Anda di halaman 1dari 2

12.

Dewi Pratiwi
XII IPS 1
Tragedi Trisakti

Dua puluh tahun lalu, 12 Mei 1998, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus
Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, saat mahasiswa melakukan demonstrasi
menentang pemerintahan Soeharto. Empat mahasiswa tewas dalam penembakan terhadap
peserta demonstrasi yang melakukan aksi damai, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin
Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sementara itu, dokumentasi Kontras menulis,
korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia

Demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti merupakan rangkaian aksi mahasiswa


yang menuntut reformasi sejak awal 1998. Aksi mahasiswa semakin terbuka dan berani sejak
Soeharto diangkat menjadi presiden ketujuh kali dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret
1998. Kompas mencatat, aksi itu dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Agenda aksi saat itu
termasuk mendengarkan orasi Jenderal Besar AH Nasution, meski kemudian tidak jadi
datang. Orasi pun dilakukan para guru besar, dosen, dan mahasiswa. Sekitar pukul 13.00
WIB, peserta aksi mulai keluar kampus dan tumpah ruah di Jalan S Parman. Mereka hendak
long march menuju gedung MPR/DPR di Senayan. Barisan depan terdiri dari para mahasiswi
yang membagi-bagikan mawar kepada aparat kepolisian yang mengadang ribuan peserta
demonstrasi. Negosiasi pun dilakukan. Pimpinan mahasiswa, alumni, Dekan Fakultas
Hukum Trisakti Adi Andojo, dan Komandan Kodim Jakarta Barat Letkol (Inf) A Amril
sepakat bahwa aksi damai hanya bisa dilakukan hingga depan Kantor Wali Kota Jakarta
Barat, sekitar 300 meter dari pintu utama Trisakti.

Berdasarkan kesepakatan itu, mahasiswa melanjutkan aksi dengan menggelar mimbar


bebas menuntut agenda reformasi dan Sidang Istimewa MPR. Akan tetapi, justru saat 70
persen mahasiswa sudah masuk ke dalam kampus, terdengar letusan senjata dari arah aparat
keamanan. Sontak, massa aksi yang panik kemudian berhamburan, lari tunggang langgang ke
dalam kampus. Ada juga yang melompati pagar jalan tol demi keselamatan diri. Penembakan
terhadap mahasiswa diketahui tidak hanya berasal dari aparat keamanan yang berada di
hadapan peserta demonstrasi. Dalam berbagai dokumentasi televisi, terlihat juga tembakan
yang dilakukan dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan. Aparat keamanan
tidak hanya menembak dengan menggunakan peluru karet. Pihak kampus pun menemukan
adanya tembakan yang terarah, dengan menggunakan peluru tajam.

Wakil Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman yang hadir di kampus Trisakti pun
menyatakan adanya serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani aksi massa.
Mahasiswa yang menjadi korban penembakan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit
terdekat, terutama RS Sumber Waras. Suasana memilukan begitu terasa di Unit Gawat
Darurat RS Sumber Waras. Rasa cemas, sedih, takut, serta marah begitu terasa. Dalam jumpa
pers yang dilakukan, pihak kampus menyatakan ada enam korban tewas, yang beberapa hari
kemudian dipastikan ada empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban.
Dikutip dari buku Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak
Terungkap (2016) yang ditulis Rosidi Rizkiandi, ahli kedokteran forensik dr Abdul Mun'im
Idries mengatakan bahwa hasil visum memang memperlihatkan serpihan peluru kaliber 5,56
mm di tubuh Hery Hertanto. Peluru itu biasanya digunakan senjata laras panjang jenis Styer
atau SS-1. Saat itu, senjata Styer digunakan oleh satuan Brimob atau Kopassus. Persidangan
terhadap enam terdakwa beberapa tahun kemudian juga tidak dapat mengungkap siapa
penembak mahasiswa yang menggunakan peluru tajam dan motifnya. Enam terdakwa hanya
dituduh dengan sengaja tidak menaati perintah atasan. Misteri penembakan masih
menyelimuti sejarah kelam itu. Akan tetapi, empat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi 12
Mei 1998 tetap dikenang sebagai pahlawan reformasi.

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2018/05/12/10504581/20-tahun-tragedi-trisakti-
apa-yang-terjadi-pada-12-mei-1998-itu?page=all#page2

Anda mungkin juga menyukai