Anda di halaman 1dari 4

TRAGEDI TRISAKTI 1998

Tragedi Trisakti merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang
selalu dikenang.
Pada 12 Mei 1998, terjadi peristiwa penembakan terhadap mahasiswa demonstran di
Trisakti yang menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden.
Ada empat orang mahasiswa yang tewas dalam tragedi tersebut, yakni Elang Mulia
Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hartanto. 

A. Jenis Pelanggaran HAM Tragedi Trisakti 1998

Tragedi Trisakti adalah Peristiwa dimana para mahasiswa di universitas Trisakti di


Jakarta ditembak, dipukuli dan juga ada yang diinjak oleh para polisi dan TNI. Peristiwa
tersebut terjadi pada tanggal 12 Mei 1998. Kejadian tersebut terjadi karena para mahasiswa
universitas trisakti menuntut soeharto untuk turun jabatannya sebagai presiden.

Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Leksmana(1978-1998), Heri Hertanto (1977-


1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendriawan Sie (1975-1998). Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital
seperti kepala, tenggorokan, dan dada. Peristiwa penembakan empat mahasiswa Universitas
Trisakti ini juga digambarkan dengan detail dan akurat oleh seorang penulis sastra dan
jurnalis, Anggie D. Widowati dalam karyanya berjudul Langit Merah Jakarta.

Kasus Tragedi Trisakti pada tahun 1998 termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang tergolong berat.
B. Faktor-Faktor Penyebab Tragedi Trisakti 1998

Penyebab Tragedi Trisakti


Aksi damai yang dilakukan para mahasiswa untuk menentang pemerintahan Soeharto
kemudian berubah menjadi peristiwa berdarah dan brutal yang menelan banyak korban luka
dan korban jiwa dari pihak mahasiswa. Kejadian itu diikuti dengan peristiwa kerusuhan Mei
1998 berbau rasial sehari setelahnya, tanggal 13 – 15 Mei 1998. Hingga sekarang, peristiwa
ini dikenang sebagai simbol perlawanan para mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru
dan sebagai tanda dimulainya orde reformasi.

1. Kekacauan Ekonomi Indonesia

Kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami ketidak stabilan pada tahun 1998
dipengaruhi krisis keuangan Asia sejak 1997 – 1999 dan menjadi penyebab tragedi Trisakti
karena banyak rakyat yang sengsara sehingga mahasiswa pun bergerak. Saat itu banyak
mahasiswa melakukan demonstrasi besar – besaran ke Gedung Nusantara termasuk
mahasiswa Universitas Trisakti. Mahasiswa dari Trisakti pada awalnya dianggap sebagai
kampus elit dan tidak akan ikut berdemo untuk memprotes berbagai penyimpangan pada
masa orde baru.
Pada Sidang Umum MPR tertanggal 10 Maret 1998 Soeharto kembali dilantik
menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya. Sejak itu aksi mahasiswa semakin terbuka dan
berani hingga keluar kampus. Posisi kampus yang strategis karena dekat dengan kompleks
gedung MPR/DPR, membuat Universitas Trisakti digunakan sebagai titik berkumpulnya
mahasiswa dari berbagai kampus berbeda.

2. Aksi Damai Mahasiswa

Mahasiswa kemudian melanjutkan aksi demo keluar kampus yang menjadi salah satu
penyebab tragedi Trisakti. Aksi 12 Mei 1998 dimulai pada pukul 11.00 WIB dengan agenda
orasi dari Jenderal Besar AH. Nasution tetapi beliau batal datang ke lokasi. Acara kemudian
diisi oleh orasi dari para guru besar, dosen dan mahasiswa lain. Para peserta aksi mulai keluar
kampus sekitar pukul 13.00 WIB hingga ke jalan S. Parman. Tujuan mereka adalah untuk
melakukan long march menuju gedung MPR/DPR di Senayan. Para mahasiswi berada di
barisan depan dan membagikan bunga mawar kepada para petugas polisi yang menghadang
peserta aksi.

Negosiasi dilakukan antara pimpinan mahasiswa, alumni, Dekan Fakultas Hukum


Trisakti Adi Andojo, Komandan Kodim Jakarta Barat Letkol (Inf) A. Amril menyetujui
bahwa aksi damai hanya dilakukan hingga depan Kantor Walikota Jakarta Barat atau sekitar
300 meter dari pintu utama kampus Trisakti. Mahasiswa kemudian melanjutkan aksi dengan
mimbar bebas untuk menuntut reformasi dan Sidang Istimewa MPR. Hingga pukul 17.00 aksi
berjalan damai tanpa adanya ketegangan yang berarti dan sebagian peserta sudah ada yang
mulai masuk ke dalam kampus Trisakti.

3. Penembakan Oleh Aparat

Ketika para mahasiswa sudah siap membubarkan diri, letusan senjata api justru
terdengar dari arah aparat keamanan yang berjaga. Penembakan itu menjadi awal dari
penyebab tragedi Trisakti  yang memakan korban mahasiswa. Seketika itu juga suasana
berubah menjadi panik dan para mahasiswa lari menyelamatkan diri ke arah kampus. Dalam
berbagai dokumentasi, terlihat tembakan berasal dari atas jembatan layang Grogol dan juga
dari atas jembatan penyebrangan. Aparat keamanan justru mulai bersikap agresif. Mereka
mulai memukuli dan mengejar para mahasiswa yang sudah mundur ke arah kampus, sehingga
mahasiswa mulai melawan dengan melempari aparat dengan batu dan benda apapun di
sekitar mereka.
Pada saat inilah keempat mahasiswa tewas. Korban tragedi Trisakti 1998 yang tewas
adalah Elang Mulia Lesmana (1978 – 1998) dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Heri
Hertanto (1977 – 1998) dari Fakultas Teknologi Industri, Hafidin Royan (1996 – 1998) dari
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan jurusan Teknik Sipil, dan Hendriawan Sie (1975 –
1998) dari Fakultas Ekonomi. Hasil autopsi mengungkap keempatnya memiliki luka tembak
yang sangat mematikan. Ada yang mengalami luka tembak di dahi yang tembus sampai ke
belakang kepala, leher, punggung dan dada. Keempatnya diketahui telah berada di dalam
kampus dan mencari perlindungan ketika penembakan terjadi.

C. Dampak Dari Tragedi Trisakti

Dampak Tragedi Trisakti tidak hanya dirasakan oleh beberapa pihak saja, tetapi oleh
seluruh bangsa Indonesia. Dampak Tragedi Trisakti diantaranya adalah:

1. Gugurnya beberapa mahasiswa sebagai pahlawan reformasi


Empat mahasiswa Trisakti gugur pada Tragedi Trisakti. Keempat mahasiswa tersebut
adalah Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hartanto. Keempat
mahasiswa tersebut wafat pada tanggal 12 Mei 1998. Mereka berempat selanjutnya disebut
dengan pahlawan reformasi.

2. Mundurnya Soeharto dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia


Presiden Soeharto mundur setelah 70 hari diangkat kembali menjadi Presiden
Republik Indonesia untuk periode yang ketujuh kalinya. Soeharto lengser tepat pada pukul
09.00 WIB pada 21 Mei 1998. Pernyataan mundurnya Soeharto dari jabatan Presiden
Republik Indonesia disiarkan stasiun televise secara langsung. Tanggal 12 hingga 20 Mei
1998 adalah periode yang teramat panjang. Pada masa-masa tersebut, kekuasaan Soeharto
semakin tergerus oleh berbagai aksi dan peristiwa. Aksi mahasiswa menyebar ke seantero
negeri, sehingga ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatian di berbagai tempat.

Mahasiswa Trisakti menggelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Mereka keluar
dari halaman kampus dan memasuki jalan arteri dan berniat datang ke Gedung MPR/DPR.
Tanggal 12 Mei 1998 sore, tersiarlah kabar meninggalnya empat mahasiswa Trisakti. Kabar
tewasny 4 mahasiswa Trisakti membuat simpati masyarakat pada pemerintah menjadi
berkurang. Desakan Soeharto untuk mundur pun semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya
beliau mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 untuk mengatasi perpecahan dan
meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan pun akhirnya dilanjutkan oleh Wakil
Presiden Republik Indonesia, B. J. Habibie. Baca juga perbedaan Orde Baru dan Era
Reformasi, partai politik pada masa Orde Baru, dan penyimpangan pada masa Orde Baru.

3. Lumpuhnya perdagangan
Sebanyak ratusan warga keturunan meninggalkan Indonesia sebagai dampak dari
Tragedi Trisakti. Tragedi ini menyebabkan lumpuhnya jaringan distribusi perdagangan.
Jaringan perdagangan tersebut sebagian besar dipegang oleh warga keturunan.

4. Kegiatan belajar mengajar di Jakarta diliburkan


Tragedi Trisakti menyebabkan ketidakstabilan keamanan di Jakarta. Hal ini
berdampak pada diliburkannya kegiatan belajar mengajar di Jakarta. Sebagian besar sekolah
di Jakarta memperpanjang keputusan untuk meliburkan kegiatan belajar mengajar bagi anak
didiknya demi alasan keamanan dan keselamatan peserta didik di tengah kondisi yang rawan.

5. Investor meninggalkan Indonesia


Terjadi gelombang warga asing meninggalkan Indonesia setelah menyaksikan
kerusuhan di Jakarta. Ribuan warga asing panik setelah menyaksikan kerusuhan di Jakarta.
Krisis sosial yang terjadi di Indonesia menjadikan para investor mengurungkan niatnya untuk
menanamkan modal di Indonesia. Salah satunya adalah para investor dari Taiwan.
6. Terganggunya transportasi
Tragedi ini menghasilkan suasana mencekam yang membuat masyarakat dilanda
ketakutan yang luar biasa. Hal ini terutama bagi warga keturunan etnis Tionghoa. Kondisi ini
menyebabkan kelumpuhan kegiatan ekonomi dan sosial secara nasional untuk beberapa hari.
Kerusuhan tersebut terjadi di berbagai tempat di Jakarta. Hal ini membuat arus penumpang
feri dari Merak ke Bakauheuni dan sebaliknya menurun dengan drastis, sehingga Pelabuhan
Merak tampak sepi. Keanjlokan muatan terjadi sejak 14 Mei, yakni sehari setelah mulai
meletusnya kerusuhan.

Bus-bus jurusan Merak-Jakarta tidak ada satupun yang berani beroperasi karena takut
dihadang oleh para perusuh dan penjarah di jalanan. Jalan tol pun ditutup, sehingga membuat
sebagian pengguna kendaraan pribadi membatalkan niatnya melanjutkan perjalanan ke
Jakarta. Penumpang yang sudah terlanjur menyeberang dari Sumatra memilih untuk
menungguk di Cilegon atau Merak. Sekitar 100 unit truk juga menunda melanjutkan
perjalanan ke Jakarta dan kota-kota lainnya untuk berbagai kemungkinan buruk akibat
kerusuhan.

7. Kebebasan media
Tragedi Trisakti membuat media lebih berani untuk berekspresi. SCTV (Surya Citra
Televisi) dan Indosiar bahkan menghadirkan isi yang dapat dikatakan mendukung reformasi
yang telah diprotes oleh mahasiswa.

8. Lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998


Tahun 1998 menjadi era paling penting dalam sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia. Lengsernya Orde Baru menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia. Hal ini
menandai era baru demokrasi dan HAM, setelah sekitar tiga puluh tahun lebih terkekang di
bawah rezim otoriter. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 mengenai HAM adalah salah satu
bukti keseriusan pemerintah era reformasi akan penegakan HAM di Indonesia. Tidak hanya
itu, sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi seperti konvensi HAM tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi, dan konvensi menentang penyiksaan
dan perlakuan kejam.

9. Perpindahan tanggung jawab pemerintahan dari Presiden Soeharto ke Presiden


Habibie
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto setelah beliau mengundurkan diri
pada 12 Mei 1998. Namun, Presiden Habibie memerintah Indonesia tidak lebih dari 1 tahun.
Hal ini telah membuka lebar pintu demokrasi yang menyebabkan kondisi keamanan nasional
sangat rentan dan tidak stabil. Kelompok mahasiswa pun melayangkan mosi tidak percaya
yang melahirkan Tragedi Semanggi November 1998. Tragedi ini pun membawa korban
manusia. Presiden Habibie saat itu dianggap sebagai warisan atau duplikat Orde Baru. Timor
Timur juga lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia disebabkan kurang aspiratifnya
pemerintahan Presiden Habibie terhadap pandangan masyarakat. Baca juga makna Orde
Baru, peristiwa pada masa Orde Baru, dan kelebihan dan kekurangan Orde Baru.
Inilah penjelasan mengenai Sembilan dampak Tragedi Trisakti. Semoga tragedi seperti ini
tidak pernah terjadi lagi di masa depan. Semoga bermanfaat.

D. Cara Penanggulangan Tragedi Trisakti 1998

Anda mungkin juga menyukai