Anda di halaman 1dari 16

Terorisme Sebagai Penyimpangan Dalam Pengamalan Sila-

sila Pancasila

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah, St., M.Kes. IPU.Asean.Eng

Disusun oleh :

Kelompok RPS 13

Defi Permatasari (195030101111092)

Yemima Katherine M. S. (195030100111105)

Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Admnistrasi

Universitas Brawijaya

Malang

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Terorisme Sebagai Penyimpangan
Dalam Pengamalan Sila-sila Pancasila”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila Prodi
Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Penulis
menyadari bahwa terdapat beberapa orang yang terlibat dalam pembuatan karya tulis ilmiah
ini. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah, St., M.Kes. IPU.Asean.Eng selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila.
2. Bapak, ibu, dan keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.
3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan
bantuan dan dorongan dalam penulisan makalah ini.
Semoga Tuhan senantiasa membalas segala amal kebaikannya. Penulis berharap dengan
disusunnya makalah ini,dapat bermanfaat bagi seluruh orang yang membacanya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum memenuhi kesempurnaan, oleh
karena itu segala kritik dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan karya tulis ini.

Malang, 29 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……...………………………………………ii

Daftar Isi ……………………………………………..iii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar belakang ……………………………………………4

1.2 Rumusan masalah …………………………………………..5

1.3 Tujuan ……………………………………….....5

1.4 Manfaat …………………………………………..5

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Terorisme …………….…...……………………..6

2.2 Faktor-faktor Terjadinya Terorisme di Indonesia…………….6

2.3 Contoh Kasus Terorisme di Indonesia ………………………..7

2.4 Terorisme sebagai Bentuk Penyimpangan Sila-sila Pancasila ……..9

2.5 Upaya dalam Mengatasi Terorisme di Indonesia ...................10

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan ....…………………………………………..….15

3.2 Saran ………………………………………..………….15

Daftar Pustaka ……...……………………………………..…16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sejak mencuatnya kasus 11 September 2001 di Amerika Serikat, negara-negara di dunia


mulai meningkatkan keamanan dan berbagai langkah antisipasi terhadap gerakan terorisme,
baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu sendiri. Terorisme itu sendiri
merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia
sekarang ini terutama di Indonesia. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini
memiliki keterkaitan ideologis, sejarah dan politis serta merupakan bagian dari dinamika
lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Kendatipun aksi terorisme yang terjadi
di berbagai daerah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini kebanyakan dilakukan oleh
orang Indonesia dan hanya sedikit aktor-aktor dari luar. Namun tidak dapat dibantah bahwa
aksi terorisme saat ini merupakan suatu gabungan antara pelaku domestik dengan mereka
yang memiliki jejaring trans-nasional. Teroris yang adalah pelaku teror tersebut merupakan
musuh bersama kemanusiaan karena tindakan mereka yang membuat orang lain tidak aman,
tidak nyaman, selalu diselimuti rasa ketakutan dan mengacaukan sistem sosial, dan hukum
yang sudah mapan dianut bangsa Indonesia. (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/
Serangan_11_ September_2001)

Pancasila sebagai pilar Bangsa Indonesia sejatinya harus mampu dipahami oleh seluruh
bangsa dan seluruh umat beragama di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia ini
tentunya, diharapkan mampu menyelesaikan persoalan terorisme di Indonesia. Pancasila adalah
petunjuk, pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbuat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. (Sumber : https://www.liputan6.com)

4
1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Terorisme ?


2. Apa hubungan antara tindak Terorisme dengan penyimpangan Sila Pertama, Sila
Kedua, dan Sila Ketiga dalam Pancasila ?
3. Bagaimana upaya dalam mengatasi tindak Terorisme di Indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Terorisme


2. Mengetahui hubungan antara tindak Terorisme dengan penyimpang sila-sila Pancasila
3. Mengetahui upaya dalam mengatasi tindak Terorisme di Indonesia

1.4 Manfaat

1. Memberikan pengetahuan tentang tindak Terorisme yang terjadi di Indonesia


2. Menyosialisasikan pentingnya penerapan nilai-nilai pengamalan Pancasila sebagai
upaya pencegahan tindak Terorisme di Indonesia
3. Memberikan wawasan serta solusi dalam upaya memberantas tindak Terorisme di
Indonesia

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terorisme


Terorisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah penggunaan kekerasan
untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik).
Teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut
(biasanya untuk tujuan politik). Teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan
kekejaman oleh seseorang atau golongan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Kata-kata terror berasal dari bahasa Perancis Lama "terreur" (abad ke-14 M) yang
artinya "sesuatu yang mengintimidasi, obyek rasa takut" ; dari kata terrorem dalam bahasa
Latin yang pada abad ke-15 M diberi arti "great fear, dread, alarm, panic; object of fear,
cause of alarm; terrible news," from terrere "fill with fear, frighten." juga dari akar kata
‘tres’ berkaitan dengan kata Inggris "to tremble" dan terrible.
Kendati terorisme sudah ada sejak lama, tetapi kata terror baru benar-benar populer
digunakan secara umum dalam pengertian politik sebagai serangan terhadap tatanan sipil
selama rezim teror pada akhir abad ke-18 M saat meletusnya Revolusi Perancis.
Secara kasar, terorisme merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan
kekerasan terhadap penduduk sipil untuk mencapai tujuan politik namun dalam skala lebih
yang lebih kecil dari pada perang .
Seiring berjalannya waktu, penggunaan istilah terorisme mengalami perluasan
makna, karena masyarakat menganggap terorisme sebagai aksi-aksi perusakan sarana publik
yang dilakukan tanpa suatu alasan militer yang jelas, serta penebaran rasa ketakutan secara
luas di dalam tatanan kehidupan masyarakat.
(Referensi: Makna teror menurut Prof DR Abdul Hadi WM, Penyair Sufi dan Guru
Besar Universitas Paramadina)

2.2 Faktor-faktor Terjadinya Terorisme Di Indonesia


Menurut sebagian besar aktifis yang tergabung dalam kelompok Tanzim al-Qaidah di
Aceh, faktor-faktor pendorong terbentuknya radikalisme dan terorisme di Indonesia bukanlah
semata-mata untuk kepentingan individu. Sebab, apabila dimotivasi untuk kepentingan
individu, maka semestinya hal tersebut apa yang dilakukannya dan tindakannya tidak
menyakitkan baik itu diri sendiri maupun orang lain. Adapun faktor-faktor yang mendorong
terbentuknya terorisme:
1. Faktor ekonomi
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama bagi para
terorisme dalam menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak menentu dan
kehidupan sehari-hari yang membikin resah orang untuk melakukan apa saja. Dengan seperti
ini pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan rehabilitasi masyarakatnya.

6
Kemiskinan membuat orang gerah untuk berbuat yang tidak selayaknya diperbuat seperti;
membunuh, mengancam orang, bunuh diri, dan sebagainya.
2. Faktor sosial
Orang-orang yang mempunyai pikiran keras di mana di situ terdapat suatu kelompok garis
keras yang bersatu mendirikan Tanzim al-Qaidah Aceh. Dalam keseharian hidup yang kita
jalani terdapat pranata social yang membentuk pribadi kita menjadi sama. Situasi ini sangat
menentukan kepribadian seseorang dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan. Sistem
social yang dibentuk oleh kelompok radikal atau garis keras membuat semua orang yang
mempunyai tujuan sama dengannya bisa mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis
keras atau radikal.
3. Faktor Ideologi
Faktor ini yang menjadikan seseorang yakin dengan apa yang diperbuatnya. Perbuatan yang
mereka lakukan berdasarkan dengan apa yang sudah disepakati dari awal dalam
perjanjiannya. Dalam setiap kelompok mempunyai misi dan visi masing-masing yang tidak
terlepas dengan ideologinya. Dalam hal ini terorisme yang ada di Indonesia dengan
keyakinannya yang berdasarkan Jihad yang mereka miliki.
(Sumber : https://immanyogyakarta.wordpress.com)

2.4 Contoh Kasus Terorisme di Indonesia

Kronologi Teror Bom di Surabaya


1. Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela
Berdasarkan rekaman CCTV, ledakan terjadi saat suatu sepeda motor yang ditumpangi
oleh 2 orang kakak beradik memasuki kompleks gereja dan nyaris menabrak seorang jemaat
sebelum akhirnya meledak persis di antara para jemaat yang sedang berjalan kaki.
2. GKI Diponegoro
Menurut saksi mata Tardianto, sebelum terjadi pengeboman, tiga orang perempuan
bercadar, satu orang dewasa, satu anak kecil, dan satu lagi anak remaja, masuk ke area parkiran
GKI Surabaya.
Saksi mata lain, juru parkir Mulyanto, melihat ketiganya mengenakkan rompi dan satpam
Antonius melihat ketiganya berjalan berjajar di pinggir jalan depan GKI, masuk ke pintu halaman
gereja, dihadang oleh seorang satpam yang kemudian ia peluk sebelum akhirnya terjadi ledakan.

7
3. GPPS Jemaat Sawahan
Menurut Kepala Rumah Tangga Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Suhendro, peristiwa
terjadi saat suatu mobil merangsek masuk ke halaman gereja dan kemudian melemparkan
sebuah bom. Dalam keterangan yang berbeda, Kepala Kepolisian Resor Kota Besar
(Kapolrestabes) Surabaya, Kombes Pol Rudi Setiawan menyebutkan bahwa bom di GPPS
Jemaat Sawahan merupakan bom mobil. Diketahui bahwa bom dibawa menggunakan mobil
Avanza menerobos masuk dengan kecepatan tinggi, menabrak pintu, merangsek ke teras dan
lobi gereja kemudian meledak dan membakar gereja.

4. Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo

Pada malam pada hari yang sama pada pukul 20:00 WIB, terjadi ledakan di sebuah
Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Wonocolo, kawasan Sepanjang, Sidoarjo, Jawa
Timur. Ledakan tersebut terjadi pada Blok B di lantai 5 dan terdengar hingga lima kali dan
dikonfirmasi merupakan sebuah ledakan bom rakitan yang dibuat oleh penghuni rusunawa.
Setelah ledakan pertama, polisi langsung mendatangi tempat kejadian dan menemukan Anton
Febrianto sedang memegang alat pemicu bom. Dalam insiden ini setidaknya tiga orang tewas,
dua di antaranya tewas akibat ledakan bom, yakni istri Anton, Puspitasari, beserta anak
tertuanya, Hilta Aulia Rahman, serta Anton yang tewas tertembak polisi akibat perlawanan.
Tiga anak lainnya terluka dibawa ke Rumah Sakit Siti Kodijah.

Kapolri Tito Karnavian telah menkonfirmasi kepada salah seorang anak pelaku yang
selamat bahwa ledakan yang terjadi di Rusunawa Wonocolo adalah sebuah kecelakaan saat
perakitan bom.

5. Polrestabes Surabaya

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung menyatakan bahwa
pada Senin, 14 Mei 2018 pukul 08:50 WIB, sebuah ledakan terdengar di depan Polrestabes
Surabaya. Berdasarkan rekaman CCTV, ledakan terjadi di pintu gerbang Polrestabes
Surabaya ketika sebuah mobil mini-bus dan dua buah sepeda motor akan diperiksa petugas.
Ledakan berasal dari sepeda motor bernomor polisi L 6629 NN dan L 3559 G yang
setidaknya membuat empat pelaku tewas dan sepuluh warga dan polisi terluka. Petugas polisi
juga menyelamatkan seorang anak perempuan pelaku dari lokasi kejadian.

(Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya)

8
2.4 Terorisme sebagai Bentuk Penyimpangan Sila-sila Pancasila
Pelaku teroris di Indonesia sejatinya tidak mampu memahami nilai-nilai pancasila
secara komprehensif, mereka cenderung mengagungkan ideologinya sendiri dengan cara
menebar teror. Teror atau kekerasan inilah yang menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia
yang sudah semestinya harus dihancurkan dan dimusnahkan dalam masyarakat Indonesia.
Persoalan munculnya terorisme di Indonesia dapat pula disebabkan karena bangsa
Indonesia melupakan nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yang
sesungguhnya mempunyai nilai moral positif sebagai upaya pencegahan terhadap aksi
terorisme. Pancasila tidak pernah diamalkan secara praksis sehingga menumbuh suburkan
terorisme. Kalau bangsa Indonesia ini mampu memahami secara komprehensif nilai-nilai
pancasila, maka tidak mungkin tercipta terorisme. Pancasila adalah penyelamat dan
pemersatu bangsa Indonesia.
Karena itu, untuk mengatasi persoalan terorisme di Indonesia dapat dilakukan dengan
jalan mencegah melalui empat pilar kebangsaan, yakni melalu nilai-nilai pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika serta NKRI, UUD 1945. Merebaknya aksi terorisme saat ini karena
manusia Indonesia tidak mau secara bersungguh-sungguh mengamalkan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari.
Bung Karno secara tegas berkata: ” Apabila bangsa Indonesia ini melupakan
Pancasila, tidak melaksanakan dan bahkan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur
berkeping-keping”. Oleh karena itu, manusia Indonesia harus mengimplementasikan seluruh
nilai-nilai pancasila tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila jangan hanya di sebuah wacana saja dan manis di bibir saja, akan tetapi,
nilai-nilai pancasila perlu di ejawantahkan dalam setiap tindakan dan perbuatan manusia
Indonesia. Penanaman dan pemberian pemahaman pancasila menjadi sangat signifikan saat
untuk memerangi aksi terorisme, yang mana mereka telah mengabaikan nilai-nilai pancasila.
Pelaku terorisme saat ini telah menyalahi nilai-nilai pancasila, terutama dalam sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam sila ini, setiap warga negara wajib berketuhanan
Yang Maha Esa, memiliki sikap saling menghormati, toleransi. dan kerjasama antar umat
beragama perlu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai upaya
menjalankan sila pertama dengan tujuan untuk menghindari praktik aksi terorisme dan
kekerasan atas nama agama dengan tujuan menciptakan kerukunan antar umat manusia.
Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan tindak terorisme ini telah menyimpang dari
nilai-nilai pengamalan sila pertama yakni; adanya perusakan tempat ibadah, adanya gerakan

9
radikal kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama, hilangnya rasa toleransi antar umat
beragama, dan adanya fanatisme yang bersifat anarki.
(Referensi : https://rumahsehatkiita.wordpress.com )
Eksistensi manusia harus berdialog dalam hidup bersama melalui nilai-nilai pancasila
yang pada nantinya akan membawa kedamaiaan, ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar
sesama manusia, dengan tujuan agar Tuhan pun mencintai manusia. Jika sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa ini mampu dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegera. Tentunya, aksi terorisme dapat dihindari sejak dini. Pancasila memuat makna
keberagamaan dan kebersamaan yang dapat mencegah aksi terorisme.
Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini menekankan bahwa
setiap warga negara harus selalu menghargai harkat dan martabat orang lain, tidak boleh
berbuat tercela menghina atau bahkan melakukan ancaman atau teror. Harkat dan martabat
manusia harus dijunjung dengan cara yang adil dan beradab. Pengakuan atas harkat dan
martabat kemanusiaan yakni kedudukan dan derajat yang sama. Saling mencintai sesama
manusia.
Sila ketiga, upaya merajut rasa kebangsaan dan cara mengatasi persoalan terorisme
harus dipererat kembali dengan mengimplementasikan sila ketiga atas pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga aksi terorisme dapat diatasi dengan
menggunakan pemahaman atas sila ketiga, yakni mengedepankan rasa kebangsaan bersama
untuk persatuan dan kesatuan di antara warga negara Indonesia.
Dengan demikian, di tengah merebaknya tindakan terorisme dan radikalisme,
pemerintah dan kepolisian harus bisa mencegah pelaku bom bunuh diri. Karena itu, pada saat
ini bangsa Indonesia harus banyak melakukan banyak sosialisasi serta penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai pancasila, menumbuhkan nilai-nilai rasa kebangsaan dan rasa
kewarganegaraan Indonesa harus dijadikan sebagai jalan memutus mata rantai aksi terorisme.
(Sumber : https://jateng.tribunnews.com)
2.5 Upaya dalam mengatasi tindak Terorisme di Indonesia
1. Upaya dari pemerintah
Indonesia senantiasa berkomitmen dalam upaya penanggulangan terorisme,
termasuk diantaranya upaya penanggulangan terorisme di bawah kerangka PBB.
Dalam kaitan ini, Indonesia berperan aktif dalam melakukan kerja sama dengan
United Nations Counter Terrorism Implementation Task Force (CTITF), Terrorism
Prevention Branch-United Nation Office for Drugs and Crime (TPB-UNODC), dan
United Nations Counter-Terrorism Executive Directorate (UNCTED). Lebih lanjut,

10
Indonesia melakukan upaya untuk mengimplementasikan 4 (empat) pilar United
Nations Global Counter-Terrorism Strategy (UNGCTS).
Pada tahun 2010, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan "Workshop
on the Regional Implementation of the United Nations Global Counter-Terrorism
Strategy in Southeast Asia", bekerja sama dengan UN CTITF. Hasil pertemuan telah
dilaporkan pada pertemuan tingkat menteri International Counter-Terrorism Focal
Points Conference on Addressing Conditions Conducive to the Spread of Terrorism
and Promoting Regional Cooperation di Jenewa pada tahun 2013.
Peran penting Indonesia dalam penanggulangan terorisme internasional telah
diakui oleh PBB dengan terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota dari Dewan
Penasihat UN Counter-Terrorism Center untuk periode 2015-2018.
Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya hukum internasional dalam
penanggulangan terorisme internasional. Dalam kaitan ini, Indonesia telah
meratifikasi 8 (delapan) konvensi internasional terkait penanggulangan terorisme
yang memperkuat kerangka hukum nasional.
Terkait isu Foreign Terrorist Fighters (FTF), Indonesia merupakan co-sponsor
dari Resolusi DK PBB 2178 (2014) yang meminta negara-negara untuk melakukan
berbagai upaya yang diperlukan dalam penanganan isu FTF, termasuk pencegahan
rekrutmen dan fasilitasi keberangkatan para FTF, pengawasan perbatasan, saling tukar
informasi, serta program rehabilitasi dan reintegrasi. Lebih lanjut, Indonesia telah
menyelenggarakan sejumlah regional workshops dan konferensi internasional yang
melibatkan banyak negara untuk saling tukar informasi dan good practices, serta
peluang penguatan kerja sama internasional dalam penanganan isu FTF.
Selain dukungan Indonesia yang berkesinambungan di bawah kerangka PBB,
Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam Global Counter-Terrorism Forum (GCTF),
terutama sebagai co-chairs Southeast Asia Capacity Building Working Group
(SEAWG) bersama Australia untuk periode 2011-2013, dan melanjutkan peran
aktifnya bersama Australia sebagai co-chairs dari Detention and Reintegration
Working Group (DRWG). Pembentukan working group ini digagas oleh Indonesia
dengan tujuan untuk memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan yang
menangani pengelolaan violent extremist offenders di lembaga pemasyarakatan, serta
menjawab kebutuhan untuk saling tukar informasi dan good practices terkait. Dalam
kaitan ini, Indonesia telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Inaugural Meeting
GCTF DRWG di Bali pada tanggal 12-13 Agustus 2014 yang telah mengadopsi work

11
plan DRWG untuk periode 2014-2016. Lebih lanjut, dalam kerangka DRWG,
Indonesia juga telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Workshop on Capacity
Building and Training for the Appropriate Management of Violent Extremist
Offenders di Medan pada tanggal 8-9 April 2015. GCTF DRWG juga bekerja sama
dengan Global Center on Cooperative Security (GCCS) telah menyelenggarakan
Workshop on Education, Life Skill Courses and Vocational Training for Incarcerated
Violent Extremist Offenders di Nairobi, Kenya, pada 7-8 Oktober 2015. Selain itu,
Indonesia dan Australia telah menyelenggarakan pertemuan pleno kedua GCTF
DRWG di Sydney pada tanggal 2-3 November 2015. Pertemuan Pleno Kedua GCTF
DRWG ini telah membahas mengenai pengelolaan lapas dan upaya penguatan
keamanan lapas, program rehabilitasi dan reintegrasi, dan program pengembangan
kapasitas untuk petugas lapas.
Indonesia juga berkontribusi aktif dalam penguatan kapasitas bagi para aparat
penegak hukum yang menangani isu terorisme dan kejahatan lintas negara. Dalam
kaitan ini, Indonesia bekerja sama dengan Australia telah mendirikan Jakarta Centre
for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). Sejak terbentuknya di tahun 2004,
JCLEC telah menyelenggarakan 768 program pelatihan yang melibatkan 18.398
peserta dan 4.385 pelatih dari 70 negara.
Indonesia berkomitmen untuk mendukung penanggulangan terorisme,
termasuk dalam penanggulangan pendanaan terorisme. Dalam kaitan ini, Indonesia
berpartisipasi aktif sebagai anggota Asia Pacific Group on Money Laundering (APG-
ML), serta anggota dari Steering Group mewakili negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Selain itu, atas peran aktif diplomasi Indonesia, pada Sidang Pleno FATF
yang dilaksanakan di Brisbane, Australia, 21-26 Juni 2015, Indonesia telah
dikeluarkan secara keseluruhan dari daftar "negara yang memiliki kelemahan strategis
dalam rezim anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme" atau dari
proses review International Cooperation Review Group (ICRG) FATF. Lebih lanjut,
Indonesia melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah
menandatangani Nota Kesepahaman dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari 48
negara untuk memperkuat rezim penanganan pencucian uang dan pendanaan
terorisme.
Pada tingkat nasional, Indonesia memiliki strategi komprehensif dalam
penanggulangan terorisme yang mengkombinasikan hard dan soft approach. Dalam
kaitannya dengan hard approach, Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang

12
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penanggulangan Terorisme dan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme. Lebih lanjut, dalam rangka penguatan upaya penanggulangan
pendanaan terorisme, Indonesia juga telah mengesahkan Peraturan Bersama tentang
Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris dan Pemblokiran secara Serta Merta atas Dana Milik Orang atau
Korporasi yang Tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.
Indonesia juga mendukung upaya pencegahan dengan diantaranya
mengimplementasikan Resolusi DK PBB 1267 (1999) dan 1988 (2011) yang selaras
dengan hukum nasional Indonesia terkait penanggulangan pendanaan terorisme. Atas
dasar itu, Indonesia telah memiliki Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris
berdasarkan Daftar Sanksi Al-Qaeda dan Daftar Taliban untuk proses pembekuan
aset.
Dalam kaitannya dengan soft approach, Indonesia melakukan program
deradikalisasi dan kontra-radikalisasi. Dalam kaitan ini, Indonesia melalui Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme telah meluncurkan Blueprint Deradikalisasi serta
mendirikan Pusat Deradikalisasi bagi narapidana teroris. Mengacu pada dokumen
Blueprint, program deradikalisasi mencakup rehabilitasi, reintegrasi, dan reedukasi
bagi narapidana teroris dengan memberdayakan para tokoh agama serta psikolog
untuk memberikan counter-narratives. (Sumber: Direktorat KIPS Kementerian Luar
Negeri)
2. Upaya dari dalam diri sendiri
1. Menggunakan media sosial dengan bijak
Tingginya tingkat penggunaan internet saat ini dimanfaatkan para pelaku teror
untuk menyebarkan konten kebencian, benih ketakutan, dan hoaks. Maka dari itu,
kita harus bisa menjadi pengguna media sosial yang bijak dan tidak mudah
terprovokasi.
Kita harus selalu memeriksa kredibilitas informasi yang kita baca dengan merujuk
pada media berita nasional. Jangan terlalu gampang meneruskan video dan foto-
foto yang dibagikan di chat group jika belum terkonfirmasi kebenarannya.
2. Memperluas pergaulan dengan orang yang berbeda latar belakang
Kita harus mencoba untuk menginisiasi pertemanan dengan orang-orang di
luar inner circle kita. Jumlah teman tak harus banyak, yang perlu adalah

13
keragaman latar belakangnya. Ini akan membuat kita menjadi pribadi yang tidak
cepat menaruh curiga dan melekatkan stigma.
Jika kita selalu bergaul dengan teman seagama, sesuku, atau sedaerah,
sesungguhnya kita sendiri yang kehilangan kesempatan untuk mencicipi keunikan,
keindahan, dan kekayaan perspektif lain.
3. Terlibat dalam gerakan dan kampanye perdamaian
Pemerintah beserta sejumlah organisasi dan komunitas sebenarnya sudah
berupaya mengampanyekan pesan perdamaian dan toleransi dengan berbagai cara.
Maka dari itu kita juga harus andil dalam mengikuti acara dialog publik dan aksi
solidaritas yang mereka adakan. Meski mungkin kita tak mendalami isu ini
sebelumnya, nantinya kita akan belajar hal baru dari data-data yang dihasilkan di
forum semacam ini.
4. Mempelajari pengetahuan agama secara kritis dan proaktif
Setiap ajaran agama mengandung nilai-nilai kebajikan dan kearifan. Khusus
dalam konteks NKRI, falsafah Pancasila telah dirancang oleh para founding
fathers untuk mengakomodir keberagaman keyakinan kita semua.
Akan jadi kontradiktif jika kemudian ada pemuka agama yang menyerukan pesan
untuk membunuh orang lain. Bukan hanya bertentangan dengan Pancasila, namun
pengajaran itu mengkhianati hak asasi kita yang paling mendasar dan universal.
Jika ada hal-hal yang membingungkan dari pengajaran agama yang kita terima,
jangan ragu untuk bertanya agar tidak salah paham. Diskusikan juga keimanan
kita secara terbuka dengan anggota keluarga, komunitas, atau ulama lain. Intinya,
jadilah anak muda yang kritis dan proaktif tiap kali menerima informasi.
5. Melaporkan tindak tanduk yang mencurigakan
Jangan abaikan gejala sekecil apapun yang mengarah pada tindakan terorisme dan
radikalisme.
Para pelaku teror kerap berpindah-pindah tempat tinggal dan memalsukan
identitas untuk kabur dari penyelidikan. Namun, ada juga dari antara mereka yang
terang-terangan menunjukkan eksistensinya di dunia maya.
(Sumber : www.idntimes.com)

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Terorisme timbul dengan dilatarbelakangi berbagai sebab dan motif.
2. Terorisme bukan merupakan ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama.
Namun terorisme merupakan strategi, instrumen, dan atau alat untuk mencapai
tujuan.
3. Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya berbagai
ancaman dari luar dirasa kurang berhasil. Hal itu dikarenakan kurangnya penerapan
nilai-nilai dalam Pancasila.
4. Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu
bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai
dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia, termasuk menjadi filter terhadap
tindak terorisme.

3.2 Saran

1. Sebagai warga negara yang baik kita harus dapat mengamalkan nilai-nilai
Pancasila agar kita tidak mudah dipecah-belah

2. Masyarakat seharusnya dapat membina persatuan dan kesatuan diantara


keberagaman suku, ras, agama, maupun latarbelakang di Indonesia dengan
menerapkan nilai-nilai Pancasila sebagai pemersatu bangsa

3. Pemerintah dan masyarakat sekiranya dapat saling bahu-membahu dalam


memberantas tindak terorisme di Indonesia

15
DAFTAR PUSTAKA

Serangan 11 September 2001. (2019). Diambil 1 Desember 2019 dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Serangan_11_September_2001
Aldin, Ihwan. Terorisme di Indonesia. (2014). Diambil 26 November 2019 dari
https://www.academia.edu/12482655/Makalah_terorisme_di_indonesia
Apa Sih Makna Teror itu ?. (2016) Diambil 20 November 2019 dari
https://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/16/11/21/ogz6av385-
apa-sih-makna-teror-itu
Terorisme. (2019). Diambil 1 Desember 2019 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme
Damarjati, Danu. Terorisme Terlaknat 2018: Bom Sekeluarga Mengguncang Surabaya. (2018).
Diambil 1 Desember 2019 dari https://news.detik.com/berita/d-4358370/terorisme-
terlaknat-2018-bom-sekeluarga-mengguncang-surabaya
Pengeboman Surabaya. (2018). Diambil 19 November 2019 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya
Terorisme dan Nilai Pancasila. (2018). Diambil 25 November 2019 dari
https://jateng.tribunnews.com/2018/05/14/terorisme-dan-nilai-pancasila
Lidya, Ruth. Hey Pemuda ! 6 Ini Cara Ini Bisa Mencegah Aksi Terorisme Lho. (2018).
Diambil 25 November 2019 dari https://www.idntimes.com/life/inspiration/ruth-lidya-
panggabean/cara-mencegah-aksi-terorisme-c1c2/full
Prilaku Yang Bertentangan dengan Sila-sila Pancasila. (2011). Diambil 27 November 2019
dari https://rumahsehatkiita.wordpress.com/2011/12/09/prilaku-yang-bertentangan-
dengan-nilai-nilai-pancasila/
Mengenang Tragedi 9/11 dan 5 Hal yang Jadi Pelajaran. (2019). Diambil 27 November 2019
dari https://www.liputan6.com/global/read/4060075/mengenang-tragedi-911-dan-5-
hal-yang-jadi-pelajaran
Teror Bom Surabaya Mewarnai Peristiwa Selama 2018. (2018). Diambil 25 November 2019
dari https://beritagar.id/artikel/berita/teror-bom-surabaya-mewarnai-peristiwa-
selama-2018
Indonesia dan Upaya Penanggulangan Terorisme. (2019). Diambil 24 November 2019 dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-
penanggulangan-terorisme
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teror.
Diakses 20 November 2019
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/terorisme.
Diakses 20 November 2019
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teroris.
Diakses 20 November 2019

16

Anda mungkin juga menyukai