Anda di halaman 1dari 6

ANALISA KASUS

PELANGGARAN HAM

Nama : Turmanto
NPM : 172110068
Jurusan : Hukum

FAKULTAS HUKUM
JURUSAN HUKUM
UNIVERSITAS TULANG BAWANG
1. Kasus Penembakan Mahasiswa Universitas Trisakti

 Analisis Kasus
Peristiwa Trisakti ini bermula dari kondisi perekonomian Indonesia yang sedang
jatuh di awal 1998. Krisis ekonomi yang menerpa Asia pada waktu itu cukup
berimbas terhadap perekonomian Indonesia. Berlatar belakang krisis finansial
tersebut mahasiswa menuntut Presiden Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 3
dekade untuk turun. Demonstrasi besar – besaran pun terjadi menuntut DPR/MPR
menurunkan Soeharto.

Di awali dengan mimbar bebas pada 12 Mei 1998, mahasiswa kemudian bergerak
keluar kampus menuju gedung DPR/MPR. Di tengah perjalanan menuju gedung
DPR/MPR aksi mahasiswa di hadang oleh satuan petugas dari kepolisian dengan
perlengkapan pentungan dan tameng lengkap. Setelah melalui negoisasi yang
cukup alot akhirnya mahasiswa dihentikan disana tepat di depan kantor Walikota
Jakarta Barat. Aksi spontan mahasiswa berlanjut dengan mimbar bebas di depan
kantor Walikota Jakbar tersebut, seiring dengan bertambahnya aparat dari
Pengendalian massa (Dalmas), Kodam Jaya dan aparat kepolisian lainnya.

Di tengah – tengah hujan negoisasi antara Mahasiswa dengan Dandim dan Kapolres
berlanjut, akhirnya terjadi kesepakatan setelah dari pihak Mahasiswa di bujuk oleh
Dekan FE dan Dekan FH Universitas Trisakti bahwa kedua belah pihak sama –
sama mundur. Aparat dan mahasiswa sama – sama mundur teratur sampai terjadi
provokasi oleh seorang oknum yang mengaku sebagai alumni Trisakti dan
menyebabkan suasana menjadi tegang.

Setelah terjadi negoisasi kembali, akhirnya mahasiswa mundur secara teratur


kembali ke kampus Trisakti. Di tengah – tengah teraturnya mahasiswa kembali ke
kampus Trisakti beberapa aparat provokatif kepada mahasiswa yang menyebabkan
beberapa mahasiswa terpancing emosinya. Bersamaan dengan itu aparat secara
membabi buta menyerang mahasiswa dengan tembakan dan gas air mata.
Kepanikan yang terjadi membuat mahasiswa lari menuju kampus, tetapi oleh aparat
tetap di kejar, dipukul, diinjak dipopor senjata dan tindakan kekerasan lainnya.
Tembakan dan pelemparan gas air mata semakin merajalela kearah mahasiswa.
Tidak lama berselang, pasukan Unit Reaksi Cepat (URC) bermotor mengejar
mahasiswa sampai gerbang kampus. Mahasiswa yang telah berada didalam
kampus tak luput dari sasaran tembak, dengan formasi siap tembak dan
beberapa sniper mahasiswa yang telah di dalam kampus berjatuhan oleh peluru dari
aparat. Dan tidak dapat di elakkan lagi 4 mahasiswa Trisakti tewas. Mereka
adalah Elang Mulia Lesmana (1978 – 1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin
Royan (1976 – 1998), dan Hendriawan Sie (1975 – 1998). dan puluhan lainnya luka
– luka. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-
tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Hak Yang Dilanggar


Kasus penembakan mahasiswa Trisakti adalah salah satu pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 tentang
Hak Asasi Manusia dinyatakan setiap orang berhak untuk berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat. Hak menyampaikan pendapat adalah kebebasan bagi
setiap warga negara dan salah satu bentuk dari pelaksanan sistem demokrasi
pancasila di Indonesia. Dalam kasus Trisakti, para mahasiswa melakukan demo
agar Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden Indonesia. Tapi, aparat
kepolisian malah membubarkan mereka dengan cara yang nggak nyantai. Selain itu,
kasus penembakan terhadap mahasiswa Trisakti merupakan pelanggaran terhadap
Pasal 28A UUD 1945. Dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dalam kasus Trisakti, terjadi
kerusuhan yang memakan korban jiwa dengan tewasnya 4 mahasiswa.

 Penyelesaian Kasus
Bertahun-tahun sudah Tragedi Trisakti berlalu, namun sampai saat ini, pemerintah
seolah kesulitan mengungakap siapa pelaku dalam peristiwa tersebut. Padahal
Komnas HAM telah menyatakan bahwa Tragedi Trisakti ini merupakan pelanggaran
HAM berat. Salah satu hal yang menyebabkan sulitnya mengungkap pelaku, adalah
dikarenakan adanya orang-orang yang penting(berkuasa) saat itu, ditambah lagi
adanya pihak-pihak yang menghalang-halangi penuntasan kasus ini. Komnas HAM
menyatakan bahwa mereka telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus ini sejak
6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Tetapi sampai saat ini, tidak ada
kelanjutan yang jelas, sehingga masalah ini menjadi terlunta-lunta.

Alasan terakhir menyebutkan bahwa syarat kelengkapan untuk melakukan siding


belum terpenuhi sehingga siding tidak dapat dilaksanakan. Seharusnya jika
pemerintah benar-benar menjunjung tinggi HAM, seharusnya masalah ini harus
diselesaikan secara tuntas agar jelas agar segala penyebab terjadinya peristiwa
dapat terungkap sehingga keadilan dapat ditegakan.
ANALISA KASUS
PELANGGARAN HAM

Nama : HENDRA SAPUTRA


NPM : 172110032
Jurusan : Hukum

FAKULTAS HUKUM
JURUSAN HUKUM
UNIVERSITAS TULANG BAWANG
1. Tragedi Semanggi

 Analisis Kasus
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga
sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13
November 1998, , yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua
dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang
menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh
Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu


orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan
massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba
bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat
ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa
tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani
Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban
meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan
merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua
penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus
Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta,
tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di
pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu
sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di
kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus AtmaJaya.
Jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal
dunia adalah: Sigit Prasetyo, Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi
(Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana,
Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian
Nikijulong, Sidik, Hadi.
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak
kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.

Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan


Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya
menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk
melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah
mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB.

Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di
depan Universitas Atma Jaya

.
 Hak Yang Dilanggar
Tragedi Semanggi merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dinyatakan setiap orang berhak untuk
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hak menyampaikan pendapat
adalah kebebasan bagi setiap warga negara dan salah satu bentuk dari pelaksanan
sistem demokrasi pancasila di Indonesia. Selain itu, tragedi Semanggi juga
merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28A UUD 1945, yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dari kehidupannya.
Dalam tragedi Semanggi, terjadi kerusuhan yang memakan korban jiwa.

 Penyelesaian Kasus
Sejak berkas penyelidikan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II diserahkan
Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung pada tahun 2002 hingga tahun 2008,
sampai saat ini berkas tersebut masih belum juga ditindaklanjuti ke tahap penyidikan
maupun penuntutan. Sejumlah alasan dikemukakan Jaksa Agung, mulai dari berkas
yang tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan karena aparat pelaksana di
lapangan telah diadili di Pengadilan Militer, hingga belum terbentuknya Pengadilan
HAM Ad Hoc untuk peristiwa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai