Anda di halaman 1dari 39

KASUS TERORISME DENGAN AKSI BOM BUNUH DIRI DI

SURABAYA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN


MASYARAKAT DAN KETERTIBAN UMUM
(LINMASTIBUM)
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Perlindungan Masyarakat dan
Ketertiban Umum
Dosen Pengampu: Ardi Maulana S., S.Pd., M.Sos.
Disusun Oleh:

Ferdiansyah Dzaki Auladi 170204160018


Ghali Rahman Nugroho 170204160020
Puti Nur Illahirahma 170204160022
Rizal Ahmad H 170204160026
Hanifah Dwi Lestari 170204160030
Tisa Nadia Rachmatika 170204160034
Siti Maghfiroh W 170204160046
Hardianto Prabowo 170204160062
Maurizqa Yogiputri 170204160066
Hani Rostini 170204160072

PROGRAM SARJANA TERAPAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................…………..4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan...........................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................8

2.1 Perlindungan Masyarakat Dan Ketertiban Umum..........................................8


2.1.1 Pengertian Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum
....................................................................................8
2.1.2 Fungsi Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum..............8
2.1.3 Pengaturan Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban
Umum di Kota Surabaya...............................................................9
2.2 Terorisme........................................................................................................9
2.2.1 Pengertian Terorisme ....................................................................9
2.2.2 Pengertian Serangan Bunuh Diri.................................................11
2.2.3 Klasifikasi Kegiatan Terorisme...................................................12
2.2.4 Bentuk Terorisme........................................................................12
2.2.5 Pengaturan Terorisme di Indonesia.............................................14
2.2.6 Pengaturan Terorisme di Provinsi Jawa Timur...........................17
2.3 Hubungan Terorisme Dengan Perlindungan Masyarakat Dan
Ketertiban Umum..........................................................................................18

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................19

3.1 Kronologi Bom Surabaya..............................................................................19


3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Bom Surabaya.................................................20
3.2.1 Faktor Internal.............................................................................20
3.2.2 Faktor Eksternal...........................................................................22
3.3 Dampak dan Kaitan dengan Linmastibum....................................................22

2
3.3.1 Dampak Bom Surabaya...............................................................22
3.3.2 Kaitan dengan Linmastibum..........................................................23
3.4 Upaya Pemerintah Dalam Penanganan Kasus Bom Surabaya......................25
3.4.1 Upaya Represif............................................................................25
3.4.2 Upaya Preventif...........................................................................28

3.5 Analisis Kelompok........................................................................................32

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................34

4.1 Kesimpulan....................................................................................................34

4.2 Saran..............................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,


memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial merupakan tujuan nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Dalam pelaksanaannya, perlindungan masyarakat diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Masyarakat. Berdasarkan peraturan tersebut, perlindungan
masyarakat merupakan suatu keadaan dinamis dimana warga masyarakat
disipakan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan
kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana,
serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan
sosial kemasyarakatan. Ketertiban Umum di Indonesia diatur di dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2010 tentang Ketentraman, Ketertiban
dan Perlindungan Masyrakat Dalam Rangka Penegakan Hak Asasi Manusia, yang
dimana ketertiban umum memiliki arti sebagai suatu keadaan dinamis yang
memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur.
Dengan diaturnya segala urusan mengenai perlindungan masyarakat dan
ketertiban umum di dalam peraturan perundang-undangan, Indonesia tidak
semata-mata terbebas dari tindakan-tindakan kriminal ataupun penyimpangan
sosial yang dapat mengancam keselamatan dan ketentraman masyarakat.
Tindakan kriminal yang dinilai masih marak terjadi di Indonesia yaitu
perampokan, penculikan, human trafficking, terorisme dan lain sebagainya. Di
dalam makalah ini, para penulis sepakat untuk mengangkat kasus terorisme
berskala besar dengan dampak meluas di Indonesia.

4
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan
Atas Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pindana Terorisme Menjadi Undang – Undang, terorisme
adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang
menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat
menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik,
atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan
keamanan.
Kasus terorisme dengan aksi bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya pada
tanggal 13 Mei 2018 merupakan kasus terorisme paling baru yang terjadi di
Indonesia. Kasus ini merupakan peristiwa meledaknya bom bunuh diri di tiga
gereja di Surabaya yang merupakan bagian dari mata rantai tindak ekstrimisme
dan terorisme.
Kasus terorisme ini sudah jelas melanggar peraturan-peraturan mengenai
perlindungan masyarakat dan ketertiban umum, dan juga undang-undang tentang
tindak pidana terorisme itu sendiri dikarenakan kasus terorisme ini berlokasi di
tempat yang menyangkut hidup orang banyak, memberikan dampak tarumatik
kepada masyarakat yang terkena aksi terorisme tersebut secara langsung maupun
tidak dan berdampak terhadap rasa aman dan tentram masyarakat, serta hak akan
beribadah dan menganut agama masing-masing.
Maka dari itu, peran pemerintah dalam kasus ini dirasa sangat krusial
dikarenakan kedudukan pemerintah sebagai penanggungjawab negara atas
pemenuhan hak keamanan masyarakat dan juga atas perwujudan ketertiban umum
di Indonesia. Dalam hal perlawanan, pemberantasan serta penanggulangan dalam
kasus terorisme yang terjadi di Indonesia, pemerintah mempunyai hak untuk
menggunakan dan mengerahkan seluruh instrumen negara baik hukum, POLRI,
TNI, lembaga-lembaga terkait serta birokrasi negara baik dari segi represif
maupun dari segi preventif.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok


permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana kronologi kasus Bom Surabaya tahun 2018?
b. Apa faktor penyebab dari Bom Surabaya tahun 2018 ?
c. Bagaimana dampak dari kasus Bom Surabaya tahun 2018 serta apa
kaitannya dengan Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum
(Linmastibum)?
d. Apa upaya pemerintah dalam menanggulangi kasus Bom Surabaya
tahun 2018 baik dari segi represif dan segi preventif?
e. Bagaimana hasil analisis kelompok atas terjadinya Bom Surabaya
tahun 2018 ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka


tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menjelaskan kronologi kasus Bom Surabaya tahun 2018.


b. Untuk menjelaskan faktor – faktor terjadinya Bom Surabaya tahun
2018.
c. Untuk menjelaskan dampak kasus Bom Surabaya tahun 2018 dan
kaitannya dengan Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum
(Linmastibum)
d. Untuk menjelaskan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menanggulangi kasus Bom Surabaya tahun 2018 dari segi represif dan
segi preventif.
e. Untuk menjelaskan hasil analisis kelompok yang diperoleh terhadap
terjadinya Bom Surabaya tahun 2018.

1.4 Manfaat Penulisan

6
Berdasarkan fokus kajian dan tujuan penelitian, maka diharapkan
penulisan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi penulis, penulisan ini mampu memberikan pengetahuan dan
pemahaman terkait hubungan masalah kasus pemboman Surabaya
tahun 2018 dengan perlindungan masyarakat dan ketertiban umum.
b. Bagi masyarakat, penulisan ini diharapkan mampu menambah
wawasan terkait kasus pemboman Surabaya tahun 2018.
c. Bagi pemerintah, penulisan ini mampu menjadi bahan masukan bagi
pemerintah dan pihak terkait demi terwujudnya perlindungan
masyarakat dan ketertiban umum.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum

2.1.1 Pengertian Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum

Menurut Permendagri Nomor 84 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan


Perlindungan Masyarakat, perlindungan masyarakat adalah suatu keadaan dinamis
dimana warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan
untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan
memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan
ketertiban masyarakat, kegiatan sosial masyarakat. Perlindungan masyarakat juga
dapat diartikan segala aktivitas di masyarakat yang harus memenuhi beberapa
unsur seperti rasa aman, ketentraman, dan kesejahteraan.

Sedangkan pengertian ketertiban umum menurut Peraturan Menteri Dalam


Negeri Nomor 44 Tahun 2010 adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya
dengan tentram, tertib dan teratur. Serta sebagai upaya dari pemerintah untuk
melindungi masyarakat melalui kebijakan-kebijakan.

Dari dua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan pengertian dari


perlindungan masyarakat dan ketertiban umum adalah upaya pemerintah sebagai
penanggungjawab negara dalam bentuk kebijakan/aparatur untuk meminimalisir
risiko bencana sosial dan penanggulangan dampak secara efektif dan efisien.

2.1.2 Fungsi Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum

8
Tugas dan fungsi dari Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum
adalah sebagai berikut :

a. Membantu dalam penanggulangan bencana


b. Membantu keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat
c. Membantu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan
d. Membantu penanganan ketentraman, ketertiban, dan keamanan dalam
penyelenggaraan pemilu
e. Membantu pertahanan negara
f. Menegakkan hukum di masyarakat

2.1.3 Pengaturan Perlindungan Masyarakat dan Ketertiban Umum di Kota


Surabaya

Untuk mewujudkan Kota Surabaya yang tentram, tertib, serta


menumbuhkan rasa disiplin dalam berperilaku bagi setiap masyarakat, maka perlu
adanya upaya meningkatkan ketentraman dan ketertiban umum. Dalam hal ini
Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat. Segala kebiasaan masyarakat yang kurang tertib bahkan
tidak tertib perlu dicegah dan ditanggulangi dalam suatu suatu perangkat hukum
yang memberikan sanksi-sanksi sehingga dapat memberikan efek jera bagi
masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat berperan dalam pencegahan tindakan yang
melanggar ketertiban umum, seperti yang disebutkan dalam pasal 42 ayat (1):

“Setiap orang dan/atau badan yang melihat, mengetahui, dan/atau


menemukan terjadinya pelanggaran atas ketertiban umum harus
melaporkan kepada petugas yang berwenang”

Sehingga diharapkan tujuan dalam percepatan penyelenggaraan


ketentraman dan ketertiban umum dapat tercapai, agar masyarakat dapat
menjalankan kehidupan sehari-hari dengan tertib dan tentram serta roda
pemerintahan dapat berjalan dengan lancar.

2.2 Terorisme

9
2.2.1 Pengertian Terorisme
Pengertian teroris dan terorisme berasal dari kata “terrere” yang kurang
lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Menurut Adji (2011:18) istilah
terorisme adalah sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena
terorisme mengakibatan timbulnya korban warga sipil yang tidak berdosa..

Menurut konvensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk


kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan
bentuk terror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat
luas.

Sedangkan menurut pemerintah yang teorinya diambil dari Pasal 6 dan 7


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, terorisme adalah:

“Perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang


menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan
korban yang bersifat massal, atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup,
fasilitas publik atau fasilitas internasional.”

Dalam Pasal 1 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Terorisme ( sekarang sudah disahkan menjadi Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), bahwa:

“Terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan


maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan
membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan
orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap
objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan
hidup, moral, peradaban, rahasia Negara, kebudayaan, pendidikan,
perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas
nasional.”

Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di


antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention
of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism
means the use of violence for political ends and includes any use of violence for

10
the purpose putting the public or any section of the public in fear.” Kegiatan
Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan
sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu
bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang
dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai
senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta
menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan
memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku
teror. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan
teror justru dilakukan di mana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama,
maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror
tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psy-
war.

2.2.2 Pengertian Serangan Bunuh Diri

Serangan bunuh diri adalah suatu serangan yang dilakukan (para)


penyerangnya dengan maksud untuk membunuh orang (atau orang-orang) lain
dan bermaksud untuk turut mati dalam proses serangannya (lihat bunuh diri),
misalnya dengan sebuah ledakan bom atau tabrakan yang dilakukan oleh si
penyerang. Istilah ini kadang-kadang digunakan secara bebas untuk sebuah
kejadian yang maksud si penyerang tidak cukup jelas meskipun ia hampir pasti
akan mati karena pembelaan diri atau pembalasan dari pihak yang diserang.

Di zaman modern, serangan seperti itu seringkali dilakukan dengan


bantuan kendaraan atau bahan peledak seperti bom (bom bunuh diri) atau
keduanya (misal kendaraan yang dimuati dengan bahan peledak). Bila semua
rencana berjalan mulus, si penyerang akan terbunuh dalam tabrakan atau
peledakan.

2.2.3 Klasifikasi Kegiatan Terorisme

Banyak cara yang digunakan untuk melancarkan aksi-aksi terorisme yang


digunakan para teroris. Cara-cara itu pun akan sangat berbeda satu dengan yang

11
lainnya tergantung pada siapa pelaku teror tersebut. Menurut Dara dalam
Terorisme berdasarkan pada pelaku terornya, terorisme diklasifikasikan dalam
tiga bentuk, yaitu :

a. Terorisme yang bersifat personal


Terorisme yang bersifat personal yaitu aksi terorisme yang
dilakukan oleh perorangan. Mungkin, aksi terorisme ini merupakan
suatu bentuk protes atau semacam ekspresi kekesalan seseorang
terhadap keadaan atau sistem tertentu. Pada sebuah artikel yang ditulis
Zuhairi Misrawi disebutkan bahwa contoh kegiatan terorisme yang
bersifat personal tersebut seperti pada kejadian pengeboman turis asing
di Kairo dan pengeboman mal-mal dan pusat perbelanjaan.
b. Terorisme yang bersifat kolektif
Terorisme yang bersifat kolektif adalah kegiatan terorisme yang
dilakukan secara terencana. Biasanya, terorisme semacam ini
dilembagakan dalam sebuah jaringan yang rapi. Sasaran tembaknya
yaitu pada simbol-simbol kekuasaan dan pusat-pusat perekonomian.
Contoh kegiatan terorisme dalam kategori ini adalah jaringan Al-Qaeda
yang selalu disebut-sebut sebagai jaringan yang matang dan struktural
dalam melakukan tindakan-tindakan terorismenya walaupun jaringan
ini dapat dikategorikan kedalam jaringan yang “gelap” dan sulit
bahkan tidakdapat diidentifikasi.
c. Terorisme yang dilakukan oleh negara (state terorism)
Terorisme kategori ke-tiga ini merupakan kegiatan terorisme yang
dilakukan oleh suatu negara tertentu. Penggagasnya adalah perdana
menteri Malaysia, Mahatir Muhammad dalam “hajatan” OKI.
Menurutnya, terorisme yang dikerahkan negara tidak kalah dahsyatnya
dari terorisme personal maupun kolektif. Kalau kedua bentuk terorisme
yang disebutkan sebelumnya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi,
yang dilakukan oleh suatu negara dapat dilihat kasat mata.

2.2.4 Bentuk Terorisme

12
Menurut Riyanto dalam Kompasiana yang berjudul Bentuk Terorisme
(2013) terdapat beberapa, model aksi gerakan terorisme yang populer digunakan
oleh para teroris dalam melancarkan aksi terornya. Diantaranya yaitu:

a. Peledakan bom
Taktik ini barangkali tektik teror yang paling banyak dilakukan
para teroris di-era dewasa ini, karena memang taktik peledakan bom
ditempat–tempat umum yang strategis bisa dipandang efektif untuk
melahirkan suasana teror dalam sebuah masyarakat.
b. Pembunuhan
Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih
digunakan hingga saat ini. Sasaran dari pembunuhan ini seringkali telah
diramalkan, teroris akan mengklaim bertanggung jawab atas
pembunuhan yang dilaksanakan.
c. Penghadangan
Dimana penghadangan tersebut biasanya telah dipersiapkan
terlebih dahulu secara matang oleh para teroris dengan melakukan
berbagai latihan–latihan terlebih dahulu, serta perencanaan medan dan
waktu.
d. Penculikan
Penculikan tersebut biasanya dilakukan dengan melakukan
penghadangan pada korban yang ditargetkan.
e. Penyanderaan
Perbedaan antara penculikan dan penyanderaan dalam dunia
terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini seringkali memiliki
pengertian yang sama. Penculikan biasanya menahan korbannya
ditempat yang tersembunyi dan tuntutannya adalah berupa materi dan
uang. Sedangkan penyanderaan berhadapan langsung dengan aparat
dengan menahan sandera ditempat umum.
f. Perampokan
Taktik perampokan biasanya dilakukan para teroris untuk mencari
dana bagi setiap kegiatan aksi terornya.
g. Sabotase dan Pembajakan

13
Pembajakan sangat populer dilancarkan oleh kelompok teroris
selama periode 1960–1970. Sebagai contoh adalah pembajakan
terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan adalah taktik yang
digunakan oleh kelompok Tupamaros di Uruguay untuk mendapatkan
kesan Robin Hood dan menghancurkan propaganda dari pemerintah.

h. Ancaman / Intimidasi
Dimana para teroris berusaha melakukan tindakan–tindakanyang
bisa menakut–nakuti atau mengancam masyarakat atau korban dengan
menggunakan kekerasan.

2.2.5 Pengaturan Terorisme di Indonesia (Undang - Undang Nomor 5


Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1
Tahun 2002 tenteng Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi
Undang - Undang )

2.2.5.1 Pengertian
Arti terorisme menurut UU No 5 Tahun 2018 adalah
perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas,
yang dapat menimbulkan korban dengan jumlah banyak dan atau
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang
strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas
internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan
keamanan.
Objek vital yang strategis adalah kawasan, tempat, lokasi,
bangunan, atau instansi yang :
a. Menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan martabat
bangsa;
b. Merupakan sumber pendapatan negara yang mempunyai nilai
politik, ekonomi, sosial, dan budaya atau;

14
c. Menyangkut pertahanan dan keamanan yang sangat tinggi

Sedangkan fasilitas publik adalah tempat yang dipergunakan untuk


kepentingan masyarakat secara umum.

2.2.5.2 Upaya
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah terhadap
masalah terorisme yang sudah terjadi adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang yang dengan sengaja bermaksud melaksanakan
tindak pidana terorisme di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dapat di pidana penjara paling singkat 3 dan paling
lama 12 tahun. Dan setiap orang yang melakukan tindak
pidana terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidana nya
bisa bertambah 1/3 (satu per tiga);
2. Penyidik berwenang melakukan penahanan pada saat proses
penyidikan berlangsung dalam jangka waktu paling lama 120
hari;
3. Melakukan perlindungan kepada penyidik, penuntut umum,
hakim, pelapor, ahli, saksi dan petugas pemasyarakatan beserta
keluarganya. Perlindungan tersebut berupa:
a. Pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan
mental
b. Kerahasiaan identitas
c. Bentuk perlindungan lain yang diajukan secara khusus
oleh penyidik, penuntut umum, hakim dan petugas
pemasyarakatan
d. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang
pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa
e. Pemberian keterangan tanpa hadirnya saksi yang
dilakukan secara jarak jauh melalui alat komunikasi audio
visual.
4. Perlindingan terhadap korban langsung atau korban tidak
langsung. Bentuk tanggung jawab negara berupa :
a. Bantuan medis

15
b. Rehabilitasi psikososial dan psikologis
c. Santunan bagi keluarga korban yang meninggal
d. Kompensasi

Dalam upaya pencegahan tindak pidana terorisme,


pemerintah dapat melakukan langkah antisipasi secara terus
menerus yang dilandasi dengan prinsip perlindungan hak asasi
manusia dan prinsip kehati-hatian. Pencegahan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:

1. Kesiapsiagaan nasional, suatu kondisi siap siaga untuk


mengantisipasi terjadi tindak pidana terorisme melalui proses
yang terencana, terpadu, sistematis dan berkesinambungan
yang dilakukan oleh kementerian/lembaga yang berkaitan
dibawah koordinasi badan yang menyelenggarakan urusan di
bidang penanggulangan terorisme. Kesiapsiagaan nasional
yang dimaksud adalah dilakukan melalui pemberdayaan
masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, perlindungan
dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian
terorisme, serta pemetaan wilayah rawan paham radikal
terorisme;
2. Kontra radikalisasi, suatu proses yang terencana, terpadu,
sistematis dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap
orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal
terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran
paham radikal terorisme. Kontra radikalisasi dilakukan secara
langsung atau tidak langsung melalui kontra narasi, kontra
propaganda, atau kontra ideologi;
3. Deradikalisasi, suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis
dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk
menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan
pemahaman radikal terorisme yang sudah terjadi.
Deradikalisasi dilakukan kepada : Tersangka, Terdakwa,
Terpidana, Narapidana, Mantan narapidana terorisme, Orang

16
atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal
terorisme. Melalui tahapan identifikasi dan penilaian,
rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial.

2.2.5.3 Peran Tentara Nasional Indonesia


1. Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi terorisme
merupakan bagian dari operasi militer selain perang,
2. Dalam mengatasi aksi terorisme dilaksankan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi
terorisme diatur dengan Peraturan Presiden.

2.2.6 Pengaturan Terorisme di Provinsi Jawa Timur

Dalam hal upaya mencegah terjadinya serangan terorisme dalam berbagai


tragedi yang terjadi akhir-akhir ini, Pemerintah Provinsi Jawa Timur
mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Larangan
Keberadaan Gerakan Islamic State of Iraq and Syria. Dalam hal ini Pemerintah
Kota/Kabupaten di Jawa Timur bertanggungjawab untuk melalukan kegiatan
terkait pencegahan gerakan ISIS, seperti yang terdapat dalam Pasal 2:

“Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur melakukan


sosialisasi, pembinaan, dan pengawasan di daerahnya masing-masing
terhadap keberadaan dan/atau gerakan Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS).”

Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga mengeluarkan Peraturan


daerah Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan
Bermasyarakat. Lahirnya Peraturan Daerah ini didasari dengan adanya peristiwa
teror di Jawa Timur yang menyadarkan akan pentingnya pencegahan
perkembangan radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme. Akar penyebab dari aksi-
aksi terorisme di Jawa Timur tidak dapat dipahami secara sempit hanya terkait
dengan paham identitas tertentu, tetapi juga menyangkut persoalan-persoalan yang

17
lebih luas, seperti: keadilan, kesejahteraan, dan kehidupan dalam kebersamaan.
Sebagai salah satu bentuk upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang
toleransi antarumat beragama, etnis, suku, dan golongan dalam mencegah
perkembangan radikalisme, ekstrimisme, fdan terorisme di Jawa Timur.

2.3 Hubungan Terorisme dengan Perlindungan Masyarakat dan


Ketertiban Umum
Kaitan antara terorisme dengan perlindungan masyarakat dan ketertiban
umum yaitu akibat adanya terorisme maka masyarakat merasa takut dan terancam
keselamatannya. Oleh karena itu, dalam hal ini negara mempunyai kewajiban
untuk menciptakan keadaan yang aman di lingkungan masyarakat dan
memperkuat pertahanan negara, khususnya dari serangan terorisme. Negara juga
bertanggung jawab melindungi masyarakat dan menjaga ketertiban umum.
Termasuk bertanggung jawab terhadap korban terorisme beserta kelurga dari
korban teroris yang meninggal dunia.

18
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kronologi Bom Surabaya


Bom Surabaya terjadi di tiga gereja dalam tenggat waktu yang berdekatan.
Peristiwa ini terjadi pada Minggu 13 Mei 2018 berdasarkan dari rangkuman
beberapa media online terorsime terjadi antara pukul 06.00 hinggal 08.00 WIB.
Serangan bom ini dilakukan oleh satu keluarga yang kemudian berpencar ke-tiga
gereja tersebut, Kronologi kejadian tersebut sesuai yang dikutip oleh beberapa
media online sebagai berikut :

a. Pukul 06.30-07.00 WIB


Terjadi serangan bom pertama terjadi di Gereja Santa Maria Tak
Bercela di Jalan Ngagel Madya, Kecamatan Gubeng. Serangan bom
tersebut dilakukan oleh dua orang yang sedang berboncengan menaiki
sepeda motor menuju gereja. Salah satu nya dalam rekaman CCTV di
duga membawa tas hitam yang berisi bom yang meledak saat
pergantian jaamat misa dan terdengar hingga radius 100 meter.
b. Puku 07.15 WIB
Terjadinya serangan bom kedua terjadi di Gereja Kristen Indonesia
Jalan Raya Diponegoro. Berdasarkan beberap saksi mata bahwa
ledakan bom tersebut bersumber dari wanita bercadar dan kedua
anaknya yang memasuki halaman gereja.
c. Pukul 07.53 WIB
Terjadinya serangan bom ketiga terjadi di Gereja Pantekosta di Jalan
Arjuno. Keterangan yang didapatkan dari saksi mata bahwa ledakan
tersebut terjadi dari tempat parkir kendaraan yang diduga serangan bom
mobil.
d. Pukul 08.00 WIB

19
Polda Jatim mengkonfirmasi serangan tiga bom tersebut dan sudah
bergerak ke titik – titik serangan.

e. Pukul 09.00 WIB


Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera
mengungkapkan data awal yang diterimanya dari serangan bom tersebut
membuat dua orang tewas dan belasan lain luka.
f. Pukul 09.32 WIB
Polisi melakukan serangkaian antisipasi dan meminta semua gereja
ditutup untuk sementara.
g. Pukul 10.00 WIB
Polisi merilis data awal korban tewas berjumlah empat orang dan
korban luka 33 orang yang sudah dibawa ke RSUD dr Sutomo.
h. Pukul 10.20 WIB
Tim Gegana yang melakukan penyisiran menemukan sebuah bom yang
belum meledak dalam sebuah mobil di Gereja Pantekosta. Kemudian,
bom tersebut langsung dilumpuhkan dengan cara meledakannya.
i. Pukul 10.30 – 11.00 WIB
Polda Jatim memperbarui informasi bahwa korban meninggal dunia
menjadi 8 orang dan korban luka telah mencapai 38 orang.
j. Pukul 14.40 WIB
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera
menyampaikan kabar terbaru yaitu jumlah korban meninggal dunia
bertambah menjadi 11 orang sementara 41 orang luka-luka.

3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Bom Surabaya


3.2.1 Faktor Internal
a. Ideologi yang dianut salah
Kapolri mengatakan bahwa tersangka bom bunuh diri yang ada di
Surabaya merupakan keluarga yang menjadi anggota Jamaah Ansharut
Daulah (JAD). Organisasi JAD yang telah dilarang oleh pemerintah pada

20
31 Juli 2018 ini diduga terafiliasi dengan ISIS. Ideologi yang digunakan
pun sangat tidak masuk akal dan sangat intoleran. Doktrin yang mereka
gunakan adalah Takfiri. Yakni sebuah penanaman pemahaman bahwa
segala sesuatu yang bukan berasal dari Tuhan adalah haram. Pelakunya
pun langsung divonis sebagai kafir yang halal untuk diperangi.
Hal tersebut terjadi ketika pengeboman berlangsung, tersangka diduga
menganggap bahwa orang selain muslim adalah kafir yang halal untuk
diperangi sehingga pengeboman pun berlangsung di beberapa titik yang
salah satunya berada di gereja dengan notabene akan ada banyak orang
yang dianggapnya sebagai “kafir” di sana.
b. Rasa dendam terhadap pemerintah
Tersangka pengeboman juga diduga merasa dendam terhadap
pemerintah yang dianggapnya dzholim kepada masyarakat islam. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan dari Sofyan Tsauri, mantan teroris yang
akhirnya tersadarkan. Tsauri menyatakan bahwa seluruh anggota JAD
didoktrin bahwa pemerintah dzolim terhadap rakyatnya sendiri.
Selain itu Tsauri juga menuturkan bahwa ada disharmonisasi antara
Umara (pemimpin) dan Ulama (tokoh agama) sehingga membuat beberapa
kelompok melihat hal tersebut sebagai momen untuk memikirkan
tindakan-tindakan radikal
c. Adanya pesan yang ingin disampaikan.
Aksi pengeboman ini pun diduga merupakan aksi dengan penuh pesan
yang ingin disampaikan. Pada pengeboman ini, diajak juga turut serta istri
dan anak mereka. Padahal Aman (pemimpin tertinggi ISIS di Indonesia)
pernah menyampaikan bahwa dalam hal amaliyah (melakukan
pengamalan) dilarang mengikutsertakan perempuan dan anak-anak.
Maka pengamat gerakan teroris, Harits Abu Ulya menduga
pengeboman tersebut ingin menyampaikan pesan untuk lebih
menyemarakkan amaliyah - amaliyah yang lebih banyak lagi mengingat
dalam aksi itu perempuan dan anak-anak pun sudah dilibatkan sehingga
menandakan bahwa kondisi negara sudah tidak layak. Aksi tersebut juga

21
berusaha menyinggung laki-laki yang lebih banyak ketakutannya dalam
menjalankan amaliyah.

3.2.2 Faktor Eksternal


a. Arahan dari ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah)
Aksi pengeboman diduga pula disebabkan oleh arahan dari ISIS.
Dimana sebelum peledakan bom terjadi, ISIS sedang merasa terdesak oleh
Amerika dan sekutunya yang memborbardir basis ISIS di Timur Tengah.
ISIS pun mengklaim bertanggung jawab atas aksi pengeboman di
Surabaya ini. Hal tersebut diakuinya sebagai penunjukkan eksistensinya
kembali. ISIS diduga sedang membangkitkan moral seluruh elemen yang
menjadi bagiannya, selain itu gerakan tersebut dapat mengklaim bahwa
ISIS berhasil melakukan amaliyah di luar dari Suriah dan Iraq.
b. Improvisasi dari Tren Teror di luar negeri
Semenjak Aman sang pemimpin ISIS di Indonesia ditangkap pihak
berwajib, gerakan-gerakan amaliyah semakin liar dan tidak terarah.
Banyak gerakan-gerakan yang dinilai melanggar kaidah dari amaliyah itu
sendiri yang mengajak perempuan dan anak-anak.
Diduga bahwa gerakan pengeboman di Surabaya mengikuti tren
terorisme di luar negeri dengan membawa perempuan dan anak-anak
setelah kehilangan pucuk pimpinannya.

3.3 Dampak dan Kaitan dengan Linmastibum


3.3.1 Dampak Bom Surabaya
Bom Surabaya mengakibatkan dampak yang terasa sangat kompleks pada
daerah tersebut. Surabaya yang selama ini dikenal aman secara mengejutkan
dikagetkan dengan peristiwa bom bunuh diri yang sungguh tidak manusiawi.
Dampak yang dirasakan oleh warga dan pemerintahan sekitar secara garis besar
terjadi pada sektor perekonomian dan sektor sosial kemasyarakatan.
a. Dampak Sektor Sosial Kemasyarakatan

22
Dampak terbesar yang terjadi pada sektor ini yaitu trauma yang
dirasakan oleh banyak warga Surabaya. Trauma ini didasari pada
ketakutan-ketakutan yang selalu menghantui warga Surabaya akan
adanya bom-bom susulan. Menyikapi hal ini, Wali Kota Surabaya Tri
Risma mengimbau kepada seluruh warganya untuk tetap tenang. Seperti
halnya dilansir oleh Tirto.id, Tri Risma bahkan telah membuat tim untuk
melakukan pemulihan psikis yang terdiri dari beberapa psikolog dan
psikiater. Risma menuturkan, berbagai upaya telah ditempuh guna
mengembalikan kondisi psikis dan kejiwaan dari anak-anak. Wali Kota
Surabaya ini pun siap untuk masuk memberikan motivasi-motivasi
kepada korban setelah psikis korban mulai membaik.

b. Dampak Sektor Perekonomian


Sektor perekonomian juga menjadi dampak atas terjadinya
pengeboman di Surabaya. Banyak pengamat menilai hal ini harus segera
diatasi agar perekonomian membaik dan investor tidak banyak yang
kabur. Dilansir dalam antaranews.com, Wali Kota Surabaya secara
gamblang mengemukakan perekonomian di daerahnya melemah pasca
pengeboman, Risma mengungkapkan melemahnya perekonomian terjadi
karena berkurangnya aktivitas ekonomi di pusat-pusat perbelanjaan
akibat terror bom yang menimpa. Selain itu, beberapa sektor produksi
menurun akibat banyak pegawai yang tidak masuk dan hal tersebut
mempengaruhi pandangan investor. Fitra Hashtiadi Ekonom Universitas
Indonesia sebagaimana dilansir dari cnbcindonesia.com mengemukakan
bahwa masih ada potensi perekonomian tingkat nasional terpengaruh
khususnya pada pergerakan nilai tukar rupiah. Pemerintah diperlukan
untuk tidak menyebar sentiment negative yakni dengan memastikan
warga untuk tidak panik dan tetap tenang.

3.3.2 Kaitan dengan Linmastibum


Menurut analisis kami, fungsi dari perlindungan masyarakat dan
ketertiban umum yaitu harus menjaga tiga pilar utama yaitu keamanan,

23
ketentraman dan kesejahteraan. Pengambilan topik pengeboman bunuh
diri di Surabaya ini karena berkaitan langsung dengan ketiga pilar utama
tersebut.
a. Keamanan
Surabaya yang dikenal dengan kota yang aman dan nyaman
sebagaimana didukung oleh pernyataan dari Ketua Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Surabaya bahwa selama ini Surabaya merupakan kota
yang aman dan nyaman serta menjadi tujuan para investor, bahkan pada
tahun 2017 Wali Kota Surabaya memberikan penghargaan kepada
Polrestabes Surabaya atas kinerjanya yang baik dalam mengamankan
kota, tetapi rupanya hal itu tidak menjamin bahwa Surabaya benar-benar
bersih dari teroris. Hal tersebut menandakan bahwa masih ada titik lemah
dari keamanan di Kota Surabaya khususnya peran dari Intelejen yang
menurut kami kecolongan dalam mengawasi gerak-gerik warga yang
terpapar radikalisme sehingga dapat berbuat aksi kejam berupa
pengeboman ini.

b. Ketentraman
Sejak dahulu Surabaya merupakan salah satu kota dengan tingkat
toleransi tertinggi, pada Desember 2018 Surbaya meenempati posisi ke
10 sebagai Kota dengan Toleransi tertinggi dengan nilai 5823 versi
Setara Institute, aksi pengeboman ini justru menodai ketentraman warga
Surabaya yang telah lama dibangun. Tetapi ketentraman warga Surabaya
dalam menyikapi pengeboman ini justru tidak berubah. Warga Surabaya
saling mendukung satu sama lain, seperti halnya yang dilakukan oleh
Organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama melalui
banser (bantuan serbaguna) yang turut menjaga gereja pasca bom saat
peribadatan berlangsung. Hal ini memberikan dukungan moril kepada
masyarakat agar pulih dari trauma psikisnya.

c. Kesejahteraan

24
Kesejahteraan berkaitan langsung dengan perekonomian. Khususnya
di Surabaya dan secara umum di Indonesia juga merasakan dampak
perkonomian akibat pengeboman ini. Seperti yang telah dikemukakan di
atas bahwa perekonomian mendapatkan sentiment negatif atas aksi
pengeboman di Surabaya sehingga dampaknya yaitu perekonomian yang
relative menurun.
Berdasarkan ketiga poin di atas, dapat disimpulkan bahwa pengeboman
Surabaya merupakan sebuah kasus yang mempengaruhi perlindungan masyarakat
dan ketertiban umum. Analisis mendalam diperlukan dalam mengkaji
pengeboman Surabaya yang ditinjau dari perlindungan masyarakat dan ketertiban
umum, khususnya upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi dan
mencegah peristiwa ini terjadi kembali.

3.4 Upaya pemerintah dalam penanganan kasus Bom Surabaya


3.4.1 Upaya Represif
a. Pengusutan Kasus oleh Aparatur Pemerintah

Dalam kasus bom bunuh diri di Surabaya ini, menjadi peran pemerintah
untuk bergerak memberi penanganan dan menegakkan perlindungan serta
keamanan negara. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa negara berkewajiban
melindungi segeap rakyat Indonesia dari ancaman dan gangguan kemananan
negara. Oleh karena itu negara pun berhak menggunakan seluruh instrumen
negara, baik hukum, POLRI dan TNI, yang memiliki pasukan khusus seperti Tim
Densus 88 Anti Teror, Detasemen 81 yang tergabung dalam Kopassus (komando
Pasukan Khusus), Pasukan Elit TNI AD, TNI AL, Detasemen Jamangkara
(Denjaka), yang tergabung dalam Korps Mariner, TNI AU, ada Detasemen Bravo
(Denbravo), pasukan elit TNI AU, dan Badan Intelijen Negara, maupun birokrasi
negara untuk melawan terorisme tersebut. Selain itu, untuk lembaga yang
berwenang dalam menangani peristiwa bom bunuh diri di Surabaya :

1) Polri

Presiden telah memerintahkan kepolisian dan TNI berkolaborasi dan


Kapolri juga sudah menyatakan kesiapannya di Surabaya. Sejumlah aparat

25
keamanan melakukan pengawasan di berbagai titik khususnya di tempat
kejadian, melakukan identifikasi terhadap korban dan lokasi kejadian di
tiga gereja Surabaya serta melakukan penjagaan ketatat. Selain itu
Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Irjen Idham Azis,
menerbitkan sebuah telegram rahasia (TR) mengenai kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) pasca insiden bom Surabaya pada
hari yang sama. Dalam telegram rahasia tersebut menyatakan bahwa 13
Mei 2018 pukul 08.00 WIB status kesiagaan seluruh jajaran Polda Metro
Jaya dinyatakan dalam status Siaga 1. Secara khusus penanganan terorisme
dari pihak kepolisian ada tim khusus penanggulangan tindak pidana
terorisme yakni Tim Densus 88 Anti Teror dari kepolisian. Densus 88
menjadi Leading Sector dalam operasi penanggulangan terorisme di
Indonesia. Penempatan Densus 88 ini sebagai garda depan dalam
penaggulangan terorisme. Adapun secara structural Densus 88 Anti-Teror
tingkat pusat berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes
POLRI. Sedangkan pada tingkat Polda Densus 88 ini berada di bawah
Direktorat Riserse (Dit Serse). Alasan utama pembentukan Densus 88
menurut Yehosua (2012:124) ini adalah untuk menanggulangi
meningktanya kejahatan terorisme di Indonesia, khususnya aksi terror
dengan modus peledakan bom yang di gagas pada tahun 2003 Oleh
Jenderal Polisi Da’I Bachtiar.

2) Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 (Perubahan atas


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
Pembernatasan Tindak Pidana Terorisme) bahwa peran TNI dalam
mengatasi aksi terorisme merupakan baian dari operasi militer selain
perang. Dalam mengatasi aksi terorisme tersebut dilaksanakan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi TNI yaitu untuk menjaga kedaulatan dan
melindungi segenap bangsa serta memiliki fungsi menangkal dan
penidakan teroris. TNI memiliki sejumlah satuan yang membantu Polri
melaksanakan tugas pemberantasan terorisme, yakni Badan Intelijen

26
Strategis dan Satuan Penanggulangan Terror 181. Selain itu TNI
mempunyai satuan khusus dalam menagani tindakan terorisme seperti
Detasemen Khusus 81 Kopassus, Detasemen Jalamangkara (TNI AL), dan
Satuan Bravo 90 (TNI AU), dimana alat tersebut hanya sebatas pada
masalah pertahanan dan keamanan negara sehingga untuk tindakan
terorisme ini TNI hanya dapat melakukan penangkapan saja atau hanya
sampai pada proses penangkapan dan bisa juga penahanan sementara
sampai nantinya para tersangka akan diberikan oleh pihak kepolisian
dalam proses penyidikan lebih lanjut.

3) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 

Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2010, lembaga


pemerintahan nonkementerian (LPNK) ini memiliki tugas
menanggulangi terorisme yang memiliki tugas menyusun kebijakan,
strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme,
mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme. Selain itu,
tugas BNPT juga melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan
terorisme dengan membentuk satuan-satuan tugas yang terdiri dari unsur-
unsur instansi pemerintah, terkait dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing.

b. Trauma Healing
Sebagai dampak dari adanya kasus terorisme ini, tentu menimbulkan rasa
takut dan trauma bagi masyarakat Surabaya khususnya anak-anak dimana hal
tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikis maupun kejiwaannya. Wali Kota
Surabaya Tri Rismaharani memulihkan kondisi psikis anak-anak yang menjadi
korban teror bom Surabaya dengan menggandeng para guru, psikolog dan
psikiater untuk menghilangkan rasa takut dan trauma akibat terror bom yang
terjadi di Surabaya.
Berbagai upaya telah ditempuh Pemkot Surabaya guna mengembalikan
kondisi psikis dan kejiwaan dari anak-anak, seperti melakukan pertemuan dengan
para psikolog dan psikiater, dan bekerjasama dengan Dinas Pengendalian

27
Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A), Asosiasi
psikolog Sekolah Indonsia (APSI), Himpunan Psikolog Indnesia (Himpsi), dan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Upaya pertama difokuskan
kepada tindakan pendampingan kepada individu korban dan kepada sekolah-
sekolah di Surabaya khususnya sekolah dari pelaku-korban, dan berbagai sekolah
di Surabaya seperti SD, SMP, dan SMA sederajat untukmemberikan pemahaman
kepada anak-anak Surabaya agar tidak lagi merasa takut dan khawatir.
Selain itu, Pemerintah Kota Surabaya juga membentuk pusat trauma untuk
mendampingi anak-anak korban peledakan bom pada sejumlah gereja di
Surabaya. Wali Kota Surabaya mengatakan, pusat trauma ini dibentuk meski sejak
awal kejadian, tim ahli psikologi mereka sudah mendampingi pihak keluarga yang
menjadi korban bom. Trauma center ini merupakan anggota gabungan yang bukan
hanya terdiri dari pemkot saja, adapun anggota dari pusat trauma ini memiliki
polisi yang bisa mengikuti perkembangan. Pemerintah Kota Surabaya, terus
memfasilitasi dan mengawal korban pasca kejadian. LPSK juga mengusahakan
perhatian kepada korban pasca proses peradilan. Hal ini dikarenakan kehidupan
korban dan keluarganya tetap berlanjut pasca putusan, maka penting untuk
memperhatikan kehidupan korban selanjutnya. Misalnya melalui layanan
psikososial, yakni layanan agar fungsi sosial korban tetap normal. Seperti
diantaranya layanan untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, atau mata
pencaharian.

3.4.2 Upaya Preventif


Upaya preventif adalah sebagai upaya yang dilakukan untuk mencegah
adanya kejadian terorisme, selain itu upaya ini merupakan bentuk tindak lanjut
pemerintah dalam mencegah terorisme bom bunuh diri di Surabaya terulang
kembali, serta sebagai upaya penyelenggaraan keamanan dan perlindungan
masyarakat. Adapun upaya preventif tersebut terdiri dari upaya Pemerintah kota
Surabaya sendiri maupun pemerintah pusat pada umumnya.

a. Pemkot Surabaya Terapkan Sistem Deteksi Warga Pendatang

28
Pemkot Surabaya akan menerapkan sistem yang dapat mendeteksi kegiatan
terorisme bagi setiap warga pendatang yang menetap secara musiman melalui
indekos atau kontrakan. Hal ini dilakukan Pemkot Surabaya berdasarkan
pengalaman dan pengamatan bahwa terduga teroris kerap bersembunyi dan
beraktivitas di rumah kos atau kontrakan sehingga diperlukan suatu sistem yang
dapat mendeteksi kegiatan para pendatang tersebut.

Nantinya, Pemkot Surabaya bisa memantau warga itu apakah baru kembali
dari luar negeri atau berasal dari luar dan sebagainya, sehingga pengembangan
alat ini nanti akan bekerjasama dengan pihak Imigrasi dan pihak kepolisian.
Selain alat tersebut, Pemerintah Kota Surabaya juga telah memiliki peraturan
daerah yang mengatur tentang warga pendatang. dan juga diperkuat dengan
adanya Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Larangan
Keberadaan Islamic State Of Iraq and Syiria Di Jawa Timur.
Sistem dengan alat untuk mendeteksi kegiatan warga pendatang ini, sebagai
upaya pemkot untuk menguatkan sistem di tingkat RT/RW untuk mencegah
terorisme dan akan segera disosialisasikan ke setiap Ketua Rukun Wilayah (RW)
dan Rukun Tetangga (RT) di seluruh wilayah Kota Surabaya. Pemkot Surabaya
akan membuat surat edaran kepada RT/ RW agar menerapkan sistem yang
mendeteksi kegiatan warga pendatang. Selanjutnya akan ada 'report' dari RT/RW
dan jika ada aktivitas yang mencurigakan maka akan langsung ditangani oleh
Pemkot Surabaya.

b. Pemkot Surabaya Menerapkan Software Face Recognation

Untuk meningkatkan pengamanan yang ada di Kota Surabaya,


Pemerintah Kota (Pemkot) setempat memperbarui kecanggihan kamera
pengawas (CCTV) di seluruh wilayah yang ada yaitu dengan menambahkan
software face recognation. Alat tersebut terinspirasi dari negara Singapura
yang kemudian pemkot Surabaya membuat sendiri bersama ahli IT. selain
berfungsi sebagai pantauan arus lalu lintas dan segala kendala di lapangan,
juga mempunyai kemampuan untuk melacak wajah pelaku dalam segala hal,
mulai dari menangkap pelaku tabrak lari, orang hilang, hingga pelaku teroris.

29
Sejak pertengahan bulan September 2018 lalu CCTV di Surabaya sudah
dilengkapi software face recognition system atau pelacak wajah, Sehingga
CCTV tersebut digunakan dalam meningkatkan keamanan kota. Sebelum
memiliki software face recognation, beberapa tahun lalu secara bertahap
Pemkot melakukan peremajaan sebanyak 1.200 unit CCTV yang tersebar.
Peremajaan tersebut terutama dilakukan terhadap kamera pengawas yang
sudah berkurang fungsinya dan buram. Sehingga dengan peremajaan itu,
menguntungkan dan mendukung program software face recognation.

c. Pihak Polrestabes Surabaya makin memperketat pengamanan


Setahun berlalu setelah kejadian bom bunuh diri di Surabaya, Polrestabes
Surabaya pun berbenah. Pihak Polrestabes Surabaya makin memperketat
pengamanan berlapis sehingga setiap pengunjung tak bisa sembarangan masuk ke
markas komando.
Para pengunjung yang membawa kendaraan tak bisa bebas masuk ke
Mapolrestabes Surabaya. Kendaraan yang boleh masuk hanyalah kendaraan milik
petugas kepolisian serta ASN yang memang bekerja di mapolresta yang harus
melewati rolling gate. Sementara, kendaraan pengunjung memiliki akses terbatas
karena hanya diperbolehkan sampai di area parkir yang telah disediakan di luar
mapolresta. Area ini berjarak sekitar 75-100 meter dari pintu gerbang, Pun ketika
masuk berjalan kaki, pengunjung harus melewati lapisan pengamanan. Pertama,
pengunjung diminta melewati pintu metal detector. Pengunjung juga di minta
melepas jaket, lalu meletakkan tas dan seluruh barang bawaannya untuk diperiksa
di mesin peminday x-ray.
Tak hanya itu, pengunjung juga diawasi dengan saksama oleh petugas
kepolisian yang berjaga. Petugas bersenjata lengkap, berompi anti peluru, serta
dilengkapi pula dengan anjing penjaga yang siaga. sistem pengamanan super ketat
dan berlapis ini memang sudah diterapkan pihaknya sejak setahun yang lalu. Para
personel yang berjaga, juga dilengkapi perlengkapan pengamanan seperti rompi
body face, hingga senjata laras panjang. Selain itu, pihaknya juga meningkatkan
penjagaan di seluruh Kota Surabaya. Yakni Mapolsek-mapolsek, objek vital
seperti kantor pemerintahan, rumah peribadatan sampai pusat-pusat perbelanjaan.

30
d. Perangkat Dan Aparatur Negara
Adapun pemerintah pusat telah berkoordinasi dengan segenap aparatur
pemerintah dan jajarannya untuk mencegah terjadinya terorisme kembali di
Indonesia yang semakin menjadi-jadi belakangan ini. Aparatur tersebut terdiri dari
TNI, POLRI, BIN, BNPT dan peran serta masyarakat. Keikutsertaan TNI dalam
pemberantasan terorisme juga merupakan upaya preventif yang memliki
tanggungjawab yang sama dalam memerangi terorisme. Badan Intelijen Negara
dibuat sebaga pendukung kelancaran dari tindak pidana terorisme, badan ini
terdiri dari kumpulan anggota TNI dan POLRI dan yang lainnya yang sama-sama
mnjadi aktor dalam pemberantasan terorisme dan dibiayai oleh negara dan bahkan
oleh para pihak swasta yang notabene mendukung kelancaran dari sistem
penegakan hukum khususnya masalah penanggulangan terorisme. TNI memiliki
sejumlah satuan yang membantu Polri melaksanakan tugas pemberantasan
terorisme, yakni Badan Intelijen Strategis dan Satuan Penanggulangan Terror 181.
Selain itu TNI mempunyai satuan khusus dalam menagani tindakan terorisme
seperti Detasemen Khusus 81 Kopassus, Detasemen Jalamangkara (TNI AL), dan
Satuan Bravo 90 (TNI AU).
Upaya pencegahan, perlindungan dan deradikalisasi terorisme. Dalam
menanggulangi terorisme, BNPT menyusun kebijakan, strategi, dan program
nasional di bidang penanggulangan terorisme, monitoring, analisa, dan evaluasi di
bidang penanggulangan terorisme. Kemudian, melakukan koordinasi dalam
pencegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideologi radikal di
bidang penanggulangan terorisme, melakukan koordinasi pelaksanaan
deradikalisasi serta pelaksanaan perlindungan terhadap obyek-obyek yang
potensial menjadi target serangan terorisme. Program lainnya, pelaksanaan
penindakan, pembinaan kemampuan, dan kesiapsiagaan nasional, melaksanakan
kerjasama internasional di bidang penanggulangan terorisme hingga perencanaan,
pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi serta sumber daya
serta kerjasama antar instansi.

Adapun BIN Diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2011 Pada


Pasal 4 berbunyi, Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan

31
dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan,
penangkalan dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin
timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional.

Selain aparat penegak hukum, peran masyarakat dan seluruh elemen


bangsa juga sangat penting diperlukan dalam menyikapi dan mencegah kasus
terorisme. Masyarakat perlu menyadari dan diberi pemberdayaan terkait tindakan
keji terorisme. Perlu adanya kesadaran bersama bahwa terorisme merupakan
tindakan yang tidak benar dan masyarakat perlu dibekali pengetahuan yang
preventif.

e. Penegakan Peraturan Perundang – Undangan

Sebagai upaya pencegahan terjadinya terorisme, berbagai peraturan


perundang-undangan telah dikeluarkan oleh pemerintah baik dari pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat, sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2010 Tentang
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2010 Tentang
Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Dalam Rangka
Penegakan Hak Asasi Manusia.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat.
6. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
7. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan
Toleransi Kehidupan Bermasyarakat.
8. Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Larangan Keberadaan
Gerakan Islamic State of Iraq and Syria.

3.5 Analisis Kelompok


Analisis menurut kelompok kami terkait terorisme bahwa terorisme
merupakan paham yang berpendapat bahwa penggunaan cara kekerasan adalah
cara yang sah untuk mencapai tujuan. Dalam permasalahan terorisme di Surabaya,

32
tujuan yang hendak akan dicapai untuk meneror orang-orang yang dianggap
musuh (sasaran) yang tidak sepaham dengan mereka. Cara atau kekerasan yang
digunakan adalah dengan cara melakukan aksi bom bunuh diri. Pada kasus bom
bunuh diri di Surabaya dilakukan oleh pelaku yang melibatkan perempuan dan
anak-anak, tindakan ini merupakan sebuah taktik baru dan mengandung pesan
terselubung yang ingin disampaikan baik secara internal kepada golongan tersebut
maupun secara eksternal bahwa kondisi negara sudah tidak baik, adapun kejadian
dilakukan di 3 gereja di Surabaya, yang menyebabkan jatuhnya korban sebanyak
11 orang meninggal dan 41 orang luka-luka. Hal tersebut menandakan bahwa
terorisme masih ada di negeri ini, dan dilakukan secara terencana dan memiliki
waktu yang telah ditentukan. Kejadian tersebut merupakan sebuah hal yang tidak
dapat dibenarkan dalam segala aspek dan melawan hukum.
Dengan terjadinya terorisme, menyebabkan rusaknya fasilitas umum dan
fasilitas peribadatan, serta memberi ancaman pada 3 dimensi kemanan yaitu
kemanan lingkungan seseorang yang dimana setiap orang berhak untuk merasakan
ketertiban dan serta kemanan lingkungan secara fisik, keamanan individu yang
merupakan hak atas pengurangan ancaman individu dari tindakan kejahatan, dan
keamanan politis yaitu dijaminnya kehidupan setiap orang, sehingga setiap orang
direnggut 3 dimensi tersebut. Akibatnya terorisme, termasuk ke dalam kejahatan
luar biasa (extraordinary crime) yang menyebabkan Negara wajib untuk
melindungi setiap warga negaranya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Negara Republik Indonesia 1945. Hal tersebut mengakibatkan bahwa
keamanan tidak hanya terfokus pada keamanan wilayah maupun keamanan negara
tetapi juga kemanan insani. Terorisme memiliki jaringan yang luas dan
terorganisir begitupun yang terjadi di Surabaya, pelaku bom tersebut terafiliasi
dari ISIS, yang jaringannya sudah sangat luas yang juga mengancam perdamaian
dan keamanan nasional.
Kasus terorisme dapat berdampak fisik dan non fisik (psikis). Secara fisik,
berakibat pada fisik korban seperti peledakan bom yang dilakukan oleh pelaku
dan berakibat pada jemaat gereja. Sementara akibat non fisik (psikis) dapat
dilakukan dengan penyebaran isu maupun ancaman yang mengakibatkan korban
merasa tidak aman dan mengalami ketakutan (traumatis). Bahkan selain

33
berdampak fisik dan psikis, tindakan terorisme dapat mempengaruhi kehidupan
ekonomi, hingga menyeluruh secara nasional terhadap politik dan kedaulatan
negara. Oleh sebab itu, kasus terorisme perlu mendapat solusi baik dalam
pencegahan maupun penanggulangan dari pemerintah maupun masyarakat.
Upaya penanggulangan terorisme di Kota Surabaya membutuhkan sebuah
strategi untuk menentuka prioritas dan fokus dalam pemilihan sumber daya.
Khususnya sumber daya politik maupun sumber daya yang berasal dari kekuatan
militer negara. Kararkteristik yang diperlukan dalam menghadapi terorisme harus
bersifat dinamis, tepat waktu, dan tepat situasi. Dalam hal ini, upaya yang telah
dilakukan selaku pemerintah Surabaya dan Negara Indonesia adalah dengan upaya
preventif dan represif. Upaya preventif yang diselenggarakan yaitu mengadakan
sistem deteksi warga pendatang, menerapkan software face recognation, serta
lembaga-lembaga pemerintah dalam penindakan terhadap aksi terorisme, dengan
mangambil tindakan hukum dan tindakan koersif (menekan pihak pelaku) secara
aktual dalam mengatasi terorisme sedangkan dalam upaya represif dengan
mengupayakan penanganan kasus korban, seperti trauma healing. Upaya ini
sudah sesuai sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2018.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Terorisme merupakan perbuatan melawan hukum yang bermaksud untuk
menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan cara membahayakan
nyawa, moral, dan menciptakan rasa takut dan terancam kepada korbannya.
Bentuk terorisme ada beberapa macam, yaitu diantaranya peledakan bom,

34
pembunuhan, penghadangan, penculikan, penyanderaan, perampokan, sabotase,
dan ancaman.
Kasus terorisme yang terjadi di kota Surabaya pada tanggal 13 Mei 2018
merupakan peristiwa meledaknya bom bunuh diri di tiga gereja yang berada pada
kota Surabaya yang merupakan bagian dari mata rantai tindak ekstrimisme dan
terorisme. Dalam hal perlawanan, pemberantasan, serta penanggulangan dalam
kasus terorisme yang terjadi di Indonesia, pemerintah mempunyai hak untuk
menggunakan dan mengerahkan seluruh instrumen negara baik hukum, POLRI,
TNI, lembaga-lembaga terkait, serta birokrasi negara baik dari segi represif
maupun dari segi preventif.
Kasus terorisme tersebut didorong oleh beberapa faktor penyebab, yaitu
dari faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu ideologi
yang dianut salah karena tersangka bom bunuh diri merupakan anggota organisasi
yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah. Selain itu, tersangka juga memiliki rasa
dendam terhadap pemerintah karena dianggap dzholim kepada masyarakat Islam.
Terakhir, tersangka ingin menyampaikan pesan bahwa kondisi negara sudah tidak
baik. Adapun faktor eksternal yang diduga adanya dorongan/arahan dari
organisasi ISIS, karena pada saat itu ISIS sedang tertekan oleh Amerika dan
sekutunya. Improvisasi dari tren teror luar negeri juga menjadi salah satu faktor
eksternal, diduga gerakan pengeboman tersebut mengikuti tren terorisme luar
negeri dengan membawa perempuan dan anak-anak setelah kehilangan pucuk
pimpinannya.
Kaitan antara terorisme dengan perlindungan masyarakat yaitu akibat
adanya terorisme maka masyarakat merasa takut dan terancam keselamatannya.
Oleh karena itu, dalam hal ini negara mempunyai kewajiban untuk mencipatakan
keadaan yang aman di lingkungan masyarakat dan memperkuat pertahanan
negara, khususnya dari serangan terorisme.
Pemerintah pun melakukan upaya dalam penanganan kasus ini, ada upaya
preventif dan upaya represif. Upaya preventif yang dilakukan yakni, penerapan
sistem deteksi warga pendatang, menerapkan Software Face Recognation yang
berfungsi untuk memantau arus lalu lintas, keadaan di lapangan, dan mampu
melacak wajah pelaku kejahatan. Pihak Polrestabes Surabaya makin memperketat

35
keamanan dan memperjelas koordinasi dengan pemerintah pusat, TNI, dan BIN.
Pemerintah Surabaya juga memperketat penegakan peraturan perundang-
undangan.
Upaya represif yang dilakukan adalah penjagaan ketat di beberapa titik di
Surabaya yang terindikasi rawan terorisme dengan memerintahkan seluruh aparat
pemerintah untuk beberapa waktu setelah kejadian terorisme. Selain itu, upaya
represif lainnya juga dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya yaitu trauma
healing. Wali Kota Surabaya, Ibu Tri Rismaharani memulihkan kondisi psikis
anak-anak yang menjadi korban terorisme dengan menggerakan para guru,
psikolog dan psikiater untuk menghilangkan rasa takut dan trauma akibat teror
bom yang terjadi di Surabaya.

4.2 Saran
Memperkuat sistem pertahanan dan kemanan negara dirasa sangat penting
untuk mencegah terjadinya kasus terorisme sebelum terjadi. Selain itu, kita
sebagai masyarakat harus berhati-hati dan cerdas dalam memahami ideologi dan
agama sehingga tidak ada ideologi dan radikalisme yang tidak sesuai dengan hak
asasi manusia dan peraturan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan


Nasional Penanggulangan Terorisme.

36
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Ketentraman,


Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Dalam Rangka Penegakan Hak
Asasi Manusia.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2014 Tentang


Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat.

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban


Umum dan Ketentraman Masyarakat.

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Toleransi


Kehidupan Bermasyarakat.

Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Larangan Keberadaan


Gerakan Islamic State of Iraq and Syria.

JURNAL
Yehosua, Einstein. 2012. Analisa Kasus Tindak Pidana Terorisme Menurut
UU No. 15 Tahun 2003.

Nathaniel, Felix. 2018. Gerakan Teroris di Surabaya dan Pesannya.


Kuwado, Fabian J. 2018. Bom Surabaya, Antara Dendam dan Pembuktian
Eksistensi ISIS
Rzn. 2018. Pelibatan Keluarga sebagai Pelaku Pengeboman: Modus Baru
Terorisme di Indonesia?.

SUMBER ELEKTRONIK
Atunisa, Dara. 2010. Terorisme. https://daraatunisa.wordpress.com/terorisme/.
Diakses pada 30 November 2019 pukul 21.45 WIB.

Timi, Riyanto 2013. Bentuk Terorisme.


https://www.kompasiana.com/riyantotimi/553026546ea83446388b45bc/be
ntuk-terorisme. Diakses pada 30 November 2019 pukul 21.00 WIB.

Asmara, Chandra. 2018. Pandangan Ekonom Terkait Bom Surabaya.


https://www.cnbcindonesia.com/market/20180514071911-17-

37
14742/pandangan-5-ekonom-terkait-bom-di-surabaya. Diakses pada 29
November pukul 23:41 WIB.

CNN. 2018. Pengamanan Berlapis Mapolrestabes Surabaya Setahun Teror


Bom https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191114071547-20-
448173/pengamanan-berlapis-mapolrestabes-surabaya-setahun-teror-bom.
Diakses pada 1 Desember 2019 pukul 13.00 WIB.

Fadillah, Ramadhian. 2018. Ini Kronologi Lengkap Serangan Bom Bunuh Diri
di 3 Gereja Surabaya. https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kronologi-
lengkap-serangan-bom- bunuh-diri-di-3-gereja-surabaya.html.
Diakses pada 21 Oktober pukul 21:31 WIB.

FAR. 2018. Lima Pasukan Elite Anti - Teror di Indonesia.


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180514202206-20-
298176/lima- pasukan-elite-anti-teror-di-indonesia. Diakses pada 21
Oktober 2019 pukul 23:14 WIB.

Hakim, Abdul. 2018. Risma : Perekonomian Surabaya Menurutn Pasca Teror


Bom. https://www.antaranews.com/berita/711559/risma-perekonomian-
surabaya-menurun-pascateror-bom. Diakses pada 30 November pukul
01.13 WIB.

Harni, Diah dan Ahmad Romadoni. 2018. Kronologi Bom Bunuh Diri 3
Gereja di Surabaya. https://kumparan.com/kumparannews/kronologi-bom-
bunuh-diri-3-gereja-di- surabaya. Diakses pada 21 Oktober 2019
pukul 21:40 WIB.

Ibrahim, Gibran Maulana. 2018. Ini Pengertian Terorisme Versi Pemerintah


https://news.detik.com/berita/d-4020148/ini-pengertian-terorisme-versi-
pemerintah. Diakses pada 21 Oktober 2019 pukul 20:05 WIB.

Kuwado, Febian Januarius dan Bayu Galih.2018. Bom Surabaya antara


Dendam dan Pembuktian Eksistensi ISIS.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/14/08515911/bom-surabaya-
antara- dendam-dan-pembuktian-eksistensi-isis?page=all. Diakses pada 21
Oktober 2019 pukul 20.04 WIB.

Mualim, Irfan. 2018. Canggih, Pemkot Surabaya Pasang CCTV Lacak Wajah
Teroris. https://www.wartaekonomi.co.id/read198226/canggih-
pemkot-surabaya- pasang-cctv-lacak-wajah-teroris.html. Diakses pada
1 Desember 2019 pukul 11:45 WIB

Nas, Aen, Ydh. 2018. Ini Peran Sejumlah Lembaga Tangani Terorisme.
https://indopos.co.id/read/2018/05/16/138225/ini-peran-sejumlah-
lembaga- tangani-terorisme/. Diakses pada 21 Oktober 2019 pukul
19:56 WIB.

38
Nathaniel, Felix. 2018. Analisis Serangan Bom di Surabaya: Taktik dan Pesan
Baru Terorisme. https://tirto.id/analisis-serangan-bom-di-surabaya-taktik-
dan-pesan-baru-teroris-cKuj . Diakses pada 21 Oktober 2019 pukul 22:10
WIB.

Ratnasari, Yuliana. 2018. Risma Ajak Psikolog dan Psikiater Pulihkan Psikis
Korban Bom. https://tirto.id/risma-ajak-psikolog-ikut-pulihkan-psikis-
anak-korban-teror-surabaya-cKVn. Diakses pada 1 Desember pukul 03.33
WIB.

Riduan, Fitri. 2018. Teror Surabaya dan Penanggulangan Terorisme di


Indonesia. https://kumparan.com/fitri-riduan/teror-surabaya-dan-
penanggulangan- terorisme-di-indonesia. Diakses pada 22 Oktober
2019 pukul 20:45WIB.

Saputri, Maya. 2018. Pemkot Surabaya Terapkan Sistem Deteksi Warga


Pendatang. https://tirto.id/pemkot-surabaya-terapkan-sistem-deteksi-
warga-pendatang-cKu4. Diakses pada 1 Desember 2019 pukul 10.30 WIB.

Siregar, Tonggie. 2018. BNPT: Keterlibatan Keluarga dalam Bom Bunuh Diri
Bisa Jadi Tren. https://www.dw.com/id/pelibatan-keluarga-sebagai-
pelaku-pengeboman- modus-baru-terorisme-di-indonesia/a-43772845.
Diakses pada 21 Oktober 2019 pukul 22:17 WIB

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/92f4a44e7ba61c60e9bfbe9ae03a
ee49.pdf. Diakses pada 1 Desember 2019 pukul 14:05 WIB.

39

Anda mungkin juga menyukai