Anda di halaman 1dari 74

Makalah Filsafat Hukum dengan Aliran Sociological Jurisprudence

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Filsafat hukum menurut Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto (1979:2) mengatakan “
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai- nilai kecuali itu filsafat hukum juga
mencakup penyerasian nilai-nilai misalnya : penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman,
antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan
pembaharuan:.
Kesulitan pertama yang banyak dialami dalam memahami hukum yaitu berfikir mengenai
hukum dengan cara yang telah ditentukan dalam ilmu hukum, mengaitkan satu sama lain sebab
dengan sebab lainnya, yang satu dengan hal yang timbul karenanya. Alam berfikir hukum adalah
berfikir khas, dengan karakteristik yang tidak ditemui dalam cara-cara berfikir yang lain.
Positivisme hukum atau disebut juga mazhab formalistik, mencoba menjawab masalah-
maasalah hukum melalui sistem-sistem norma, aturan-aturan, bagi aliran ini alam berfikir hukum
adalah berfikir normatif bahkan cenderung legisme. Aliran sosiologis mengemukakan cara yang
bisa dikatakan sangat bertolak belakang dengan cara positivisme hukum, yaitu mencoba melihat
konteks, memfokuskan cara pandang hukum terhadap pola kelakuan/tingkah laku masyarakat,
sehingga cenderung menolak aturan-aturan formal (yang dibuat oleh lembaga formal seperti
DPR, dengan bentuk peraturan perundang-undangan).
Dalam filsafat hukum ada beberapa aliran atau mazhab sebagai berikut:
1. Mazhab Hukum Alam
2. Mazhab Formalistis
3. Mazhab Kebudayaan dan Sejarah
4. Utilitarianisme
5. Sociological Jurisprudence
6. Realisme Hukum
7. Critical Legal Studies
8. Feminisme Jurisprudence
9. Semiotika Jurisprudence
Diantara aliran atau mazhab tersebut yang akan dibahas disini adalah Sociological
Jurisprudence.
Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha pembaharuan hukum dapat dikatakan
bahwa Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan pembinaan hukumnya menganut teori
gabungan dari apa yang dikenal sebagai aliran sociological jurisprudence dan pragmatic
jurisprudence. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam
proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat.
Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang
mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apakah Sociological Jurisprudence?
2. Bagaimana perbedaan antara Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum?
3. Bagaimana kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengtahui apa Sociological Jurisprudence
2. Untuk mengetahui perbedaan Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum
3. Untuk mengetahui kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence

BAB II

FILSAFAT HUKUM DENGAN

ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE


2.1 Aliran Sociological Jurisprudence
Pendasar aliran ini, antara lain: Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo,
Kontorowics, Gurvitch dan lain-lain. Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini
hendak mengatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang mencerminkan nilai-nilai
yang hidup di dalam masyarakat.
Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum
menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini :
“ Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara
masyarakat”.
Menurut Lilirasjidi, Sociological Yurisprudence menggunakan pendekatan hukum
kemasyarakatan, sementara sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat ke
hukum. Menurut Sociological Yurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam msyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum
positif dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai
akibat dari proses dialektika antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.
Roscoe Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk
mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi
secara maksimal.
Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in
action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis (law in the books). Pembedaan ini dapat
diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran
tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola
perikelakuan.
Eugen Ehrlich, Penulis yang pertama kali menyandang sosiolog hukum (Grundlegung der
Soziologie des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak
terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri.
Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup, atau dengan
kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum
positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Berarti bahwa hukum
itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Dijelaskan oleh Roscoe Pound
dalam kata pengantar pada buku Gurvitch yang berjudul Sosiologi hukum, perbedaan diantara
keduanya ialah :
- Sociological Jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat hukum yang
mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan
- Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai gejala sosial.
Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat
kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat
mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh
hukum terhadap masyarakat.
Dari dua hal tersebut (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan
cara pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari hukum kepada
masyarakat, sedangkan sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada
hukum.
Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of
social engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian
agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat.
Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam
mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang
ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.
Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law)
dengan hukum yang hidup (the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antara (tesis)
Positivisme Hukum (antitesis) dan Mazhab Sejarah. Sebagaimana diketahui, Positivisme Hukum
memandang tiada hukum kecuali perintah yang diberikan penguasa (law is a command of law
givers), sebaliknya Mazhab Sejarah menyatakan hukum timbul dan berkembang bersama dengan
masyarakat.
Aliran pertama mementingkan akal, sementara aliran yang kedua lebih mementingkan
pengalaman, dan Sociological Jurisprudence menganggap keduanya sama pentingnya. Aliran
sociological jurisprudence ini memiliki pengaruh yang sangat luas dalam pembangunan hukum
Indonesia.
Singkatnya yaitu, aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar
memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak
tertulis.
Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang- Undang sebagai hukum
tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum tidak tertulis disini adalah hukum adat yang
dimana hukum ini adalah semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan menjadi
suatu hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat yang mengenal
hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan
perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu Hakim
harus terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami
perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ehrlich mengatakan bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada
badan-badan legislatif, keputusan- keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum, akan tetapi justru
terletak dalam masyaratak itu sendiri. Tata tertib dalam masyarakat didasarkan pada peraturan-
peraturan yang dipaksakan oleh negara. Sementara itu Rescoe Pound berpendapat, bahwa hukum
harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas dari ilmu hukum untuk
memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi
secara maksimal.
Pound menganjurkan untuk mempelajari Ilmu Hukum sebagai suatu proses ( law in
action), yang dibedakan dengan hukum tertulis ( Law in books). Pembedaan ini dapat diterapkan
pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut
menonjolkan masaalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan.
Ajaran-ajaran tersebut dapat diperluas lagi sehingga juga mencakup masalah-masalah keputusan-
keputusan pengadilan serta pelaksanaannya, dan juga antara isi suatu peraturan dengan efek-
efeknya yang nyata.

2.2 Kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence


Sekalipun aliran sociological jurispridence kelihatannya sangat ideal dengan cita hukum
masyarakat yang terus-menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu hukum itu
menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, aliran ini
bukanlah tanpa kritik.
Suatu hal yang patut dipahami, bahwa dalam program sosiologi jurisprudence Pound,
lebih mengutamakan tujuan praktis dengan :
1) menelaah akibat sosial yang aktual dari lembaga hukum dan doktirin hukum, karena itu , lebih
memandang kerjanya hukum dari pada isi abstraknya
2) memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk mempersipakan
perundang-undangan, karena itu, menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat
diperbaiki oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk melanjutkan dan
membimbing usaha usaha demikian itu
3) mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan menitik beratkan pada tujuan sosial
yang hendak dicapai oleh hukum dan bukannya pada sanksi
4) menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang ditimbulkan oleh doktrin
hukum dan bagaimana cara mengahasilkannya
5) membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan mendesak supaya ajaran
hukum harus dianggap sebagai bentuk yang tidak dapat berubah
6) meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar usaha untuk mencapai
maksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Program sosiologis jurisprudence Pound kelihatan berpengaruh dalam pandangannya
yakni apa yang disebut dengan hukum sebagai social engineering serta ajaran sociological
jurisprudence yang dikembangkannya. Dimana hukum yang baik itu adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini mengetengahkan pentingnya hukum
yang hidup dalam masyarakat. Dimana hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan
peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan antropologis.
Tetapi tidak mudah untuk mewujudkan cita hukum yang demikian. Tidak saja dimungkinkan
oleh adanya perbenturan antara nilai-nilai dan tertib yang ada dalam masyarakat sebagai suatu
kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat yang pruralistik.
Tetapi sama sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan.
Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological
jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik seperti masyarakat
Indonesia dimana nilai-nilai dan tata tertibnya masing-masing serta pola perilaku yang spesifik
pula adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence.
Berdasarkan fakta bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertib sendiri, dan fakta bahwa
hubungan antara tertib ini adalah terus menerus berubah menurut tipe masyarakat yang serba
meliputi, yang terhadapnya negara hanyalah merupakan suatu kelompok yang khusus dan suatu
tata tertib yang khusus pula. Dalam menerapkannya diperlukan berbagai pendekatan untuk
memahami dan menginventarisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama dalam
masyarakat majemuk yang memiliki tata tertib sendiri dan pruralitik.
Menurut Pound, hukum di pandang sebagai lembaga masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial. Disisi lain, Friedman mengemukakan, secara teoritis karya Ehrlich,
menunjukkan adanya tiga kelemahan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence yang
dikembangkan Ehrlich, yang semuanya disebabkan oleh keinginanannya meremehkan fungsi
negara dalam pembuatan undang-undang.
Kelemahan itu adalah :
Karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan norma hukum dari norma
sosial yang lain. Bahwa keduanya tidak dapat dipertukarkan, sesuatu yang merupakan fakta
historis dan sosial, tidak mengurangi perlunya pengujian pernedaan yang jelas. Sesuai dengan itu
sosiologi hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu dalam garis besar, sosilogi umum.
Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan adat kebiasaan sebagai
satu bentuk hukum. Dalam masyarakat primitif seperti halnya dalam hukum internasional pada
zaman ketika adat istiadat dipandang baik sebagai sumber hukum maupun sebagai bentuk hukum
yang paling penting. Di negara modern peran masyarakat mula-mula masih penting, tetapi
kemudian berangsur berkurang. Masyarakat modern menuntut sangat banyak undang-undang
yang jelas dibuat oleh pembuat undang-undang yang sah. Undang-undang semacam itu selalu
derajat bermacam-macam, tergantung dari fakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai hukum
bersumber pada ketaatan faktual ini. Kebingunan ini merembes ke seluruh karya Ehrlich.
Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan norma-norma hukum
negara yang khas dan norma-norma hukum dinama negara hanya memberi sanksi pada fakta-
fakta sosial. Konsekwensinya adalah adat kebiasaan berkurang sebelum perbuatan udang-undang
secara terperinci, terutama undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
mempengaruhi kebiasaan dalam masya-rakat sama banyaknya dengan pengaruh dirinya sendiri.

BAB III

KESIMPULAN

Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik
beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik
haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara
tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the
living law). Roscoe Pound (1870-1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini. Dalam
bukunya An introduction to the philosophy of law, Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas
untuk memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian
yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum.
Dalam aliran Sociological Jurisprudence hukum menjadi sangat akomodatif dan
menyerap ekspektasi masyarakat. Bagi Sociological Jurisprudence hukum dikonstruksi dari
kebutuhan, keinginan, tuntutan dan harapan dari masyarakat. Jadi yang didahulukan adalah
kemanfaatan dari hukum itu sendiri bagi masyarakat, dengan demikian hukum akan menjadi
hidup. Aliran sangat mengedepankan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Akan
tetapi hal ini berakibat hukum menjadi demikian cair. Kritik yang terbesar yang ditujukan bagi
Sociological Jurisprudence adalah dengan pendekatan ini hukum dapat kehilangan ”taringnya“
dan tidak ajeg. Paradigma ini juga dianggap terlalu mengadaikan suatu masyarakat telah
demikian berkembang sampai pada tahap dimana tidak lagi ada ketegangan pada pranata sosial
dalam merumuskan tuntutannya, masyarakat dianggap telah mampu menentukan hukumnya
sendiri, dan mengecilkan kedaulatan dari penguasa.
Jadi, aliran Sosiological Yuresprudence berkembang dan membahas tentang hukum yang
ada di masyarakat. Hanya saja dalam aliran Sosiological Yurisprudence membahas tentang
hukum yang berkembang atau yang ada di masyrakat itu sendiri.
Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological
jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik seperti masyarakat
Indonesia dimana nilai-nilai dan tata tertibnya masing-masing serta pola perilaku yang spesifik
pula adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence.
Berbagai Aliran Dalam Filsafat Hukum dan Perbedaannya
Dalam filsafat hukum dikenal pembagian pelbagai aliran atau mazhab, yang dikemukakan oleh
beberapa orang sarjana, antara lain F.S.G. Northrop dan Lili Rasjidi.

Northrop membagi aliran atau madzhab filsafat hukum ke dalam 5 (lima) aliran, yaitu:
a. Legal Positivism.
b. Pragmatic Legal Realism.
c. Neo Kantian and Kelsenian Ethical Jurisprudence.
d. Functional Anthropological or Sociological Jurisprudence.
e. Naturalistic Jurisprudence.

Sedangkan Lili Rasjidi membagi aliran/madzhab filsafat hukum ke dalam 6 (enam) aliran besar,
masing-masing:
a. Aliran Hukum Alam:
1) Yang Irrasional.
2) Yang Rasional.
b. Aliran Hukum Positif:
1) Analitis.
2) Murni.
c. Aliran Utilitarianisme.
d. Madzhab Sejarah.
e. Sociological Jurisprudence.
f. Pragmatic Legal Realism.

Selain kedua orang tokoh tersebut ada juga sarjana lain, yaitu Soehardjo Sastrosoehardjo yang
membagi filsafat hukum ke dalam 9 (sembilan) aliran atau madzhab, yaitu:
a. Aliran Hukum Kodrat/Hukum Alam.
b. Aliran Idealisme Transendental (Kantianisme).
c. Aliran Neo Kantianisme.
d. Aliran Sejarah.
e. Aliran Positivisme.
f. Aliran Ajaran Hukum Umum.
g. Aliran Sosiologi Hukum.
h. Aliran Realisme Hukum.
i. Aliran Hukum Bebas.

Ketiga sarjana tersebut dalam membagi-bagi aliran dalam filsafat hukum tidak sama, karena
memang tergantung pada penafsiran masing-masing orang dalam memilah-milahkan aliran
dalam filsafat hukum.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan pembagian aliran/madzhab filsafat hukum menurut
pendapat dari Lili Rasjidi, seorang guru besar imu hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung
dengan penjelasan sebagai berikut:

Aliran Hukum Alam


Aliran ini berpendapat bahwa hukum berlaku universal (umum). Menurut Friedman, aliran ini
timbul karena kegagalan manusia dalam mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam
dipandang sebagai hukum yang berlaku secara universal dan abadi.

Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui penalaran, hakikat
mahkluk hidup akan dapat diketahui dan pengetahuan tersebut menjadi dasar bagi tertib sosial
serta tertib hukum eksistensi manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang
sengaja dibentuk oleh manusia. Aliran hukum alam ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

Irrasional
Aliran ini berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi bersumber dari Tuhan
secara langsung. Pendukung aliran ini antara lain: Thomas Aquinas (Aquino), John Salisbury,
Daante, Piere Dubois, Marsilius Padua, dan John Wyclife.

Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam 4 golongan, yaitu:


a) Lex Aeterna, merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber
dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia.
b) Lex Divina, bagia dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang
diterimanya.
c) Lex Naaturalis, inilah yang dikenal sebagai hukum alam dan merupakan penjelmaan dari rasio
manusia.
d) Lex Posistivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan hukum alam oleh manusia
berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum ini diwujudkan ke
dalam kitab-kitab suci dan hukum positif buatan manusia.

Penulis lain, William Occam dari Inggris mengemukakn adanya hirarkis hukum, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a) Hukum Universal, yaitu hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang bersumber dari rasio
alam.
b) Apa yang disebut sebagai hukum yang mengikat masyarakat berasal dari alam.
c) Hukum yang juga bersumber dari prinsip-prinsip alam tetapi dapat diubah oleh penguasa.

Occam juga berpendapat bahwa hukum identik dengan kehendak mutlak Tuhan Sementara itu
Fransisco Suarez dari Spanyol berpendapat demikian, manusia yang bersusila dalam pergaulan
hidupnya diatur oleh suatu peraturan umum yang harus memuat unsusr-unsur kemauan dan akal.
Tuhan adalah pencipta hukum alam yang berlaku di semua tempat dan waktu. Berdasarkan
akalnya manusia dapat menerima hukum alam tersebut, sehingga manusia dapat membedakan
antara yang adil dan tidak adil, buruk atau jahat dan baik atau jujur. Hukum alam yang dapat
diterima oleh manusia adalah sebagian saja, sedang selebihnya adalah hasil dari akal (rasio)
manusia.

Rasional
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi adalah
rasio manusia. Pandangan ini muncul setelah zaman Renaissance (pada saat rasio manusia
dipandang terlepas dari tertib ketuhanan/lepas dari rasio Tuhan) yang berpendapat bahwa hukum
alam muncul dari pikiran (rasio) manusia tentang apa yang baik dan buruk penilaiannya
diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Tokoh-tokohnya, antara lain: Hugo de Groot
(Grotius), Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel Pufendorf.

Pendasar hukum alam yang rasional adalah Hugo de Groot (Grotius), ia menekankan adanya
peranan rasio manusia dalam garis depan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari
Tuhan. Oleh karena itu rasio manusialah sebagai satu-satunya sumber hukum.

Tokoh penting lainnya dalam aliran ini ialah Immanuel Kant. Filsafat dari Kant dikenal sebagai
filsafat kritis, lawan dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant dimuat dalam tiga buah karya besar,
yaitu: Kritik Akal Budi Manusia (kritik der reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi), Kritik
Akal Budi Praktis (kritik der praktischen Vernunft yang terkait dengan moralitas), Kritik Daya
Adirasa (kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni). Ajaran Kant tersebut
ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia, yaitu cipta, rasa, dan karsa (thinking,
volition, and feeling).

Metode kritis tidak skeptis, tidak dogmatis (trancendental). Hakekat manusia (homo noumenon)
tidak terletak pada akalnya, beserta corak berfikir yang bersifat teoritis keilmuan alamiah
(natuurweten schappelijke denkwijze), tetapi pada kebebasan jiwa susila manusia yang mampu
secara mandiri menciptakan hukum kesusilaan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Yang
penting bukan manusia ideal berilmu atau ilmuwan, tetapi justru pada manusia ideala
berkepribadian humanistis.

Salah satu karya Kant yang berjudul Metaphysische Anfangsgruende der Rechtslehre (Dasar
Permulaan Metafisika Ajaran Hukum merupakan bagian dari karyanya yang berjudul Metaphysik
der Sitten) pokok pikirannya ialah bahwa manusia menurut darma kesusilaannya mempunyai hak
untuk berjuang bagi kebebasan lahiriahnya untuk menghadirkan dan melaksanakan kesusilaan.
Dan hukum berfungsi untuk menciptakan situasi kondisi guna mendukung perjuangan tersebut.
Hakekat hukum bagi Kant adalah bahwa hukum itu merupakan keseluruhan kondisi-kondisi di
mana kehendak sendiri dari seseorang dapat digabungkan dengan kehendak orang lain di bawah
hukum kebebasan umum yang meliputi kesemuanya.

Katagori imperatif Kant mewajibkan semua anggota masyarakat tetap mentaati hukum positif
negara sekalipun di dalam hukum terebut terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan dasar-
dasar kemanusiaan. Jadi, di sini sudah terdapat larangan mutlak bagi perilaku yang tergolong
melawan penguasa negara, sehingga dengan katagori imperatif ini ajaran dari Immanuel Kant
juga dapat digolongkan ke dalam aliran positivisme. Pendapat Kant ini diikuti oleh Fichte yang
mengatakan bahwa hukum alam itu bersumber dari rasio manusia.

Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah Hegel dari Jerman. Yang dijadikan motto oleh
Hegel ialah: Apa yang nyata menurut nalar adalah nyata, dan apa yang nyata adalah menurut
nalar (Was vernunftig ist, das ist wirklich ist, das ist vernunftig. What is reasonable is real, and
what is real is reasonable). Tidak ada antimoni antara nalar/akal dengan kenyataan atau realitas.
Bagi Hegel, seluruh kenyataan kodrat alam dan kejiwaan merupakan proses perkembangan
sejarah secara dialektis dari roh/cita/spirit mutlak yang senantiasa maju dan berkembang. Jiwa
mutlak mengandung dan mencakup seluruh tahap-tahap perkembangan sebelumnya jadi
merupakan permulaan dan kelahiran segala sesuatu. Pertumbuhan dan perkembangan dialektis
melalui tesa, antitesa, san sintesa yang berlangsung secara berulang-ulang dan terus-menerus.
Filsafat hukum dalam bentuk maupun isinya, penampilan dan esensinya juga dikuasai oleh
hukum dialektika. Negara merupakan perwujudan jiwa mutlak, demikan juga dengan hukum.

Aliran Hukum Positif


Sebelum aliran ini lahir, telah berkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum yang disebut
dengan Legisme yang memandang tidak ada hukum di luar undang-undang, dalam hal ini satu-
satunya sumber hukum adalah undang-undang.

Analitis
Pemikiran ini berkembang di Inggris namun sedikit ada perbedaan dari tempat asal kelahiran
Legisme di Jerman. Di Inggris, berkembang bentuk yang agak lain, yang dikenal dengan ajaran
Positivisme Hukum dari John Austin, yaitu Analytical Jurisprudence. Austin membagi hukum
atas 2 hal, yaitu:
a) Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.
b) Hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari:
- hukum dalam arti yang sebenarnya. Jenis ini disebut sebagai hukum positif yang terdiri dari
hukum yang dibuat penguasa, seperti: undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya,
hukum yang dibuat atau disusun rakyat secara individuil yang dipergunakan untuk melaksanakan
hak-haknya, contoh hak wali terhadap perwaliannya.
- Hukum dalam arti yang tidak sebenarnya, dalam arti hukum yang tidak memenuhi persyaratan
sebagai hukum, contoh: ketentuan-ketentuan dalam organisasi atau perkumpulan-perkumpulan.
Menurut Austin, dalam hukum yang nyata pada point pertama, di dalamnya terkandung perintah,
sanksi, kewajiban, dan kedaulatan. Sehingga ketentuan yang tidak memenuhi keempat unsur
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hukum.

Murni
Ajaran hukum murni dikatagorikan ke dalam aliran positivisme, karena pandangan-
pandangannya tidak jauh berbeda dengan ajaran Auistin. Hans Kelsen seorang Neo Kantian,
namun pemikirannya sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan Rudolf Stammler.
Perbedaannya terletak pada penggunaan hukum alam. Stanmmler masih menerima dan menganut
berlakunya suatu hukum alam walaupun ajaran hukum alamnya dibatasi oleh ruang dan waktu.
Sedang Hans Kelsen secara tegas mengatakan tidak menganut berlakunya suatu hukum alam,
walaupun Kelsen mengemukakan adanya asas-asas hukum umum sebagaimana tercermin dalam
Grundnorm/Ursprungnormnya.

Ajaran Kelsen juga dapat dikatakan mewakili aliran positivisme kritis (aliran Wina). Ajaran
tersebut dikenal dengan nama Reine Rechtslehre atau ajaran hukum murni. Menurut ajaran
tersebut, hukum harus dibersihkan dari dan/atau tidak boleh dicampuri oleh politik, etika,
sosiologi, sejarah, dan sebagainya. Ilmu (hukum) adalah susunan formal tata urutan/hirarki
norma-norma. Idealisme hukum ditolak sama sekali, karena hal-hal ini oleh Kelsen dianggap
tidak ilmiah.

Adapun pokok-pokok ajaran Kelsen adalah sebagai berikut:


a) Tujuan teori ilmu hukum sama halnya dengan ilmu-ulmu yang lain adalah meringkas dan
merumuskan bahan-bahan yang serba kacau dan keserbanekaragaman menjadi sesuatu yang
serasi.
b) Teori filsaft hukum adalah ilmu, bukan masalah apa yang dikehendaki, masalah cipta, bukan
karsa dan rasa.
c) Hukum adalah ilmu normatif, bukan ilmu ke-alaman (natuurwetenschap) yang dikuasai oleh
hukum kausalitas.
d) Teori/filsafat hukum adalah teori yang tidak bersangkut paut dengan kegunaaan atau efektivitas
norma-norma hukum.
e) Teori hukum adalah formal, teori tentang ara atau jalannya mengatur perubahan-perubahan
dalam hukum secara khusus.
f) Hubungan kedudukan antara tori hukum dengan sistem hukum positif tertentu adalah hubungan
antara hukum yang serba mungkin dan hukum yang senyatanya.

Fungsi teori hukum ilah menjelaskan hubungan antara norma-norma dasar dan norma-norma
lebih rendah dari hukum, tetapi tidak menentukan apakah norma dasar itu baik atau tidak. Yang
disebut belakangan adalah tugas ilmum politik, etiika atau agama.
Teori konkretisasi hukum menganggap suatu sistem hukum sebagai atau susunan yang piramidal.
Stufentheorie diciptakan pertama kali oleh Adolf Merkl (1836-1896), seorang murid dari Rudolf
von Jhering, yang kemudian diambil alih oleh Hans Kelsen. Kekuatan berlakunya hukum
tertentu tergantung pada norma hukum yang lebih tinggi, demikian seterusnya hingga sampai
pada suatu Grundnorm, yang berfungsi sebagai dasar terakhir/tertinggi bagi berlakunya
keseluruhan hukum positif yang bersangkutan. Fungsi hukum tersebut bukan dalam arti hukum
kodrat, tetapi sebagai suatu Transcendental Logische Voraussetzung, yaitu dalil yang secara
transendental menentukan bahwa norma dasar terakhir/tertinggi secara logis harus ada lebih
dahulu, yang sekaligus berfungsi sebagai penjelasan atau pembenaran ilmiah bahwa keseluruhan
norma-norma c.q. peraturan-peraturan dalam hukum positif yang bersangkutan itu pada
hakekatnya merupakan satu kesatuan yang serasi.

Penulis lain bernama Rudolf Stammler (1856-1938) merupakan tokoh kebangkitan kembali
filsafat c.q. hukum kodrat gaya baru, yaitu hukum kodrat yang senantiasa berubah yang
mengajarkan bahwa filsafat hukum adalah ilmu/ajaran tentang hukum yang adil (die lehre vom
richtigen recht). Apabila ilmu hukum meneliti dan mengkaji, secara positif, maka tugas dan
fungsi filsafat hukum ialah dengan abstraksi bahan-bahan variabel tersebut, meneliti secara
transendental kritis (metode yang berasal dari Kant) bentuk-bentuk kesadaran manusia hingga
menerobos sampai pada landasan/dasar transendental logis penghayatan hukum yang berujud
hakekat pengertian hukum.

Hakekat pengertian hukum atau pengertian hukum yang transendental ini mempunyai unsur-
unsur: kehendak/karsa, mengikat, berkuasa atas diri dan tidak bisa diganggu (wollen, verbinden,
selbstherrlichkeit unverletzbarkeit). Dari hakekat ini lebih lanjut ditarik 8 (delapan) macam
kategori hukum, yaitu: subjek hukum, objek hukum, dasar hukum, hubungan hukum, kekuasaan
hukum, penundukan hukum, menurut hukum (rechtmatigeheid), dan melawan hukum.
Pengertian dasar atau kategori hukum itu berupa metode pikiran formil yang adanya tidak
ditentukan oleh atau digantungkan pada isi atau aturan hukum. Asas-asas hukum umum yang
menentukan kebaikan isi atuan hukum, tidak termasuk pengertian hukum tetapi tergolong pada
cita hukum. Hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi syarat atau tertentu “social-ideal”,
yakni ujud dari manusia dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kehendak bebas
(Gemeinschaft frei wollender Menschen). Cita hukum yang sosial ini berfungsi regulatif terhadap
sistem hukum positif, tidak semata-mata pada bentuk hukumnya.

Aliran Utilitarianisme
Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), John Stuart Mill (1806-1873), dan
Rudolf von Jhering (1818-1889). Bentham berpendapat bahwa alam memberikan kebahagiaan
dan kesusahan. Manusia selalu berusaha memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi
kesusahannya. Kebaikan adalah kebahagiaan dan kejahatan adalah kesusahan. Tugas hukum
adalah memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Dengan kata lain, untuk memelihara
kegunaan. Keberadaan hukum diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi bentrokan
kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan yang sebesar-besarnya, untuk itu perlu ada
batasan yang diwujudkan dalam hukum, jikas tidak demikian, maka akan terjadi homo homini
lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain). Oleh karena itu, ajaran Bentham
dikenal sebagai utilitarianisme yang individual.

Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah John Stuart Mill yang lebih banyak dipengaruhi
oleh pertimbangan psikologis. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia ialah kebahagiaan. Manusia
berusaha memperoleh kebahagiaan melalui hal-hal yang membangkitkan nafsunya. Mill juga
menolak pandangan Kant yang mengajarkan bahwa individu harus bersimpati pada kepentingan
umum. Kemudian Mill lalu menganalisis hubungan antara kegunaan dan keadilan. Pada
hakekatnya, perasaan individu akan keadilan dapat membuat individu itu menyesal dan ingin
membalas dendam kepada tiap yang tidak menyenangkannya.

Pendapat lain dilontarkan Rudolf von Jhering yang menggabungkan antara utilitarianisme yang
individual maupun yang sosial, karena Jhering dikenal sebagai pandangan utilitarianisme yang
bersifat sosial, jadi merupakan gabungan antara teori yang dikemukakan oleh Bentham, Mill,
dan positivisme hukum dari John Austin. Bagi Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi
kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan kepentingan, ia mengikuti Bentham, dengan
melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan tetapi kepentingan
individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang
dengan kepentingan-kepentingan orang lain.

Aliran Sejarah

Tokoh-tokohnya antara lain Friedrich Carl von Savigny (1778-1861) dan Puchta (1789-1846).
Sebagian dari pokok ajarannya ialah bahwa hukum itu tidak dibuat, tetapi pada hakekatnya lahir
dan tumbuh dari dan dengan rakyat, berkembang bersama dengan rakyat, namun ia akan mati,
manakala rakyat kehilangan kepribadiannya (das recht wirdnicht gemacht, es wachst mit dem
volke vort, bilden sich aus mit diesem, und strirbt endlich ab sowie das volk seineen eigentuum
lichkeit verliert). Sumber hukum intinya adalah hukum kebiasaan adalah volksgeist jiwa bangsa
atau jiwa rakyat.

Paton memberikan sejumlah catatan terhadap pemikiran Savigny sebagai berikut:


1) Jangan sampai kepentingan dari golongan masyarakat tertentu dinyatakan sebagai volksgeist dari
masyarakat secara keseluruhannya.
2) Tidak selamanya peraturan perundang-undangan timbul begitu saja, karena dalam kenyataannya
banyak ketentuan mengenai serikat kerja di Inggris yang tidak akan terbentuk tanpa perjuangan
keras.
3) Jangan sampai peranan hakim dan ahli hukum lainnya tidak mendapat perhatian, karena
walaupun volksgeist itu dapat menjadi bahan kasarnya, tetap saja perlu ada yang menyusunnya
kembali untuk diproses menjadi bentuk hukum.
4) Dalam banyak kasus peniruan memainkan peranan yang lebih besar daripada yang diakui oleh
penganut Mazhab Sejarah. Banyak bangsa yang dengan sadar mengambil alih Hukum Romawi
dan mendapat pengaruh dari Hukum Perancis.

Tulisan von Savigny sebenarnya merupakan reaksi langsung terhadap Thibaut , di samping itu
juga hendak memberi tempat yang terhormat bagi hukum rakyat Jerman yang asli di negara
Jerman sendiri. Von Savigny berkeinginan agar hukum Jerman itu berkembang menjadi hukum
nasional Jerman. Tantangan von Savigny terhadap kodifikasi Perancis itu telah menyebabkan
hampir satu abad lamanya Jerman tidak memiliki kodifikasi hukum perdata. Pengaruh
pandangan von Savigny juga terasa sampai jauh ke luar batas negeri Jerman.

Sedang Puchta, termasuk penganut aliran sejarah dan sebagai murid von Savigny berpendapat
bahwa hukum dapat berbentuk:
1) Langsung, berupa adat-istiadat.
2) Melalui undang-undang.
3) Melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.

Namun ketika pembentukan hukum tersebut masih berhubungan erat dengan jiwa bangsa
(volksgeist) yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Puchta membedakan pengertian “bangsa” ke dalam dua jenis, yaitu bangsa dalam
pengertian etnis yang disebut “bangsa alam” dan bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan
organis yang membentuk satu negara. Adapun yang memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa
dalam pengertian nasional (negara), sedangkan “bangsa alam” memiliki hukum sebagai
keyakinan belaka.

Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui
kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam negara. Negera mengesahkan hukum itu
dengan membentuk undang-undang, Puchta mengutamakan pembentukan hukum dalam negara
sedemikian rupa, sehingga akhirnya tidak ada tempat lagi bagi sumber-sumber hukum lainnya,
yakni praktik hukum dalam adat-istiadat bangsa dan pengolahan ilmiah hukum oleh ahli-ahli
hukum. Adat-istadat bangsa hanya berlaku sebagai hukum sesudah disahkan oleh negara. Sama
halnya dengan pengolahan hukum oleh kaum Yuris, pikiran-pikiran mereka tentang hukum
memerlukan pengesahan negara supaya berlaku sebagai hukum. Di lain pihak, yang berkuasa
dalam negara tidak membutuhkan dukungan apapun. Ia berhak membentuk undang-undang
tanpa bantuan kaum yuris, tanpa menghiraukan apa yang hidup dalam jiwa orang dan
dipraktikkan sebagai adat-istiadat.
Dengan adanya pemikiran dan pandangan puchta yang demikian ini, menurut Theo Huijbers
dikatakan tidak jauh berbeda dengan Teori Absolutisme negara dan Positivisme Yuridis. Buku
Puchta yang terkenal berjudul Gewohnheitsrecht.

Aliran Sociological Jurisprudence


Pendasar aliran ini, antara lain: Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo, Kontorowics,
Gurvitch dan lain-lain. Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak
mengatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang
hidup di dalam masyarakat.

Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Dengan rasio demikian,
Sosiologi Hukum merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial,
sedang Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum yang
mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya. Sosiologi
hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan
sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping
juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2
(dua) hal tersebut di atas (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara
pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari hukum kepada
masyarakat, sedang sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada
hukum.

Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social
engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar
secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat.
Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam
mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang
ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.

Pendapat/pandangan dari Roscoe Pound ini banyak persamaannya dengan aliran Interessen
Jurisprudence. Primat logika dalam hukum digantikan dengan primat “pengkajian dan penilaian
terhadap kehidupan manusia (Lebens forschung und Lebens bewertung), atau secara konkritnya
lebih memikirkan keseimbangan kepentingan-kepentingan (balancing of interest, private as well
as public interest).

Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living law merupakan synthese dari these positivisme
hukum dan antithese mazhab sejarah. Maksudnya, kedua liran tersebut ada kebenarannya. Hanya
hukum yang sanggup menghadapi ujian akal agar dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur
kekal dalam hukum itu hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang terdiri dari atas pengalaman
dan diuji oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman
. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah
pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh
badan-badan yang membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat
yang berorganisasi politik dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.

Pragmatic Legal Realism


Salah seorang sarjana bernama Friedman membahas aliran ini dalam kaitannya sebagai salah
satu subaliran dari positivisme hukum. Sebab, pangkal pikir dari aliran ini bersumber pada
pentingnya rasio atau akal sebagai sumber hukum. Pendasar mazhab/aliran ini ialah John
Chipman, Gray, Oliver Wendell Holmes, Karl Llewellyn, Jerome Frank, William James dan
sebagainya. Friedman juga berpendapat bahwa Roscoe Pound juga dapat digolongkan ke dalam
Pragmatic Legal Realism di samping masuk ke dalam Sociological Jurisprudence. Hal ini
disebabkan oleh pendapat atau pandangan Roscoe Pound yang mengatakan bahwa hukum itu
adalah a tool of social engineering. Sementara itu, Llewellyn berpendapat bahwa Pragmatic
Legal Realism bukan aliran tapi suatu gerakan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Realisme bukanlah suatu aliran/mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan
cara bekerja tentang hukum.
2) Realisme adalah suatu konsep mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan sosial; maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan maupun hasilnya.
Hal ini berarti bahwa keadaan sosial lebih cepat mengalami perubahan daripada hukum.
3) Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen dan sein untuk
keperluan suatu penyelidikan agar penyelidikan itu mempunyai tujuan, maka hendaknya
diperhatikan adanya nilai-nilai dan observasi terhadap nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin
dan tidak boleh dipenuhi oleh kehendak observer maupun tujuan-tujuan kesusilaan.
4) Realisme telah mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme
bermaksud melukiskan apa yang sebenarnya oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orangnya.
Untuk itu dirumuskan definisi-definisi dalam peraturan-peraturan yang merupakan ramalan
umum tentang apa yang akan dikerjakan oelh pengadilan-pengadilan. Sesuai dengan keyakinan
ini, maka realisme menciptakan penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan
hukum yang lebih kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada
masa lampau.
5) Gerakan realisme menekankan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan
dengan seksama mengenai akibatnya.

Pendekatan yang harus dilakukan oleh gerakan realisme untuk mewujudkan program tersebut di
atas telah digariskan sebagai berikut:
1) Keterampilan diperlukan bagi seseorang dalam memberikan argumentasinya yang logis atas
putusan-putusan yang telah diambilnya bukan hanya sekedar argumen-argumen yang diajukan
oleh ahli hukum yang nilainya tidak berbobot.
2) Mengadakan perbedaan antara peraturan-peraturan dengan memperhatikan relativitas makna
peraturan-peraturan tersebut.
3) Menggantikan katagori-katagori hukum yang bersifat umum dengan hubungan-hubungan
khsusus dari keadaan-keadaan yang nyata.
4) Cara pendekatan seperti tersebut di atas mencakup juga penyelidikan tentang faktor-
faktor/unsur-unsur yang bersifat perseornagan maupun umum dengan penelitian atas kepribadian
sang hakim dengan disertai data-data statistik tentang ramalan-ramalan apa yang akan diperbuat
oloeh pengadilan dan lain-lain.

Mengenai aliran Pragmatic Legal Realism yang berkembang pada waktu itu dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

Aliran Realisme Hukum Amerika


Tokoh-tokohnya adalah Oliver Wendell Holmes dan Jerome Frank. “The path of Law” berasal
dari Holmes, sedang “Law in the modern mind” berasal dari Jerome Frank. Sifat normatif
hukum agak dikesampingkan. Hukum pada hakekatnya adalah berupa pola perilaku/tindakan
(pattern of behaviour) nyata dari hakim dan petugas/pejabat hukum (law officials) lainnya.
Pendorong utama perilaku Hakim atau pejabat-pejabat hukum segarusnya berpijak pada moral
positif dan kemaslahatan masyarakat (social advanrage). Bagi Frank, hukum dapat dibagi
menjadi dua, yaitu hukum yang senyatanya dan hukum yang mungkin (actual law and probable
law). Peraturan-peraturan hukum dan asas-asas hukum tidak lain adalah semacam stimuli yang
mempengaruhi perilaku hakim yang dapat dilihat dalam putusan-putusan hakim, di samping
faktor-faktor lain, yakni, prasangka politis, ekonomis, dan moril, simpati maupun antipati pribadi
(Frank). Terhadap sikap yang agak ekstrim dari kedua tokoh tersebut, yakni Roscoe Pound dan
benjamin Cardozo dalam bukunya yang berjudul “The nature of the juridical process”
mengambil pendirian yang lebih moderat, yakni wawasan sosiologis.

Aliran Realisme Skandinavia


Di Skandinavia, para sarjana hukum modern mengembangkan cara berfikir tentang hukum yang
memiliki ciri khas ala Skandinavia yang tidak ada persamaannya di negara-negara lain.
Walaupun istilah realisme sering dipergunakan untuk gerakan cara berfikir di Skandinavia akan
tetapi persamaan nama dengan gerakan cara berfikir di Amerika Serikat, hanyalah sebatas
persamaan nama saja. Realisme Skandinavia adalah dasar-dasar filsafat yang memberikan kritik-
kritik terhadap dasar-dasar metafisika hukum (Skandinavian realism is essentialy a philosophical
critique of the metaphysical foundations law). Gerakan ini menolak cara pendekatan yang
dipergunakan oleh kaum realis Amerika Serikat yang mempunyai nilai rendah. Dalam caranya
memberi kritik dan pengupasan prinsip-prinsip pertama yang seringkali sangat abstrak, grakan
realis mempunyai ciri-ciri yang mirip sekali dengan ciri-ciri Filsafat Hukum Eropa. Adanya
persamaan cara pendekatan antara penganut-penganut gerakan relaisme Skandinavia
diusebabkan oleh pengaruh dari Axel Hagestrom terhadap tokoh-tokoh gerakan realisme
Skandinavia pada waktu itu, yaitu Oliverscrona, Lundstedt, sekalipun pengaruh Axel tidak
sebesar Ross.

Para ahli hukum tersebut di atas menolak adanya pengertian-pengertian mutlak tentang keadilan
yang menguasai dan yang memberi pedoman pada sistem-sistem hukum positif. Mengenai nilai-
nilai hukum gerakan realisme Skandinaviamempunyai pendirian yang sama dengan filsafat
relativisme; mereka menolak pendirian yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang
hukum dapat disalurkan secara memaksa dari prinsip-prinsip tentang keadilan yang tidak adapat
diubah.

Menureut Friedman, keberadaan realisme Skandinavia telah memberikan sumbangan yang amat
besar kepada teori hukum, yaitu tentang penggunaan pengertian kehendak kolektif, satu
kehendak umum atau kehendak negara (a collective or general will or of the state) oleh ilmu
hukum analitis. Menurut Hargerstrom dan kawan-kawan, pengertian-pengertian tersebut adalah
semacam satu pengertian gaib yang dipergunakan mereka untuk memberi dasar hukum pada
kemahakuasaan orang-orang yang memegang perintah negara; dan cara mereka membuktikan
legitimitas (dasar hukum) kekuasaan negara tersebut menurut Hargerstrom dan kawan-kawan
adalah pada dasarnya sama dengan cara-cara yang dipergunakan filsafat hukum kodrat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem pemerintahan
Indonesia dijelaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa kata “hukum”
dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila kekuasaan adalah serba penekanan, intimidasi,
tirani, kekerasan dan pemaksaan maka secara filosofis dapat saja hukum dimanfaatkan oleh
pihak tertentu yang menguntungkan dirinya tetapi merugikan orang lain.
Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu dipahami akan makna
dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar
dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi
kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar
itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif.
Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut
pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata
hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-
bidang serta sistem hukumnya sendiri.
Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum mengambil sebagai
fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk kemudian dikupas dengan
menggunakan standar analisa seperti tersebut di atas. Suatu hal yang menarik adalah, bahwa
“ilmu hukum” atau “jurisprudence” juga mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang tidak
berbeda dengan filsafat hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah nama-nama untuk satu
bidang ilmu yang mempelajari hukum secara sama.
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh
penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan
ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang
baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak
terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi
dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya.
Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam
menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya
atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir,
fenomena pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak
karena tidak memberi kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan adil
pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur yang benar. Perkara
diputuskan dengan undang-undang yang telah dipesan dengan kerjasama antara pembuat
Undang-undang dengan pelaku kejahatan yang kecerdasannya mampu membelokkan makna
peraturan hukum dan pendapat hakim sehingga berkembanglah “mafia peradilan”. Produk
hukum telah dikelabui oleh pelanggarnya sehingga kewibawaan hukum jatuh. Manusia lepas dari
jeratan hukum karena hukum yang dipakai telah dikemas secara sistematik sehingga perkara
tidak dapat diadili secara tuntas bahkan justru berkepanjangan dan akhirnya lenyap tertimbun
masalah baru yang lebih aktual. Keadaan dan kenyataan hukum dewasa ini sangat
memprihatinkan karena peraturan perundang-undangan hanya menjadi lalu lintas peraturan, tidak
menyentuh persoalan pokoknya, tetapi berkembang, menjabar dengan aspirasi dan interpretasi
yang tidak sampai pada kebenaran, keadilan dan kejujuran. Fungsi hukum tidak bermakna lagi,
karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas
dengan tujuan tertentu. Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal
politik sulit ditemukan arahnya. Politik berdimensi multi tujuan, bergeser sesuai dengan garis
partai yang mampu menerobos hukum dari sudut manapun asal sampai pada tujuan dan target
yang dikehendaki.
Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk membangun kondisi
hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai dasar hukum
secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan
yang relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal
dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan
hukum pada suatu masa dan tempat tertentu. Olehnya itu, dari ilustrasi latar belakang di atas
penulis tertarik megambil judul makalah mengenai hakekat, pengertian hukum sebagai obyek
telaah filsafat hukum.
B. Rumusan Masalah
Adapaun yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana hakekat,
pengertian hukum sebagai obyek telaah filsafat hukum ?

BAB II
PEMBAHASAN

Hakekat, Pengertian Hukum Sebagai Obyek Telaah Filsafat Hukum


Semenjak kita duduk di bangku pendidikan lanjutan serta Perguruan Tinggi kita sering
mendengar tentang filsafat, apakah sebenarnya filsafat tersebut ? Seseorang yang berfilsafat
diumpamakan seorang yang berpijak dibumi sedang tengadah ke bintang-bintang, dia ingin
mengetahui hakikat keberadaan dirinya, ia berfikir dengan sifat menyeluruh (tidak puas jika
mengenal sesuatu hanya dari segi pandang yang semata-mata terlihat oleh indrawi saja). Ia juga
berfikir dengan sifat (tidak lagi percaya begitu saja bahwa sesuatu itu benar). Ia juga berfikir
dengan sifat spekulatif (dalam analisis maupun pembuktiannya dapat memisahkan spekulasi
mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak), dan tugas utama filsafat adalah menetapkan
dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu yang mempelajari
hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas, mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang
disebut dengan hakikat. Dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala
pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan
menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum.
Filsafat hukum ini berpengaruh terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in
abstracto.
Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai “subjek Hukum”,
dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum tak lepas dari manusia selaku
subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya manusia
yang mampu berfilsafat. Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan
kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar,
dan sah.
Perlu diketahui bahwa pengertian hukum yang akan dikemukakan berangkat dari
pemahaman akan makna dari filsafat hukum. Hubungannya dengan filsafat hukum, maka
tentunya perlu adanya pengetahuan awal mengenai filsafat itu sendiri dan sudah banyak
pengertian tentang filsafat tersebut menurut para filsuf yang memberikan persepsinya mengenai
filsafat, diantaranya :
a. Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
b. Aristoteles, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu matematika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
c. Al Farabi, filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakekat yang
sebenarnya.
d. Descartes, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia
menjadi pokok penyelidikan.
e. Immanuel Kant, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang tercakup di dalam empat persoalan, yaitu metafisika, etika, agama, dan
antropologi.
Olehnya itu untuk mengupas pengertian filsafat hukum, terlebih dahulu kita harus
mengetahui di mana letak filsafat hukum dalam filsafat. Sebagaimana telah diketahui bahwa
hukum terkait dengan tingkah laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia
agar tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah
sub dari cabang filsafat manusia. yang disebut dengan etika atau filsafat tingkah laku.
Dengan demikian, hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu
definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldoom sebagaimana dikutipnya dari
Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum (Noch suchen die
juristen eine Definition zu ihrem BegrifJe von Recht). Definisi tentang hukum yang dikemukakan
para ahli hukum sangat beragam, bergantung dari sudut mana mereka melihatnya. Ahli hukum
Belanda J. van Kan (1983) mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan
kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam
masyarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf van Jhering yang menyatakan
bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu
negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana orang harus
berperilaku. Pendapat ini didukung oleh ahli hukum Indonesia Wirjono Projodikoro (1992) yang
menyatakan bahwa hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang
sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin
keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib masyarakat itu. Selanjutnya O. Notohamidjojo (1975)
berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang
biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar negara,
yang berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan damai dalam
masyarakat. Definisi-definisi tersebut menggambarkan betapa luas sesungguhnya hukum itu.
Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh Pumadi Purbaearaka dan Soerjono Soekanto (1986)
dengan menyebut sembilan arti hukum. Menurut mereka hukum dapat diartikan sebagai: (1) ilmu
pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun seeara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran;
(2) disiplin, yaitu suatu sistem ajaran kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi; (3) norma,
yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilakuan yang pantas atau diharapkan; (4) tata
hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma- norma hukum yang berlaku pada suatu waktu
dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis; (5) petugas, yaitu pribadi-pribadi yang merupakan
kalangan yang berhubungan dengan penegakan hukum (Iawenforcement officer); (6) keputusan
penguasa, yaitu hasil proses diskresi; (7) proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal
balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindaktanduk atau perikelakuan
"teratur", yaitu perikelakuan yang diulangulang dengan eara yang sama yang bertujuan untuk
meneapai kedamaian; dan (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konscpsikonsepsi abstrak
tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian apabila kita ingin mendefinisikan hukum seeara memuaskan, kita harus
dapat merumuskan suatu kalimat yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum itu. Suatu
pekerjaan yang tidak mudah! Walaupun hukum dapat didefinisikan menurut sekian banyak
pengertian, tetapi seeara umum hukum dipandang sebagai norma, yaitu norma yang mengandung
nilai-nilai tertentu. Jika kita batasi hukum dalam pengertian sebagai norma, tidak lalu berarti
hukum identik dengan norma. Norma adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku. Dengan
demikian, norma hukum hanyalah salah satu saja dari sekian banyak pedoman tingkah laku itu.
Di luar norma hukum terdapat norma-norma lain. Purbaearaka dan Soekanto (1989)
menyebutkan ada empat norma, yaitu (I) kepereayaan; (2) kesusilaan; (3) sopan santun; dan (4)
hukum. Tiga norma yang disebutkan dimuka dalam kenyataannya belum dapat mernberikan
perlindungan yang memuaskan sehingga diperlukan norma yang keempat, yaitu norma hukum.
Menurut Sudikno Mertokusumo (1991) penyebabnya adalah: (1) masih ban yak kepentingan-
kepentingan lain manusia yang memerlukan perlindungan, tetapi belum mendapat perlindungan
dari ketiga norma sosial tersebut; (2) kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat
perlindungan dari ketiga norma sosial tersebut belum eukup terlindungi, karena dalam hat terjadi
pelanggaran, reaksi atau sanksinya dirasakan belum eukup memuaskan.
Sebagai contoh, norma kepercayaan tidak memberikan sanksi yang dapat dirasakan
secara langsung didunia ini. Demikian pula jika norma kesusilaan dilanggar, hanya akan
menimbulkan rasa malu atau penyesalan bagi pelakunya, tetapi dengan tidak ditangkap dan
diadilinya pelaku tersebut, masyarakat mungkin akan merasa tidak aman. Perlindungan yang
diberikan oleh norma hukum dikatakan lebih memuaskan dibandingkan dengan norma-norma
yang lain, tidak lain karena pelaksanaan norma hukum dikatakan lebih memuaskan dibandingkan
dengan norma-norma yang lain, tidak lain karena pelaksanaan norma hukum itu dapat
dipaksakan. Apabila tidak dilaksanakan, pada prinsipnya akan dikenakan sanksi oleh penguasa.
Di sini terlihat betapa erat hubungan antara hukum dan kekuasaan itu. Kekuasaan yang dimiliki
itupun terbatas sifatnya sehingga norma hukum yang ingin ditegakkannya pun memiliki daya
jangkau yang terbatas. Kendati demikian, bukan tidak mungkin terdapat norma-norma hukum
yang berlaku universal dan abadi (tidak dibatasi oleh ruang dan waktu), yang oleh sebagian ahli
hukum disebut dengan hukum kodrat atau hukum alam. Dari sini timbul hubungan yang erat
antara hukum kodrat dengan hukum positif. Dari sekian banyak definisi yang ada, menurut Paul
Seholten ada beberapa ciri-ciri hukum, sebagaimana dikutip oleh A. Gunawan Setiardja (1990:
79-90) yaitu:
1. Hukum adalah aturan perbuatan manusia. Dengan demikian menurut ahli hukum, tatanan hukum
adalah hukum positif yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah adalah sumber hukum.
2. Hukum bukan hanya dalam keputusan, melainkan juga dalamrealisasinya. Menurut Prof. Padmo
Wahyono, S.H., hukum yang berlaku dalam suatu negara mencerminkan perpaduan sikap dan
pendapat pimpinan pemerintah dan masyarakat mengenai hukum tersebut.
3. Hukum ini mewajibkan. Apabila hukum positif telah ditetapkan maka setiap warga negara wajib
untuk menaati hukum sesuai dengan undang-undang.
4. Institusionali hukum. Hukum positif merupakan hukum institusional dan melindungi
masyarakat.
5. Dasar hukum. Setiap hukum mempunyai dasar, yaitu mewajibkan dan mengharuskan.
Pelaksanaannya dengan ideologi bangsa.
Menurut Soejono Koesoemo Sisworo, penegakan hukum oleh Hakim melalui penemuan
hukum itu termasuk obyek pokok dari telaah filsafat hukum. Disamping masalah lainnya seperti
hakekat pengertian hukum, cita/tujuan hukum dan berlakunya hukum. Sedangkan menurut Lili
Rasyidi, obyek pembahasan filsafat hukum masa kini memang tidak terbatas pada masalah
tujuan hukum melainkan juga setiap masalah mendasar yang muncul dalam masyarakat dan
memerlukan pemecahan. Masalah itu antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2)
hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum
seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah pertanggungjawaban ; (6) masalah
hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan masalah peranan hukum sebagai
sarana pembaharuan masyarakat (socialengineering). Sedangkan menurut Theo Huybers, unsur
yang menonjol dalam telaah filsafat hukum antara lain tentang arti hukum kaitannya dengan
hukum alam serta prinsip etika, kaitan hukum dengan pribadi manusia dan masyarakat,
pembentukan hukum, serta perkembangan rasa keadilan dalam Hak Asasi manusia.
Selain itu, Roscoe Pound sebagai salah seorang pendasar aliran Sociological
Jurisprudence yang tumbuh dan berkembang di Amerika Serikat, memiliki 12 (dua belas)
konsepsi tentang hukum. Kedua belas konsepsi hukum yang dikemukakan oleh Pound tersebut
dipergunakan untuk menjelaskan gagasan tentang hak-hak asasi yang sebenarnya berguna untuk
menerangkan untuk apa sebenarnya hukum itu, dan menunjukkan bahwa seberapa mungkin
harruslah sedikit hukum itu, karena hukum merupakan satu kekangan terhadap kebebasan
manusia, dan kekangan itu walaupun hanya sedikit menuntut pembenaran yang kuat. Hal inilah
yang melatarbelakangi adanya 12 konsepsi Pound tentang hukum, karena gagasan untuk apa
hukum itu terkandung sebagian besarnya di dalam gagasan tentang apa hukum itu, maka satu
tinjauan pendek mengenai gagasan tentang sifat hukum dipandang dari pendirian ini akan sangat
berguna dalam mepelajari tujuan hukum dari segi filososfis. Adapun ke-12 konsepsi Pound
tentang hukum tersebut terdiri dari :
a. Pertama, boleh kita kemukakan gagasan tentang satu kaidah atau sehimpunan kaidah yang
diturunkan oleh Tuhan untuk mengatur tindakan manusia, misalnya undang-undang Nabi Musa,
atau undang-undang Hammurabi, yang diturunkan oleh Dewa Matahari setelah selesai disusun,
atau undang-undang Manu yang didiktekan kepada para budiman oleh putra Manu, Bhrigu
namanya, di depan Manu sendiri dan atas petunjuknya.
b. Ada satu gagasan tentang hukum sebagai satu tradisi dari kebiasaan lama yang ternyata dapat
diterima oleh dewa-dewa dan karena itu menunjukkan jalan yang boleh ditempuh manusia
dengan amannya. Sebab manusia primitif, yang menganggap dirinya dilingkungi oleh kekuatan
gaib di dalam alam yang banyak tingkah dan suka membalas dendam, terus-menerus dalam
ketakutan kalau-kalau ia melanggar sesuatu yang dilarang oleh mahkluk gaib. Dengan demikian
ia dan orang sekampungnya akan dimarahi oleh mahkluk gaib tersebut. Kesalahan umum
menuntut supaya orang melakukan hanya apa yang diperbolehkan, dan melakukan menurut cara
yang digariskan oleh kebiasaan yang sudah lama dituruti, setidaknya jangan melakukan apa yang
tidak disenangi oleh dewa-dewa. Hukum adalah himpunan perintah yang tradisional akan dicatat,
yang di alam kebiasaan itu dipelihara dan dinyatakan. Bilamana kita menjumpai sehimpunan
hukum primitif yang merupakan tradisi golongan dipunyai oleh satu oligarchi politik, boleh jadi
ia akan dianggap sebagai tradisi golongan, persis seperti sehimpunan tradisi yang sama tetapi
dipelihara oleh ulama atau pendeta, pasti akan dipandang sebagai yang telah diwahyukan oleh
Tuhan.
c. Gagasan ini rapat dengan yang kedua, yakni memahamkan hukum sebagai kebijaksanaan yang
dicatat dari para budiman di masa lalu yang telah dipelajari. Jalan yang selamat, atau jalan
kelakuan manusia yang disetujui oleh Tuhan. Apabila satu kebiasaan tradisional dari keputusan
dan kebiasaan tindakan telah dituliskan dalam kitab undang-undang primitif, mungkin dia akan
dianggap sebagai hukum. Demosthenes yang hidup dalam abad kekempat sebelum Masehi dapat
melukiskan hukum Athena dengan kata-kata tadi.
d. Hukum dapat dipahamkan sebagai satu sistem asas-asas yang ditemukan secara filasaft, yang
menyatakan sifat benda-benda, dan karena itu manusia harus menyesuaikan kelakuannya dengan
sifat benda-benda itu. Demikianlah, gagasan sarjana hukum Romawi, yang sebenarnya
merupakan cangkokan dari gagasan kedua dan ketiga tadi, dan dari satu teori politik tentang
hukum sebagai perintah dari bangsa Romawi; dan semuanya dirukunkan dengan memahamkan
tradisi dan kebijaksanaan yang tercatat dan perintah bangsa-bangsa yang semata-mata sebagai
pernyataan atau pencerminan dari asas-asas yang dicari kepastiannya secara filsafat, harus
diukur, dibentuk, ditafsirkan , dan ditambah oleh yang tigta tadi. Setelah diolah oleh ahli-ahli
filsafat ini, konsepsi yang tersebut tadi kerapkali mendapat bentuk lain,
e. Sehingga kelima hukum dipandang sebagai satu himpunan penegasan dan pernyataan dari satu
undang-undang kesusilaan yang abadi dan tidak berubah-ubah.
f. Ada satu gagasan mengenai hukum sebagai satu himpunan persetujuan yang dibuat manusia di
dalam masyarakat yang diatur secara politik, persetujuan yang mengatur hubungan antara yang
seorang dengan yang lainnya. Ini adalah suatu pandangan demokratis tentang identifikasi hukum
dengan kaidah hukum, dan karena itu dengan pengundangan dekrit dari negara kota yang
diperbincangkan di dalam buku Minos dari Plato. Sudah sewajarnyalah Demosthenes
menganjurkan kepada satu juri di Athena. Sangat mungkin dengan teori serupa itu, satu gagasan
filsafat akan menyokong gagasan politik dan kewajiban moril yang melekat pada suatu janji akan
dipergunakan untuk menunjukkan mengapa orang harus menepati persetujuan yang mereka buat
di dalam majelis rakyat.
g. Hukum dipikirkan sebagai satu pencerminan dari akal Illahi yang menguatkan alam semesta ini;
satu pencerminan dari bagian yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
sebagai satuan yang berkesusilaan, yang berbeda dengan yang masih dilakukan, yang ditujukan
kepada mahkluk lain selain manusia. Begitulah konsepsi Thomas Aquino, yang mempunyai
penganut banyak sampai abad ke-17 dan semenjak itu masih besar pengaruhnya.
h. Hukum telah dipahamkan sebagai satu himpunan perintah dari penguasa yang berdaulat di
dalam satu masyarakat yang disusun menurut satu sistem kenegaraan, tentang bagaimana orang
harus bertindak di dalam masyarakat itu, dan perintah itu pada tingkat terakhir berdasarkan apa
saja yang dianggap terdapat di belakang wewenang dari yang berdaulat. Demikianlah anggapan-
anggapan sarjana-sarjana Romawi pada masa republik dan masa klasik mengenai hukum positif.
Dan karena Kaisar memegang kedaulatan rakyat Romawi yang diserahkan kepada baginda, maka
Institutiones dari Kaisar Justinianus dapat menetapkan bahawa kemauan kaisar mempunyai
keuatan satu undang-undang. Cara berfikir serupa itu cocok dengan pikiran-pikiran ahli-ahli
hukum yang giat menyokong kekuasaan raja dalam memusatkan kerajaan Perancis pada abad ke-
16 dan ke-17, dan dengan perantaraan ahli-ahli hukum itu masuklah cara berfikir itu ke dalam
hukum publik. Rupanya dia sesuai dengan keadaan di sekitar kekuasaan tertinggi Parlemen di
tanah Inggris sesudah tahun 1688 dan menjadi teori hukum Inggris yang kolot. Demikianlah dia
dicocokkan dengan satu teori politik tentang kedaulatan rakyat yang menurut teori itu, rakyat
dianggap sebagai pengganti parlemen untuk memegang kedaulatan pada waktu Revolusi
Amerika, atau sebagai pengganti Raja Perancis pada waktu Revolusi Perancis.
i. Satu gagasan yang menganggap hukum sebagai satu sistem pemerintah, ditemukan oleh
pengalaman manusia yang menunjukkan, bahwa kemauan tiap manusia perseorangan akan
mencapai kebebasan sesempurna mungkin yang sejalan dengan kebebasan serupa itu pula, yang
diberikan kepada kemauan orang-orang lain. Gagasan ini yang dianut dalam salah satu bentuk
oleh mazhab sejarah, telah membagi ksetiaan sarjana hukum kepada teori hukum sebagai
perintah dari pemegang kedaulatan, dan hal in terjadi hampir di sepanjang abad yang lalu.
Menurut anggapan pada masa itu, pengalaman manusia yang menemukan prinsip hukum
ditentukan dengan sesuatu cara yang tak dapat dielakkan lagi. Ini bukanlah soal daya upaya
manusia yang dilakukannya dengan sadar. Prosesnya ditentukan oleh pengembangan suatu
gagasan mengenai hak dan keadilan, satu gagasan tentang kebebasan yang mewujudkan dirinya
di dalam pelaksanaan peradilan oleh manusia, atau oleh kerja-kerja hukum yang biologis atau
psikologis atau tentang sifat-sifat jenis bangsa, yang kemudian menghasilkan sistem hukum daru
suatu masa dan suatu bangsa yang bersangkutan.
j. Orang menganggap hukum itu sebagai satu sistem asas-asas, yang ditemukan secara filsafat dan
dikembangkan sampai pada perinciannya oleh tulisan-tulisan sarjana hukum dan putusan
pengadilan, yang dengan perantaraan tulisan dan putusan itu kehidupan lahir manusia diukur
oleh akal, atau pada taraf lain, dengan tulisan dan putusan itu kemauan tiap orang yang bertindak
diselaraskan dengan kehendak orang lain. Cara berfikir ini muncul pada abad ke-19 sesudah
ditinggalkan teori hukum alam dalam bentuk yang mempengaruhi pikiran hukum selama dua
abad, dan filsafat diminta untuk memberikan satu terhadap kritik susunan sistematik dan
perkembangan detail.
k. Hukum dipahamkan sebagai sehimpunan atau sistem kaidah yang dipikulkan atas manusia di
dalam masyarakat oleh satu kelas yang berkuasa untuk sementara buat memajukan kepentingan
kelas itu sendiri, baik dilakukan dengan sadar maupun tidak sadar. Interpretasi ekonomis dari
hukum ini banyak bentuknya. Di dalam satu bentuk yang idealistis, yang dipikirkannya adalah
pengembangan satu gagasan ekonomi yang tak dapat dihindarkan. Di dalam satu bentuk
sosiologis mekanis, pikirannya dihadapkan pada perjuangan kelas atau satu perjuangan untuk
hidup di lapangan perekonomian, dan hukum adalah akibat dari pekerjaan tenaga atau hukum
yang terlibat atau menentukan perjuangan serupa itu. Di dalam betuk Positivistis-Analistis,
hukum dipandang sebagai perintah dari pemegang kedaulatan, tetapi perintah itu seperti yang
ditentukan isi ekonomisnya oleh kemauan kelas yang berkuasa, pada gilirannya ditentukan oleh
kepentingan mereka sendiri. Semua bentuk ini terdapat dalam masa peralihan dari stabilitas
kematangan hukum ke satu masa pertumbuhan baru. Apabila gagasan bahwa hukum dapat
mencukupkan keperluan sendiri telah ditinggalkan, dan orang mulai mencoba menghubungkan
ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, yang lebih dulu menonjol ialah hubungan dengan
ilmu ekonomi. Tambahan lagi pada masa undang-undang banyak dibuat peraturan perundang-
undangan yang dundangkan mudah dianggap orang sebagai type darimperintah hukum, dan satu
percobaan hendak membentuk satu teori tentang pembuatan undang-undang oleh badan legislatif
dianggap memberikan uraian tentang semua hukum.
l. Akhirnya ada satu gagasan tentang hukum sebagai perintah dari undang-undang ekonomi dan
sosial yang berhubungan dengan tindak-tanduk manusia di dalam masyarakat, yang ditemukan
oleh pengamatan, dinyatakan dalam perintah yang disempurnakan oleh pengalaman manusia
mengenai apa yang akan terpakai dan apa yang tidak terpakai di dalam penyelenggaraan
peradilan. Teori type ini terdapat pada akhir abad ke-19, tatkala orang mulai mencari dasar fisik
dan biologis, yang dapat ditemukan oleh pengamatan, dan bukan lagi dasar metafisik, yang
ditemukan oleh perenungan filsafat. Satu bentuk lain menemukan satu kenyataan sosial yang
terakhir dengan pengamatan dan mengembangkan kesmpulan yang logis dari kenyataan itu,
mirip seperti yang dilakukan oleh sarjana hukum metafisika. Ini adalah akibat lagi dari suatu
kecenderungan dalam tahun mutakhir yang hendak mempersatukan ilmu-ilmu sosial, yang lebih
besar kepada teori-teori sosiologi.
Keduabelas konsepsi tentang hukum tersebut terkait dengan teorinya yang dikenal
dengan “Law as a tool of social engineering”. Untuk itu, Pound membuat penggolongan atas
kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum sebagai berikut :
1. Kepentingan Umum (Public Interest), terdiri dari
a. kepentingan negara sebagai badan hukum;
b. kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2. Kepentingan Masyarakat (Social Interest):
a. kepentingan akan kedamaian dan ketertiban;
b. perlindungan lembaga-lembaga sosial;
c. pencegahan kemerosotan akhlak;
d. pencegahan pelanggaran hak;
e. kesejahteraan sosial.
3. Kepentingan Pribadi (Private Recht):
a. kepentingan individu;
b. kepentingan keluarga;
c. kepentingan hak milik.
Dari klasifikasi tersebut dapat ditarik dua hal penting, yaitu: Pertama, Pound mengikuti
garis pemikiran yang berasal dari von Jhering dan Bentham, yaitu berupa pendekatan terhadap
hukum sebagai ke arah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan sosial. Penggolongan
kepentingan tersebut sebenarnya merupakan kelanjutan dari apa yang telah dilakukan Jhering.
Oleh karena itu, dilihat dari hal tersebut, Pound dapat pula digolongkan ke dalam alairan
Utilitarianisme dalam kapasitasnya sebagai penerus Jhering dan Bentham.
Kedua, klasifikasi tersebut membantu menjelaskan premis-premis hukum, sehingga
membuat pembentuk undng-undang, hakim, pengacara, dan pengajar hukum menyadari prinsip-
prinsip dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap-tiap persoalan khusus. Dengan kata lain, klasifikasi
tersebut membantu menghubungkan antara prinsip hukum dan praktiknya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya hakekat hukum yang ideal sebagai obyek filsafat hukum tentunya
mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan
tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan
contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat
hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan
hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu
hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan
konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-bidang serta sistem hukumnya sendiri.
Oleh sebab itu, hukum harus melindungi kepentingan-kepentingan sebagimana yang
dikemukakan oleh Pound yaitu sebagai berikut :
1. Kepentingan Umum (Public Interest), terdiri dari
a. kepentingan negara sebagai badan hukum;
b. kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2. Kepentingan Masyarakat (Social Interest):
a. kepentingan akan kedamaian dan ketertiban;
b. perlindungan lembaga-lembaga sosial;
c. pencegahan kemerosotan akhlak;
d. pencegahan pelanggaran hak;
e. kesejahteraan sosial.
3. Kepentingan Pribadi (Private Recht):
a. kepentingan individu;
b. kepentingan keluarga;
c. kepentingan hak milik.

B. Saran
Sebagai bentuk saran dari penulis hubungannya dengan hakekat, pengertian hukum
sebagai obyek telaah filsafat hukum yakni sebagai insan yang berpikir tentunya dapat
membedakan yang mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang salah dan mana yang benar.
Utamanya kepada para penegak hukum, haruslah mengetahui akan makna hukum itu sendiri agar
tidak terjebak dalam dinamika perdebatan akan makna hukum itu, sehingga dengan demikian
mereka mampu menegakkan hukum secara ideal yang mengedepankan keselarasan antara
keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum

DAFTAR PUSTAKA
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1993.

Kencana, Syafiie Inu, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung, 2004.

Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006

Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum, (Terj.) Muhammad radjab, Penerbit Bhratara, Jakarta, 1996.

Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.

Soeyono Koesoemo Sisworo, “Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat Hukum”, Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.

Soeyono Koesoemo Sisworo, Pidato Ilmiah Dies Natalis Ke-25 UNISSULA, “Dengan semangat Sultan
Agung Kita Tegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan kebenaran, suatu perjuangan yang
tidak pernah tuntas”.
FILSAFAT HUKUM

Literatur

1. Dasar-dasar filsafat hukum (lilarisidi)

2. Filasafat Hukum (Sutisno)

3. Dialektika Hukum Dan moral

Filsafat adalah

Phylos = Cinta

Sofia = Kebijaksanaan

Phyloshopya : Cinta kebijaksanaan,

Filsafat : mencintai kebijaksanaan,

Filosof : orang yang mencintai kebijaksanaan,

Orang sufi : orang yang bijaksana.

Mengapa Filsafat hukum itu penting dan diletakkan diakhir semester ?

Karena Filsafat hukum penutuik kaji (bahasa Minang), berarti menutup kaji dari pelajaran

hukum yang telah diterima selama ini..

Objek filsafat hukum adalah Ilmu hukum.

Cara berfikir filsafat itu adalah :

1. Kritis

2. Objektif

3. Mendalam

Oleh sebab itu pertanyaan filsafat tidak bersifat fenomena tapi mengenai yang bersifat

hakekat atau nilai dari sesuatu.


Jadi berbicara tentang filsafat adalah berbicara tentang nilai dari sesuatu.

Dalam Pengertian Ilmu Filsafat Bersifat :

1. Metodis

Filsafat mempunyai metode tertentu karena dapat dikaji, dapat diselidiki secara ilmiah

2. Sistematis

Filsafat punya kerangka - kerangka yang jelas

3. Koheren

Dia mempunyai keterkaitan- keterkaitan

Dari ketiga sifat filsafat tersebut diatas maka filsafat menjadi ilmu yang universal

Dalam Arti Pandangan hidup Filsafat Adalah :

Petunjuk arah kegiatan aktifitas manusia dalam segala bidang kehidupan.

Oleh Karena itu filsafat memiliki paling tidak 3 sifat pokok dan 1 sifat tambahan :

1. Menyeluruh (universal)

Ketika berfikir filsafat tidak hanya melihat dari satu sisi tapi melihatnya dari berbagai

aspek.

Sifat menyeluruh mengandung arti bahwa cara berfikir filsafat tidaklah sempit dan selalu

melihat suatu persoalan atau permasalahan dari tiap sudut yang ada/ segala aspek.

2. Mendasar

Tidak hanya melihat dari kulit luar tapi juga secara mendasar dan mendalam, setiap aspek

dianalisis secara mendalam sampai keakar - akarnya

3. Spekulatif
Kajian dalam filsafat tidak dapat langsung di temukan dalam sekali kajian tapi melalui

beberapa hal seperti :

a. eksperimen-eksperimen.
b. Beberapa kesalahan-kesalahan.
c. Beberapa kajian yang dilakukan dengan cara untung - untungan
d. Dan lain sebagainya.

maka baru di dapat kebenaran yang dicari.

Spekulatif yang dilakukan dalam filsafat hukum harus memiliki dasar-dasar yang dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah

Sifat atau ciri Tambahan Adalah :

4. Refleksi Kritis

Yang Artinya pengendapan dari apa yang dipikirkan secara berulang-ulang dan mendalam

(Kontenplasi). Pengendapan itu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban atas

pertanyaan yang lebih jauh lagi dan ini dilakukan secara terus menerus

Perbedaan filsafat barat dan timur

Terletak pada cara berfikirnya

Filsafat Timur :

Cara Berfikirnya bersifat Sekolatif yang artinya Pasrah, terbatas, menerima apa adanya

Filsafat Barat

Cara Berfikirnya bersifat spekulatif yang artinya tiada batasnya dan berani mencoba .

Filsafat Adalah cara berfikir yang kritis dan mendalam


Filsafat hukum dalam pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ada sangat di perlukan apalagi

disaat timbul suatu pertanyaan dimana teori dari ilmu pengetahuan tersebut tidak mampu

menjawab.

Filsafat Adalah

Ilmu yang akan membantu setiap ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan yang tidak

terjawab oleh ilmu itu sendiri jadi dapat diartikan filsafat merupakan dewa penyelamat

dari ilmu2 yang ada, krn disaat teori-teori dari ilmu-ilmu yang ada tidak mampu menjawab

maka filsafat lah yg akan membantu menjawabnya. Filsafat ada pada setiap ilmu-ilmu yg

ada.

Filsafat hukum dan ilmu-ilmu yang lain merupakan bagian dari ilmu filsafat

Buktinya :

Umum

Ada Ada Mutlak

Ada Khusus Alam

Ada Nisbi Antropologi

Manusia Etika= Hukum =

Filsafat hukum

Logika

Cara Berfikir Filosof adalah untuk kebajikan tanpa tedensi, yang ada hanya kebenaran.

Pentingnya ahli hukum mendalami filsafat hukum adalah

Agar seorang ahli hukum nantinya dapat berfikir dengan /secara kritis, objektif, dan

mendalam.

Beda Ilmu Pengetahuan yg ada dengan filsafat yaitu

Terletak pada sifatnya

- Ilmu Pengetahuan : Sifatnya fenomena


- Filsafat : bersifat mendasar dan mendalam.

Filsafat hukum mengajar kan orang berfikir secara Prediktif

Yaitu memprediksi, mengkaji apa yang akan terjadi di depan dengan dasar dari gejala2

yang terjadi pada saat ini.

Kedudukan Filsafat Hukum dalam ilmu filsafat

Filsafat pada intinya menjelajahi pertanyaan “Apa, Bagaimana, dan darimana” Oleh

karena itu dengan pertanyaan ini orang mencari sebab akibat yang di dapat dari :

Sains

Ilmu pengetahuan hanya berbicara sebatas sesuatu yang dapat diindrakan berarti

berbicara secara fenomena maka yang dibicarakan “kenapa”. Kenapa menyatakan sebab.

Yang ada dibalik fenomena adalah : Nilai-nilai atau hakekat,

Jadi filsafat hukum adalah

Mencari nilai2 sesuatu dibalik fenomena ilmu hukum.

FUNGSI Filsafat :

1. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan

Berfungsi membantu ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan yang tidak

dapat terjawab dari ilmu pengetahuan tersebut.

2. Filsafat sebagai pandangan hidup

Membantu manusia dalam mengarahkan aktifitas - aktivitas kehidupan manusia, berperan

sebagai kompas dalam kehidupan manusia

Oleh karena itu banyak yang berpendapat filsafat berfungsi sebagai : Central

Aktifity dimana Filsafat akan mengarahkan aktifitas manusia. Adapun filsafat mencakup

pertanyaan mengenai makna - makna kebenaran dan hubungan logis diantara ide - ide dasar
yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu empiris karena kadangkala persoalan- persoalan

itu membutuhkan pemikiran yang mendalam.

Filsafat hukum akan membangun cara berfikir seorang ahli hukum untuk tidak

berfikir secara empiris tetapi melihat dari berbagai sisi.

Pengertian Filsafat Hukum

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang dari filsafat yakni

1. Filsafat tingkah laku atau etika

Karena tingkah laku atau etika dinamakan hukum maka disebut filsafat hukum

Filsafat hukum mengkaji tingkah laku manusia yang berasal dari fenomena2 yang terjadi

didalam kehidupan manusia.

Objek filsafat hukum adalah hukum

Filsafat hukum dengan ilmu hukum

Persamaan

Terletak pada objek materianya yaitu tingkah laku manusia

Perbedaan

Terletak pada Objek forma yaitu nilai-nilai dan hakekat

Ilmu hukum hanya memberikan jawaban sepihak dan hanya melihat gejala - gejala

hukum sebatas yang dapat dilihat oleh panca indra mengenai perbuatan - perbuatan manusia

dan kebiasaan - kebiasaan manusia sementara itu pertimbangan nilai dari hakekat tsb luput

dari penilaian – penilaian.

Norma hukum Tidak termasuk dunia kenyataan tapi masuk ke dalam sains (realita) atau

solen (idealita).
Jadi dalam kajian ilmu hukum sain masuk dalam realita ilmu pengetahuan

sedangkan Solen masuk dalam realita filsafat.

Sain harus mengacu pada sollin

llmu hukum dapat dibedakan menjadi :

1. Ilmu tentang Norma (Norm Wissenchaft)

Ilmu tentang norma antara lain membahas tentang perumusan norma hukum kemudian apa

yang dimaksud dengan norma hukum

2. Ilmu tentang pengertian Hukum (Kampushesyen)

Antara lain membahas tentang Masyarakat hukum, subjek hukum

Keduanya disebut dengan ilmu Dogmatig

Ciri dog matig hukum : Teoritis rasional dengan mengunakan logika

3. Ilmu tentang kenyataan Hukum (Tatsachen Wissenschaft)

Ilmu tentang kenyataan ,ilmu ini mempelajari tentang kenyataan - kenyataan yang terjadi

dalam masyarakat yaitu sesuatu yang sebenarnya sudah ada dalam masyarakat

Dari perbandingan tersebut tampak bahwa filsafat tidak dimasuk kan dalam

cabang dari ilmu hukum tapi masuk dalam teori ilmu hukum (legal Theori) mengapa tidak

masuk dalam cabang ilmu hukum karena filsafat mempelajari fenomena - fenomena.

Batas - batas Filsafat hukum dan ilmu hukum

Filsafat hukum termasuk dalam filsafat

Merupakan bagian dari filsafat bukan bagian dari hukum

Dalam filsafat adalah filsafat hukum adanya merupakan bagian dari Filsafat etika

Filsafat dibagi dalam 2 bagian :

1. Filsafat yang umum teoritis


2. Filsafat yang khusus praktis

Filsafat adalah

Induk dari segala ilmu sedangkan ilmu hukum bagian kecil dari ilmu hukum

Filsafat khusus praktis terbagi 2 :

a. Abstrak

b. Kongkrit

Ilmu hukum berbicara tentang realita, kenyataan. Ilmu hukum tidak berbicara tentang hal2

yang abstrak

Ex :

Hukum perjanjian ada karena manusia melakukan perjanjian hukum perkawinan ada karena

adanya perkawinan

Filsafat yang khusus praktis

Berbicara yang sesungguhnya ada

a. Khusus abstrak

- mempunyai sifat yang umum universal

- tidak tergantung pada ruang dan waktu

- tidak melekat pada waktu

b. Khusus konkrit

- bergantung pada ruang dan waktu (hukum positif)

ex :

Pembunuh pertama di dunia adalah qabil, dia membunuh habil. Hal ini terjadi karena Qabil

tidak mendapat keadilan, jadi keadilan merupakan hak yang disukai oleh masyarakat

- Norma aturan adil adalah bersifat konkrit

Ilmu hukum

- Filsafat khusus konkrit

- Karena norma - konkrit yang dulu sesuai belum tentu sekarang bisa diterima
Filsafat yang kongkrit adalah

Filsafat yang diselenggarakan di dalam setiap ilmu pengetahuan yang terikat atau melekat

pada hasil - hasil ilmu pengetahuan oleh karena itu sering disebut sebagai filsafat yang

hanya mempunyai sifat konstruksi artinya memberi dasar- dasar yang umum dari setiap ilmu

pengetahuan yang bersangkutan

Aspek Filsafat

- orang takut hukum karena butuh hukum

Aspek teori ilmu hukum

- orang takut hukum karena takut dihukum

Batas antara filsafat yang khusus kongkrit dengan filsafat yang khusus abstrak seringkali

tidak diingat oleh sarjana yang bersangkutan, terutama oleh para sarjana yang keahliannya

terletak di dalam ilmu pengetahuan yang besangkutan saja.

Filsafat hukum yang pada pokoknya didasarkan pada ilmu hukum merupakan filsafat yang

hanya bersifat konstruksi

Kajian terhadap ilmu hukum ada 2 :

1. ilmu hukum ( konstruksi )

- Basisnya ilmu hukum tapi mengkaji filsafat

- lmu hukum menyesuaikan filsafat

2. ilmu filsafat

- Basicnya filsafat tapi mengkaji ilmu hukum

- yang sempurna/sebaiknya

orang hukum mengkaji sosiologi hasilnya dangkal

orang sosiologi mengkaji hukum hasilnya dalam


Filsafat yang bersifat praktis konkrit mulai berkembang pada abad 19 dan awal abad 20

Masehi mengenai sistim-sistim modern dan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

batas antara filsafat hukum dan ilmu hukum ialah :

Ilmu hukum

Termasuk ilmu pengetahuan mengenai hukum positif atau hukum INGCONGKRITO, jadi

objek adalah hukum positif. Oleh karena itu bersifat universal

Filsafat hukum

Mengenai hukum dalam arti abstrak (IN ABSTRACTO) yang termasuk dalam filsafat

abstrak khusus praktis, jadi Objek filsafat hukum adalah hukum secara abstrak dimana

kajian filsafat hukum sekarang sama dengan masa lalu maka disebut universal

Filsafat hukum dalam arti abstrak dapat dibagi dalam 2 lingkungan

1. Lingkungan yang merupakan dasar dari hukum Positif atau hukum dalam arti kongkrit dengan

demikian hal - hal yang merupakan kesimpulan yang diperoleh melalui abstraksi yaitu

abstraksi dari hal- hal sebagai hasil yang umum kolektif maka metoda filsafat hukum disini

adalah Induktif

2. Lingkungan yang tidak melalui Induksi tetapi yang didasarkan atas pokok pangkal yang

abstrak umum, Universal yang diambil dari hasil filsafat yang doperoleh dengan jalan

deduksi.

Filsafat hukum yang termasuk dalam lingkungan yang kedua diatas baru berhadapan dengan

1. Hukum yang abstrak umum yaitu hukum kodrat

2. Hukum yang tingkatnya lebih tinggi dari hukum kodrat yaitu keadilan

Oleh Karena itu dapat dikatakan adanya suatu hubungan yang terdapat antara filsafat

hukum dan ilmu hukum sebab didalam fikiran kita terdapat hukum positif, hukum kodrat dan

asas keadilan

Dengan demikian orang akan menempatkan hukum positif itu dalam rangkaian 2 hal yang

abstrak ini yaitu :


Hukum positif sebagai penjelmaan yang khusus yang terikat pada waktu dan ruang tertentu

dan hubungan antara objek ilmu hukum yang positif itu dengan objek filsafat hukum yang

abstrak yaitu hukum kodrat dan asas keadilan maka disini jelas terlihat adanya hubungan

antara hukum kodrat dengan hukum positif, antara asas keadilan dengan hukum positif baik

melalui hukum kodrat atau tidak dengan demikian secara jelas dapat kita lihat objek

filsafat hukum adalah :

a. Azaz keadilan

b. Hukum Kodrat

c. Dasar- dasar umum hukum positif

PENDEKATAN FILSAFAT

Pada pokoknya ada 2 macam cara tinjauan atau pendekatan filsafat hukum yaitu :

1. Pendekatan histories

Sejarah perkembangan filsafat hukum

a. Zaman Purbakala

 Masa Yunani

- Masa Pra socrates Sekitar 500 tahun SM

Di tandai dengan belum adanya pengaruh filsuf socrates. Filsafat hukum belum ada karena

para filsuf baru bicara tentang filsafat alam. Objek kajiannya adalah mempertanyakan

bagaimana kejadian alam dan berusaha mencari apa yang menjadi inti alam.

a. Filsuf Thales mengemukakan

Bahwa alam ini terjadi dari air

b. Anaximandros

Bahwa inti alam ini adalah suatu zat yang tidak tentu sifatnya disebut To apeiron

c. Anaximenes

Sumber dari alam semesta adalah Udara

d. Phitagoras (532 SM)

Bilangan adalah dasar dari segala-galanya.


Filsuf yang hanya menyinggung tentang manusia sebagai salah satu sub sistem alam

semesta. Hal ini merupakan tonggak sejarah dari filsafat.

Phitagoras berpendapat :

- Bahwa setiap manusia memiliki jiwa yang selalu berada dalam proses katharsis yaitu :

Pembersihan diri.

- Manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk ke dalam kebahagiaan.

- Manusia itu hanya sebagian kecil dari alam dan bukan penguasa alam.

- Manusia sebagai objek Filsafat, sebab hanya dengan kaitan manusia ini pembicaraan akan

sampai kepada masalah filsafat hukum.

- Tidak mengkaji sampai agama

- Hukum untuk mengembalikan kebersihan jiwa manusia.

Uraian nya :

alam terjadi dari bilangan misalnya alam terdiri dari wujud yang satu ditambah wujud yang

lain maka terjadilah alam, jadi menurutnya manusia terjadi karena bilangan, bilangan nya

adalah laki - laki dan perempuan.

jadi Phitagoras yang meletakkan atau menegakkan tonggak manusia. Jadi dia mengatakan

salah satu sub sistim di alam itu adalah manusia jadi manusia adalah sebagian kecil elemen

dari alam, dan merupakan sebagian kecil penguasa dari alam jadi manusia tidak bisa semena-

mena terhadap alam ini karena ada yang lain selain manusia.

e. Heraklitos

- Alam semesta terbentuk dari api

- Slogan yang terkenal Partarei yang artinya semua mengalir dengan kata lain segala sesuatu di

dunia ini tidak henti-hentinya berubah.

Uraiannya :

mengatakan alam semesta terbentuk dari api dengan slogan yang terkenal phantarei yang

berarti semua mengalir sesuai dengan keadaan jadi bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak

henti - henti ada perubahan


- Masa Socrates, plato, aristoteles

Masa Socrates

- Manusia sebagai objek filsafat

- Mengkaji manusia dari berbagai segi aspek kehidupan

- Tugas utama negara adalah mendidik warga negara agar taat pada hukum.

Uraiannya :

Socrates mengkaji manusia dari berbagai sudut sehingga diperkirakan filsafat hukum lahir

pada masa Socrates dan mengalami masa operkembangan di masa plato dan aristoteles.

Masa Plato

- Orang-orang yang melanggar hukum harus dihukum.

Aristoteles

- Bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri (Zoon Politicon)

- Hukum terbagi :

a. Hukum alam

Tidak mengalami perubahan

b. Hukum Positif

Hukum negara

- Ibi ius ubi societes

Dimana ada manusia di situ ada hukum.

Uraiannya :

Yang terkenal hingga sekarang dari Aristoteles adalah Zoon politicon karena menurut

aristoteles manusia tidak bias hidup sendiri

- Masa Stoa

Kaum stoa yakin akan persamaan akan manusia dalam persekutuan universal dan menolak

doktrin perbudakan dari aristoteles mereka memandang alam semesta sebagai suatu

substansi organic yang tunggal, mereka juga telah menjalankan pengaruh abadi terhadap

pemikiran hukum, alam yang memperlihatkan struktur dan ketertiban dan manusia kedua-
duanya mengambil bagian dalam intelijensi atau akal budi, akal budi adalah pendorong naluri

tindakan - tindakan manusia dapat dievaluasi hanya dalam kerangka alam sebagai suatu

keseluruhan hukum alam merupakan standart yang paling dasar bagi aturan2 hukum dan

institusi - institusi yang dibuat manusia digabungkan dengan gagasan aristoteles dan

Kristen yang diwujudkan dalam tradisi hukum alam dari filsafat hukum pada abad

pertengahan

Jadi zaman yunani, merupakan zaman dari kota kecil yang aman, dimana adanya masyarakat

filosof dan tidak ada intimidasi sehingga lahir demokrasi

 Masa Romawi

Pada masa romawi perkembangan filsafat hukum tidak segemilang masa yunani karena ahli

fakir atau filosof romawi banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah bagaimana

hendak mempertahankan ketertiban diseluruh kawasan kekaisaran romawi. Orang romawi

berfikir secara diktator.

Pada masa Romawi ini :

a. Telah mulai adanya klasifikasi hukum

b. Masa terpenting dalam perkembangan sejarah hukum.

- Masa cicerio

Adanya konsep tentang persamaan

- Masa St. Agustine

Kesamaan manusia dibawah hukum alam.

Konsepsi terpenting adalah bahwa manusia itu bebas dari dosa, jika manusia mengalami

instrusi/alam yang politik maka manusia akan mengalami masalah.

- Ius natural

Hukum alam

- Ius gentium

Hukum yang berlaku pada hukum asing tidak diberlakukan hukum sipil

- Ius......
Menunjuk pada hukum kota roma, pada dasarnya diberlakukan pada setiap tata hukum pada

masyarakat romawi

Jadi manusia pada masa romawi telah mengenal hukum dan dimulainya kodifikasi dengan

adanya iustianus.

b. Abad Pertengahan

- Masa Gelap

Tidak ada lagi perkembangan filsafat dan perkembangan hukum. Kemudian bangsa dari

barat pada umumnya.

Jerman datang membawa agama, waktu itu orang romawi tidak punya agama, akibatnya

semua orang romawi menerima agama yang dibawa oleh bangsa barat itu menjadi sebuah

kepercayaan. Sehingga sampai sekarang Romawi menjadi pusat Katolik.

- Masa scholastics

Masa yang semuanya ditujukan pada Tujan, dimana perkembangan filsafat terfokus pada

filsafat ketuhanan.

Banyak pemikiran yang lahir tapi corak yang khusus yaitu didasarkan semuanya pada Tuhan

sesuai dengan corak pemikiran ketuhanan sehingga dinamakan Scholastics

c. Zaman Renaisance

Pada abad ini pusat perhatian pemikiran adalah Allah, baru kemudian ciptaannya yaitu

manusia sehingga manusia jadi titik tolak pemikiran. Pada Zaman ini sikap hidup religius

terpisah dengan kehidupan lainnya, para filsuf umumnya memisahkan urusan yang berkaitan

agama dengan non agama yang disebut Adanya dikotomi antara urusan dunia dengan urusan

akhirat.

Jean Bodin mengatakan :

Hukum adalah perintah dari penguasa yang berdaulat, namun kekuasaan raja tidak

melampaui hukum alam yang didekritkan Tuhan

d. Zaman Baru

Filsuf zaman ini adalah Thomas Hobes (abad-17 tahun 1588-1679)

Ia menggunakan istilah “hak alamiah” (law of nature) dan “akal benar” (Right Reason)
Yang utama baginya adalah :

1. Kemerdekaan yang dimiliki tiap orang untuk menggunakan kekuasaan sendiri menurut

kehendaknya sendiri

2. Asas2 kepentingan sendiri

3. Kondisi alamiah dari umat manusia adalah peperangan abadi yang didalam nya tidak ada

standart perilaku yang berlaku umum.

Selain itu juga muncul paham bahwa manusia tidak mampu mengetahui mana yang adil dan

mana yang tidak adil dan juga manusia tidak mampu mengetahui apa yang dikehendaki oleh

tuhan dan tuhan di atas segala-segalanya.

e. Zaman Modern

Pada zaman ini filsafat hukum berdasarkan rasionalitas pemikiran manusia dan empirisme

dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan nilai manusia pribadi diakui sebagai subjek

hukum. Zaman ini melahirkan aspirasi revolusi perancis 1789 yaitu lahirnya pengetahuan

manusia tentang kedaulatan rakyat. Kemudian zaman modern lahir pemikiran tentang

demokrasi (Kedaulatan rakyat), sehingga lahirlah revolusi Perancis yang menggugat

kedaulatan Raja.

Empirisme : melihat kenyataan dulu baru kemudian dirasionalkan

Filsuf di zaman ini yang dikenal adalah :

1. Rudolf Von Jhering (1818)

Menolak beberapa teori antara lain :

a. Teori Hegel

Hukum adalah ekspresi dari kemauan umum (general will)

b. Teori Von savigny

Hukum adalah ekspresi spontan dari kekuatan bawah sadar serta pendapatnya yang

mengatakan mengabaikan secara sadar untuk melindungi kepentingan warga masyarakat.

Aliran2 nya bercirikan :

a. Aliran positivisme
Hukum sebagai sejumlah aturan yang memaksa berlaku dalam suatu negara

b. Aliran sosiological dan “hukum bebas”

2. Eugen erich (1862-1922)

Mengungkapkan “ pusat dari bobot perkembangan hukum tidak terletak dalam legalitas dan

keputusan yudisial, tetapi dalam masyarakat itu sendiri

3. Gustav radbruch (1878-1949)

Berpendapat bahwa hukum merupakan suatu gejala kultural yang dapat dipahami melalui

hubungan pada nilai-nilai yang diperjuangkan manusia untuk diwujudkan melalui hukum

4. Rescoe pound (1870-1964)

Filsuf dari amerika serikat yang beralirkan sosiologi hukum, mengemukakan bahwa hukum

itu berbeda antara “law in books” dengan “law in action” selanjutnya mengemukakan bahwa

hukum berisi perintah dan unsur ideal.

5. Joseph W.Bingham (awal abad-20)

Beraliran filsafat hukum realistis mengungkapkan bahwa peraturan hukum seperti kaidah

ilmiah tidak mempunyai eksistensi yang independen karena hanya merupakan konstruksi

mental yang dengan mudah meringkaskan fakta2 partikular.

6. H.L.A hart

Karyanya The konsep of Law, ia mengembangkan suatu pandangan tentang hukum sebagai

suatu perpaduan aturan sekunder dan aturan primer.

f. Zaman reformasi

Filsafat Hukum zaman Reformasi dapat diungkapkan bahwa bangsa Indonesia disatu pihak

menginginkan hukum sebagai panglima atau hukum yang mengatur persoalan ekonomi, politik,

budaya dan persoalan sosial kemasyarakatan lainnya. Dipihak lainnya tampak dalam perilaku

masyarakat terhadap hukum, justru mengfungsikan hukum sebagai alat politik, alat ekonomi,

sosial dan budaya kemasyarakatan lainnya.


Berdasarkan realita hukum dari dua sudut pandang diatas, tampak putusan2 pengadilan

pada tingkat pertama, pengadilan pada tingkat banding dan MA yang terkadang simpang siur

sehingga disebut hukum mandul.

Kajian tentang asal mula filsafat manusia akan mengantar kita tentang kajian

filsafat hukum, karena filsafat hukum ada pada filsafat manusia

Dalam Filsafat ada 4 Mazhab

1. Mazhab Plato
2. Mazhab Aristoles
3. Mazhab Stoa
4. Mazhab epicurus

Dari ajaran2 tersebut, maka orang berfikir sehungga lahir suatu aliran baru yang

merupakan kombinasi dari aliran yang ada yang bernama ecletesisme. Setelah itu muncul

masa Neoplatonisme (plato Baru). Ajarannya plato tapi ajaran plato yang telah

dikombinasikan dengan ajaran-ajaran yang lain.

Neoplatonisme

Mula-mula membangun suatu tata filsafat yang bersifat ketuhanan. Menurut pendapatnya “

Tuhan itu hakekat satu2nya yang paling utama dan luhur yang merupakan sumber dari

segala-galanya”.

Dengan dasar filsafat plato yang mengajarkan orang harus berusaha mencapai pengetahuan

yang sejati. Oleh karena itu maka kita harus berikhtiar melihat Tuhan, sebab melihat tuhan

itu tidak dapat hanya berfikir saja, akan tetapi harus dengan jalan beribadah, jadi ajaran

neoplatonisme masih dipengaruhi oleh ajaran Ecletesisme.


Masa Thomas Aquenas dan Scolastic

- Adanya perbedaan tentang hukum

Scholastick mengatakan :

- Bahwa hukum itu berasal dari tuhan

- Penguasa itu adalah wakil tuhan

Tomas Aquines

Hukum itu harus dapat menjangkau akal budi manusia itu sendiri.

Ex :

Raja dapat berkuasa karena ia berdaulat, raja berdaulat karena ia diberi kedaulatan oleh

rakyat. Oleh karena itu rakyat harus patuh pada penguasa.

Ius Divinum Posituum

Hukum yang didapati dari wahyu disebut hukum positif

Ius Posituum Humanum

Hukum yang diketahui oleh manusia berdasarkan akal budi

Thomas Aquines menyatakan ada 3 hukum :

1. Hukum yang berasal dari Tuhan (lex devina atau ius devina)

2. Hukum yang berasal dari kontrak sosial (lex Humana)

Hukum manusia atau yang dibuat oleh manusia, dimana garisan-garisan dari lex naturalis

tidak boleh dilanggar

3. Lex Naturalis yaitu hukum tuhan yang sudah didelegasikan pada alam.

Kemudian muncullah teori dalam hukum yaitu lex superiori derogat legi imperiori : hukum

yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah

Kebenaran : yang menunjuk pada keadilan Tuhan

Perbedaan antara filsafat timur dan filsafat barat

Filsafat timur Filsafat Barat


1. asli 1. Buatan

2. Suka hidup damai 2. Suka

Konflik

3. Pasif 3. Aktif

4. Bergantung pada pihak lain 4. Mandiri.

5. Lambat 5. Cepat.

6. Meneruskan 6. Menciptakan.

7. Konservatif 7. Progresif.

8. Intuitif 8. Rasional.

9. Teoritis 9. Expremental.

10. Artistik 10. ilmiah.

11. Kerohanian 11. Mareialistik.

12. Psikis 12. Fisik

13. Mengutamakan ukrawi 13. Mengutamakan Duniawi.

14. Manusia alam dan manusia sejajar 14. Alam Dikuasai oleh manusia

15. Kolektifistis atau kesamaan 15. Individualistis

Orang Barat

- Berusaha melakukan experimen-experimen (aktif)

- Melakukan pekerjaan sendiri/mandiri

Orang Timur

- hanya menerima saja

- suka minta tolong

Akibatnya :

Orang barat lebih cepat berkembangnya dari pada orang timur

Beberapa Aliran/Mazhab dalam filsafat hukum

Menurut Northrop
Dalam karyanya Cultural Value mengemukakan tentang adanya beberapa aliran atau mazhab

dalam filsafat hukum

1. Legal Positif Lizem

2. Pragnatic legal realizm

3. Neo Kantian, Ano kelsenian, etical jurispruden

4. Fungsional antropological or sosiological jurisprudence

5. Naturalistie Jurisprudence

Menurut Lili Rasyidi, Aliran Filsafat Hukum :

1. Hukum Alam

- Irrasional : diluar jangkauan manusia

- Rasional : Yang bisa dilogikakan

Adanya Absolut Justis : Keadilan yang mutlak

Sejarah Hukum alam Adalah :

Sejarah umat manusia dalam usahanya menemukan absolut justice/keadilan yang absolut

tersebut.

Pengertian Hukum Alam

Berubah-berubah sesuai dengan kondisi/kehidupan masyarakat dan keadaan politik

Keadilan Masyarakat

Keadilan seperti apa yang ada pada saat itu

Fungsi Hukum

Sebuah alat untuk mencapai keadilan

Filsafat Hukum alam

1. Dipergunakannya hukum alam untuk merubah peraturan/konsep hukum perdata romawi yang

lama menjadi sistim hukum yang baru

Sistim hukum yang lama : Code Justianus

Code Justianus diambil dari nilai2 masyarakat romawi yang condong pada hukum agama

yaitu nilai2 islam


Sistim hukum umum yang bersifat universal : Prinsip2 hukum umum yang berlaku sama di

dunia/negara2 lain didunia

Ex :

Hukum perjanjian harus ada 2 saksi, maka ini juga ditetapkan oleh negara lain

Prinsip2 hukum perdata yang dibuat itu berdasarkan atau berasal dari hukum agama agama

yang mana ? agama Islam

Keadilan yang universal : keadilan yang berdasarkan lex naturalis dan lex devina

2. Dipergunakan sebagai senjata perebutan kekuasaan antara gereja maupun pihak kerajaan

3. Dipergunakan sebagai hukum dasar international dan dasar kebebasan pemerintahan

4. dipakai oleh para hakim AS dalam menafsirkan konstitusi/UUD

2. ....

3. Aliran utilitar

4. .....

5. ....

6. .....

Sumber hukum Alam

1. Irrasional

Adalah hukum yang bersumber dari Tuhan

Dianut oleh kaum Skolastik filsup yang terkenal yaitu Thomas Aquines dalam hukumnya

summa Theologika ia membentangkan pemikiran Hukum alamnya yang banyak mempengaruhi

gereja dan bahkan menjadi dasar pemikiran gereja sampai sekarang, seperti halnya

aristoteles yang membagi hukum itu atas hukum alam dan hukum positif maka Thomas

aquines membagi hukum menjadi 4 golongan yaitu :

a. Lex eterna
Merupakan Ratio tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala

sumber hukum, ratsio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia

b. Lex Devina

Bagian dari tario Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan wahyu yang

diterimanya

c. LexNaturalis

Yang merupakan hukum alam yaitu merupakan penjelmaan dari lex eterna didalam ratio

manusia

d. Lex positivis

Hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung

dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia, hukum positif terdiri dari hukum

positif yang diciptakan oleh tuhan seperti yang terdapat dalam kitab suci dan hukum positif

buatan manusia

2. Rasional

Adalah hukum alam yang bersumber dari manusia

Thomas Aquino membagi Asas hukum alam ke dalam 2 jenis yaitu :

1. Prinsipia Prima

Adalah Asas yang dimiliki oleh manusia semenjak ia lahir dan bersifat mutlak dan tidak

dapat dipisahkan dari diri manusia, oleh karena itu prinsipia prima tidak dapat berubah

ditempat manapun dan dalam keadaan apapun.

2. Prinsipia Sekunder

Merupakan Asas yang diturunkan dari Prinsipia prima tidak berlaku mutlak dan dapat

berubah menurut tempat dan waktu oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prinsipia itu
adalah merupakan penafsiran manusia dengan menggunakan rationya terhadap prinsipia

prima.

Hubungan Hukum, Keadilan, Etika dan Moralitas Sosial

Kita akan menilai interaksi hubungan antara pengertian dan disiplin yang sangat erat

hubungannya, analisa tentang hubungan itu telah menjadi pokok pembicaraan yang tiada

henti2nya antara ahli filsafat hukum, ahli hukum, ahli agama dll yaitu mengenai hubungan

antara hukum, keadilan,etika dan moralitas sosial. Jadi problem atau masalah itu sudah

merupakan problem yang sanagt tua umurnya yang berasal dari para ahli hukum dan

ahli filsafat, Selanjutnya pengertian hukum sebagai suatu bentuk kaidah/norma sosial akan

dibedakan dengan pengertian sistim hukum kemudian dengan hukum dan etika, dan kemudian

dibedakan pula etika sebagai suatu sistim nilai yang mengatur tingkah laku individu dan

moralitas sosial sebagai suatu sistim kaedah/norma yang mengatur tingkah laku sosial dari

suatu masyarakat tertentu.

Pengertian Hukum

Kalau diperhatikan definisi dan semua uraian tentang hukum maka berkisar antara 2 sikap

atau pandangan yang extrim yaitu :

1. Pandangan yang mengutamakan sifat memaksa dari hukum.

Aspek memaksa dari kaedah hukum itu berdasarkan atas sumber kekuasaan yaitu perintah

tertinggi atau tata hirarki dan didasarkan atas paksaan melalui sanksi.

2. Pandangan yang menitik beratkan pada diterimanya oleh masyarakat dan kepatuhan atas

hukum. (ket Tgl 19/5)

Jhon Austin dan Hans Kelsen adalah aliran yang beraliran Positivisme.

Austin Membedakan hukum dengan apa yang dinamakan dengan :

a. Law of God
Hukum Yang diciptakan oleh Tuhan yang dapat dilihat dalam kitab suci

b. Human Of law

Hukum yang diciptakan oleh manusia dibagi atas 2 yaitu :

1. LawProferly so colled

Hukum yang sesungguhnya yang disebut dengan hukum positif yang terdiri dari 4 unsur

yaitu :

- Perintah

- Kewajiban

- Sanksi

- Kekuasaan Tertinggi

2. Law In Proferly So colled

Hukum yang tidak sesungguhnya seperti adat dll.

Aliran Positivisme yang dianut oleh Jhon Austin terkenal dengan Command Theory

(teori perintah).Oleh karena hukum adalah merupakan perintah tertinggi maka hukum

diciptakan, Hukum yang bukan diciptakan bukan hukum, maka menurut Austin Hukum

Internasional Bukanlah hukum karena hukum internasional tidak ada penguasa tertinggi.

Menurut Hans Kelsen Perintah itu didasarkan tata hirarki, menurutnya hukum itu

harus murni terlepas dari nilai2, baik nilai politik, sosial, budaya, dll. Maka dari Hans kelsen

ini llahirlah “Free Recht Lehre”. Maka menurut teori Hans kelsen jenis perintah itu tidak

berasal dari penguasa seperti Jhon Austin melainkan dari hirarki.

Dari dalam norma hukum harus ada :

- Etika

- Moralitas Jika hal ini tidak ada, maka keadilan hukum tidak akan pernah ada.
- Keadilan

Hubungan etika dan moralitas sosial

Walaupun sebagian ahli menyamakan istilah etika, kesusilaan, moralitas sosial, namun

sebagian ahli yang lain selalu membedakan kedua istilah tersebut, Misalnya Strawson

membedakan 2 arti dari istilah itu, menurutnya Moralitas sosial atau moral etika kedua

terminologi itu bukan hanya sekedar masalah terminologi sebab dengan perbedaan itu akan

menjelaskan hubungan nilai2 individu dengan nilai2 sosial dan dengan nilai2 hukum.

Catatan :

- Norma Hukum yang baik harus mampu mencerminkan nilai2 moralitas dan etika sosial.

- Hukum itu harus mampu membentuk suatu nilai2 moral yang bersifat universal dalam

masyarakat.

Di dalam subuah tulisannya Strawson mengemukakan bahwa lingkungan etika adalah

merupakan lingkungan yang beraneka ragam merupakan citra atau gambaran ideal dari

kehidupan manusia yang tertentu saja, saling tidak sesuai dan kadangkala bertentangan.

Dengan demikian etika merupakan lingkungan aturan hidup yang ideal yang ditetapkan oleh

individu bagi dirinya sendiri.

Selanjutnya etika itu harus dipahami, tentu tidak sama antara individu yang satu

dengan individu yang lain, Berbeda dengan lingkungan moralitas atau kesusialaan yang

merupakan aturan2 atau prinsip2 yang mengatur tingkah laku manusia yang berlaku

universal dalam masyarakat atau golongan tertentu.

Manfaat Perbedaan Etika dan moralitas sosial

Manfaat pendekatan ini adalah bahwa dengan demikian akan melenyapkan hubungan antara :

1. Nilai2 yang ditetapkan oleh individu untuk mereka sendiri sebagai manusia yang
bertanggung jawab.
2. Norma2 atau kaedah2 moral atau moralitas yang mengatur masyarakat

mencerminkan perimbangan sosial dan pilihan antara nilai individu yang bertentangan

3. Tata Hukum/Norma Hukum yang harus mencerminkan moralitas sosial yang umum
diterima walaupun sama sekali tidak identik sama dengan tata hukum.

Teori Tentang etika

Penggolongan teori2 etika banyak sekali terdapat dalam leteratur tetapi pembagian atau

penggolongan yang sering diadakan dan terpenting adalah Pembagian berdasarkan sumber

darimana nilai2 etika itu di temukan.

Berdasarkan sumbernya maka nilai2 etika dapat digolongkan :

1. Teori Naturalis

Berarti setiap pandangan yang berpendapat bahwa sifat etika bisa dijelaskan atau dibatasi

dari sudut sifat2 kodrat.

2. Teori Intuisionistis

Berpendirian bahwa etika adalah disiplin yang bersifat otonom yang berlawanan

dengannaturalistis. Penganut Intiuisionistis percaya bahwa ketentua2 pokok dari etika

normatif adalah pandangan atau pengertian yang bersifat intiutif yang tidak bisa

disimpulkan dari suatu disiplin lainnya.

3. Teori Non Kognitif


Yaitu suatu teori yang mengganggap nilai2 etika tidak bisa dijelaskan atau diketahui secara

objektif sebab nilai2 etika itu semata2 menyangkut emosi atau perasaan sehingga tidak

bisa diteliti dengan mudahnya

Dilihat dari nilai tujuan ada 2 teori :

1. Teori Teologis

Menurut teori ini bahwa etika itu adalah kebaikan merupakan nilai tujuan, sedangkan

kewajiban dan hak merupakan nilai Derivatif atau sekunder. Teori ini dianut oleh aristoteles

2. Teori Deontis

Hak dan kewajiban itu adalah primer dan kebaikan itu adalah Derevatif/sekunder. Teori ini

dianut oleh Immanuel Kant

Hubungan Teori Hukum dengan teori etika

Semua jenis2 teori etika tersebut diatas sangat mempengaruhi terhadap teori hukum,

susut tinjauan darimana teori etika itu sebaiknya ditinjau dari sudut teori hukum ialah dari

sudut faliditasnya atau kekuatan berlakunya sebagai titik tolak untuk untuk mengambil

batasan atau definisi faliditas baik dari teori formil maupun materil yaitu dengan

memperoleh faliditas dari tata hukum itu berdasarkan unsur hakekat norma dasrnya.

Teori2 etika dapat dibagi atas 2 golongan :

1. Teori2 yang menerima dan mengakui faliditas objektif dari dalil2 etika yaitu :
a. Teori etika yang didasarkan atas nilai2 meta positif baik dari ketentuan yang
religius maupun non religius
b. Teori yang mengakui dan menerima nilai2 etika yang mempunyai sifat atau
corak objektif dan karena itu bersifat memaksa walaupun dirasakan secara

instinktif.

c. Teiru empiris, ada 3 empirisme yang penting

- Sistim/Approach yang mencari dalil2 dari etika, dari pengalaman historis dan pengalaman

sosial

- Sistim yang menguji nilai etika itu berdasarkan fakta dan moralitas sosial

- Positivisme Logika.

2. Teori2 yang menyangkal atau menolak faliditas objektif dari dalil2 atau nilai
etika itu, ada 2 type dari jenis teori ini yaitu :

a. Relativisme.
b. Non Kognitive

Diterimanya hukum itu oleh masyarakat dan kepatuhan atas hukum

Sikap seperti ini adalah pengertian hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh teori

Savigny dan Eugen Ehrlich yang mengutamakan kepatuhan, kebiasaan dan hukum yang

hidup dalam masyarakat sebagai unsur yang menentukan. Hukum yang demikian itu mungkin

saja memperoleh penegasan dari penguasa tetapi hukum itu tidak diciptakan oleh penguasa.

Keterangan :

Hukum adalah kebiasaan yang tumbuh dari masyarakat yang kadangkala ada kebiasaan

tersebut yang diformalkan, tumbuh dari bawah.

Walaupun demikian menurut Freidmann Perbedaan kedua pandangan di atas tidaklah

absolut tetapi hany bersifat relatif sebab perbedaan itu pada hakekatnya ialah masalah

titik berat definisi positivisme, sebab definisi pisitivisme dari austin dan kelsen tentu

membutuhkan diterima dan dipatuhinya hukum itu oleh masyarakat, sebaliknya definisi dari
Von Savigny dan Ehrlich setidaknya di dalam sistim hukum modern tidak ada tingkah laku

sosial betapapun berakarnya dalam masyarakat atau mantapnya dan diperkuat oleh golongan

yang mematuhi/dipatuhi.

Keterangan :

Kata fredmen hanya perbedaan menafsirkan atau pemahaman mengenai positivisme yaitu :

1. austin dan hans kelsen positivisme aturan yang dilegalkan oleh penguasa

2. erlih dan vonsav menafsirkan positivisme sebagai apa yang lahir dari masyarakat.

Jadi menurut fredmien antara austin dan hans serta erlih dan von tidak ada perbedaan

Contoh :

Hukum pidana ada penguasa yang menindak secara paksa tapi di hukum adat tidak bisa

menindak inilah yang dinamakan positivisme.

Di dalam masyarakat primitif jangkauan hukum masih lemah sebagian perkembangan sistim

hukum tidak berkembang.

Keterangan :

Karena masyarakat primitif kehidupannya sangat lemah dapat dilihat pada ciri masyarakat

primitif yaitu kepatuhannya serta kesederhanaannya. Oki dlm masy prim teori hukum tidak

berkembang karena dlm masy prim hidupnya sanagt sederhana.

Didalam Masyarakat yang lebih maju dan komplek perkembangan sistim hukum melaju

dengan pesat.

Keterangan :

Pada masyarakat maju hukum harus terus berkembang mengikuti perkembangan sosial

masyarakat, karena tehnologi terus berkembang pada masyarakat maju, untuk itu hukum

harus mampu mengantisipasi perkembangan ini karena persoalan mekin hari semakin

komplek.

Analisa tentang sayart minimum apa yang harus dimiliki oleh suatu sistim hukum
Misalnya menurut :

Prof Al Hart

1. Membedakan antara hukum primitif prim legal sistim dengan sistim hukum maju (advance

legal systim).

2. Primary ruler of obligation

Erat hubungannya dengan aturan2 kebiasaan atau adat yang disebut dng costumery rules

dan biasanya berlaku pada masy prim dan tidak bisa berlaku pada masy modern karena tidak

ada kepastian dan bersifat berubah2 tidak tetap sedangkan prim bersifat tetap jadi di

masy dapt diberlakukan costumery rules.

3. secondary rules of recognation

dalam secondary ror ini hukum nya dibuat oleh lembaga2 tertentu untuk mengantisipasi

perkembangan dunia modern. Adanya secon ini untuk mengatasi masalah primary yang tidak

mampu mengatasi masalhnya. Hukum seconder tidak boleh melAWAN hukum primer, hanya

mengakomodir dari hukum primer dan melengkapi untuk memenuhi kebutuhan dari hukum

primer. Tapi jika primari bisa dan sanggup mengatasi persoalan2 maka tidak perlu

secondary dipakai.

TEORI-TEORI TENTANG ETIKA

Dari berbagai macam teori dikaitkan dengan teori hukum kita lihat dari sudut atau

batasan dari sudut validitasnya artinya dari validitas (tingkat kepatuhan orang pada hukum)

dari tata hukum itu berdasarkan unsur hakekat norma dasar, tetapi hal ini tidak mutlak

tergantung dimana ahli itu memandangnya sehingga terjadilah keberagaman dari teori2

para ahli.

Kenapa orang patuh pada hukum karena hukum dibuat secara spesifik yang

ditentukan oleh norma dasar yang dianggap ada sebelumnya.

Ex :

Suatu norma diformalka misal penghinaan pasal 310,311. kalau kita tidak melakukan berarti

kita patuh, tapi kita tidak melakukan bukan karena takut pada ancaman pasalnya hukumnya
tapi memangtidak mau berbuat karena memang tidak mau bukan karena pasal, atau aturan

hukumnya.

Alf Ross

Sistim keseluruhan dlam masyarakat sehingga dari batas2nya kita dapat meramalkan atau

memprediksi kalau hal tersebut dibiarkan akibatnya akan menjadi buruk.

Contoh :

Mengapa orang dilarang zinah karena akan terjadi kekacauan2 dalam masyarakat

Teori2 validitas objektif etika tersebut ada yang menerima dan ada yang tidak menerima.

1. Teori2 yang menerima

Yang menerima teori validitas etika adalah kelompok yang bercirikan teologis dan teori yang

bercorak rasionalistis, Alasan kedua kelompok ini menerima adalah : 1. kelompok teologis

mengatakan bahwa manusia pada dasarnya baik atau beretika oki segala nilai kebaikan yang

ada dalam norma hukum adalah merupakan perwujudan dari nilai2 kabaikan yang ada pada

diri manusia., 2.teori rasional menerima karena etika itu merupakan salah satu unsur dari

norma hukum

2. Orang patuh menerima nilai etika sebagai norma hukum secara terpaksa walaupun tidak ada

yang memaksa. Berarti dibatasi paksaan dalam diri manusia yang dirasakan secara instingtif

atau rasa keadilan yang ada dalam diri manusia itu sendiri.

3. Dianut oleh kaum empiris, mereka mau menerima karena menurut kenyataan dapat

dibuktikan,

30 Mei 2008

Antinomi2 terpenting dalam teori hukum

Freidmen mencba membuat klasifikasi mengenai antinomi yang terpenting dalam filsafat

hukum dan teori hukum yaitu :

1. Individu dengan universum.


2. Voluntarisme dengan pengetahuan objektif.
3. Intelek dengan intuisi.
4. Stabilitas dengan perubahan.
5. Positivisme dengan idealisme.
6. Kollektifisme dengan individualisme.
7. Demokrasi dengan otokrasi.
8. Nasionalisme dengan internasionalisme.

HUKUM – KEKUASAAN

Recht staat not Macht Staat

Hukum tanpa kekuasaan bukan berarti apa2

Kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenangan

Hubungan Hukum dan kekuasaan

Kenapa orang patuh pada hukum ?

Karena :

a. Hukum itu adalah nilainya sendiri.

b. Teori kekuasaan, takut akan kekuasaan yang ada dalam hukum.

Hubungan hukum dan kekuasaan dapat dirumuskan dalam sebuah slogan :

“Hukum tanpa kekuasaan adalah angan2, kekuasaan tanpa hukum adalah kezalima “

Dalam penerapnnya :

- Hukum memerlukan kekuasaan untuk penerapannya, ciri utama inilah yang membedakan

hukum disatu pihak dengan norma2 sosial lainnya.

- Kekuasaan diperlukan oleh karena hukum itu bersifat memaksa

Dalam Masyarakat ada terdapat norma2 sosial yang didalamnya tidak ada kekuasaan yang

jelas yaitu :

- Norma kesusialaan.

- Norma kesopanan.

- Norma Agama.

- Norma Hukum.
Yang membedakan norma hukum dengan norma sosial lainnya adalah :

Karena sifat memaksa dan mengikat dari hukum tersebut. Kekuasaan itu ada dalam hukum

agar hukum itu bersifat memaksa. Jika ada hukum tanpa kekuasaan maka penerapan2 dari

hukum itu dalam masyarakat akan mengalami hambatan.

Semakin tertib masyarakat dalam pergaulan hidup maka kekuasaan tidak perlu ada.

EX :

Diperlukannya kekuasaan orang. Pada lampu merah kenapa masih ada polis ? itu terjadi

karena kurangnya kesadaran dari masyarakat tentang hukum dalam lalu lintas.

 Hukum itu sendiri adalah kekuasaan, karena hukum dapat memberikan kekuasaan pada

seseorang.

Contoh :

Polisi

Sumber hukum adalah :

- Kekuasaan (Kharisma) yang legal

- Kekuatan (fisik dan ekonomi)

 Disisi lain yang lebih penting adalah

- Hukum mrupakan pembatas dari kekuasaan agar tidak terjadi kesewenangan atau

penyelahgunaan dari kekuasaan itu sendiri (power To corrupt)

- Kekuasan merupakan sifat yang buruk, karena keinginan untuk mempunyai kekuasaan yang

lebih dan disalahgunakan.

 Baik buruknya sesuatu kekuasaan adalah tergantung dari bagian mana kekuasaan itu

dipergunakan atau dengan kata lain baik buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur

dengan kegunaannya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh

masyarakat terlebih dahulu.. Yang menjadi ukurannya adalah apakah kekuasaan di gunakan

untuk mencapai apa yang sudah kita rencanakan ? jika berhasil berarti kekuasaan digunakan

dan jika gagal berarti kekuasaan tidak dijalankan/kekuasaan disalah gunakan.


Kekuasaan merupakan sesuatu yang mutlak dalam kehidupan masyarakat karena unsur

pemegang kekuasaan adalah merupakan faktor yang penting untuk menggunakan kekuasaan

yang dimilikinya yang sesuai dengan kehendak masyarakat, dimana kekuasaan tanpa

digunalkan oleh manusia itu sama artinya tidak ada, karena itu disamping keharusan adanya

hukum sebagai alat pembatas juga bagi pemegang kekuasaan ini diperlukan sayarat2 lain

seperti :

a. memiliki watak yang jujur.

b. Rasa pengabdian terhadap kepentingan masyarakat.

Kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat juga merupakan pembatas yang ampuh bagi

pemegang kekuasaan, antara hukum dan kekuasaan terdapat hubungan yang erat.

Cat :

 Dalam negara demokrasi

Kekuasaan itu adalah kekuasaan rakyat.

 Dalam Negara Hukum

Kekuasaan = Autority (kesewenangan).

PEPERZAK,mengemukakan adanya hubungan ini dapat diperlihatkan dengan dua cara yakni

1. Dengan menelaahnya dari konsep sanksi.

Adanya perilaku yang tidak mematuhi aturan hukum,menyebabkan diperlukannya sanksi

untuk menegakkan aturan hukum itu karena sanksi dalam kenyataan merupakan “kekerasan”

maka penggunaannya memerlukan legitimasi yuridis(pembenaran hukum) agar menjadikan

sebagai kekerasan yang sah.

Arti penting legitimasi yuridis

Untuk membenarkan digunakannya sanksi sebagai kekerasan yang sah.


2 Dengan menelaahnya dari konsep penegakan Konstitusi

Pembinaan sistim aturan2 hukum dalam suatu negara yang teratur adalah diatur oleh hukum

itu sendiri, perihal ini biasanya tercantum dalam konstitusi dari negara yang bersangkutan.

Penegakan Konstitusi itu termasuk penegakan prosedur yang benar dalam pembinaan hukum

itu, mengasumsikan digunakannya kekuasaan (force) diperlukannya kekuatan sebagai

pendukung serta pelindung bagi sistim aturan2 hukum untuk kepentingan penegakkannya

berarti hukum pada akhirnya harus didukung serta dilindungi oleh sesuatu unsur yang bukan

hukum yaitu oleh kekuasaan.

ETIKA PRIFESI HUKUM

Profesionalisme para penegak hukum amat sangat penting, pembangunan hukum -----Sdm ---

-Profesionalisme-------Etika.

Etika itu berkaitan dengan 4 hal :

1. Nilai

Pengertian nilai dalam etika profesi

Nilai adalah sifat/kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir

maupun batin.

Bagi manusia nilai dijadikan landasan/motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik

disadarinya atau tidak. Berbeda dengan fakta yang dapat dari observasi secara empiris

maka nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak karena nilai sangat berkaitan dengan

cita2 keinginan dan harapan dan segala sesuatu pertimbangan internal atau batiniah dan

nilai yang abstrak dan subjektif tersebut agar dapat lebih berguna dalam menuntun sikap

dan tingkah laku manusia perlu lebih dikongkritkan lagi untuk nilai harus dirumuskan

kedalam simbol2 tertentu yang tujuannya agar lebih mudah dipahmi secara interpersonal.

Wujud yang lebih kongkrit dari nilai ini adalah ;

Norma yang berbagaimacam dari norma yang ada.

2. Norma
Norma Hukum adalah norma yang paling kuat karena dapat dipaksakan pelaksanaanya oleh

kekuasaan eksternal, nilai dan norma selanjutnya berkaitan erat dengan moral dan etika.

Hukum :

Mempelajari tentang kelakuan manusia

3. Moral

Beda Moral dan etika

Moral :

Kepribadian seseorang yang terkandung di dalam dirinya, makna moral yang terkandung

dalam kepribadian seseorang itu tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.

Etika

Merupakan cerminan dari moral seseorang

4. Etika

Merupakan cerminan dari moral seseorang

Filsafat Hukum mempunyai kaitan yaang erat dengan etika karena antara filsafat dengan

etika mempunyai tujuan yang sama. Etika sebagai cabang dari filsafat.

Pertama-tama dapat dideteksi secara diskriptif dan normatif karena itu ada yang disebut

dengan etika diskritif dan etika normatif. Diluar itu ada pendekatan yang disebut Meta

etika.

Etika Deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas

isalnya : merupakan adat kebiasaan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan dan dilarang.

Etika diskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu2 tertentu dalam

kebudayaan atau Subcultur tertentu dalam suatu periode sejarah dan sebagainya.

Nb :

Norma sosial

a. Aturan2 Masyarakat
b. Dengan Norma ini masyarakat akan dapat saling menghargai/ untuk mempertahankan

eksistensi ditambah control sosial.

Fungsi2 efektivitas hukum dalam masyarakat

Selalu terjadi permasalahan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi.

Lahirnya hukum melihat kenyataan selalu terjadi pertentangan dalam masyarakat.

Pertentangan tingkah laku seseorang dengan orang lain sehingga pada akhirnya masyarakat

punya standar nilai tersebut.

Fungsi Hukum

a. Menerapkan mekanisme kontrol sosial yang kan membersihkan masyarakat dari tingkah laku

yang menyompang sehingga hukum berfungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok

itu. Anggota kelompok akan berhasil mengatasi tuntutan yang menuju ke arah penyimpangan

guna menjamin agar kelompok tersebut tetap utuh atau kemungkinan lain hukum akan gagal

dalam melaksanakan tugasnya sehingga kelompok itu hancur atau punah.

b. Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat (the Law is social engeenering)

Selain dari fungsi hukum sebagai kontrol sosial dan mengubah masyarakat, Rosche Pound

beranologi bahwa yang mengemukakan hak yang bagaimanakah seharusnya diatur oleh

hukum, hak2 manakah yang bisa dituntut individu dalam masyarakat.

Menurut Rousche Pound yang merupakan hak itu adalah kepentingan/tuntutan yang diakui,

diharuskan, dibolehkan secara hukum sehingga tercapai suatu keseimbangan sehingga

terwujud apa yang dikatakan ketertiban umum.

Efektivitas hukum berarti mengkaji kaedah hukum yang harus memenuhi syarat yaitu

berlaku secara yuridis, sosioligis dan filosofis.

Faktor yang dapat mempengaruhi hukum yang berfungsi dalam masyarakat adalah Sbb :

1. kaedah hukum / norma hukum.


Dalam teori ilmu hukum dapat dibedakan antara 3 hal mengenai berlakunya hukum sebagai

faedah yakni sbb :

a. Kaedah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya berdasarkan kaedah yang lebih

tinggi tingkatannya atau dasar yang telah ditetapkan.

b. Kaedah Hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaedah tersebut efektif artinya kaedah

itu dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga

masyarakat (teori kekuasaan) atau kaedah itu berlaku karena adanya pengakuan dari

masyarakat.

c. Kaedah hukum berlaku secara filosofis yaitu sesuai dengan cita2 hukum sebagai nilai positif

yang tertinggi

Oleh karena itu agar hukum berfungsi secara efektif maka terhadap norma hukum harus

memenuhi ke 3 unsur kaidah tersebut diatas.

2. Unsur Penegak hukum/aparatur hukum,

Mencakup ruang lingkup yang sangat luas yakni seluruh strata masyarakat.

3. Sarana Atau fasilitas

Merupakan sesuatu yang penting dalam rangka menegakkan efektifitas hukum, terutama

sarana dalam bentuk fisik

4. Warga Masyarakat.

Yakni kesadaran masyarakat untuk mematuhi suatu peraturan per-UU-an atau dengan kata

lain tingkat kepatuhan oleh kesadaran hukum masyarakat.

NOTE
1. Comperative Law : Perbandingan Hukum

2. Code Yustianus : Kodifikasi hukum

Tugass
1.Perbandingan filsafat hukum barat dengan filsafat hukum timur

2.Sejarah perkembangan filsafat zaman kuno dan zaman pertengahan

3.Aliran hukum alam

4.Aliran positivisme hukum

5.Moral dan agama

6.Kebebasan dan tanggung jawab

Makalah dikumpulkan paling lambat kuliah terakhir

Cari literaturnya yang berkisar pada filsafat hukum lila rasyidi, sidharta, friedmen

jilid 1 saja, zainudin ali.

Anda mungkin juga menyukai