayamasyarakat, meliputi sosial, politik,
budaya bahkan agama, itulah tatanan kehidupan manusia di dunia, tak pernah terlepas
dari aspek sosial tersebut. Perubahan sosial yang terjadi, kadang dapat mengakibatkan
disintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Banyak sekali cara masyarakat
menunjukkan pola perilaku yang mencerminkan persepsinya terhadap perubahan
sosial. Dampak dari perubahan sosial atau dinamika sosial itu sendiri tak jarang
mendatangkan konflik sosial dalam kehidupan masyarakat, dan dari konflik tersebut,
sering pula terbentuk kelompok sosial yang mempunyai pendapat berbeda – beda
dalam menyikapi perubahan sosial itu sendiri, antarakelompok yang pro dan
kelompok yang kontra terhadap perubahan sosial tersebut. [2]

Belakangan ini, negara kita Indonesia kerap kali terjadi aksi anarkis dari
sekelompok orang – orang tertentu yang berusaha merusak ketentraman masyarakat
Indonesia. Seperti yang sering kita dengar dan lihat di media masa, bahwa saat ini
banyak sekali terjadi peledakan bom di tempat – tempat umum yang merupakan
fasilitas publik bahkan di tempat – tempat ibadah yang sering mengundang rasa resah
bagi masyarakat sekitar. Tindakan – tindakan anarkis yang menebarkan ketakutan
lewat teror bom tersebut sudah pasti dilakukan oleh oknum – oknum tertentu yang
punya tujuan tertentu dalam melancarkan aksinya. Tindakan berbahaya yang terkesan
sukar dilakukan tersebut sudah pasti terorganisir lebih dahulu. [2]

Menrut Karl Marx, “agama adalah candu bagi rakyat”, menurutnya karena
ajaran agamalah maka rakyat menerima saja nasib buruk dan tidak tergerak untuk
melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Pandangan ini ditentang oleh ahli
sosiologi lain, yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat kaum agama merupakan

5
6

kekuatan revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat.


[2]

2.2.1 Tanggapan
Rangakaian kejadian teror bom yang melanda tanah air Indonesia yang
beruntun tersebut banyak menimbulkan persepsi di lingkungan kita. Diantaranya ada
yang berpendapat bahwa teror bom yang ditebarkan adalah bentuk aksi yang
dimunculkan dalam masyarakat dalam rangka mengalihkan perhatian masyarakat
Indonesia dari situasi politik yang sedang runyam saat ini. Namun, mayoritas orang
berpendapat bahwa aksi bom yang telah terjadi tersebut adalah karena isu – isu agama
yang sudah lama terdengar selentingannya di masyarakat. [2]

2.2.2 Dampak terhadap masyarakat


Peristiwa pengeboman yang terjadi yang mengakibatkan persepsiburuk
masyarakat terhadap Islam. Radikal itu sendiri adalah bentuk dari hasil pemikiran
manusia bahwa pengeboman yang telah terjadi tersebut sudah melanggar nilai dan
norma yang berlaku di Indonesia. Tindakan tersebut merupakan perusakan nilai
hubungan antar umat beragama, selain itu tindakan teror tersebut sama saja dengan
penyimpangan sosial yang melanggar nilai kehidupan bersama dalam
keanekaragaman di dunia. Cara – cara yang telah dilakukan oleh para teroris tersebut
merupakan cara yang salah kaprah yang tak berpedoman pada ajaran Islam yang
mengajarkan kedamaian, bukan cara kekerasan. [2]

Sikap antipati masyarakat terhadap Islam radikal adalah bentuk dari pola
pikirnya terhadap apa yang dilihat tampak oleh mata kasatnya. Hal inilah yang
menjadi konflikbagi masyarakat dalam hidup antar kelompok. Dalam teori konflik itu
sendiri, Dahrendorf mengemukakan bahwa asumsi – asumsi utama teori konflik
adalah;

1. Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan ada dimana –


mana.
7

2. Disensus dan konflik terdapat diamana – mana.


3. Setiap unsur masyarakatmemberikan sumbangan pada disintegrasi dan
perubahan masyarakat.
4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap
anggota lain. Sikap antipati itu pulalah yang dijadikan masyarakat sebagai
bentuk sanksi terhadap pelaku tindak kejahatan atas penyimpangan nilai dan
norma yang berlaku. Untuk itu, kita sendiri hendaknya lebih teliti dan berhati
– hati dalam menilai suatu tindakan dan kejadian yang telah terjadi di
lingkungan kita.

Hal tersebut terjadi karena sering kali terjadi pengeboman yang berlokasi di
tempat – tempat ibadah. Contohnya adalah, aksi teror bom yang baru – baru ini
terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo. Aksi tersebut menimbulkan
persepsi bagi masyarakat umum bahwa pelaku pengeboman tersebut dilakukan oleh
umat Islam Radikal yang bertujuan menghancurkan ketentraman agama lain. Aksi
tersebut mengakibatkan banyak orang – orang berpendapat bahwa Islam adalah
agama yang bertindak keras terhadap perbedaan yang terjadi dalam hal kepercayaan.
Hal ini mengakibatkan nama Islam tercoreng dan seringkali dianggap sebagai agama
teroris, apalagi memang setelah kasus ini diselidiki lebih dalam, sindikat teroris yang
berkeliaran saat ini adalah orang – orang Islam yang menentang keras terhadap
liberalisme, sekularisme, kapitalisme dan globalisasi yang menurut aliran Islam
radikal sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan menganggap perubahan tersebut
sebagai ancaman bagi agama Islam. [2]

Dalam beberapa pandangan kelompok Islam Radikal, perubahan yang saat ini
terjadi merupakan hal yang dianggap bid’ah, tidak sesuai dengan apa yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad. Hal ini merupakan salah satu alasan yang dijadikan tujuan
golongan Islam Radikal dalam melancarkan aksinya melakukan tindakan
pengeboman. Tindakan yang telah dilakukan oleh anggota Islam radikal tersebut
cenderung memunculkan statement yang buruk terhadap agama Islam itu sendiri,
8

khususnya bagi orang Islam yang berpakaian serba tertutup yang diklaim masyarakat
sebagai ciri khas umat Islam yang mempunyai radikalisme terhadap globalisasi saat
ini. Banyak sekali muslimah yang memakai baju yang serba besar dan menutup muka
atau bercadar dianggap sebagai anggota teroris atau penganut Islam radikal,
muslimah seperti ini sering sekali dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat sekitar.
Padahal, kalau ditelusuri lebih lanjut, mereka belum tentu termasuk penganut faham
jihad yang keras. Pandangan tersebut saat ini telah mengakar di lingkungan
masyarakat umum yang belum tahu menahu seluk beluknya. Sebenarnya, kaum
muslim yang berpakaian seperti itu sendiri adalah orang – orang muslim yang
konsisten terhadap apa yang diajarkan Nabi Muhammad, namun perlu diketahui
bahwa Islam itu sendiri tidak mengekang umatnya untuk terus apatis terhadap
perubahan, namun mengajarkannya untuk terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada akidah Islam yang telah
diajarkan. [2]

2.2.3 Upaya yang dapat dilakukan


Salah satu upaya strategis melawan penyebaran paham radikalisme dengan
meningkatkan pemahaman keagamaan yang moderat, yaitu menekankan penanaman
sikap dasar keagamaan yang menghargai toleransi, keseimbangan, serta yang
rahmatan lil alamin. Islam moderat merupakan pilihan realistis untuk masyarakat
Indonesia. Sikap moderat dalam beragama memiliki semangat dialog dan kesediaan
untuk saling berbagi menerapkan prinsip kebersamaan, sehingga bisa berkoeksistensi
dengan kelompok lain. Moderasi beragama sejalan dengan pluralisme dan
interdependensi antarmanusia sebagai prinsip sosial yang tidak bisa ditolak.[3]

Dalam bentuk lebih operasional, moderasi beragama dapat ditunjukkan dalam


sikap keagamaan yang memiliki prinsip dasar menerima bentuk negara ketuhanan
dan menolak bentuk negara sekuler dan teokrasi. Pancasila sudah final sebagai asas
berbangsa dan bernegara. Bersikap toleransi dengan menerima pluralitas serta
keragaman agama dan keyakinan. Berdialog dengan cara damai dalam menyelesaikan
9

konflik atau perbedaan pendapat. Menjauhi cara-cara kekerasan. Moderasi beragama


harus menjadi moralitas public karena membutuhkan partisipasi semua pihak.[3]

Dalam setiap agama pasti mendorong umatnya untuk terus berubah dan
berkembang sesuai dengan kaidah nilai – nilai yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat, khususnya kaidah nilai dan norma beragama. Agama tidak pernah
melarang umatnya untuk berubah dan bekembang, karena pada hakekatnya agama
menyadari bahwa manusia adalah pelaku kehidupan yang menciptakan banyak
budaya hasil dari berpikirnya.

Manusia menciptakan budaya yang dianggapnya mempunyai nilai bagi


kehidupan. Agama itu sendiri juga adalah hasil dari faham kepercayaan yang dianut
manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan spiritualnya, bahkan agama itu sendiri
melahirkan budaya atau malah sebaliknya, dan agama itu sendiri adalah hal yang
mempunyai esensi nilai dan norma yang mulia. Sebagaimana pendapat Kroeber dan
Kluchon bahwa kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku, pikiran, perasaan
dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol – simbol dari suatu
kelompok yang juga termasuk di dalamnya perwujudan benda – benda materi, pusat
esensi kebudayaan yang terdiri atas paham dan nilai – nilai.
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis
menarik kesimpulan bahwa berbagai upaya telah dilakukan dalam penanggulangan
aksi terorisme di Indonesia dengan kebijakan kriminal, yaitu dengan sarana penal
(Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme) maupun dengan
sarana non-penal (deradikalisasi, dan upaya-upayalain). Kedua upaya tersebut
ternyata kurang efektif untuk dilakukan dalam menanggulangi aksi terorisme yang
terjadi di Indonesia. Upaya penanganan aksi terorisme dengan kebijakan kriminal
(kebijakan penanggulangan kejahatan) setidaknya ditempuh dengan
pendekatan/kebijakan yang integral, baik dengan menggunakan sarana penal maupun
dengan sarana non-penal, baik dengan melakukan “pembinaan” maupun
“penyembuhan” terpidana/ pelanggar hukum. Adanya pengintegrasian/penyatuan
antara sarana penal dan non-penal. Jika cara ini dilakukan, masalah terorisme akan
dapat diatasi dan penanggulangan aksi terorisme di Indonesia dapat berjalan secara
efektif. Tentunya juga harus didahului dengan adanya perbaikan pada masing-masing
caranya baik penal maupun non-penal. Apabila upaya-upaya tersebut dilakukan,
maka angka terorisme dapat menurun, sehingga masyarakat tidak lagi merasa
ketakutan karena ancaman terorisme dan dapat membuat kehidupan bangsa Indonesia
semakin maju dan memiliki nilai positif dimata Internasional.

10
11

3.2 SARAN
Dalam rangka meningkatkan efektifitas penanggulangan aksi terorisme di
Indonesia, maka cara-cara yang sebaiknya dilakukan adalah:

1. Terhadap upaya penal dilakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 15


Tahun 2003 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi Undang-
undang, yaitu mengenai informasi intelijen, masa penahan, pelatihan militer,
hukuman isolasi penuh, pengawasan ketat dalam penjara terhadap nara pidana
(maximum security), serta penebaran kebencian dan permusuhan yang berbasis
SARA.
2. Terhadap upaya non-penal dilakukan kerjasama menyeluruh antara TNI, POLRI
dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya deradikalisasi tetapi juga
defundamentalisasi (threatment yang dilakukan berbeda-beda pada tiap pelaku),
peningkatan kesejahteraan baik dalam bidang ekonomi maupun pendidikan pada
masyarakat, penanaman rasa cinta kasih.
12

Bibliography

[1] A. Rozali, Perkembangan Hak Asasi Manusia dan Keberadaan Peradilan Hak
Asasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
[2] L. Zaen, "Persepsi Masyarakat terhadap Teroris Indonesia," Kompasiana, 9
Oktober 2011. [Online]. Available:
https://www.kompasiana.com/langit_biru/550e5d2d813311be2cbc6490/persepsi-
masyarakat-terhadap-teroris-indonesia. [Accessed 30 6 2020].
[3] M. A. Manan, "Membedah Islam Radikal dan Moderat," Koran-Jakarta, 17
Desember 2019. [Online]. Available: https://www.koran-jakarta.com/membedah-
islam-radikal-dan-moderat/. [Accessed 30 6 2020].

Anda mungkin juga menyukai