Abstrak
Serangan teroris yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 di Bali merupakan awal
dimulainya gerakan melawan jaringan terorisme yang diduga kuat memiliki keterkaitan
dengan Al-Qaeda, yaitu Jemaah Islamiyah. Peristiwa pengeboman di Bali pada 2002,
diikuti dengan serangan lanjutan tiga tahun kemudian, menghadapkan Indonesia pada
kenyataan bahwa selain menjadi basis gerakan terorisme, Indonesia juga menjadi korban
dari gerakan tersebut. Pemberantasan terorisme tidak serta-merta berhenti pada upaya
pemutusan rantai terorisme. Demi menghentikan aktivitas teror dan para teroris
sepenuhnya, pemerintah Indonesia mengedepankan penegakan hukum, di mana aparat
hukum, termasuk kepolisian dan kejaksaan, berada pada lini terdepan. Karena itu, bentuk
kebijakan Indonesia lebih kepada strategi countering terrorism, bukan war against
terrorism. Pemutusan rantai terorisme dan sistem peradilan terintegrasi sudah seharusnya
menjadi rangkaian aktivitas penanggulangan terorisme yang melibatkan koordinasi
sejumlah institusi nasional terkait. Hal ini penting untuk menjamin upaya pemberantasan
terorisme dapat secara tuntas meraih dan mengadili sumber terorisme, dan di saat yang
sama mencegah ancaman berulang dari mereka yang pernah menjadi pelaku terorisme
dan sudah ditangkap. Di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, upaya
pemberantasan terorisme tidak lagi melalui pendekatan militer, tetapi melalui pendekatan
penegakan hukum (enhanced criminal justice model) dengan menempatkan Detasemen
Khusus 88 pada garda terdepan.
Abstract
Terrorist attacks that occurred on October 12, 2002 in Bali is a turning point in starting
a structured movement to fight the terrorist network, for allegedly has links with Al-
Qaeda, Jemaah Islamiyah. A bombing in Bali in 2002, followed by further attacks three
years later, exposes the fact that in addition to being the base of terrorism, Indonesia is
also a victim of that movement. Combating terrorism does not necessarily stop the chain
of terrorism efforts. For completely stop terrorist activities and the terrorists, the
Indonesian government promotes the rule of law, in which law enforcement officials,
including police and prosecutors, are on the front line. Therefore, Indonesia is more to
shape policy strategy of countering terrorism, not a war against terrorism. Terrorism
termination chain and integrated justice system should be a series of counterterrorism
activity which involves the coordination of a number of relevant national institutions. It is
important to ensure the eradication of terrorism can be completely seized and prosecuted
the source of terrorism, and at the same time preventing the repeated threats from those
who have become perpetrators of terrorism and have been arrested. Under the leadership
of Susilo Bambang Yudhoyono, the efforts in combating terrorism are no longer through
a military approach, but through the law enforcement approach (enhanced criminal
justice model) by placing the Special Detachment 88 on the front line.
Gambar 3
Model Analisis
Penanggulangan terorisme di
Indonesia, dapat dibagi menjadi tiga
periode, yaitu periode kepemimpinan
Gambar 2
Soekarno, periode kepemimpinan
Kerangka Konseptual
Soeharto dan periode Reformasi.
Hubungan strategi yang Penanggulangan terorisme di Indonesia
digunakan dalam pendekatan dan teori mengalami perubahan (evolusi), sesuai
mengenai terorisme dan kontraterorisme dengan karakteristik organisasi yang
dapat dilihat pada Gambar 2. Sebagai melakukan tindakan terorisme di
penjelasan, penelitian ini membahas Indonesia.
mengenai pentingnya dilaksanakan Dalam sebuah bagan, evolusi
proses disengegament yang menjadi inti gerakan terorisme di Indonesia dapat
dari strategi insulation yang penting digambarkan sebagai berikut:
dalam memotong alur aktivitas
terorisme. Strategi ini tidak dapat
berjalan sendiri karena selain berfokus
pada upaya preemptive, strategi
kontrateror juga menekankan pada
kekuatan posisi penegak hukum dan
peradilan.
Gambar 4
Analisis terhadap kelompok JI Evolusi Penanggulangan Terorisme di Indonesia
Sumber: diolah oleh peneliti
dilakukan berdasarkan pendekatan
strategi counterterrorism seperti yang Penanggulangan tindakan
terlihat dari “model analisis”. terorisme pada periode kepemimpinan
Soekarno dilakukan dengan upaya hard
approach, dengan menggunakan
pendekatan militer, karena tindakan
terorisme yang terjadi saat itu telah etnisitas dan ideologi agama untuk
mengancam eksistensi kedaulatan mendirikan negara atau memisahkan diri
negara. Sebagaimana pada masa dari NKRI, maka pada era reformasi,
kepemimpinan Soekarno, tindakan terorisme bersifat global – hal
penanggulangan tindakan terorisme pada ini tidak terlepas dari peristiwa 9/11 di
periode kepemimpinan Soeharto pun Amerika Serikat. Benih-benih bagi
dilakukan melalui hard approach, tumbuhnya radikalisme yang mengarah
bahkan ada kecenderungan pada terorisme menemukan lahan subur
penanggulangan terorisme dini di beberapa wilayah di Indonesia yang
dilakukan oleh TNI AD (Kopassus) dilanda konflik sektarian, seperti yang
melalui Detasemen 81 (TNI Angkatan terjadi di Poso dan Maluku. Faktor
Darat, 2012), yang didukung oleh Badan transnasional berkembang pada era ini
Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan karena akses internasional yang semakin
Komando Operasi Keamanan dan terbuka. Hal ini terbukti melalui
Ketertiban (Kopkamtib). Pada era pengiriman para milisi ke Pakistan,
kepemimpinan Soeharto, Komando Afganistan, dan Mindanao (Filipina)
Teritorial TNI memiliki peran yang serta berbaur dengan masyarakat lokal
penting dan dianggap sangat efektif dan jaringan milisi Laskar Jihad (Hasan,
dalam memantau dan melakukan 2002).
tindakan pendeteksian dini dari berbagai Pada masa tiga rezim pertama era
macam aktivitas yang dapat mengancam reformasi – yakni masa kepemimpinan
dan mengganggu eksistensi negara. BJ Habibie, Gus Dur, dan Megawati –
Kopkamtib tersebut pada tahun 1980-an penanggulangan terorisme masih
diganti menjadi Badan Koordinasi menggunakan hard approach melalui
Pemantapan Stabilitas Nasional pendekatan militer, tetapi pada masa
(Bakortanas). Namun lembaga tersebut kepemimpinan Susilo Bambang
akhirnya dibubarkan pada saat Yudhoyono, penanggulangan terorisme
kepemimpinan Abdurrahman Wahid mengalami perubahan paradigma
(Gus Dur) (Fatwa, 2012). menjadi soft approach, dalam bentuk
Setelah itu terjadi pergeseran penegakan hukum. Pada masa
tindakan terorisme di Indonesia pada pemerintahan Presiden SBY, kerangka
masa reformasi. Jika pada era umum penanggulangan terorisme
kepemimpinan sebelumnya, aksi diterapkan melalui pendekatan langsung
terorisme lebih didasarkan pada faktor dan tidak langsung; berdasarkan lima
154 International & Diplomacy Vol. 2, No. 2 (Januari-Juni 2017)
Aktivitas Sel Jemaah Islamiyah di Indonesia Periode 2002-2012
yang dianut oleh para teroris. Apabila Law Enforcement and Anti Terrorism
akan dilakukan upaya pemutusan Justice Model
ideologi, kita harus sudah siap dengan Berlawanan arah dari spektrum
ideologi penggantinya karena ini akan perang, kita bergerak menuju spektrum
dilakukan propaganda bahwa ideologi penegakan hukum dalam penanganan
inilah sebenarnya yang baik, yang patut masalah terorisme. Dalam spektrum ini,
dianut dan akan disebarkan secara kita berbicara masalah peraturan
berkesinambungan. Pihak-pihak yang perundang-undangan yaitu dengan
disasar dari program ini adalah anggota- memberlakukan kembali undang-undang
anggota teroris baik yang sudah fanatik subversif dengan beberapa penyesuaian.
maupun yang masih labil, calon-calon Seperti halnya menggunakan undang-
anggota potensial, maupun masyarakat undang keamanan negara yang sangat
umum yang lingkungannya mungkin ketat untuk menangkal munculnya bibit-
berdekatan dengan domisili para tokoh- bibit terorisme dan radikalisme, seperti
tokoh teroris. Ideologi kaum radikal yang telah diterapkan oleh Malaysia dan
yang dianut oleh JI dan Al-Qaeda itu Singapura melalui Internal Security Act.
sebagai ideologi yang sangat serius dan Menangkap orang tanpa diadili
canggih, namun bahasa yang dipakai dan tanpa batas waktu adalah salah satu
adalah bahasa ‘âmmiyyah (umum), di inti dari UU Subversif, dengan beberapa
mana semua orang bisa leluasa pembaharuan terhadap undang-undang
memahami. Bahkan, ketika menghadapi tersebut dan koridor hukum khusus yang
ideologi semacam itu, kita dituntut untuk menangani masalah terorisme agar UU
berhati-hati. Jangan dikira ideologi Subversif yang dikhususkan dalam
mereka dangkal. Mereka mempunyai pemberantasan terorisme menjadi
ideologi yang sangat hebat. Salah satu undang-undang yang keras tetapi
cara sederhana untuk menantang konsep proporsional. Karena segala macam
radikal yang dianut oleh anggota tindakan dan perbuatan yang jelas-jelas
kelompok JI ataupun Al-Qaeda adalah mengarah kepada aksi terorisme dan
menggunakan pemerintah Indonesia radikalisme bisa dijerat dengan pasal ini,
untuk “Meniadakan ketidakadilan sosial dengan mengacu kepada UU yang
dan ekonomi”, karena konsep berkaitan sehingga pasal atau UU
memakmurkan rakyat sama artinya Subversif model baru ini tidak rentan
dengan salah satu memutus mata rantai untuk disalahgunakan. Dalam
radikalisme dan terorisme. penanggulangan terorisme di Indonesia
158 International & Diplomacy Vol. 2, No. 2 (Januari-Juni 2017)
Aktivitas Sel Jemaah Islamiyah di Indonesia Periode 2002-2012
dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh • Kepolisian, dalam hal ini Densus 88
SPP Terpadu. Hal ini disebabkan Polri yang bertugas melakukan
beberapa hal sebagai berikut: penyidikan perkara-perkara tindak
• Berdasarkan data-data yang pidana terorisme di seluruh
diperoleh oleh peneliti dari Densus Indonesia.
88 Polri dan Satgas TP Terorisme • Kejaksaan, dalam hal ini Satgas TP
dan TPLN Kejaksaan Agung RI, Terorisme dan TPLN Kejaksaan
kasus tindak pidana terorisme sejak Agung yang bertugas melakukan
tahun 2004 sampai sekarang penuntutan perkara-perkara tindak
cenderung meningkat. pidana terorisme di seluruh
• Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesia. Dikarenakan yang
Densus 88 Polri dan Ditjen melakukan penyidikan perkara
Pemasyarakatan, bahwa ada 21 orang tindak pidana terorisme adalah
mantan napi terorisme yang kembali Densus 88 Polri yang berada
melakukan tindak pidana yang sama dibawah langsung kewenangan
(residivis). Mabes Polri, dengan adanya “asas
• Selain itu berdasarkan data yang kesetaraan” penanganan perkara
diperoleh dari Ditjen tindak pidana, maka proses
Pemasyarakatan dan BNPT, ada dua penuntutan harus ditangani oleh
orang pegawai Lapas yang akhirnya Kejaksaan Agung, yaitu Satgas TP
ikut melakukan tindak pidana Terorisme dan TPLN.
terorisme. • Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan
Negeri yang bertugas dan berwenang
2. Organizing (Pengorganisasian) menyidangkan perkara-perkara
Pengorganisasian dalam rangka terorisme. Telah dijelaskan
penegakan hukum terhadap tindak sebelumnya bahwa ada terobosan
pidana terorisme, sebelumnya telah baru yang telah dibuat, di mana
dijelaskan oleh peneliti bahwa ada empat untuk memudahkan proses
lembaga/instansi terkait dalam Sistem persidangan perkara tindak pidana
Peradilan Pidana dalam rangka terorisme, maka Penuntut Umum
penegakan hukum terhadap tindak mengajukan permohonan kepada
pidana terorisme. Lembaga-lembaga Mahkamah Agung untuk dapat
tersebut adalah sebagai berikut: menyidangkan perkara-perkara
mengulangi tindak pidana serta dapat dinyatakan oleh instansi terakhir dalam
hendak dicapai dalam perencanaan tidak permasalahan yang dialami oleh masing-
dikumpulkan melalui proses-proses yang yang terjadi dalam proses SPP, peranan
diatur dalam ketentuan perundang- BNPT sangat penting sebagai lembaga
undangan. koordinator. Di sini BNPT dapat
Fungsi dan tugas Penuntut berperan sebagai mediator dan
Umum di sini melakukan filter apakah koodinator dalam memberikan solusi
suatu perkara tindak pidana tersebut permasalahan yang dihadapi antara
layak atau tidak untuk disidangkan di lembaga-lembaga terkait dalam SPP.
depan persidangan. Fungsi kontrol dari Tetapi kenyataannya justru BNPT belum
Penuntut Umum ini sudah berjalan dapat menjalankan fungsinya sebagai
sebagaimana yang diatur dalam lembaga koordinator antara lembaga-
peraturan yang berlaku. lembaga terkait dalam SPP dalam hal
penegakan hukum terhadap tindak
b. Pengawasan oleh Hakim Pengawas pidana terorisme.
dan Pengamat (Wasmat) Seperti halnya masalah belum
Sebelumnya telah dijelaskan adanya program pembinaan yang tepat
bahwa peranan Hakim Wasmat ini bagi narapidana terorisme di Lapas,
belum dilaksanakan secara optimal seharusnya menjadi perhatian penting
khusus untuk perkara-perkara tindak bagi BNPT untuk menjadi lembaga
pidana terorisme. Sementara peranan koordinator dan pembuat kebijakan,
Hakim Wasmat dalam proses SPP sangat sehingga masalah program pembinaan
penting dalam hal pengawasan guna dan deradikalisasi di Lapas dapat
memperoleh kepastian bahwa putusan berjalan sesuai dengan rencana dan
pengadilan telah dilaksanakan tujuan dari SPP Terpadu. Apabila
sebagaimana mestinya dan terhadap rencana dan tujuan dari SPP Terpadu
kinerja Penuntut Umum dan Lapas. dapat tercapai, BNPT juga harus
Selain itu juga melakukan pengamatan melaksanakan fungsinya sebagai
mengenai pelaksanaan pembinaan bagi lembaga koordinator dan pembuat
para narapidana yang menjalankan kebijakan dalam rangka tercapainya
proses pemidanaan di Lapas. program deradikalisasi yang dibuat oleh
lembaga-lembaga terkait lainnya, bagi
c. BNPT para mantan narapidana yang telah
Telah dijelaskan pula kembali ke tengah-tengah masyarakat.
sebelumnya mengenai tugas dan fungsi
dari BNPT. Menghadapi permasalahan
International & Diplomacy Vol. 2, No. 2 (Januari-Juni 2017) 163
Andrea Abdul Rahman Azzqy