Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN TERORISME DI ASIA TENGGARA

KHUSUSNYA DI INDONESIA

Disusun Oleh :
PETY MELATI DWIRESTIAN (27)
XII IIS 3

SMA NEGERI 112 JAKARTA


Jl. Sanggrahan No. 2 Meruya Utara-Kembangan Jakarta Barat, 11620
Telepon : 5850695, Fax : 58902573
JAKARTA BARAT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isu yang akhir-akhir ini menjadi besar dan menjadi perhatian semua negara adalah
masalah isu terorisme dan kejahatan lintas negara (transnational crimes).
Terorisme jika kita lihat dari sejarahnya sebenarnya bukanlah sebuah isu baru. Namun
perkembangan zaman membawa dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan isu ini
yang pada beberapa tahun terakhir menjadi isu global. Awalnya isu ini menguat sejak
terjadinya serangan terorisme di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001 di mana
terjadi pembajakan empat pesawat yang digunakan menabrak menara kembar WTC dan
beberapa bangunan vital lainnya di Amerika Serikat.
Peristiwa ini bagi bangsa Amerika merupakan peristiwa yang memalukan dan mendorong
mereka untuk memerangi apa yang disebutnya sebagai Teroris. Peristiwa WTC ini menyedot
perhatian dunia yang amat luar biasa hingga melibatkan ratusan negara terlibat dalam misi
pengejaran pelaku Teroris tak terkecuali negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Di
Indonesia isu terorisme berawal dari kasus pemboman yang terjadi di Bali 1 dan 2, peledakan
Hotel JW Marriot, peledakan beberapa gedung kedutaan, dan peledakan beberapa tempat
ibadah.
Kejahatan terorisme merupakan kejahatan yang bersifat khas, lintas negara (borderless).
Kejahatan ini tidak mengenal batas negara sehingga merupakan bentuk ancaman global
seluruh negara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas mengenai terorisme di kawasan Asia Tenggara maka dapat
di paparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :

Apakah yang dimaksud dengan Terorisme ?

Bagaimana peranan ASEAN sebagai kelembagaaan di Asia Tenggara dalam


menangani maslah terorisme ?

Bagaimana Terorisme di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Untuk memerangi Terorisme


Untuk lebih mengorganisasikan suatu institusi pemberantasan isu terorisme secara

struktural

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi teroris

Istilah terorisme berasal dari bhasa latin terrere, yang artinya untuk menakuti.
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan
teror terhadap kelompok masyarakat. Aktornya pun bisa individu atau negara. Biasanya
dilakukan oleh kelompok-kelompok yang termajinalkan. Mereka melakukan tindakan teror
ini sebagai usaha untuk mendapatkan perhatian yang khusus dari dunia internasional.
Terorisme berbeda dengan perang, aksi ini dilakukan secara tiba-tiba, dan sering kali
mejadikan warga sipil sebagai korban, dimana seberarnya warga sipil ini tidak mengerti
mengenai atas dara apa mereka bisa menjadi korban dari tindakan teroris. Namun dalam
perkembangannya terorisme telah membangun organisasi dan mempunyai jaringan global
dimana kelompok-kelompok terorisme internasional serta mempunyai hubungan dan
mekanisme kerjasama satu sama lain baik dalam aspek operasional infrastruktur maupun
infrastruktur pendukung bahwa teroris ini memiliki jaringan yang begitu luas dan selalu
diidentikan dengan islam radikal. Seperti pernyataan Amerika Serikat yang menyatakan
bahwa pelaku tindakan teroris adalah kelompok-kelompok muslim radikal.

2.2 Perkembangan Terorisme di Asia Tenggara

Terorisme telah menjadi fokus perhatian pemerintah masing-masing negara. Hal ini
terjadi akibat ancaman yang ditimbulkan oleh teroris memberikan dampak negatif bagi
perkembangan dan pembangunan sebuah negara. Sehingga masing-masing negara menyadari
bahwa permasalahan isu keamanan yang dilakukan oleh jaringan teroris internasional tidak

dapat dianggap sebagai masalah dalam negeri, akan tetapi menjadi masalah internasional
yang perlu diselesaikan secara bersama.
Jaringan teroris yang berada di Asia Tenggara merupakan jaringan teroris yang
berkembang dari kelompok islam radikal. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kelompok
islam radikal yang berada di kawasan Asia Tenggara telah berkembang menjadi jaringan
teroris yang melintasi batas-batas negara yaitu menjadi jaringan teroris berskala internasional.
Berkembangnya kelompok islam radikal tersebut menjadi jaringan teroris yang melewati
batas-batas negara tidak lepas dari terjadinya peristiwa 11 September 2001. AS melakukan
pencarian terhadap Osama bin Laden merupakan pimpinan dari Jaringan Al-Qaeda yang
bertanggung jawab atas tragedi runtuhnya gedung WTC, dalam proses pencarian dan
perburuan Osama bin Laden tersebut AS menyadari bahwa kelompok radikal Islam yang
berada di Asia Tenggara memiliki hubungan dan merupakan mitra Jaringan Al-Qaeda.
Gerakan terorisme di Asia Tenggara pada awalnya merupakan gerakan sentimen yaitu
gerakan separatisme yang ingin menentang pemerintahan nasional atas ketidakadilan dan
alienasi yang diterima oleh kelompok radikal tersebut dengan semangat etno nasionalisme
yang biasanya juga diiringi dengan membawa identitas religi yang dianutnya. Maka dapat
dikatakan secara umum gerakan terorisme di Asia Tenggara dapat dilihat sebagai gerakan
yang lahir dari kelompok suku minoritas yang memiliki preferensi kepercayaan (belief) yang
berbeda dan diperburuk lagi dengan adanya masalah ketidak adilan dalam memenuhi
kesejahteraan kelompok minoritas tersebut. Pandangan teroris berlandaskan agama
merupakan ketertarikan kelompok radikal tersebut untuk melihat terbentuknya sebuah negara
yang adil dan sesuai dengan landasan agama yang diyakini, sehingga teroris berlandaskan
agama menginginkan adanya kebebasan dari penguasa yang otoriter.

2.3 Perkembangan Terorisme di Indonesia


Indonesia telah menjadi perhatian dunia internasional dalam masalah pemberantasan
terorisme pasca terjadinya tragedi WTC. Perhatian dunia internasional yaitu AS dan negaranegara sekutunya yang telah membentuk aliansi dalam memberantas terorisme mencurigai
bahwa di Indonesia terdapat jaringan teroris internasional. Kecurigaan AS dan negara-negara
lainnya yang telah terkena serangan teroris ini adalah akibat dari laporan yang diterima AS
dari pemerintah Singapura bahwa pelaku teror yang ingin melakukan pengeboman terhadap
Bandara Changi Internasional merupakan kelompok teroris JI (Jemaah Islamiyah). Mas
Selamat Kastari merupakan dalang perencanaan pembajakan sebuah pesawat di Bangkok dan
ingin menabrakkan ke Bandara Changi pada tahun 2001.
Pada Oktober 2002, AS telah menjadikan JI sebagai salah satu organisasi teroris
internasional. Hal itu terjadi setelah Dewan Keamanan PBB menambahkan JI sebagai daftar
kelompok teroris, sehingga semua negara yang menjadi anggota PBB diharuskan untuk
membekukan asset organisasi, dan menolak akses dana ke JI. Dalam Resolusi PBB
1390/2002 JI dituding sebagai organisasi teroris internasional bersama 25 organisasi teroris
lainnya. JI dianggap sebagai kepanjangan tangan Al-Qaeda kawasan Asia Tenggara. JI yang

berbasis di Indonesia diyakini memiliki hubungan dengan organisasi teroris lainnya yang
aktif di Malaysia, Singapura dan Filipina.
Munculnya berbagai kelompok yang merupakan pecahan dari JI terjadi karena adanya
perbedaan faksi yang terjadi dalam menetapkan tujuan melakukan Jihad, hal ini
menyebabkan adanya perbedaan dalam melakukan taktik dan strategi. Mayoritas kelompok
lain yang ada dalam JI ingin melaksanakan tujuan jangka panjangnya yaitu mendirikan
khalifah Islam di Asia Tenggara. Noordin M Top merupakan kelompok yang dipmpin oleh
Hambali. Noordin M Top telah tewas dalam operasi yang dilakukan oleh KepolisanIndonesia
melalui Densus 88 yang merupakan detasemen khusus POLRI dalam memberantas teroris.
Pada September 2009 Noordin M Top terbunuh dalam serbuan Densus 88 untuk
menangkapnya dan seluruh anggota jaringannya yang telah melakukan Bom Hotel Marriott
(2003), Bom Kedubes Australia (2004), Bom Bali II (2005), dan bom bunuh diri di Hotel JW
Marriott (2009). Noordin M Top terbunuh dalam baku tembak dengan aparat di Jawa Tengah.
Februari dan Maret serbuan Densus 88 menangkap dan menewaskan 100 militan termasuk
Dulmatin, pada 25 Januari 2011 Umar Patek ditangkap di Abbottabad, Pakistan.
Sejak terjadinya peristiwa Bom Bali I pada tahun 2002, tingginya frekuensi serangan
teroris dan kerusakan yang diakibatkan oleh aksi teroris yang ada di Indonesia. Membuat
Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Hal ini dilakukan dengan keseriusan Pemerintah
Indonesia melalui BNPT dan Densus 88 yang telah berhasil menangkap dan melumpuhkan
kelompokkelompok teroris dan dapat membongkar berbagai aksi serangan yang dilakukan
oleh kelompok teroris tersebut di Indonesia. Keberhasilan Indonesia dalam menangkap dan
memberantas terorisme di Indonesia, tidak lepas dari kerjasama yang dilakukan Indonesia
terhadap negara-negara lain. Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam kerjasama regional
dan internasional.
Sebagai anggota dan juga salah satu pendiri Global Counter Terrorism Forum
(GCTF), Indonesia telah melakukan berbagai lokakarya untuk membantu membangun
kapasitas negara-negara tetangga untuk memberantas terorisme. Militer Indonesia juga sering
melakukan latihan bersama militer dari negara lain untuk memberantas terorisme, hal ini
merupakan langkah yang perlu diambil masing-masing negara di dunia untuk memberantas
terorisme yang merupakan kejahatan lintas batas negara (transnational crime).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa terorisme merupakan hal yang sangat berbahaya dan sangat
sulit untuk ditangani. Apalagi aktor yang ada dalam terorisme sangat sulit di temukan karena
aktor-aktor yang ada menyebar di berbagai wilayah dengan pergerakan yang sangat cepat
yang telah mengancam keamanan di wilayah Asia Tenggara. Dalam hal ini terorisme juga
dipicu oleh sikap anti-Barat, anti-kapitalis, anti-modernitas, dan anti-globalisasi, yang ingin
mengembalikan ajaran mesianik dalam abad modern ini. Terorisme ini menggunakan agama
sebagai dasar pembenar tindakan revolusioner dan sifat kekerasannya. Sikap ini merupakan
dampak globalisasi dan interaksi dan interpendensi yang semakin luas. Terorisme merupakan
kejahatan terorganisir yang mempunyai ideologi bersifat radikalisme yang melakukan
penyerangan dengan menggunakan teror sebagai alat untuk mewujudkan tujuan
organisasinya. Jaringan kelompok ini tidak lagi berada fokus dalam suatu negara tetapi lebih
cenderung lintas negara sehingga membutuhkan kerjasama yang erat dalam rangka tukar
menukar data dan informasi antarnegara khususnya di kawasan Asia Tenggara dalam upaya
penanggulangannya.

3.2 Saran
Melakukan hubungan kerjasama dalam memberantas terorisme bersama dengan AS,
Australia, dan negara-negara yang berada di bawah ASEAN. Dengan adanya kerjasama
dalam memberantas terorisme, maka ancaman terorisme bagi kepentingan nasional masingmasing negara yang mendapat serangan teroris tersebut dapat dihindari. Upaya
penanggulangan hendaknya tidak hanya menonjolkan tindakan represif tetapi didukung oleh

tindakan preemtif dan preventif dalam mengkaji akar permasalahan.

Anda mungkin juga menyukai