Anda di halaman 1dari 9

Penanggulangan Terorisme Di Indonesia Tahun Pada Tahun 2010

Hendra Maulana Saragih, S.IP, M.Si*

*Dosen Tetap Universitas Nasional


saragihmaulana@gmail.com

ABSTRAK

Rangkaian tindakan terorisme di Indonesia telah menelan banyak korban jiwa dan harta serta
menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Mengungkap dan mendeteksi secara dini
setiap aksi terorisme adalah sebuah keniscayaan. Upaya memberantas terorisme haruslah
dilandasi oleh kepentingan bersama dan pemikiran secara objektif dan seksama. Ini penting
sebab bila upaya pemberantasan terorisme dilakukan secara serampangan, dengan
memberikan label teroris pada kelompok masyarakat tertentu, justeru merupakan aksi
terorisme itu tersendiri. Pencegahan dan penanggulangan terorisme membutuhkan suatu
kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk
pemerintah juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan
melibatkan masyarakat penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau
kegiatan terorisme dapat dengan mudah diatasi dengan segera.

Kata Kunci: Penanggulangan, Terorisme, Indonesia

PENDAHULUAN

Terorisme dewasa ini menjadi isu global maupun berita yang sangat krusial yang terjadi di
lapisan masyarakat Indonesia, dan seolah menjadi ancaman yang serius bagi republik tercinta
ini yaitu Indonesia. Dengan fakta kemajemukan religi dan budaya, kondisi geografis
kepulauan, dan sistem pemerintahan yang ada sekarang, sebenarnya bangsa Indonesia berada
dalam ancaman-ancaman terorisme yang luar biasa, baik dari dalam maupun dari luar.
Indonesia memiliki potensi terorisme yang sangat besar dan perlu langkah antisipasi yang
ekstra cermat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang kadang tidak dipahami oleh orang
tertentu cukup dijadikan alasan untuk melakukan teror.
Beberapa potensi terorisme di Indonesia dilakukan oleh negara lain di daerah perbatasan
Indonesia. Beberapa kali negara lain melakukan pelanggaran masuk ke wilayah Indonesia
dengan menggunakan alat-alat perang sebenarnya adalah bentuk terorisme. Lebih berbahaya
lagi seandainya negara di tetangga sebelah melakukan terorisme dengan memanfaatkan
warga Indonesia yang tinggal di perbatasan dan kurang diperhatikan oleh negera.
Nasionalisme yang kurang dan tuntutan kebutuhan ekonomi bisa dengan mudah orang diatur
untuk melakukan teror. Terorisme yang dilakukan oleh warga negara yang tidak puas atas
kebijakan negara. Misalnya bentuk-bentuk teror di Papua yang dilakukan oleh OPM.
Tuntutan merdeka mereka ditarbelakangi keinginan untuk mengelola wilayah sendiri tanpa
campur tangan pemerintah. Perhatian pemerintah yang dianggap kurang menjadi alasan
bahwa kemerdekaan harus mereka capai demi kesejahteraan masyarakat. Terorisme jenis ini
juga berbahaya, dan secara khusus teror dilakukan kepada aparat keamanan.
Lebih lanjut Terorisme yang dilakukan oleh organisasi dengan dogma dan ideologi tertentu.
Pemikiran sempit dan pendek bahwa ideologi dan dogma yang berbeda perlu ditumpas
menjadi latar belakang terorisme. Bom bunuh diri, atau aksi kekerasan yang terjadi di Jakarta
sudah membuktikan bahwa ideologi dapat dipertentangkan secara brutal. Pelaku terorisme ini
biasanya menjadikan orang asing dan pemeluk agama lain sebagai sasaran. Terorisme yang
dilakukan oleh kaum kapitalis ketika memaksakan bentuk atau pola bisnis dan investasi
kepada masyarakat. Contoh nyata adalah pembebasan lahan masyarakat yang digunakan
untuk perkebunan atau pertambangan tidak jarang dilakukan dengan cara yang tidak elegan.
Terorisme bentuk ini tidak selamanya dengan kekerasan tetapi kadang dengan bentuk teror
sosial, misalnya dengan pembatasan akses masyarakat.
Teakhir teror yang dilakukan oleh masyarakat kepada dunia usaha, beberapa demonstrasi
oleh masyarakat yang ditunggangi oleh provokator terjadi secara anarkis dan menimbulkan
kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Terlepas dari siapa yang salah, tetapi budaya
kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat adalah suatu bentuk teror yang mereka pelajari
dari kejadian-kejadian yang sudah terjadi (Riyanta, 2009).
Selama 10 tahun terakhir,terhitung sejak tahun 2000 telingan masyarakat Indonesia sudah
akrab dengan sebuah tindakan tindakan terorisme khususnya bom yang meledak di sejumlah
titik rawan di republik kita ini. Berikut adalah serangkaian bom yang berhasil meresahkan
masyarakat, Berikut daftar serangkaian aksi teror di Indonesia. Menyadari sedemikian
besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak terorisme, serta dampak yang
dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari ragedi Bali, dan peristiwa
peristiwa yang lainnya, merupakan kewajiban pemerintah untuk secpatnya mengusut tuntas
tindak pidana terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa
tersebut.
Terhitung dari tahun 2000 bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia sudah akrab dengan aksi
aksi kekerasan seperti terorisme, yang salah satunya adalah serangkaian peledakan bom yang
terjadi di sejumlah titik vital republik ini. Kran reformasi yang terbuka lebar meniscayakan
segala bentuk gerakan, termasuk gerakan radikal dan fundamentalis, mengepakkan sayapnya
mencari pengaruh dan beraksi. Lahirlah kemudian beragam aksi teror bom. Dari latar
belakang yang sudah di paparkan diatas dapat diambil sebuah pokok masalah bagaimana
memberikan solusi konkrit penanggulangan tindakan terorisme, yang kerap terjadi di
Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rekam Jejak Terorisme di Indonesia
Diantara penyebabnya adalah adanya gejala enggunaan tindak kekerasan yang tidak sah.
Yang memiliki makna bahwa terorisme, dari perspektif ilmu komunikasi, sesungguhnya
suatu medium atau chanel, tidak ada bedanya dengan chanel pers, orasi ilmiah, musyawarah
atau debat kusir di DPR. Perbedaan hakiki antara terorisme dan bentuk komunikasi lain
terletak pada mode atau cara. Sebagaimana diketahui dalam berkomunikasi, interactant have
to take each other into account. Interaktan dalam proses komunikasi harus saling mendengar,
memperhatikan dan mengakomodasi suara, pendapat dan aspirasi mitra komunikasinya.
Prinsip pokok dalam interaksi sosial dan interaksi politik ini, jelas diabaikan dalam
komunikasi terorisme. Kenapa demikian? Terorisme in one sense, bisa dikatakan komunikasi
politik “the last resort” artinya, karena segala chanel sudah ditempuh dalam proses
komunkasi, sedang aspirasi atau objektif komunikator tidak juga tercapai, maka ditempuhlah
bentuk bentuk komunikasi yang paling primitif, yaitu teror dengan harapan, komunikan akan
menerima aspirasinya.
Maka, tidak pelak untuk dikatakan bahwa orang atau kelompok terpaksa menggunakan
terorisme sebagai bentuk komunikasi politik, karena saluran komunikasi lain dirasakan sudah
tersumbat secara total. Dikatakan unlowful use forse(dalam terorisme), sebab ada instansi di
dalam negara yang memiliki kewenangan menggunakan cara cara kekerasan (force) dalam
menjalankan tugasnya. Polisi misalnya, dibenarkan membubarkan pendemo yang anarkis,
jika aksi aksi demo itu sudah menjurus pada aksi aksi yang sangat membahayakan
keselamatan orang banyak. Pembubaran itu bisa dilakukan dengan semprotan gas air mata,
peluru karet, bahkan peluru tajam sesuai dengan protab yang sudah berlaku.
Kedua karena adanya koloni koloni yang muncul. Hal tersebut memiliki arti bahwa Definisi
klasik komunikasi Lasswell yang berbunyi “who says what to whom in which channel with
what effect” mengandung kelemahan, antara lain seolah olah sasaran komunikasi itu jelas.
Padahal menurut berlo, sasaran komunikasi bisa intended bisa juga unintended. Target
audience tidak selamanya bisa didefinisikan secara jelas, paling tidak menurut kacamata
orang lain yang secara tidak langsung tidak terlibat proses komunikasi. Mengintimidasi atau
menekan pemerintah, masyarakat atau bagian masyarakat.Ketiga adanya ambisi untuk
mencapai tujuan politik dan sosial tertentu, yang berarti bahwa Sebuah negara didirikan
untuk mewujudkan cita cita bersama rakyatnya. Untuk itu dibentuklah pemerintahan yang
akan “mengkonversikan” impian menjadi kenyataan. Impian bangsa Indonesia adalah
membangun sebuah masyarakay yang adil dan makmur di Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berteoriti dari sabang sampai meraukeberdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945.
Permasalahan teror di Indonesia mencuat ke permukaan seiring dengan derap reformasi yang
membawa berbagai akibat dan ekses negatif dalam sendi sendi kehidupan masyarakat.
Konflik horizontal maupun vertikal mulai bermunculan bernafaskan politik dari kelompok
kelompok tertentu. Dalam kondisi sedang maraknya konflik politik dan konflik horizontal,
kelompok kelompok tertentu rupanya memanfaatkan situasi untuk “mengail di air yang
keruh” dengan melancarkan berbagai aksi teror seperti peledakan bom, penculikan,
pembunuhan, ancaman ancaman melalui pesawat telephon dan lain lain. Dari Agustus 2000
hingga September 2010 tercatat sedikitnya 26 peristiwa teror besar yang menelan korban
jiwa. Dari peledakan rumah kedutaan besar Filiphina di wilayah menteng, Jakarta Pusat
sampai dengan penembakan warga sipil di aceh pada Januari 2010 dan perampokan Bank
CIMB niaga september 2010.Teror di Indonesia berlangsung seperti badai, bergerak tanpa
wujud memporak porandakan keadaan. Teror berupa perusakan, pembakaran, peledakan bom
disejumlah tempat bisa dirasakan, tetapi sulit mengungkap aktor intelektualnya (Manullang,
2005).

Sebab-Sebab Timbulnya Terorisme


Terorisme tentu bukan sesuatu yang muncul dari ruang hampa. Dia memerlukan kultur
tertentu untuk tumbuh. Latar belakang atau motif penyebab terorisme di Indonesia dapat
bersumber dari berbagai hal antara lain :
1. Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik
terorisme. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam: kemiskinan natural dan
kemiskinan struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang “miskin dari sononya”. Orang
yang tinggal di tanah subur akan cenderung lebih makmur dibanding yang berdiam di
lahan tandus. Sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat. Ini terjadi
ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan rakyatnya.
Jenis kemiskinan kedua punya potensi lebih tinggi bagi munculnya terorisme.
2. Pelanggaran harkat kemanusiaan
Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam
masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena
warna kulit, agama, atau lainnya.Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar
mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini
lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror (Politikana, 2011).
3. Ekstrimisme Ideologi Keagamaan
Motivasi teroris ini didasarkan pada sikap radikalisme agama yaitu membangun
komunitas eksklusif sebagai modal dan identitas kelompok vis a vis dunia sekitarnya yang
dianggap dekaden, sebuah dunia ibls yang harus dimusnahkan. Mereka menyakini dirinya
paling benar dan paling dekat dengan ambang pintu Tuhan. Berperang melawan yang
dianggap tidak baik adalah kewajiban. Sedangkan kematian adalah take off menuju rumah
primordial, rumah surgawi. Yang merebak sekarang ini adalah salah penafsiran atas
ayat-ayat Quran yang sedemikian lama mengakar dalam beberapa gelintir umat.
Kesalahan itu tidak kunjung diperbaiki hingga waktu yang lama hingga menimbulkan
suatu doktrin yang mengakar kuat dan dianggap sebagai ajaran yang benar oleh orang
yang menganutnya. Celakanya doktrin ini selama bertahun-tahun telah disebarkan oleh
ulama-ulama yang sangat berpengaruh yang jumlahnya tidak sedikit. Sikap radikalisme
seperti inilah yang setiap saat bisa melahirkan bencana sosial politik.
4. Nasionalisme kesukuan yang mengarah pada separatisme
Kelompok kelompok seperti ini melakukan aksi teror dengan tujuan memperoleh
kemerdekaan politik. Hal ini terutama didorong oleh keinginan untuk mendapatkan
otonomi yang lebih luasatau keinginan untuk mendapatkan porsi sumber daya yang lebih
besar yang lebih di wilayah yang bersangkutan. Pemicu teror karena derah merasa
diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat, sehingga menimbulkan ketimpangan
ekonomidan sosial. Dalam motif ini, sasaran utama teroris umumnya adalah kantor kantor
pemerintah.
5. Lemahnya sistem pertahanan dan keamanan
Peristiwa peledakan bom diberbagai tempat menunjukkan kelemahan pada sistem
keamanan negara. Kelemahan ini muncul sebagai akibat tidak efektifnya pemerintah
membangun sebuah Law enforcement. Mekanisme dan insfrastruktur yang tersedia
selama ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tren global dalam sistem
pertahanan serta keamanan negara. Selain itu konfigurasu politik konfigurasi politik
dalam sistem politik nasional memberi kontribusi bagi penataan sistem keamanan negara
akibat ketegangan dan konflik kepentingan antara faksi faksi politik dan pemerintah di
tingkat elite negara. Karena itu untuk memulihkan kondisi keamanan dan mengembalikan
kepercayaan mesyarakat, pemerintah harus mengakhiri konflik konflik di dalam tubuhnya
sendiri, sehingga dapat bekerja secara profesional sesuai mandat rakyat.
6. Kelompok kepentingan tertentu yang ingin menimbulkan kekacauan
Kelompok ini cenderung melakukan aksi teror demi kepentingan tertentu, baik dibidang
politik, ekonomi dan sosial. Tujuannya adalah melindungi kepentingan tertentu seperti
untuk menutupi proses hukum atas kejahatan atau pelanggaran yang telah dilakukan
dimasa lalu, atau sebagai bergaining untuk mendapatkan posisi tertentu di bidang politik,
ekonomi dan sosial. Ketidak stabilitasan situasi politik yang kecenderungannya akan terus
berlanjut. Krisis ekonomi, perkembangan teknologi terutama dibidang informasi dan
komunikasi. Kemajuan teknologi cyber terbukti menjadi salah satu faktor terpenting
dalam menjalin kordinasi antar kelompok gerakan teroris. Ini dimanfaatkan sebagai alat
untuk mengadakan rekruitment anggota kelompok teroris menjadi semakin mudah
dilakukan dan relatif sulit dilacak, sementara gerakan teroris dan penyebarannya menjadi
semakin intensif. Dilain pihak kemampuan pemerintah dalam membiayai upaya
pemberantasan terorisme sangat terbatas (manullag, 2005).

Penanggulangan Terorisme di Indonesia


Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain dengan membangun jati diri bangsa. Langkah
tersebut menurut bapennas (2011) adalah sebagai berikut:
1. Melanjutkan kegiatan penanggulangan dan pencegahan terorisme, terutama secara
preventif dengan dukungan upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan
proaktif dalam menangani aktivitas pengungkapan jaringan terorisme
2. Meningkatkan kerjasama intelijen, baik antarinstansi yang memiliki unit intelijen di
dalam negeri maupun bekerja sama dengan jaringan intelijen internasional melalui tukar
menukar informasi dan bantuan lainnya
3. Terus mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, terutama melalui
peningkatan upaya penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di
bandara, pelabuhan laut, wilayah perbatasan termasuk pula lalu lintas aliran dana
domestik
4. Meningkatkan upaya penertiban dan pengawasan terhadap tata niaga dan penggunaan
bahan peledak, bahan kimia, senjata api, amunisi di lingkungan Tentara Nasional
Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), instansi pemerintah lainnya, dan
masyarakat
5. Melanjutkan upaya pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama dalam rangka mengidentifikasi permasalah yang
berkembang di kalangan masyarakat dan menjadikannya target inflitrasi jaringan
terorisme
6. Melanjutkan upaya aktif menyelenggarakan gelar budaya, ceramah mengenai wawasan
kebangsaan, dan penyebaran buku-buku terorisme dalam rangka mengubah persepsi
negatif masyarakat terhadap langkah-langkah penggalangan memerangi terorisme.
7. Meningkatkan upaya pengidentifikasian secara akurat akar permasalahan aksi terorisme
di Indonesia dengan melibatkan kalangan akademisi untuk meneliti dengan metode ilmiah
dan mencarikan alternatif solusi permasalahan terorisme yang kompleks
8. Melanjutkan upaya pemberdayaan seluruh potensi masyarakat untuk mempersempit
ruang gerak jaringan terorisme dalam berkonsolidasi dan berfungsi sebagai sistem
peringatan dini sosial terhadap potensi terorisme
9. Melanjutkan upaya pengamanan tempat keramaian umum, sarana ibadah, dan objek
lainnya yang diperkirakan rawan terhadap aksi terorisme dengan melibatkan anggota
masyarakat
10. Melanjutkan upaya pembangunan bertahap pusat analisis sinyal komunikasi sebagai
prasyarat intelijen komunikasi yang salah satu fungsinya membantu upaya peringatan dini
perkembangan jaringan dan rencana aksi jaringan terorisme
11. Meningkatkan gelar peralatan sandi sebagai sistem proteksi komunikasi terhadap
ancaman keamanan nasional termasuk terorisme, terutama pada jaringan mobile sandi
VVIP, jaring komunikasi sandi di sepuluh instansi serta dua puluh lima kantor perwakilan
luar negeri
12. Meningkatkan kerja sama penanggulangan terorisme dengan unsur TNI, khususnya untuk
tugas bantuan taktis penindakan sehingga kapasitas kemampuan yang ada dapat
dimanfaatkan secara optimal dalam kerangka prinsip penegakan hukum yang
professional.
13. Melanjutkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuan satuan antiteror yang
telah ada yaitu Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Polri, Detasemen 88
Antiteror yang terdapat di kepolisian daerah, Detasemen 81 Kopassus, Denjaka Korps-
Marinir, dan Den Bravo Kopaskhas untuk meningkatkan kesiapan penindakan cepat
setiap peristiwa.
Kedua dengan merevitalisasi kurikulum pendidikan yang terintegrasi pada penanggulangan
anti terorisme, hal tersebut memiliki makna bahwa Dalam membrantas embrio terorisme,
A.M Fatwa berpendapat:“lebih baik menggalakkan pendidikan islam yang benar dan
proporsional. A.M Fatwa setuju rencana mengaktifkan para da’i yang paham betul tentang
islam, yang berarti mereka bersikap moderat. Yang perlu dikedepankan adalah Departemen
agama dan Departemen Pendidikan, MUI serta kalangan pesantren, agar melakukan kegiatan
yang terintegrasi dan melakukan pemantauan dilapangan” (Fatwa, 2007).
Prof. Dr. Yahya Muhaimin dalam Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa, mengatakan: ”Indonesia dikenal memiliki karakter kuat sebelum zaman
kemerdekaan, tatkala mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Sekarang,
karakter masyarakat Indonesia tidak sekuat pada masa lalu, sangat rapuh. Pemimpin saat ini
juga tidak menjaga pembangunan karakter dan budaya bangsa.” (Kompas.com, 15/01/2010).
Pendidikan merupakan alat utama yang berfungsi untuk membentuk dan membangun
karakter bangsa. Saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multi dimensi, sesuai
fungsinya maka pendidikan merupakan objek yang harus ditinjau kembali. Karena rapuhnya
karakter suatu bangsa, pastilah diawali dan disebabkan oleh rapuhnya pendidikan karakter di
bangku-bangku akademik.
Jika menyaksikan berita-berita di media nasional, baik cetak maupun elektronik, kita bisa
menyimpulkan bahwa kenyataan yang sedang dihadapi bangsa ini adalah krisis moral yang
sangat memprihatinkan. Fenomena seperti kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, kerusuhan,
eksploitasi, merupakan sajian 'biasa' di media-media tersebut yang bisa kita saksikan setiap
hari. Bahkan sudah jamak diketahui, beberapa televisi menyajikannya secara khusus, sebut
saja misalnya Buser (SCTV), Sergap (RCTI), Silet (TRANS TV), Patroli (Indosiar), dan lain-
lain.Pertanyaan yang muncul setelah menyaksikan fenomena di atas adalah, "Bukankan
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berpendidikan, bangsa yang beradab yang
dibangun di atas nilai-nilai ketuhanan?", "Bagaimanakah sistem pendidikan yang selama ini
berjalan di negara ini sehingga harus melahirkan fakta yang begitu sangat mengiris hati?",
"Adakah yang salah dengan sistem pendidikan kita?". Fenomena di atas menjadi potret dari
gagalnya transformasi pendidikan khususnya dalam membentuk nilai-nilai karakter kepada
peserata didik dalam sistem pendidikan nasional kita. Berangkat dari fakta tersebut, pada
tulisan sederhana ini, penulis ingin memberikan potret tentang wajah pendidikan nasional
Indonesia, latar belakang persoalan dan beberapa sisi-sisi kelemahannya.
Integralisasi Pendidikan Fazlur Rahman dalam bukunya Islam and Modernity,
Transformation of an Intellectual Tradition yang semula berjudul Education and Modernity,
memberikan tawaran yang apik tentang integralisasi pendidikan. Meskipun tawaran konsep
tersebut diajukan untuk konsep pendidikan Islam, namun sangat tidak menutup kemungkinan
gagasan apik Fazlur Rahman ini diterapkan pada skala umum dalam upaya menggagas
pendidikan yang berkarakter. Lebih lanjut Fazlur Rahman menggunakan isitilah ‘dualisme’
sebagai bentuk identifikasi permasalahan. Dualisme menurutnya adalah penggabungan model
atau corak pendidikan modern umumatausekuler (modern basicvalue) dengan tradisional
(heritagebasicvelue), atau dalam istilah Arab dikenal dengan istilah turâts.
Prof. Sutrisno dalam disertasinya yang berjudul "Pendidikan Islam yang Menghidupkan;
Studi Kritis Terhadap Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman", menerangkan pandangan
Fazlur Rahman yang menyatakan bahwa dalam rangka mengatasi problem umat harus
dilakukan langkah-langkah 1) identifikasi terhadap pendidikan, 2) menemukan problem
pendidikan, 3) mencari rujukan pada Quran dan Sunnah, 4) memberikan alternatif solusi
terhadap problem tersebut. Dalam identifikasi pendidikan ditemukan bahwa problem utama
pendidikan adalah ideologis, yaitu kegagalan umat untuk mengaitkan kepentingan ilmu dan
pendidikan dengan ideologi mereka. Hal ini menyebabkan peserta didik (umat pada
umumnya) tidak termotivasi untuk belajar serius dalam mengembangkan ilmu. Solusinya
adalah peserta didik agar menuntut dan mengembangkan ilmu dengan melakukan observasi,
analisis, dan eksperimen yang bisa mengaitkan antara perkembangan ilmu dan ajaran
agamanya.
Melihat kondisi bangsa yang kian terpuruk dengan berbagai fenomena-fenomena moral yang
terjadi, sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk merevitalisasi pola pendidikan yang
berorientasi pada penanaman dan pengembangan karakter sebagaimana disebutkan dalam
undang-undang. Dengan harapan, pelaksanaan revitalisasi pendidikan mampu melahirkan
sumber daya manusia tangguh secara moral dan intelektual, sehingga pada akhirnya
Indonesia dapat terus berdiri tegak sebagai bangsa bermartabat dan adi luhung di dunia
Internasional.
Ketiga dengan mendefinisikan ulang makna jihad dan terorisme bagi kaum muda Indonesia,
yang memiliki arti bahwa istilah jihad merupakan salah satu konsep islam yang paling sering
disalah pahami, khususnya dikalangan para ahli dan dan pengamat barat. Ketika istilah ini
disebut, maka citra yang muncul dikalangan barat adalah para laskar muslim yang menyerbu
ke berbagai wilayah di timur tengah, memaksa orang orang non-muslim (kafir) memeluk
islam. Begitu melekatnya citra ini,sehingga fakta dan argumen apapun yang dikemukakan
pihak muslim, sulit diterima banyak bagian masyarakat barat (Sabirin, 2002).
Kita umat islam, sebagai umat mayoritas di negri ini, harus mampu menjadi tauladan dengan
mewujudkan misi perdamaian yang dibawa oleh islam. Kita harus mampu menghidupkan Al-
Quran dan sunnah Rusulullah SAW dalam tingkah laku kita, sehingga orang lain, termasuk
saudara saudara kita yang berbeda agama, ras, suku, dan keyakinan bisa memahami makna
ajaran islam yang sangat mulia. Selama kita belum mampu mewujudkan misi mulia tersebut,
kita akan terus berada dalam stigma bahwa islam identik dengan kekerasan dan teror yang
mengatasnamakan jihad (Fatwa, 2007).
Berikutnya melalui peningkatan supremasi hukum di Indonesia melalui langkah langkah
sebagai berikut berdasarkan evaluasi dari kinerja pencegahan danpembangunan terorisme
pada periode 2008—20010, langkah-langkah tindak lanjut yang mendesak diperlukan:
1. Melanjutkan kegiatan penanggulangan dan pencegahan terorisme, terutama secara
preventif dengan didukung upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan
proaktif dalam menangani aktivitas pengungkapan jaringan terorisme.
2. Meningkatkan kerja sama intelijen, baik antarinstansi yangmemiliki unit intelijen di
dalam negeri maupun bekerja samadengan jaringan intelijen internasional melalui tukar-
menukar informasi dan bantuan lainnya.
3. Terus mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme,terutama melalui
peningkatan upaya penertiban danpengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di
bandara,pelabuhan laut, wilayah perbatasan, termasuk pula lalu lintasaliran dana domestik
dan antarnegara.
4. Meningkatkan upaya penertiban dan pengawasan terhadap tataniaga dan penggunaan
bahan peledak, bahan kimia, senjataapi, dan amunisi di lingkungan TNI, Polri, instansi
pemerintahlainnya, dan masyarakat.
5. Melanjutkan upaya pengkajian mendalam bekerja samadengan akademisi, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama dalamrangka mengidentifikasi permasalahan yang
berkembang dikalangan masyarakat dan menjadikannya target infiltrasi jaringan
terorisme.
6. Melanjutkan upaya aktif menyelenggarakan gelar budaya,ceramah mengenai wawasan
kebangsaan, dan penyebaranbuku-buku terorisme dalam rangka mengubah persepsi
negatifmasyarakat terhadap langkah-langkah penggalangan terorisme.
7. Meningkatkan upaya pengidentifikasian secara akurat akarpermasalahan aksi terorisme di
Indonesia dengan melibatkankalangan akademisi untuk meneliti dengan metode ilmiah
danmencarikan alternatif solusi permasalahan terorisme yang kompleks.
8. Melanjutkan upaya pemberdayaan seluruh potensi masyarakatuntuk mempersempit ruang
gerak jaringan terorisme dalamberkonsolidasi dan berfungsi sebagai sistem peringatan
dinisosial terhadap potensi terorisme.
9. Melanjutkan upaya pengamanan tempat keramaian umum,sarana ibadah, dan objek
lainnya yang diperkirakan rawanterhadap aksi terorisme dengan melibatkan anggota
masyarakat.
10. Melanjutkan upaya pembangunan bertahap pusat analisissinyal komunikasi sebagai
prasyarat intelijen komunikasi yangsalah satu fungsinya membantu upaya peringatan
diniperkembangan jaringan dan rencana aksi jaringan terorisme.
11. Meningkatkan gelar peralatan sandi sebagai sistem proteksikomunikasi terhadap ancaman
keamanan nasional termasukterorisme, terutama pada jaringan mobile sandi VVIP,
jaringkomunikasi sandi di sepuluh instansi serta dua puluh lima kantor perwakilan luar
negeri.
12. Meningkatkan kerja sama penanggulangan terorisme denganunsur TNI, khususnya untuk
tugas bantuan taktis penindakansehingga kapasitas kemampuan yang ada dapat
dimanfaatkansecara optimal dalam kerangak prinsip penegakan hukum yang profesional.
13. Melanjutkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuansatuan antiteror yang telah
ada yaitu Detasemen Khusus 88antiteror Markas Besar Polri, Detasemen 88 Antiteror
yangterdapat di kepolisian daerah, Detasemen 81 Kopassus,Denjaka Korps-Marinir, dan
Den Bravo Kopaskhas untukmeningkatkan kesiapan penindakan cepat setiap peristiwa.
Kebutuhan peningkatan kinerja pemerintah dalam bidang pencegahan dan penanggulangan
terorisme tersebut akan difokuskan pada pelakanaan tiga program pokok, yaitu program
pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara, program
pengembangan pengamanan rahasia negara, serta program pemantapan keamanan dalam
negeri. Program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan
negara dilaksanakan oleh Badan Intelijen Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu (1)
operasi intelijen dan operasi intelijen strategis di dalam dan luar negeri; (2) peningkatan
kualitas dan kuantitas pelaksanaan operasi kontraintelijen; (3) peningkatan operasi intelijen
strategis penanggulangan kejahatan transnasional dan uang palsu atau kertas berharga; (4)
peningkatan kegiatan dan operasi penanggulangan keamanan dan ketertiban; (5) peningkatan
pencarian, penangkapan, dan pemrosesan tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; (6)
operasi dan koordinasi dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban,
menanggulangi kriminalitas, mencegah dan menanggulangi terorisme; (7) peningkatan kerja
sama bilateral dalam rangka pengungkapan jaringan terorisme internasional; dan kerja sama
kawasan dan regional dalam penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme; (8) pengkajian
analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk
intelijen; (9) peningkatan sarana dan prasarana intelijen pusat dan daerah; (10) pengadaan
peralatan intelijen; dan (11) pengembangan sistem informasi intelijen (SII), pengadaan
intelligence device, peralatan komunikasi, kendaraan operasional, dan pembangunan jaringan
komunikasi pusat dan daerah guna menunjang kelancaran arus informasi intelijen secara
cepat, tepat, dan aman (Bappenas, 2011).
Adapun cara yang terakhir melalui improfisasi pemerintah dalam peningkatan kesejahtraan,
yang berarti bahwa Terorisme sama seperti paham Komunisme, takkan mendapat tempat
dihati rakyat, manakala rakyat menikmati kesejahteraan dan keadilan to certain extend. Jadi
kunci utamanya adalah keberhasilan pembangunan ekonomi. Makin kuat ketahanan ekonomi
suatu bangsa, maka makin kuat daya tangkal bangsa itu terhadap aksi teror. Masyarakat yang
affluent takkan mudah termakan oleh segala macam bentuk propaganda murahan. Bahkan
mereka cenderung akan menertawakan ide ide ekstrim atau irasional yang dijual oleh
kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah. Termasuk dalam pengertian “ketahanan
ekonomi” adalah kualitas SDM yang memadai. Bagaimana kita dapat mengharapkan rakyat
tidak tergoda oleh bujuk rayu kelompok ekstrim jika mayoritas rakyat kita hanya mengenyam
pendidikan tingkat sekolah dasar? Bagaimana legitimasi pemerintah bisa berwibawa jika 40%
angkatan kerja kini menganggur? Bagaimana kita dapat mengharapkan calon calon pemimpin
yang handal jika diperkirakan 53% mahasiswa Indonesia kini sudah menjadi konsumen
narkoba? Jelas ketidakpuasan adalah benih subur bagi emotional arousing communication,
termasuk terrisme. Masalahnya ekonomi dan politik adalah sisi yang berbeda dari mata uang
yang sama. Bagaimana pembangunan ekonomi bisa diimplementasikan dengan baik jika
dirongrong oleh gonjang ganjing politik. Serta gonjang ganjing politik memang menjadi
fenomena sehari hari di negara negara dunia ketiga (Sabirin, 2002).

KESIMPULAN

Terorisme tidak identik dengan agama atau bangsa. Siapa pun bisa menjadi teroris. Siapa pun
pelakunya, apa pun bentuk tindakannya, kegiatan terorisme hanya menghadirkan kerugian
pada masyarakat. Terorisme sepanjang sejarah manusia menjadi momok yang amat
manakutkan. Ini terutama karena terorisme sebagai sebuah gerakan bersenjata senantiasa
menyebabkan banyak korban jiwa dari masyarakat sipil tak berdosa. Karenanya terorisme
senantiasa identik dengan kekerasan dan darah. Pengasosiasian jihad dengan teroris pada
masa kini tak bisa lain disebabkan kenyataan, bahwa jihad dalam pengertian perang
melibatkan elemen elemen kekerasan yang dikategorisasikan sebagai terorisme.

DAFTAR PUSTAKA

Fatwa, AM. 2007, Menghadirkan Moderatisme Melawan Terorisme. Jakarta : Blantika.


Manullang, AC. 2005, Terorisme Dan Perang Intelijen. Jakarta : Manna Zaitun.
Sabirin, Tabrani. 2002, Menggugat Terorisme. Jakarta : CV Karsa Rejeki.
Bappenas, Pencegahan dan penanggulangan Terorisme,(online),
http://www.google.co.id/search?q=peningkatan+supremasi+hukum+mencegah+terori
sme&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a, diakses
pada 9 agustus 2011.
POLITIKANA.COM, 2009, Penyebab Terjadinya Terorisme, (online)
http://jakarta45.wordpress.com/, diakses 30 juni 2011).

Stanislaus Riyanta, Potensi Terorisme Di Indonesia, 2009 (online),


(http://pendakigunung.wordpress.com/2009/08/01/potensi-terorisme-di-indonesia/)
Diakses 29 juli 2011.

Anda mungkin juga menyukai