Tragedi Trisakti merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang
selalu dikenang.
Pada 12 Mei 1998, terjadi peristiwa penembakan terhadap mahasiswa demonstran di
Trisakti yang menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden.
Ada empat orang mahasiswa yang tewas dalam tragedi tersebut, yakni Elang Mulia
Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hartanto.
Kasus Tragedi Trisakti pada tahun 1998 termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang tergolong berat.
B. Faktor-Faktor Penyebab Tragedi Trisakti 1998
Kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami ketidak stabilan pada tahun 1998
dipengaruhi krisis keuangan Asia sejak 1997 – 1999 dan menjadi penyebab tragedi Trisakti
karena banyak rakyat yang sengsara sehingga mahasiswa pun bergerak. Saat itu banyak
mahasiswa melakukan demonstrasi besar – besaran ke Gedung Nusantara termasuk
mahasiswa Universitas Trisakti. Mahasiswa dari Trisakti pada awalnya dianggap sebagai
kampus elit dan tidak akan ikut berdemo untuk memprotes berbagai penyimpangan pada
masa orde baru.
Pada Sidang Umum MPR tertanggal 10 Maret 1998 Soeharto kembali dilantik
menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya. Sejak itu aksi mahasiswa semakin terbuka dan
berani hingga keluar kampus. Posisi kampus yang strategis karena dekat dengan kompleks
gedung MPR/DPR, membuat Universitas Trisakti digunakan sebagai titik berkumpulnya
mahasiswa dari berbagai kampus berbeda.
Mahasiswa kemudian melanjutkan aksi demo keluar kampus yang menjadi salah satu
penyebab tragedi Trisakti. Aksi 12 Mei 1998 dimulai pada pukul 11.00 WIB dengan agenda
orasi dari Jenderal Besar AH. Nasution tetapi beliau batal datang ke lokasi. Acara kemudian
diisi oleh orasi dari para guru besar, dosen dan mahasiswa lain. Para peserta aksi mulai keluar
kampus sekitar pukul 13.00 WIB hingga ke jalan S. Parman. Tujuan mereka adalah untuk
melakukan long march menuju gedung MPR/DPR di Senayan. Para mahasiswi berada di
barisan depan dan membagikan bunga mawar kepada para petugas polisi yang menghadang
peserta aksi.
Ketika para mahasiswa sudah siap membubarkan diri, letusan senjata api justru
terdengar dari arah aparat keamanan yang berjaga. Penembakan itu menjadi awal dari
penyebab tragedi Trisakti yang memakan korban mahasiswa. Seketika itu juga suasana
berubah menjadi panik dan para mahasiswa lari menyelamatkan diri ke arah kampus. Dalam
berbagai dokumentasi, terlihat tembakan berasal dari atas jembatan layang Grogol dan juga
dari atas jembatan penyebrangan. Aparat keamanan justru mulai bersikap agresif. Mereka
mulai memukuli dan mengejar para mahasiswa yang sudah mundur ke arah kampus, sehingga
mahasiswa mulai melawan dengan melempari aparat dengan batu dan benda apapun di
sekitar mereka.
Pada saat inilah keempat mahasiswa tewas. Korban tragedi Trisakti 1998 yang tewas
adalah Elang Mulia Lesmana (1978 – 1998) dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Heri
Hertanto (1977 – 1998) dari Fakultas Teknologi Industri, Hafidin Royan (1996 – 1998) dari
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan jurusan Teknik Sipil, dan Hendriawan Sie (1975 –
1998) dari Fakultas Ekonomi. Hasil autopsi mengungkap keempatnya memiliki luka tembak
yang sangat mematikan. Ada yang mengalami luka tembak di dahi yang tembus sampai ke
belakang kepala, leher, punggung dan dada. Keempatnya diketahui telah berada di dalam
kampus dan mencari perlindungan ketika penembakan terjadi.
Dampak Tragedi Trisakti tidak hanya dirasakan oleh beberapa pihak saja, tetapi oleh
seluruh bangsa Indonesia. Dampak Tragedi Trisakti diantaranya adalah:
Mahasiswa Trisakti menggelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Mereka keluar
dari halaman kampus dan memasuki jalan arteri dan berniat datang ke Gedung MPR/DPR.
Tanggal 12 Mei 1998 sore, tersiarlah kabar meninggalnya empat mahasiswa Trisakti. Kabar
tewasny 4 mahasiswa Trisakti membuat simpati masyarakat pada pemerintah menjadi
berkurang. Desakan Soeharto untuk mundur pun semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya
beliau mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 untuk mengatasi perpecahan dan
meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan pun akhirnya dilanjutkan oleh Wakil
Presiden Republik Indonesia, B. J. Habibie. Baca juga perbedaan Orde Baru dan Era
Reformasi, partai politik pada masa Orde Baru, dan penyimpangan pada masa Orde Baru.
3. Lumpuhnya perdagangan
Sebanyak ratusan warga keturunan meninggalkan Indonesia sebagai dampak dari
Tragedi Trisakti. Tragedi ini menyebabkan lumpuhnya jaringan distribusi perdagangan.
Jaringan perdagangan tersebut sebagian besar dipegang oleh warga keturunan.
Bus-bus jurusan Merak-Jakarta tidak ada satupun yang berani beroperasi karena takut
dihadang oleh para perusuh dan penjarah di jalanan. Jalan tol pun ditutup, sehingga membuat
sebagian pengguna kendaraan pribadi membatalkan niatnya melanjutkan perjalanan ke
Jakarta. Penumpang yang sudah terlanjur menyeberang dari Sumatra memilih untuk
menungguk di Cilegon atau Merak. Sekitar 100 unit truk juga menunda melanjutkan
perjalanan ke Jakarta dan kota-kota lainnya untuk berbagai kemungkinan buruk akibat
kerusuhan.
7. Kebebasan media
Tragedi Trisakti membuat media lebih berani untuk berekspresi. SCTV (Surya Citra
Televisi) dan Indosiar bahkan menghadirkan isi yang dapat dikatakan mendukung reformasi
yang telah diprotes oleh mahasiswa.