Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG

TERORISME DI INDONESIA

Di susun oleh :
Hetty nor laili (1901302014)
Isnawati (1901302016 )
Ilham fadila (1901302015)
Linda trianingsih (1901302024)
Mustaqim (1901302038)
Siti norhalisah (1901302057)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahnya, kami bisa menyelesaikan makalh ini.
Kami menyusun makalah ini dengan tujuan memberi pengetahuan tentang terorisme,
kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Namun
sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Baik dari
tekhnik penulisan maupun tata bahasa. walaupun demikian, kami berusaha sebisa
mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
kami menyadari tanpa kerjasama serta sumber informasi untuk menyelesaikan ,
Makalah ini tidak akan menjadi seperti saat ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang tersebut diatas, yang telah memberikan arahan dan
saran demi kelancaran makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca
Dan tidak lupa kami mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................................3
DAFTAR ISI..................................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................6
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan.............................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................8
2.1 Pengertian............................................................................................................8
2.2 Alasan Munculnya Terorisme..............................................................................8
2.3 Karakter dan sasaran terorisme..........................................................................10
2.4 Penjelasan UU.Terorisme No. 15 Tahun 2003...................................................11
2.5 Hukuman bagi para Teroris................................................................................12
2.6 Tinjauan Maqosid Asy – Syari’ah......................................................................12
2.7 Studi Kasus........................................................................................................13
BAB III PENUTUP.....................................................................................................16
3. 1 Kesimpulan.......................................................................................................16
3.2 Saran..................................................................................................................17

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sejak mencuatnya kasus 11 September di Amerika Serikat, Negara-negara di
dunia mulai meningkatkan keamanan dan berbagai langkah antisipasi terhadap
gerakan terorisme, baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu
sendiri. Pasca tragedi bom Bali I, tanggal 12 Oktober 2002 yang tercatat, sedikitnya,
202 orang tewas dan 209 orang terluka,[1] Indonesia mulai mengintensifkan
penanganan terorisme. Hal ini diapresiasikan dengan di bentuknnya pasukan Densus
88 Anti terror oleh Mabes POLRI atau pasukan khusus lainnya yang tugas utamanya
mengantisipasi dan menggagalkan aksi terorisme di Indonesia.
Akhir-akhir ini, modus aksi terorisme mulai beragam, mulai dari bom bunuh
diri, bom buku bahkan dengan modus penculikan yang disertai dengan pencucian
otak korbannya (brain whasing). Ancaman tersebut bisa terjadi kapan saja dan di
mana saja, serta mengancam keselamatan jiwa setiap orang. Saat ini tidak ada
tempat yang aman dan dapat dikatakan bebas dari ancaman terorisme. Menyadari
sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta
dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi
Bom Bali I, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas
Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik
setiap aksi terorisme tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan
hukum.
Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang mengatur
tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada
peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP),
akhirnya pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi

4
Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 Tentang pemberantasanTindak
Terorisme.

1.2 Rumusan Masalah


Setelah mengkaji dan menganalisis beberapa polemik yang berkenaan dengan
tindak terorisme di Indonesia yang disertai dengan semakin meningkatnya aksi teror
akhir-akhir ini, timbullah beberapa pertanyaan yang muncul dari dalam hati kami
seiring dengan semakin mencuatnya kasus terorisme tersebut, diantaranya :
1. Apa yang menjadi motif yang melatarbelakangi keberadaan terorisme tersebut
?
2. Bagaimanakah pandangan islam mengenai label jihad yang sering di dengung-
dengungkan oleh para teroris untuk melegistimasi setiap aksi teror mereka ?
3. Bagaimanakah paradigma mereka dalam menafsirkan tentang ayat-ayat yang
berkenaan dengan jihad tersebut
4. Sudah sejauh mana sepak terjang yang telah dilakukan kelompok teroris
tersebut ?
5. Sejauh manakah peranan undang-undang UU No.15 Tahun 2003 tentang
terorisme dalam meminimalisis aksi teror di Indonesia, serta sudah tepatkah
pembentukan pasukan khusus “Densus 88” dalam menanggulangi tindak
terorisme dalam situasi seperti sekarang ini?
6. Bagaimanakah islam memandang keberadaan UU Terorisme tersebut
berdasarkan tinjauan Maqasidu Ash-Syariah?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan


Adapun beberapa tujuan yang ingin kami capai dengan adanya tugas makalah
ini adalah ingin memberikan beberapa pemahaman mengenai segala bentuk seluk
beluk mengenai teroris yang ada di Indonesia, serta menyadarkan kepada kita semua
bahwa yang namanya teroris itu, tidak semuanya akan menguntungkan. Maka dengan
semangat kebersamaan kita semua, mari wujudkan masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang aman dan tentram, terbebas dari yang namanya terorisme.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Terorisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah menggunakan
kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha mencapai suatu tujuan
(terutama tujuan politik).Teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk
menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik). Terror adalah perbuatan
sewenang-wenang, kejem, bengis dan usaha menciptakan ketakutan, kengerian
oleh seseorang atau golongan.
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil untuk mencapai tujuan politik,
dalam skala lebih kecil dari pada perang .
Terorisme mengandung arti ‘menakut-nakuti’. Kata tersebut berasal dari bahasa
latinterrere, “menyebabkan ketakutan”, dan digunakan secara umum dalam
pengertian politik sebagai serangan terhadap tatanan sipil selama rezim terror pada
masa Revolusi Perancis vakhir abad XVII. Dengan bejalannya waktu, penggunaan
istilah terorisme rupanya mengalami mengalami perluasan makna, karena
masyarakat menganggap terorisme sebagai aksi-aksi perusakan publik, yang
dilakukan tanpa suatu alasan militer yang jelas, serta penebaran rasa ketakutan
secara luas di dalam tatanan kehidupan masyarakat.

2.2 Alasan Munculnya Terorisme


Jika di pahami secara jernih kejahatan terorisme merupakan hasil dari
akumulasi beberapa faktor, bukan hanya oleh faktor pisikologis tetapi juga
ekonomi, politik, agama, sosiologis dan masih banyak yang lain. Terlalu simplistik
kalau menjelaskan suatu tindakan terorisme hanya berdasarkan satu penyebab saja,
misalnya psikologis. Konflik etnik, agama, dan ideologi, kemiskinan, tekanan
modernisasi ketidakadilan politik, kurangnya saluran komunikasi dana, tradisi

6
kejamanan, lahirnya kelompok – kelompok revolusioner, kelemahan dan
ketidakmampuan pemerintah. Memang tidak bisa disalahkan jika terorisme
dikaitkan dengan persoalan hak asasi manusia (HAM), karenA akibat terorisme
banyak kepentingan umat manusia yang dikorbankan, rakyat yang tidak bersalah
dijadikan ongkos kebiadaban dan kedamaian hidup antar umat manusia jelas –
jelas dipertaruhkan.
Secara epistimologi jihad berasal dari bahasa arab al-juhdu atau al-jahdu yang
merupakan bentuk masdar dari kata jahada. Jadi, al-juhdu atau al-jahdu yakni
pencurahan kemapuan dan kekuatan untuk menatang sesuatu yang lain. Maka
dalam syariat, kata ini diartikan sebagai memerangi orang yangt disyariatkan
untuk diperangi, dari kalngan kafir dan lainnya.
Ada banyak dalil yang sering di salah artikan didalam memahami ayat-ayat yang
berkenaan dengan jihad, misalnya:
 “Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.,” (At-
Taubah:111)
 “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar
kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan
Ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (At
Taubah:123)
 Sebuah hdits yang diriwayatkan dari Anas ra, sesungguhnya Nabi saw
bersabda: “Perangilah orang musyrik dengan harta, diri, dan lidahmu.”
 Pemikiran Ibnu Rusd, “setiap orang yang membebani dirinya karena Allah,
maka dia telah berjihad di dalamnya. Hanya saja, bila jihad fi sabilillah
dinyatakan, maka tidak ada maksud lain kecuali memerangi orang kafir

7
dengan menggunakan pedang, hingga mereka mau masuk islam, atau
memberikan jizyah secara patuh dan mereka tubduk,”
Dalil-dalil tersebut, mereka jadikan landasan serta pijakan hukum untuk
membenarkan aksi terror mereka, tanpa harus mengetahui siapakah
obyek/musuh sebenarnya yang harus diperangi, bagaimana tata cara
pelaksanaan serta aturannya, nengingat Nabi saw juga menerapkan suatu
aturan di dalam tata cara berperang bagi mujahidin muslim saat itu, misalnya
dilarang membunuh anak-anak, wanita, orang tua, bahkan orang keristen yang
sedang beribadah di dalam gerejanya serta larangan di dalam merusak tempat
ibadah. Jika mereka membenarkan kekerasan dengan mengemas jihad sebagai
labelnya tanpa mendalami makna esensial dari arti jihad itu sendiri hingga
nyawa-nyawa yang tidak berdosa turut menjadi korban, maka keabsahan jihad
tersebut patut kita pertanyakan kembali.

2.3 Karakter dan sasaran terorisme


a. Karakter teroris berdasarkan hasil studi dan pengalaman empiris dalam
menangani aksi terrorisme yang dilakukan oleh PBB antara lain, sebagai
berikut:
 Teroris umumnya mempunyai organisasi yang solid, disiplin tinggi, militan
dengan struktur organisasi berupa kelompok-kelompok kecil, dan perintah
dilakukan melalui indoktrinasi serta teroris dilatihan bertahun-tahun
sebelum melaksanakan aksinya.
 Teroris menganggap bahwa proses damai untuk mendapatkan perubahan
sulit untuk diperoleh.
 Teroris memilih tindakan yang berkaitan dengan tujuan politik dengan cara
kriminal dan tidak mengindahkan norma dan hukum yang berlaku.
 Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologi yang tinggi untuk
menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
b. Sasaran strategis teroris antara lain :

8
 Menunjukkan kelemahan alat-alat kekuasaan ( Aparatur Pemerintah )
 Menimbulkan pertentangan dan radikalisme di masyarakat atau segmen
tertentu dalam masyarakat.
 Mempermalukan aparat pemerintah dan memancing mereka bertindak
represifkemudian mendiskreditkan pemerintah dan menghasilkan simpati
masyarakat terhadap tujuan teroris.
 Menggunakan media masa sebagai alat penyebarluasan propaganda dan
tujuan politik teroris.
 Sasaran fisik bangunan antara lain : Instalasi Militer, bangunan obyek vital
seperti pembangkit energi , instalasi komunikasi, kawasan industri,
pariwisata dan sarana transportasi,

2.4 Penjelasan UU.Terorisme No. 15 Tahun 2003


a) Pelaku Teror/Teroris
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwasanya, Teroris adalah
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal,
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang
lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas.
b) Peran Pemerintah
Berdasarkan Undang-undang diatas, pemerintah berperan dalam menjaga
kelangsungan pembangunan nasional dan menciptakan suasana aman, tenteram,
dan dinamis bagi masyarkatnya, yaitu dengan meningkatkan pencegahan terhadap
segala bentuk ancaman yang mengganggu kesetabilan nasional dan memberikan
hukuman yang sepantasnya bagi para pelaku terror, dalam rangka mencegah,
menanggulangi, dan memberantas tindak pidana terorisme.
Langkah pemerintah membentuk densus 88 harus diacungi jempol,
mengingat kerja keras mereka yang berhasil menangkap dan menggalkan
berbagai aksi terorisme di Negara kita ini, mulai tewasnya Dr. Azhari dan M.

9
Noerdin Top serta terbongkarnya modus operasi mereka. Semua itu merupakan
bukti bahwa pemerintah tidak main- main dalam menangani permasalahan
tersebut.

2.5 Hukuman bagi para Teroris


Para pelaku teror dihukum berdasarkan tindakan yang mereka lakukan dan
peranannya dalam setiap aksi terror tersebut. Mengingat Negara kita adalah
Negara hukum, maka yang berhak untuk memutuskan berat tidaknya hukuman
yang akan dibebankan kepada para teroris tersebut adalah putusan pengadilan,
yang didasarkan atas keterangan saksi, barang bukti dan lainnya.
Efek jera pasti akan menghantui para pelaku teror yang lain, mengingat
diberlakukannya hukuman mati bagi para teroris, seperti yang dijalani oleh para
pelaku bom bali 1 (Imam Samudra, dkk) di LP. Nusa Kambangan, semoga
dengan diberlakukannya hukuman tersebut bisa meminimalisir aksi teroris di
negeri ini.

2.6 Tinjauan Maqosid Asy – Syari’ah


Dalam perspektif hukum islam, setiap peraturan perlu dianalisis dan dikaji
lebih mendalam lagi, agar setiap peraturan tersebut bisa mencerminkan suatu
kemaslahatan dan berfungsi secara maksimal. Maqosid As-Syari’ah adalah salah
satu metodologi yang sangat relevan guna menganalisis peraturan tersebut,
karena dalam menganalisis suatu permasalahan, maqosid as-syari’ah tidak hanya
melihat dari sisi religious saja, mtetapi juga memperhatikan memandang dari segi
aspek, sosial, dan budaya.
Sebagai doktrin, Maqosid Ash-Syariah berfungsi untuk mencapai, menjamin
dan melestarikan kemaslahatan bagi umat islam. Oleh karena itu dicanangkanlah
tiga sekala prioritas yang saling melengkapi, diantaranya:
1. Al-dharuriyat (melindungi agama,jiwa,akal,harta dan keturunan)
2. Al-hajiyat (merupakan suatu kebutuhan yang bersifat sekunder)
3. Al-tahsiniyat ( merupakan suatu kebutuhan pelengkap/tersier)

10
Sebagai metode, teori doktrin Maqasid Ash-Syariah diatas, bisa dipakai
sebagaia pisau analisis dalam rangka membedakan suatu permasalahan, sehingga
dapat dihasilkan kesimpulan hukum atas permasalahan tersebut.Isi kandungan dari
Undang-undang no 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Teroris terbukti bermaksud untuk membela Maqosid Ash-Syari’ah (tujuan-
tujuanSyari’ah), yang berfungsi untuk melindungi kepentingan masyarakat.

2.7 Studi Kasus


“TEROR BOM DITIGA GEREJA DI SURABAYA “

Pengeboman Surabaya 2018 adalah rangkaian peristiwa meledaknya bom di berbagai


tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur pada 13–14 Mei 2018. Tiga tempat di
antaranya tempat ibadah di Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan
Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan.[5][6] Dua tempat
lainnya masing-masing kompleks Rumah Susun Wonocolo di Taman, Sidoarjo dan
Markas Polrestabes Surabaya
 Latar belakang
Diperkirakan pada tahun 2017 sekitar seratusan warga negara Indonesia pergi ke
Suriah atau Irak untuk bergabung dengan pasukan Negara Islam Irak dan Syam
sebelum mereka kembali.Masing-masing dari mereka kembali ke Indonesia melalui
proses deradikalisasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, termasuk

11
memantau proses deradikalisasi setiap individu saat dilepas ke masyarakat. Beberapa
serangan terorisme, seperti serangan Thamrin, dikendalikan oleh orang-orang yang
kembali atau ekstremis lokal yang bersumpah untuk NIIS
 Kronologi Bom
 Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela
Berdasarkan rekaman CCTV, ledakan terjadi saat suatu sepeda motor yang
ditumpangi oleh 2 orang kakak beradik memasuki kompleks gereja dan nyaris
menabrak seorang jemaat sebelum akhirnya meledak persis di antara para jemaat
yang sedang berjalan kaki.
 GKI Diponegoro
Menurut saksi mata Tardianto, sebelum terjadi pengeboman, tiga orang perempuan
bercadar, satu orang dewasa, satu anak kecil, dan satu lagi anak remaja, masuk ke
area parkiran GKI Surabaya. Saksi mata lain, juruparkir Mulyanto, melihat ketiganya
mengenakkan rompi dan satpam Antonius melihat ketiganya berjalan berjajar di
pinggir jalan depan GKI, masuk ke pintu halaman gereja, dihadang oleh seorang
satpam yang kemudian ia peluk sebelum akhirnya terjadi ledakan.
 GPPS Jemaat Sawahan
Menurut Kepala Rumah Tangga Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Suhendro,
peristiwa terjadi saat suatu mobil merangsek masuk ke halaman gereja dan kemudian
melemparkan sebuah bom.Dalam keterangan yang berbeda, Kepala Kepolisian Resor
Kota Besar (Kapolrestabes) Surabaya, Kombes Pol Rudi Setiawan menyebutkan
bahwa bom di GPPS Jemaat Sawahan merupakan bom mobil. Diketahui bahwa bom
dibawa menggunakan mobil Avanza menerobos masuk dengan kecepatan tinggi,
menabrak pintu, merangsek ke teras dan lobi gereja kemudian meledak dan
membakar gereja.

Pengeboman Surabaya (Surabaya)


Lokasi : Surabaya, Jawa Timur, Sidoarjo, Jawa Timur
Tanggal Minggu : 13 Mei 2018 – Senin, 14 Mei 2018
Sasaran : Tiga gereja,Satu kompleks rumah susun,Satu kantor polisi

12
Jenis serangan : Pengeboman bunuh diri
Senjata : Bom bunuh diri, bom rakitan; Bom mobil (GPPS Jemaat
Sawahan) dan Bom motor (Gereja Katolik Santa Maria Tak
Bercela dan Polrestabes Surabaya)
Korban tewas : 28 orang (termasuk pelaku)
Korban luka : 57 orang
Pelaku : Jamaah Ansharut Daulah, cabang Asia Tenggara dari ISIS
Motif : Terorisme

13
BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Dari uraian materi diatas, serta analisis kita berdasarkan fakta dan realita
tindak terorisme yang terjadi di Indonesia, mulai dari peristiwa Bom Bali,
Hotel JW.Mariot, sampai aksi Bom bunuh diri yang dilakukan oleh para
teroris, maka kami menarik kesimpulan bahwa keberadaan Undang-undang
terorisme di Indonesia saat ini bersifat Dharuri, mengingat banyaknya orang
yang tidak bersalah yang turut menjadi korban, hancurnya sarana dan
prasarana umum, serta menimbulkan keresahan masyarakat, dimana
masyarakat masih hidup di bawah ancaman teror.
Meskipun ada beberapa dari pasal-pasal yang harus direvisi dan dikaji
ulang, seperti yang dilaporkan oleh badan Amnesty Internasional yang
menyatakan bahwa penggunaan siksaan dalam proses introgasi terhadap orang
yang disangka teroris cenderung meningkat.
Penerapan UU anti terorisme dapat membawa implikasi negatif bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya kehidupan masyarakat
demokrasi, apabila peraturan yang terkandung di dalam setiap pasalnya belum
bisa memberikan batasan-batasan atas wewenang aparat negara dalam
penerapan Undang-Undang tersebut, sehingga bisa membuka peluang untuk
disalahgunakan, seperti adanya kasus penangakapan beberapa orang yang
dicuriagai sebagai teroris yang diperiksa dan ditangkap tanpa prosedur hukum
yang sah dan benar.
Tapi tidak terlepas dari semua itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih atas kinerja aparat negara kita saat ini, yang sudah bekerja semaksimal
mungkin dalam rangka memberantas aksi terorisme, baik melalui penerapan
UU Anti Terorisme maupun aksi Densus 88 yang sudah banyak memberikan
sumbangsih yang sangat besar dalam menggagalkan aksi terorisme di

14
indonesia, meskipun pada kenyataannya ada beberapa pasal dari UU Anti
Terorisme tersebut yang harus direvisi dan dikaji ulang agar dalam penerapan
UU Anti Terorisme tidak membuat resah masyarakat dan tidak melanggar
hak-hak asasi manusia, mengingat dari tujuan diberlakukannya undang-
undang tersebut adalah untuk menimbulkan rasa aman, tentram dan
kemaslahatan di dalam kehidupan bermasyarakat.

3.2 Saran
Demikianlah makalah kami ini kami buat, kami mengakui bahwa tiada
yang sempurna didunia ini, kekurangan dan kekhilafan pastilah turut
mewarnai di dalam proses penyelesaian makalah ini, oleh karena itu kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada kata atau kalimat yang kurang
berkenan di dalam isi makalah ini. Kritik dan saran tetap kami nantikan
sebagai pelengkap dalam penyempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya
kami sampaikan banyak terima kasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Audah, Salman. 1993, Jihad: Sarana menghilangkan ghurbah islam, Jakarta:


Pustaka Al-kautsar.

Juergensmeyer , Mark.2002, Teror Atas Nama Tuhan Kebangkitan Global Kekerasan


Agama, terj, M. sadat ismail, Jakarta selatan: Nizam Press.

Medpress,Tim.2005, Pertualangan Teror Dr. Azahari, Yogyakarta: Media Pressindo.

Turan,Ahmad.2002, Waspadalah Terhadap Ancaman Teroris dan Teror Bom, Jakarta:


Amalia Bhakti Jaya.

16

Anda mungkin juga menyukai