Anda di halaman 1dari 10

A.

ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI PRODI PENDAS

Konsep manusia dan pendidikan, merupakan kesatuan konsep dalam bidang


pendidikan. Pendidikan tidak pernah lepas dengan masalah manusia, sebab hakekat
pendidikan adalah membimbing manusia dalam meningkatkan martabatnya, baik melalui
jalur pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah. Sekaitan dengan pernyataan
tersebut, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dididik sebagai calon guru,
tentunya harus mampu memahami tentang konsep manusia dan pendidikan sebagai dasar
filosofis dan keilmuan bidang pekerjaan yang akan digelutinya kelak. Kekurangpahaman
guru terhadap konsep hakekat manusia dan pendidikan mempunyai dampak yang
multidimensi (Suyitno, 2008).

Berdasarkan pengelompokkan obyek material studi filsafat dan pencabangan telaah


filsafat, maka filsafat pendidikan sebagai salah satu filsafat terapan, menggunakan pola
berfikir kefilsafatan, yaitu mengkaji tentang segala sesuatu tentang pendidikan yang bertolak
dari kajian (1) metafisika (ontologi, antropologi), (2) Epistemologi, dan (3) Aksiologi.
Implikasi dalam pendidikan diterapkan dalam telaah tentang hakikat tujuan pendidikan,
hakikat pendidik dan anak didik, hakikatilmu pengetahuan yang dirancang dalam kurikulum,
dan hakikat nilai atau kegunaan pendidikan dalam kehidupan atau metode mencapai tujuan
pendidikan (Suyitno, 2008).

1. Ontologi Prodi Pendas

Ontologis adalah cabang filsafat yang membahas masalah obyek dari kajian ilmu
(termasuk ilmu pendidikan). Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruhaspek kehidupan yang
dapat diuji oleh pancaindera manusia. Ilmu mempelajariberbagai gejala dan peristiwa yang
menurut anggapannya mempunyai manfaatbagi kehidupan manusia. Berdasarkan obyek yang
ditelaahnya, maka ilmu dapatdisebut sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana obyek ilmu
yang di luarjangkauan manusia tidak termasuk dalam bidang telaah ilmu.

Pendidikanadalah suatu peristiwa kehidupan masyarakat, yang didalamnya


menyangkutaspek-aspek komunikasi, materi, teknologi, nilai, dan perkembangan manusia
itusendiri. Kajian bidang pendidikan tidak hanya tertuju pada aspek fisik manusia,tetapi juga
yang menyangkut aspek rohani. Oleh karena itu, aspek ontologis daripendidikan menyangkut
aspek tujuan pendidikan yang tidak terlepas darimasalah antropologis (manusianya), tujuan
hidupnya, perkembangannya, dan lingkungan kehidupannya di masa sekarang dan yang akan
datang.
Bidang kajian yang begitu banyak tentunya membutuhkan kajian yanglebih detail
dengan pendekatan keilmuan yang lebih terorientasi pada obyekkhusus, yang sifatnya
membantu menjelaskan, memprediksi dan mengontroltindakan-tindakan keilmuan, yang
hasilnya dapat digeneralisasi dan menghasilkanteori tertentu tentang ilmu pendidikan. Kajian
ontologis pendidikan, akanmempunyai implikasi terhadap kajian tentang tujuan pendidikan,
sementaratujuan pendidikan memiliki berbagai implikasi terhadap masalah kehidupan,yang
berkenaan dengan aspek kehidupan di dunia maupun di akhirat nanti.Dengan demikian,
kajian ontologis pendidikan merupakan wilayah kajianfilosofis yang tidak bisa dipisahkan
dari masalah realitas kehidupan dimasyarakat.

Masalah ontologis berkaitan erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai,yang
erat kaitannya dengan landasan fiolosofis pendidikan yang menjadi acuanperumusan tujuan
yang lebih umum. Konsep-konsep umum tujuan hidup bangsaIndonesia, merupakan rujukan
yang mendasar dalam menjabarkan rumusantujuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan
tujuan pendidikan akan selalubertumpu pada gambaran manusia yang diharapkan di masa
yang akan datang.Demikian pula rumusan tujuan pendidikan profesi keguruan, tidak bisa
lepasdengan pemahaman terhadap konteks manusia yang akan menjadi subyek didikdi
persekolahan maupun di luar sekolah.

Obyek material Prodi PENDAS adalah para pendidik yang diharapkan dapat menjadi
tenaga pendidik di SD dan perguruan tinggi, pemikir, perencana, pengembang, peneliti, dan
konsultan serta praktisi pendidikan ke-SD-an yang berkualitas.

Obyek formal Prodi PENDAS adalah peningkatan tingkah laku pendidik dalam hal
mengembangkan pengetahuan dan memecahkan permasalahan di bidang keilmuan
pendidikan ke-SD-an melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner, serta menghasilkan
karya yang kreatif, orisinial, inovatif, dan teruji di bidang pendidikan ke-SD-an untuk
didiseminasikan dan diimplementasikan bagi peningkatan mutu pendidikan ke-SD-an di
tingkat nasional, regional, dan internasional.

Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada
Ketentuan Umum dikatakan bahwa : Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Selanjutnya pada ayat 3 pasal 1 disebutkan bahwa, profesi guru adalah pekerjaan
dan atau jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang didapatkan melalui
kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian
dalam melayani orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.

Pasal 7 UU No.14 Tahun 2005 tentang prinsip kerja guru dan dosen sebagai profesi:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme

2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan


akhlak mulia

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas

5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan


dengan belajar sepanjang hayat

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan


memiliki organisasi keprofesionalan, dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

2. Epistimologi Prodi Pendas

Epistimologi atau teori pengetahuan, adalah suatu cabang filsafat yang membahas
secara mendalam tentang segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh
pengetahuan. Masalah epistemologis, adalah berkaitan dengan isi pendidikan yang menjadi
landasan pengetahuan dalam rangka membekali subyek didik untuk mencapai tujuan
pendidikan yang efektif. Landasan epistemologis merupakan penjabaran dari landasan
ontologis yang menjadi rujukan tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, masalah
epistemologis pendidikan akan mempertanyakan apa yang telah diberikan kepada subyek
didik dan mengapa diberikan pengetahuan tersebut? Demikian pula landasan epistemologis
mendasari nilai-nilai kebenaran mana yang menjadi acuan dalam pengembangan ilmu.

Jujun S. Suriasumantri (1982), menjelaskan bahwa epistemologi atau teori


pengetahuan, adalah suatu cabang filsafat yang membahas secara mendalam tentang segenap
proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode
inilah yang membedakan ilmu dengan hasil pemikiran yang lainnya. Dengan demikian,
semua kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selama itu terbatas pada obyek
empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan,
adalah sah untuk disebut keilmuan.

Pada prinsipnya landasan epistemologis mempunyai tujuan menjelaskan bahwa


mencari pengetahuan yang benar harus berlandasakan pada argumen-argumen logika yang
berlaku umum, yang hasilnya dalam bentuk teori, hukum, kaidah, dalil, asumsi dan
sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, ilmu dengan metodenya mampu menjelaskan,
meramalkan dan mengontrol (toexplain, predictive, and control). Prinsip epistemologis
mengajarkan kepada kita bahwa hitam katakan hitam, dan jika putih katakan putih. Namun
persoalannya berkaitan erat dengan apa fungsi ilmu dan kegunaan ilmu bagi kita. Sifat ilmu
yang obyektif, netral dan tidak mengenal sifat baik atau buruk, kecuali pemilik ilmu itu
sendiri. Hal ini berkaitan dengan permasalahan aksiologis ilmu yang erat kaitannya dengan
masalah bagaimana kita memperlakukan atau memanfaatkan ilmu dalam kehidupan
masyarakat. Implikasi dari landasan epistemologis ini adalah bagaimana guru mengajarkan
mata pelajaran yang selaras dengan prinsip kebenaran ilmiah dan upaya-upaya penemuan
kebenaran yang berlandaskan metode ilmiah. Demikian pula landasan epistemologis memberi
landasanpenyusunan isi pendidikan yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakatnya.

Estimologi Prodi Pendas terlihat dalam struktur kurikulum magister (S2) dan doktor
(S3) yang terbagi atas mata kuliah prasyarat (matrikulasi) bagi yang tidak sebidang, mata
kuliah inti yang merupakan mata kuliah keahlian Prodi, dan mata kuliah pilihan sesuai
dengan keahlian masing-masing mahasiswa. Content (isi) mata kuliah yang ditempuh oleh
mahasiswa dipertimbangkan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak didik dalam
mengisi abad 21 yang memasuki era globalisasi.

3. Aksiologi Prodi Pendas

Cabang filsafat yang membahas masalah nilai guna pengetahuan atau bagaimana kita
memperlakukan (memanfaatkan) ilmu dalamkehidupan masyarakat.Implikasi dari landasan
aksiologis terhadap pendidikan, memberi wawasan kepada pendidik/guru untuk dapat secara
kreatif mencari makna dannilai manfaat dari ilmu, serta metode dan strategi belajar yang
efektif dan efisiendalam mencapai tujuan pembelajaran yang mendidik. Berkaitan dengan
argumen tersebut, Ilmu pendidikan mempunyai nilai aksiologis bukan hanyapada tataran
hasil pendidikan, tetapi tujuan maupun prosesnya telahmenggambarkan nilai-nilai yang akan
dicapai, nilai-nilai proses yang dilaluinya,serta hasil yang diharapkan. Hasil yang diharapkan
setelah melalui proses yangpanjang dari kegiatan pendidikan adalah nilai keunggulan dari
berkembangnyaseluruh potensi dan derajat martabat kemanusiaan, dimana pendidikan
adalahsebuah proses pemanusiaan manusia.

Berkaitan dengan praktek pendidikan, masalah aksiologis inimempertanyakan


bagaimana anak bertingkah laku sesuai dengan tujuanpendidikan, setelah mereka
mempelajari pelajaran-pelajaran di sekolah. Inilahpertanyaan masyarakat awam yang
dilontarkan kepada pihak sekolah. Merekamemiliki indikator keberhasilan sekolah, yaitu
bahwa anak yang berhasil atauberpendidikan adalah anak yang bukan hanya pintar tetapi baik
(berkepribadiandan bermoral).

Peranan sekolah, yaitu apakah mereka telahmelakukan pendidikan dengan melalui


proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai? Pertanyaan
selanjutnya adalahapakah guru memahami hakikat tujuan pendidikan yang dirancang untuk
dicapaisetelah kegiatan belajar mengajar selesai? Kemudian, apa yang para siswapelajari di
sekolah apakah mempunyai kontribusi langsung terhadap sikap hidup,tujuan hidup, dan
mencapai kebahagiaan hidup (bukan hedonis)? Seberapa besarpengaruh-pengaruh belajar
matematika, IPA, IPS, Agama, PPKn, dan mata-matapelajaran lain terhadap kepribadian
siswa dalam kehidupannya?Pertanyaan-pertanyaan tersebut erat kaitannya dengan bagaimana
gurumemahami tujuan pendidikan dari setiap mata pelajaran yang digunakan sebagaialat
pendidikan.

Rumusan tujuan pendidikan, selalu menggambarkan orientasi kehidupanmanusia yang


diinginkan pada masa yang akan datang. Sedangkan tujuanpembelajaran bermuatan perilaku
yang diharapkan setelah proses pembelajaranselesai. Dua kondisi yang berbeda ini dapat
menimbulkan kesalahan tafsir yangkontradiktif, apabila guru atau pendidik tidak memahami
bahwa kondisi anaksetelah belajar adalah perilaku antara atau prakondisi terhadap tujuan
yang lebihideal.

Prakondisi ini adalah sebagai pendidikan esensial bagi setiap individuuntuk dapat
melanjutkan perilaku dalam kondisi lain yang berbeda, baik berbedawaktu, geografis, sosial,
kultural, cita-cita, ekonomi, politik, dan perubahan-perubahanlain dalam kehidupan di masa
yang akan datang. Demikian pulasetiap jenis pendidikan memerlukan prakondisi sebagai
wahana untukmengantarkan individu dapat mengadaptasikan diri dalam suatu kondisi
perilakuyang akan dihidupinya kelak. Salah satu jenis pendidikan yang memiliki“conditio
sine quanon” dalam memahami hakikat manusia dan pendidikan yangberorientasi masa
depan, adalah pendidikan keguruan.

Perubahan-perubahan inidapat dipelajari melalui analisis, prediksi, dan studi-studi


sosial yang lebihkomprehensif terhadap gejala perubahan-perubahan sosial, kultural,
politik,ekonomi, dan demografi yang berkembang dewasa ini.Berkaitan dengan rasional
tersebut, pemahaman terhadap konsepmanusia yang akan dihadapi oleh guru atau calon guru,
merupakan bekal yangsangat fundamental dalam tugas kewajiban menjadi guru. Hal
inimengisyaratkan perlunya pemahaman terhadap landasan-landasan filosofispendidikan dan
filsafat Pancasila pada khususnya, yang menjadi penopangpelaksanaan pendidikan secara
empirik. Dalam hal ini, guru yang kurangmemahami tataran ontologis dan antropologis dari
filsafat pendidikan yangmenjadi landasan pendidikan, cenderung tidak memiliki misi yang
visioner,kurang mampu merasakan nikmat dan hikmat dari perbuatan pendidikan
yangdilakukannya, dan cenderung kewajiban dalam pendidikan dilakukan denganasal selesai
menunaikan tugas.

Demikian pula pemahaman terhadap konsep tentang pendidikan,memberikan


landasan ilmiah pendidikan sebagai bekal dalam mengaplikasikansemua kemampuan kognitif
maupun keterampilan dalam pelaksanaan kegiatanbelajar-mengajar. Konsorsium Ilmu
Pendidikan, (1992; hal. 4) mengemukakanbahwa secara teknis pedagogis, pengalaman belajar
yang secara optimalmemberi peluang bagi pencapaian dan aras kemampuan sebagai
perwujudantujuan utuh program pendidikan, mempersyaratkan terpergunakannya
seluruhspektrum kemampuan kognitif pebelajar di dalam berinteraksi denganlingkungan
yang diprogramkan, di dalam menangani berbagai kegiatan belajar.

Salah satu aspek kemampuan kognitif, adalah pemahaman. Pemahamanterhadap suatu


konsep merupakan esensi dari kegiatan belajar.Pemahaman terhadap konsep pendidikan akan
mempunyai dampakterhadap bagaimana guru mengaplikasikan teori terhadap praktek,
bagaimanaguru memaknai proses belajar-mengajar di dalam kelas, bagaimana gurumenyikapi
tugas yang begitu banyak dan rutin yang tidak selalu disertai dengannilai ekonomi,
bagaimana guru mau mendorong anak dengan belajar terus-menerus, dan bagaimana guru
dapat menciptakan inovasi pendidikanberdasarkan pengalaman mengajar yang dilakukannya.
Dengan perkataan lain,pemahaman konsep pendidikan bagi calon guru akan membekali
terhadap ide-ideperbaikan dan pembaharuan dalam bidang pendidikan di sekolah.
Dengandemikian, pemahaman guru terhadap tataran epistemologis dan aksiologis darifilsafat
pendidikan yang menjadi dasar praktek pendidikan, akan memberikandasar yang kuat
terhadap nilai kebenaran ilmiah yang diajarkan dan nilai-nilaietika dan estetika yang tangguh
dalam kehidupan masyarakat.Kemampuan memahami konsep-konsep pendidikan
memberikan andildalam meningkatkan mutu/kualitas lulusan. Oleh karena itu, mutu
hasilpendidikan erat kaitannya dengan kualitas guru

Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 Ayat (1) tentang
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

a) Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,


meliputi:

 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual.
 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
 Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu.
 Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki.
 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

b) Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,


arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, meliputi:

 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat.
 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
 Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan
rasa percaya diri.
 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

c) Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam, meliputi:

 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
 Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu.
 Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
 Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.

d) Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar, meliputi:

 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan


jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi.
 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
 Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
 Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.
BAB III. KESIMPULAN

Landasan filsafat ilmu memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan


acuan yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh
karena itu landasan filsafat dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan
teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi
dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada
kerangka konseptual kependidikan. Hal ini untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri
yang seimbang, baik dari aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.

Landasan filsafat ilmu tercermin didalam semua keputusan serta perbuatan


pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan
pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud bersifat pendidikan,
terutama bagi program studi yang menyelenggarakan pendidikan LPTK tentunya harus
berlandaskan kepada pola berfikir kefilsafatan, yaitu mengkaji tentang segala sesuatu tentang
pendidikan yang bertolak dari kajian (1) metafisika (ontologi, antropologi), (2) Epistemologi,
dan (3) Aksiologi. Implikasi dalam pendidikan diterapkan dalam telaah tentang hakikat
tujuan pendidikan, hakikat pendidik dan anak didik, hakikatilmu pengetahuan yang dirancang
dalam kurikulum, dan hakikat nilai atau kegunaan pendidikan dalam kehidupan atau metode
mencapai tujuan pendidikan.

Sebagai pekerja professional guru dan tenaga kependidikan memperoleh persiapan pra-
jabatan guru dan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang
pada hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan
ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. (2007).Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Leaflet Program Studi Pendidikan Dasar Program Magister dan Doktor. (2014). Bandung:
SPs UPI

Mudyahardjo, R. (1995), Filsafat Pendidikan (Sebuah Studi Akademik) Bagian I Orientasi


Umum: Landasan Filosofis Pendidikan dan Filsafat Pendidikan sebagai Suatu teori
Pendidikan, Jurusan Filsafat Dansosiologi Pendidikan, FIP, IKIP Bandung.

Santrock, John W. (2012). Life Span Develoment. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Suyitno, Y., (2008). Pemahaman Mahasiswa UPI tentang Hakikat Manusia dan Pendidikan,
dalam Kerangka Kesiapan Menjadi Guru. Bandung: SekolahPasca Sarjana.

Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Anda mungkin juga menyukai