Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENUGASAN

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Kelompok 1 :
1. Bintang Ramadan
2. Maulana
3. Tirta Mulyana
4. Renaldy Yudipradita S
5. Fitra Mulyana

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK )

SMK DARUL MA’ARIF PAMANUKAN

Jl. Eyang Tirtapraja Barat No 101 Tlp. (0260) 552087 Pamanukan Subang 41256
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya telah
diberikan kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“TERORISME” ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: Guru
Mata Pelajaran yang selaku memberikan nasihat dan masukan akademis pada penulis.
Serta semua sahabat dan teman-teman yang telah membantu dalam bentuk sekecil
apapun demi kelancaran tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Pamanukan, 21 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................
.....................................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................
.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................
..............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..................................................................
..............................................................................................2
C. Rumusan Masalah................................................................
..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tindak Pidana Kriminal Terorisme....................
..............................................................................................3
B. Karakter dan Sasaran Terorisme..........................................
..............................................................................................4
C. Landasan Hukum Tentang Terorisme..................................
..............................................................................................5
D. Faktor Penyebab Tindakan Terorisme.................................
..............................................................................................9
E. Dampak dari Tindakan Terorisme........................................
..............................................................................................11
F. Tindakan Terorisme Di Indonesia........................................
..............................................................................................11
G. Solusi dari Tindakan Terorisme...........................................
..............................................................................................15
H. Langkah-Langkah Kebijakan...............................................
..............................................................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................
..............................................................................................19
B. Saran.....................................................................................
..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teror sudah lama ada hampir seiring dengan sejarah peradaban manusia, tetapi
mulai efektif digemakan pada abad pertengahan ketika negara-negara atau kerajaan-
kerajaan berperang, dan terror digemakan sebagai salah satu cara untuk memenangkan
peperangan. Tetapi waktu itu hampir terlalu gampang untuk ditebak, siapa yang
melakukan terror. Namun sekarang, kejadian terror hampir sangat sulit ditebak siapa
pelakunya, organisasi atau negara mana yang mengaturnya. Semua berjalan
undercoverlunderground dan tidak berbentuk, serta organisasinya sulit dibaca atau sulit
diketahui.
Pada saat ini, apabila kita mendengar kata-kata terorisme, pikiran kita hampir selalu
terkait atau tergambar adanya sesuatu yang negatif, adanya bom yang meledak hebat yang
menghancurkan gedung-gedung dan sarana prasarana lain, tewasnya manusia yang tidak
terhitung jumlahnya serta akibat lain yang dikategorikan perbuatan biadab, tidak bermoral,
tidak berperikemanusiaan. Namun, apakah memang demikian sebenarnya? Bahkan
kadang-kadang selalu digandeng-gandengkan antara terorisme dengan islam. Apabila
demikian, apakah sebenarnya terorisme itu?
Terkait permasalahan yang selama ini telah dialami oleh khalayak masyarakat
menimbulkan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya menjadi perhatian
dunia internasional. Semisal, apakah masyarakat tidak mempunyai hak untuk memperoleh
rasa aman? Bagaimana upaya untuk memberikan rasa aman terhadap khalayak
masyarakat? Pertanyaan- pertanyaan inilah yang mendasari berbagai upaya untuk
menyelesaikannya. Hal inilah yang patut dikaji sebagai respon positif terhadap upaya
tersebut. Sehingga pada kesempatan ini penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
dalam sebuah makalah yang berjudul “terorisme”.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi terorisme.
2. Mengetahui Landasan hukum terorisme.
3. Mengidentifikasikan faktor penyebab meningkatnya tindak kriminal terorisme.
4. Mengidentifikasi dampak dan meningkatnya tindak kriminal terorisme.
5. Mengidentifikasi solusi menguranginya tindak kriminal terorisme.

C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud terorisme?
2. Bagaimana Landasan hukum terosisme?
3. Apa yang menjadi faktor penyebab meningkatnya tindak kriminal terorisme?
4. Apa dampak dari meningkatnya tindak kriminal terorisme?
5. Bagaimana solusi mengurangi meningkatnya tindak kriminal terorisme?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Pidana Kriminal Terorisme


Menurut para ahli kontraterorisme berpendapat bahwa istilah teroris merujuk kepada
para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak
menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme mengandung makna
bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak
memiliki justifikasi. Oleh karena itu, para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan
pembalasan yang kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan
"teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam
pembenaran dimata teroris : Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari
tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang.
Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatas namakan agama.
Di lihat dari segi bahasa terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk
mencapai tujuan politik. Dalam skala lebih kecil daripada perang, teroris berasal dari
Perancis pada abad 18. Kata terorisme yang artinya dalam keadaan teror (under the
terror), berasal dari bahasa latin ”terrere” yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang
berarti takut.Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari
sengketa territorial atau cultural melawan ideology atau agama yang melakukan aksi
kekerasan terhadap publik.
Pandangan terorisme menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim
Muzadi,  mengatakan Indonesia merupakan korban dari jaringan teror global. Menurut
beliau, ini yang harus diluruskan di mata dunia. Teror itu biasanya datang dari luar,
dimana bisa dilakukan sendiri dan bisa juga melalui doktrin, Indonesia victim global teror.
Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik,
tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan
pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak
pelaku teror. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan
teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud
yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut mendapat
perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psy-war.
Menurut pendapat dari DR. F. Budi Hardiman (Endriyono, 2005: 4) yang
menyatakan bahwa teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah, yang berusaha
menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan kekerasan atau membunuh dengan maksud
menyebarkan rasa takut, dan hal ini digunakan sebagai taktik dalam perjuangan
kekuasaan. Seperti yang dikatakan oleh Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana
Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang
dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna
Terorisme tersebut. Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan
pandangan yang subjektif, hal mana didasarkan atas siapa yang memberi batasan pada saat
dan kondisi tertentu.

B. Karakter dan Sasaran Terorisme


1. Karakter Teroris
Karakter teroris berdasarkan hasil studi dan pengalaman empiris dalam
menangani aksi terrorisme yang dilakukan oleh PBB antara lain, sebagai berikut:
a. Teroris umumnya mempunyai organisasi yang solid, disiplin tinggi, militan dengan
struktur organisasi berupa kelompok-kelompok kecil, dan perintah dilakukan
melalui indoktrinasi serta teroris dilatihan bertahun-tahun sebelum melaksanakan
aksinya.
b. Teroris menganggap bahwa proses damai untuk mendapatkan perubahan sulit untuk
diperoleh.
c. Teroris memilih tindakan yang berkaitan dengan tujuan politik dengan cara kriminal
dan tidak mengindahkan norma dan hukum yang berlaku.
d. Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologi yang tinggi untuk menimbulkan
rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
2. Sasaran strategis teroris antara lain :
a. Menunjukkan kelemahan alat-alat kekuasaan (Aparatur Pemerintah)
b. Menimbulkan pertentangan dan radikalisme di masyarakat atau segmen tertentu
dalam masyarakat.
c. Mempermalukan aparat pemerintah dan memancing mereka bertindak  represif
kemudian mendiskreditkan pemerintah dan menghasilkan simpati masyarakat
terhadap tujuan teroris.
d. Menggunakan media masa sebagai alat penyebarluasan propaganda dan tujuan
politik teroris.
e. Sasaran fisik bangunan antara lain : Instalasi Militer, bangunan obyek vital seperti
pembangkit energi , instalasi komunikasi, kawasan industri, pariwisata dan sarana
transportasi,
f. Personil Aparat Pemerintah, Diplomat ,Pelaku bisnis dan Personil lawan politik.
Jadi, sasaran aksi teroris yang umumnya terhadap manusia maupun obyek lainnya harus
mampu dijaga dengan system yang lebih baik dari system teroris yang bertujuan untuk
menyoroti kelemahan system kepemerintahan yang dirancang untuk
menghasilkan reaksi publik yang positif atau simpatik bagi para teroris.

C. Landasan Hukum Tentang Terorisme


Menurut Waluyadi (2009: 17) Undang-Undang memberikan pembatasan, bahwa
yang dimaksud terorisme adalah setiap perbuatan yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan atau bermaksud untuk menimbulkan
suasana teror atau rasa  takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban
yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta
benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek
vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Dalam rumusan yang paling formal di Indonesia adalah terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, dalam pasal 6 dan pasal
7 yang isinya mengenai ancaman pidana bagi pelaku teror dibagi menjadi dua. Pertama,
perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang diancam dengan pidana penjara
minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kedua, perbuatan yang dimaksudkan
menimbulkan akibat yang dilarang diancam dengan pidana penjara seumur hidup.
Untuk menjamin berjalannya proses hukum dalam tindak pidana terorisme, Undang-
Undang juga menegaskan adanya ancaman kepada siapa saja yang menghalangi proses
hukum tersebut, dengan ancaman pidana minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun. Apabila
usaha untuk menghalangi proses hukum tersebut diikuti dengan mengintimidasi aparat
hukum, maka pelakunya diancam dengan pidana minimal 3 tahun maksimal 15 tahun.
Pidana terorisme telah diatur dalam KUHP tentang pidana terorisme, tetapi
pemakalah hanya akan mengemukakan pasal-pasal yang di dalamnya terdapat unsur-unsur
kejahatan terorisme sebagai berikut :
1. BAB I  (KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA).
a. Pasal 106:
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ketangan
musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

b. Pasal 107:
1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua
puluh tahun.
c. Pasal 108:
1) Barangsiapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
a) Orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata;
b) Orang yang dengan maksud melawan Pemerintah  Indonesia menyer-bu
bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan
Pemerintah dengan senjata.
2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
2. BABVII (KEJAHATAN YANG MEMBAHAYAKAN KEAMANAN UMUM BAGI
ORANG ATAU BARANG).
a. Pasal 187:
Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
1) Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan tersebut di
atas timbul  bahaya umum bagi barang;
2) Dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan tersebut di
atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain.
3) Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20
tahun, jika karena perbutan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain
dan mengakibatkan orang mati.

3. BAB XIX (KEJAHATAN TERHADAP NYAWA). 


a. Pasal 338:
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan penjara paling lama lima belas tahun.
b. Pasal 340:
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lan, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.
4. BAB XX (PENGANIAYAAN). 
a. Pasal 351:
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribulima ratus rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatn ini tidak dipidana.
5. BAB XXVII (MENGHANCURKAN ATAU MERUSAKKAN BARANG).
a. Pasal 406:
1) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan,
membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
2) Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan
hukum membunuh, merusakkan, membuat tak dapat digunakan atau
menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Demikianlah pidana bagi kejahatan terorisme yang terdapat di dalam KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.

D. Faktor Penyebab Tindakan Terorisme


“Empat faktor menjadi penyebab tumbuh suburnya terorisme di Indonesia.
Pendorong melakukan tindak kekerasan dan mau benar sendiri itu adalah kondisi
ketidakadilan, lemahnya tatanan negara, ketidakpedulian masyarakat dan krisis identitas”.
Selain itu, penyebab terorisme yang perlu dikenali karena ini berkait dengan upaya
pencegahannya, antara lain:
1. Kesukuan, nasionalisme/separatisme
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada suatu
bangsa yang ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai
satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan. Sasarannya jelas, yaitu etnis atau
bangsa lain yang sedang diperangi. Bom-bom yang dipasang di keramaian atau tempat
umum lain menjadi contoh paling sering. Aksi teror semacam ini bersifat acak, korban
yang jatuh pun bisa siapa saja.
2. Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik
terorisme. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam: kemiskinan natural dan
kemiskinan struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang “miskin dari sononya”. Orang
yang tinggal di tanah subur akan cenderung lebih makmur dibanding yang berdiam di
lahan tandus. Sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat. Ini terjadi
ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan rakyatnya.
Jenis kemiskinan kedua punya
potensi lebih tinggi bagi munculnya terorisme.
3. Non demokrasi
Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di
negara demokratis, semua warga negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan
semua pandangan politiknya. Iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai representasi
kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara. Artinya, rakyat merasa dilibatkan dalam
pengelolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi di negara non demokratis. Selain
tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat, penguasa non demokratis sangat
mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini
menjadi kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih  terorisme.
4. Pelanggaran harkat kemanusiaan
Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam
masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena
warna kulit, agama, atau lainnya.Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar
mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini
lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.
5. Radikalisme agama
Butir ini nampaknya tidak asing lagi. Peristiwa teror yang terjadi di Indonesia banyak
terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif
yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan atau perlakuan
diskriminatif yang mudah diamati. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara
pandang dunia para penganutnya. Menganggap bahwa dunia ini sedang dikuasi
kekuatan hitam, dan sebagai utusan Tuhan mereka merasa terpanggil untuk
membebaskan dunia dari cengkeraman tangan-tangan jahat.

E. Dampak dari Tindakan Terorisme


1. Terhadap sistem politik, terdapat input yang berguna untuk memberi masukan didalam
sistem politik. Karena sistem politik disusun untuk memberikan kepuasan bagi
masyarakat yang berada dibawahnya. Namun permasalahannya untuk Indonesia yang
memiliki berbagai macam tuntutan karena latar belakang masyarakat yang sudah
berbeda-beda, dan kebutuhan yang berbeda pula. Dan kadang kebutuhan tersebut tidak
seluruhnya bisa dipenuhi, dan akhirnya rakyat menuntut. Terlihatlah bahwa Terorisme
itu bisa mengganggu sistem perpolitikan suatu negara. Dan hendaknya masing-masing
negara mampu mengatur suatu sistem perpolitikan dengan baiksehingga hal-hal seperti
ini tidak kita temui lagi.
2. Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang signifikan, baik segi keamanan dan
keresahan masyarakat maupun iklim perekonomian dan parawisata yang menuntut
adanya kewaspadaan aparat intelijen dan keamanan untuk pencegahan dan
penanggulangannya.
3. Masih adanya ancaman terorisme di Indonesia juga disebabkan oleh belum adanya
payung hukum yang kuat bagi kegiatan intelijen untuk mendukung upaya pencegahan
dan penanggulangan terorisme. Sulitnya menyusun payung hukum tersebut karena
adanya pemahaman sempit sementara kalangan umat beragama, bahwa perang
melawan  terorisme dianggap memerangi Islam. Kondisi masyarakat tradisional yang
menghadapi persoalan ekonomi dan sosial sangat mudah dipengaruhi atau direkrut
menjadi anggota kelompok teroris.

F. Tindakan Terorisme Di Indonesia


Terorisme di Indonesia merupakan terorisme di Indonesia yang dilakukan oleh grup
teror Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda. Sejak tahun 2002, beberapa
"target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga
penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom
Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling
mematikan adalah Bom Bali 2002.
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di Indonesia dan
instansi Indonesia di luar negeri:
1. Tahun 1981
Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah penerbangan maskapai
Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9
Woyla berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang
ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat
tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Mereka
bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad. 1
kru pesawat tewas, 1 tentara komando tewas, 3 teroris tewas.
2. Tahun 1985
Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa terorisme ini adalah peristiwa
terorisme bermotif "jihad" kedua yang menimpa Indonesia.
3. Tahun 2000
a. Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang
diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas
dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
b. Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan
Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
c. Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir
P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104
mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
d. Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal
di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya
serta mengakibatkan 37 mobil rusak.

4. 2001
a. Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang, Jakarta
Timur, 5 orang tewas.
b. Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan
Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
c. Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca,
langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya
yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.
d. Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman
Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.
5. 2002
a. Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan
ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu,
Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban
jiwa.
b. Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang
mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat
bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen
Filipina, tidak ada korban jiwa.
c. Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang
dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang
tewas dan 11 luka-luka.
6. 2003
a. Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi
Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
b. Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik
di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2
orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
c. Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW
Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-
luka.
7. 2004
a. Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang.
b. Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan
Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan
juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza
89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
c. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
8. 2005
a. Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005
b. Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.
c. Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli
Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di
Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
d. Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22
orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar
dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
e. Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu,
Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
9. 2009
Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-
Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul
07.50 WIB.
10. 2010
a. Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010
b. Perampokan bank CIMB Niaga September 2010
11. 2011
a. Bom Cirebon, 15 April 2011. Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta
Cirebon saat Salat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.
b. Bom Gading Serpong, 22 April 2011. Rencana bom yang menargetkan Gereja Christ
Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas,
namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian RI
c. Bom Solo, 25 September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo,
Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom
bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka.

12. Tahun 2016


Tanggal 14 Januari, terjadi ledakan bom di pos polisi  di depan gedung Sarinah dan
Starbucks di jalan M.H Thamrin. Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 10.30 WIB. Bom
yang lebih dikenal dengan nama Bom Sarinah ini menyebabkan 7 orang tewas dan
melukai 17 orang.
G. Solusi dari Tindakan Terorisme
Terorisme (Endriyono, 2005: 22) adalah perbuatan melawan hukum secara
sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara. Ada
beberapa soft strategy yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam menahan laju terorisme
di Indonesia.
1. Pemberantasan kemiskinan dan perbaikan ekonomi. Tidak bisa dipungkiri bahwa
kemiskinan adalah salah satu pendorong terjadinya gerakan resistensi dari berbagai
golongan masyarakat, termasuk gerakan terorisme.
2. Pemerintah hendaknya melakukan kampanye tentang pengertian jihad kepada
seluruh masyarakat.
3. Untuk para siswa yang duduk di bangku sekolah, pemahaman tentang jihad hendaknya
dimasukkan ke dalam buku agama yang dikeluarkan oleh Departemen Agama (Depag).
4. Untuk masyarakat diadakan dialog antara masyarakat barat dan Islam untuk membahas
islam. Selain itu, pemerintah maupun masyarakat baiknya membuat film dokumenter
yang ditayangkan di televisi mengenai pemahaman jihad itu sendiri.
5. Itu harus ada empowering terhadap pemikiran moderat, karena inilah yang diperlukan
di Indonesia. Jadi bukan hanya NU diajak bekerjasama, tetapi bagaimana pemikiran-
pemikiran moderat itu diperkuat dengan sistem kenegaraan.
6. Didalam sebuah sistem politik, terdapat Input, Output, dan Lingkungan yang
memengaruhinya. Input yang Indonesia dapatkan sudah terlalu banyak,
permasalahannya pun sudah dilumatkan dalam beberapa pertemuan, kerjasama
antarnegara yang berkaitan dengan terorisme pun telah dijalin dengan berbagai negara,
dan hendaknya kebijakan-kebijakan atau output yang dikeluarkan pun sudah
memuaskan seluruh kalangan.
“Sebagai upaya memerangi terorisme, ada dua hal yang kita hadapi, yaitu ‘terror’ dan
‘isme’. Terror itu harus dihadapi dengan inteligen teritory dimana ini sudah dilakukan
oleh Indonesia. Sementara yang kedua, yaitu isme, ini tidak bisa menggunakan cara-
cara tersebut, kita harus menggunakan sistem pendidikan keagamaan yang menjamin
untuk tidak timbulnya terror yang berkarakter agama”.

H. Langkah-Langkah Kebijakan
Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan
terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah sebagai berikut:
1. Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah;
2. Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penang-gulangan
teroris, terutama satuan kewilayahan;
3. Pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi secara
dini potensi aksi terorisme;
4. Penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan dialog dengan kelompok
masyarakat yang radikal;
5. Peningkatan pengamanan terhadap area publik dan daerah strategis yang menjadi target
kegiatan terorisme;
6. Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme;
7. Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan (soft approach) untuk
mencegah rekrutmen kelompok teroris serta merehabilitasi pelaku terror yang telah
tertangkap.
Dalam mencegah dan menanggulangi terorisme, Pemerintah tetap ber-pedoman pada
prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan represif
yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif
dalam menangani aktivitas, terutama dalam mengungkap jaringan terorisme.  Peningkatan
kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun dengan intelijen asing, melalui tukar-
menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, terus ditingkatkan.  Untuk
mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, Pemerintah akan terus mendorong
instansi berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas
orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan, termasuk lalu lintas
aliran dana, baik domestik maupun antarnegara. Penertiban dan pengawasan juga akan
dilakukan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan peledak, bahan kimia, senjata api dan
amunisi di lingkungan TNI, Polisi, dan instansi pemerintah.  Selain itu, TNI, Polisi, dan
instansi pemerintah juga terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan
akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Di samping itu, diselenggarakannya gelar budaya dan ceramah-ceramah mengenai
wawasan kebangsaan dan penyebaran buku-buku terorisme dapat mengubah persepsi
negatif masyarakat terhadap langkah Pemerintah untuk memerangi terorisme di Indonesia.
Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen dalam menggunakan
sumber-sumber primer dan jaringan informasi diperlukan agar dapat membentuk aparat
anti teror yang profesional dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN.  Selanjutnya, kerja sama
internasional sangat perlu untuk ditingkatkan karena terorisme merupakan permasalahan
lintas batas yang memiliki jaringan dan jalur tidak hanya di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Faktor penyebab meningkatnya tindak kriminal terorisme antara lain:
a. Kesukuan, nasionalisme/separatism
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada
suatu bangsa yang ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula
sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan.
b. Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu
memantik terorisme.
c. Non demokrasi
Penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan represif
terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya
benih-benih  terorisme.
d. Pelanggaran harkat kemanusiaan
Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan
diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong
berkembang biaknya teror.
e. Radikalisme agama
Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang mendasari kadang
bersifat tidak nyata. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang
dunia para penganutnya. Menganggap bahwa dunia ini sedang dikuasi kekuatan
hitam, dan sebagai utusan Tuhan mereka merasa terpanggil untuk membebaskan
dunia dari cengkeraman tangan-tangan jahat.
2. Dampak tindak kriminal terorisme antara lain:
a. Mengganggu sistem perpolitikan suatu negara.
b. Mengganggu sistem perekonomian Negara.
c. Merugikan beberapa pihak-pihak yang bersangkutan, baik kehilangan harta dan
jiwa.
d. Menyebabkan perasaan takut dan menciptakan kondisi yang tidak aman dan tidak
nyaman.
3. Solusi untuk mengurangi tindak kriminal terorisme antara lain:
a. Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah;
b. Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan
teroris, terutama satuan kewilayahan;
c. Pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi
secara dini potensi aksi terorisme;
d. Penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan dialog dengan kelompok
masyarakat yang radikal;
e. Peningkatan pengamanan terhadap area publik dan daerah strategis yang menjadi
target kegiatan terorisme;
f. Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme;
g. Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan (soft approach) untuk
mencegah rekrutmen kelompok teroris serta merehabilitasi pelaku terror yang telah
tertangkap.

B. Saran
1. Sebaiknya pemerintah lebih mengoptimalkan kembali kinerja para aparat yang
berwenang seperti polisi dalam upaya-upaya penanggulangan walaupun sudah banyak
dilakukan meskipun kurang maksimal.
2. Mengoptimalkan upaya-upaya tersebut guna mencapai hasil yang lebih baik dalam
upaya pemberantasan terorisme, hal ini juga didukung dengan partisipasi warga
masyarakat untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya terutama tetangga dekat
mereka sebagai warga baru dalam mengetahui aktivitas keseharian mereka dan identitas
mereka yang akurat.
3. Pemerintah tetap ber-pedoman pada prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni
melakukan secara preventif dan represif yang didukung oleh upaya pemantapan
kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama
dalam mengungkap jaringan terorisme.
4. Peningkatan kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun dengan intelijen asing,
melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, terus ditingkatkan. 
Untuk mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, Pemerintah akan terus
mendorong instansi berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan
terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah
perbatasan, termasuk lalu lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara.
5. Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen dalam menggunakan
sumber-sumber primer dan jaringan informasi diperlukan agar dapat membentuk aparat
anti teror yang profesional dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/360235026/MAKALAH-TERORISME

Anda mungkin juga menyukai