BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat hukum menurut Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto (1979:2) mengatakan “
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai- nilai kecuali itu filsafat hukum juga
mencakup penyerasian nilai-nilai misalnya : penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman,
antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan
pembaharuan:.
Kesulitan pertama yang banyak dialami dalam memahami hukum yaitu berfikir mengenai
hukum dengan cara yang telah ditentukan dalam ilmu hukum, mengaitkan satu sama lain sebab
dengan sebab lainnya, yang satu dengan hal yang timbul karenanya. Alam berfikir hukum adalah
berfikir khas, dengan karakteristik yang tidak ditemui dalam cara-cara berfikir yang lain.
Positivisme hukum atau disebut juga mazhab formalistik, mencoba menjawab masalah-
maasalah hukum melalui sistem-sistem norma, aturan-aturan, bagi aliran ini alam berfikir hukum
adalah berfikir normatif bahkan cenderung legisme. Aliran sosiologis mengemukakan cara yang
bisa dikatakan sangat bertolak belakang dengan cara positivisme hukum, yaitu mencoba melihat
konteks, memfokuskan cara pandang hukum terhadap pola kelakuan/tingkah laku masyarakat,
sehingga cenderung menolak aturan-aturan formal (yang dibuat oleh lembaga formal seperti
DPR, dengan bentuk peraturan perundang-undangan).
Dalam filsafat hukum ada beberapa aliran atau mazhab sebagai berikut:
1. Mazhab Hukum Alam
2. Mazhab Formalistis
3. Mazhab Kebudayaan dan Sejarah
4. Utilitarianisme
5. Sociological Jurisprudence
6. Realisme Hukum
7. Critical Legal Studies
8. Feminisme Jurisprudence
9. Semiotika Jurisprudence
Diantara aliran atau mazhab tersebut yang akan dibahas disini adalah Sociological
Jurisprudence.
Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha pembaharuan hukum dapat dikatakan
bahwa Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan pembinaan hukumnya menganut teori
gabungan dari apa yang dikenal sebagai aliran sociological jurisprudence dan pragmatic
jurisprudence. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam
proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat.
Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang
mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengtahui apa Sociological Jurisprudence
2. Untuk mengetahui perbedaan Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum
3. Untuk mengetahui kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence
BAB II
BAB III
KESIMPULAN
Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik
beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik
haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara
tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the
living law). Roscoe Pound (1870-1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini. Dalam
bukunya An introduction to the philosophy of law, Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas
untuk memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian
yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum.
Dalam aliran Sociological Jurisprudence hukum menjadi sangat akomodatif dan
menyerap ekspektasi masyarakat. Bagi Sociological Jurisprudence hukum dikonstruksi dari
kebutuhan, keinginan, tuntutan dan harapan dari masyarakat. Jadi yang didahulukan adalah
kemanfaatan dari hukum itu sendiri bagi masyarakat, dengan demikian hukum akan menjadi
hidup. Aliran sangat mengedepankan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Akan
tetapi hal ini berakibat hukum menjadi demikian cair. Kritik yang terbesar yang ditujukan bagi
Sociological Jurisprudence adalah dengan pendekatan ini hukum dapat kehilangan ”taringnya“
dan tidak ajeg. Paradigma ini juga dianggap terlalu mengadaikan suatu masyarakat telah
demikian berkembang sampai pada tahap dimana tidak lagi ada ketegangan pada pranata sosial
dalam merumuskan tuntutannya, masyarakat dianggap telah mampu menentukan hukumnya
sendiri, dan mengecilkan kedaulatan dari penguasa.
Jadi, aliran Sosiological Yuresprudence berkembang dan membahas tentang hukum yang
ada di masyarakat. Hanya saja dalam aliran Sosiological Yurisprudence membahas tentang
hukum yang berkembang atau yang ada di masyrakat itu sendiri.
Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological
jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik seperti masyarakat
Indonesia dimana nilai-nilai dan tata tertibnya masing-masing serta pola perilaku yang spesifik
pula adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence.
Berbagai Aliran Dalam Filsafat Hukum dan Perbedaannya
Dalam filsafat hukum dikenal pembagian pelbagai aliran atau mazhab, yang dikemukakan oleh
beberapa orang sarjana, antara lain F.S.G. Northrop dan Lili Rasjidi.
Northrop membagi aliran atau madzhab filsafat hukum ke dalam 5 (lima) aliran, yaitu:
a. Legal Positivism.
b. Pragmatic Legal Realism.
c. Neo Kantian and Kelsenian Ethical Jurisprudence.
d. Functional Anthropological or Sociological Jurisprudence.
e. Naturalistic Jurisprudence.
Sedangkan Lili Rasjidi membagi aliran/madzhab filsafat hukum ke dalam 6 (enam) aliran besar,
masing-masing:
a. Aliran Hukum Alam:
1) Yang Irrasional.
2) Yang Rasional.
b. Aliran Hukum Positif:
1) Analitis.
2) Murni.
c. Aliran Utilitarianisme.
d. Madzhab Sejarah.
e. Sociological Jurisprudence.
f. Pragmatic Legal Realism.
Selain kedua orang tokoh tersebut ada juga sarjana lain, yaitu Soehardjo Sastrosoehardjo yang
membagi filsafat hukum ke dalam 9 (sembilan) aliran atau madzhab, yaitu:
a. Aliran Hukum Kodrat/Hukum Alam.
b. Aliran Idealisme Transendental (Kantianisme).
c. Aliran Neo Kantianisme.
d. Aliran Sejarah.
e. Aliran Positivisme.
f. Aliran Ajaran Hukum Umum.
g. Aliran Sosiologi Hukum.
h. Aliran Realisme Hukum.
i. Aliran Hukum Bebas.
Ketiga sarjana tersebut dalam membagi-bagi aliran dalam filsafat hukum tidak sama, karena
memang tergantung pada penafsiran masing-masing orang dalam memilah-milahkan aliran
dalam filsafat hukum.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan pembagian aliran/madzhab filsafat hukum menurut
pendapat dari Lili Rasjidi, seorang guru besar imu hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung
dengan penjelasan sebagai berikut:
Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui penalaran, hakikat
mahkluk hidup akan dapat diketahui dan pengetahuan tersebut menjadi dasar bagi tertib sosial
serta tertib hukum eksistensi manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang
sengaja dibentuk oleh manusia. Aliran hukum alam ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
Irrasional
Aliran ini berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi bersumber dari Tuhan
secara langsung. Pendukung aliran ini antara lain: Thomas Aquinas (Aquino), John Salisbury,
Daante, Piere Dubois, Marsilius Padua, dan John Wyclife.
Penulis lain, William Occam dari Inggris mengemukakn adanya hirarkis hukum, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a) Hukum Universal, yaitu hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang bersumber dari rasio
alam.
b) Apa yang disebut sebagai hukum yang mengikat masyarakat berasal dari alam.
c) Hukum yang juga bersumber dari prinsip-prinsip alam tetapi dapat diubah oleh penguasa.
Occam juga berpendapat bahwa hukum identik dengan kehendak mutlak Tuhan Sementara itu
Fransisco Suarez dari Spanyol berpendapat demikian, manusia yang bersusila dalam pergaulan
hidupnya diatur oleh suatu peraturan umum yang harus memuat unsusr-unsur kemauan dan akal.
Tuhan adalah pencipta hukum alam yang berlaku di semua tempat dan waktu. Berdasarkan
akalnya manusia dapat menerima hukum alam tersebut, sehingga manusia dapat membedakan
antara yang adil dan tidak adil, buruk atau jahat dan baik atau jujur. Hukum alam yang dapat
diterima oleh manusia adalah sebagian saja, sedang selebihnya adalah hasil dari akal (rasio)
manusia.
Rasional
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi adalah
rasio manusia. Pandangan ini muncul setelah zaman Renaissance (pada saat rasio manusia
dipandang terlepas dari tertib ketuhanan/lepas dari rasio Tuhan) yang berpendapat bahwa hukum
alam muncul dari pikiran (rasio) manusia tentang apa yang baik dan buruk penilaiannya
diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Tokoh-tokohnya, antara lain: Hugo de Groot
(Grotius), Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel Pufendorf.
Pendasar hukum alam yang rasional adalah Hugo de Groot (Grotius), ia menekankan adanya
peranan rasio manusia dalam garis depan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari
Tuhan. Oleh karena itu rasio manusialah sebagai satu-satunya sumber hukum.
Tokoh penting lainnya dalam aliran ini ialah Immanuel Kant. Filsafat dari Kant dikenal sebagai
filsafat kritis, lawan dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant dimuat dalam tiga buah karya besar,
yaitu: Kritik Akal Budi Manusia (kritik der reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi), Kritik
Akal Budi Praktis (kritik der praktischen Vernunft yang terkait dengan moralitas), Kritik Daya
Adirasa (kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni). Ajaran Kant tersebut
ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia, yaitu cipta, rasa, dan karsa (thinking,
volition, and feeling).
Metode kritis tidak skeptis, tidak dogmatis (trancendental). Hakekat manusia (homo noumenon)
tidak terletak pada akalnya, beserta corak berfikir yang bersifat teoritis keilmuan alamiah
(natuurweten schappelijke denkwijze), tetapi pada kebebasan jiwa susila manusia yang mampu
secara mandiri menciptakan hukum kesusilaan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Yang
penting bukan manusia ideal berilmu atau ilmuwan, tetapi justru pada manusia ideala
berkepribadian humanistis.
Salah satu karya Kant yang berjudul Metaphysische Anfangsgruende der Rechtslehre (Dasar
Permulaan Metafisika Ajaran Hukum merupakan bagian dari karyanya yang berjudul Metaphysik
der Sitten) pokok pikirannya ialah bahwa manusia menurut darma kesusilaannya mempunyai hak
untuk berjuang bagi kebebasan lahiriahnya untuk menghadirkan dan melaksanakan kesusilaan.
Dan hukum berfungsi untuk menciptakan situasi kondisi guna mendukung perjuangan tersebut.
Hakekat hukum bagi Kant adalah bahwa hukum itu merupakan keseluruhan kondisi-kondisi di
mana kehendak sendiri dari seseorang dapat digabungkan dengan kehendak orang lain di bawah
hukum kebebasan umum yang meliputi kesemuanya.
Katagori imperatif Kant mewajibkan semua anggota masyarakat tetap mentaati hukum positif
negara sekalipun di dalam hukum terebut terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan dasar-
dasar kemanusiaan. Jadi, di sini sudah terdapat larangan mutlak bagi perilaku yang tergolong
melawan penguasa negara, sehingga dengan katagori imperatif ini ajaran dari Immanuel Kant
juga dapat digolongkan ke dalam aliran positivisme. Pendapat Kant ini diikuti oleh Fichte yang
mengatakan bahwa hukum alam itu bersumber dari rasio manusia.
Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah Hegel dari Jerman. Yang dijadikan motto oleh
Hegel ialah: Apa yang nyata menurut nalar adalah nyata, dan apa yang nyata adalah menurut
nalar (Was vernunftig ist, das ist wirklich ist, das ist vernunftig. What is reasonable is real, and
what is real is reasonable). Tidak ada antimoni antara nalar/akal dengan kenyataan atau realitas.
Bagi Hegel, seluruh kenyataan kodrat alam dan kejiwaan merupakan proses perkembangan
sejarah secara dialektis dari roh/cita/spirit mutlak yang senantiasa maju dan berkembang. Jiwa
mutlak mengandung dan mencakup seluruh tahap-tahap perkembangan sebelumnya jadi
merupakan permulaan dan kelahiran segala sesuatu. Pertumbuhan dan perkembangan dialektis
melalui tesa, antitesa, san sintesa yang berlangsung secara berulang-ulang dan terus-menerus.
Filsafat hukum dalam bentuk maupun isinya, penampilan dan esensinya juga dikuasai oleh
hukum dialektika. Negara merupakan perwujudan jiwa mutlak, demikan juga dengan hukum.
Analitis
Pemikiran ini berkembang di Inggris namun sedikit ada perbedaan dari tempat asal kelahiran
Legisme di Jerman. Di Inggris, berkembang bentuk yang agak lain, yang dikenal dengan ajaran
Positivisme Hukum dari John Austin, yaitu Analytical Jurisprudence. Austin membagi hukum
atas 2 hal, yaitu:
a) Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.
b) Hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari:
- hukum dalam arti yang sebenarnya. Jenis ini disebut sebagai hukum positif yang terdiri dari
hukum yang dibuat penguasa, seperti: undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya,
hukum yang dibuat atau disusun rakyat secara individuil yang dipergunakan untuk melaksanakan
hak-haknya, contoh hak wali terhadap perwaliannya.
- Hukum dalam arti yang tidak sebenarnya, dalam arti hukum yang tidak memenuhi persyaratan
sebagai hukum, contoh: ketentuan-ketentuan dalam organisasi atau perkumpulan-perkumpulan.
Menurut Austin, dalam hukum yang nyata pada point pertama, di dalamnya terkandung perintah,
sanksi, kewajiban, dan kedaulatan. Sehingga ketentuan yang tidak memenuhi keempat unsur
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hukum.
Murni
Ajaran hukum murni dikatagorikan ke dalam aliran positivisme, karena pandangan-
pandangannya tidak jauh berbeda dengan ajaran Auistin. Hans Kelsen seorang Neo Kantian,
namun pemikirannya sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan Rudolf Stammler.
Perbedaannya terletak pada penggunaan hukum alam. Stanmmler masih menerima dan menganut
berlakunya suatu hukum alam walaupun ajaran hukum alamnya dibatasi oleh ruang dan waktu.
Sedang Hans Kelsen secara tegas mengatakan tidak menganut berlakunya suatu hukum alam,
walaupun Kelsen mengemukakan adanya asas-asas hukum umum sebagaimana tercermin dalam
Grundnorm/Ursprungnormnya.
Ajaran Kelsen juga dapat dikatakan mewakili aliran positivisme kritis (aliran Wina). Ajaran
tersebut dikenal dengan nama Reine Rechtslehre atau ajaran hukum murni. Menurut ajaran
tersebut, hukum harus dibersihkan dari dan/atau tidak boleh dicampuri oleh politik, etika,
sosiologi, sejarah, dan sebagainya. Ilmu (hukum) adalah susunan formal tata urutan/hirarki
norma-norma. Idealisme hukum ditolak sama sekali, karena hal-hal ini oleh Kelsen dianggap
tidak ilmiah.
Fungsi teori hukum ilah menjelaskan hubungan antara norma-norma dasar dan norma-norma
lebih rendah dari hukum, tetapi tidak menentukan apakah norma dasar itu baik atau tidak. Yang
disebut belakangan adalah tugas ilmum politik, etiika atau agama.
Teori konkretisasi hukum menganggap suatu sistem hukum sebagai atau susunan yang piramidal.
Stufentheorie diciptakan pertama kali oleh Adolf Merkl (1836-1896), seorang murid dari Rudolf
von Jhering, yang kemudian diambil alih oleh Hans Kelsen. Kekuatan berlakunya hukum
tertentu tergantung pada norma hukum yang lebih tinggi, demikian seterusnya hingga sampai
pada suatu Grundnorm, yang berfungsi sebagai dasar terakhir/tertinggi bagi berlakunya
keseluruhan hukum positif yang bersangkutan. Fungsi hukum tersebut bukan dalam arti hukum
kodrat, tetapi sebagai suatu Transcendental Logische Voraussetzung, yaitu dalil yang secara
transendental menentukan bahwa norma dasar terakhir/tertinggi secara logis harus ada lebih
dahulu, yang sekaligus berfungsi sebagai penjelasan atau pembenaran ilmiah bahwa keseluruhan
norma-norma c.q. peraturan-peraturan dalam hukum positif yang bersangkutan itu pada
hakekatnya merupakan satu kesatuan yang serasi.
Penulis lain bernama Rudolf Stammler (1856-1938) merupakan tokoh kebangkitan kembali
filsafat c.q. hukum kodrat gaya baru, yaitu hukum kodrat yang senantiasa berubah yang
mengajarkan bahwa filsafat hukum adalah ilmu/ajaran tentang hukum yang adil (die lehre vom
richtigen recht). Apabila ilmu hukum meneliti dan mengkaji, secara positif, maka tugas dan
fungsi filsafat hukum ialah dengan abstraksi bahan-bahan variabel tersebut, meneliti secara
transendental kritis (metode yang berasal dari Kant) bentuk-bentuk kesadaran manusia hingga
menerobos sampai pada landasan/dasar transendental logis penghayatan hukum yang berujud
hakekat pengertian hukum.
Hakekat pengertian hukum atau pengertian hukum yang transendental ini mempunyai unsur-
unsur: kehendak/karsa, mengikat, berkuasa atas diri dan tidak bisa diganggu (wollen, verbinden,
selbstherrlichkeit unverletzbarkeit). Dari hakekat ini lebih lanjut ditarik 8 (delapan) macam
kategori hukum, yaitu: subjek hukum, objek hukum, dasar hukum, hubungan hukum, kekuasaan
hukum, penundukan hukum, menurut hukum (rechtmatigeheid), dan melawan hukum.
Pengertian dasar atau kategori hukum itu berupa metode pikiran formil yang adanya tidak
ditentukan oleh atau digantungkan pada isi atau aturan hukum. Asas-asas hukum umum yang
menentukan kebaikan isi atuan hukum, tidak termasuk pengertian hukum tetapi tergolong pada
cita hukum. Hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi syarat atau tertentu “social-ideal”,
yakni ujud dari manusia dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kehendak bebas
(Gemeinschaft frei wollender Menschen). Cita hukum yang sosial ini berfungsi regulatif terhadap
sistem hukum positif, tidak semata-mata pada bentuk hukumnya.
Aliran Utilitarianisme
Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), John Stuart Mill (1806-1873), dan
Rudolf von Jhering (1818-1889). Bentham berpendapat bahwa alam memberikan kebahagiaan
dan kesusahan. Manusia selalu berusaha memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi
kesusahannya. Kebaikan adalah kebahagiaan dan kejahatan adalah kesusahan. Tugas hukum
adalah memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Dengan kata lain, untuk memelihara
kegunaan. Keberadaan hukum diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi bentrokan
kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan yang sebesar-besarnya, untuk itu perlu ada
batasan yang diwujudkan dalam hukum, jikas tidak demikian, maka akan terjadi homo homini
lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain). Oleh karena itu, ajaran Bentham
dikenal sebagai utilitarianisme yang individual.
Penulis lain yang tidak kalah pentingnya ialah John Stuart Mill yang lebih banyak dipengaruhi
oleh pertimbangan psikologis. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia ialah kebahagiaan. Manusia
berusaha memperoleh kebahagiaan melalui hal-hal yang membangkitkan nafsunya. Mill juga
menolak pandangan Kant yang mengajarkan bahwa individu harus bersimpati pada kepentingan
umum. Kemudian Mill lalu menganalisis hubungan antara kegunaan dan keadilan. Pada
hakekatnya, perasaan individu akan keadilan dapat membuat individu itu menyesal dan ingin
membalas dendam kepada tiap yang tidak menyenangkannya.
Pendapat lain dilontarkan Rudolf von Jhering yang menggabungkan antara utilitarianisme yang
individual maupun yang sosial, karena Jhering dikenal sebagai pandangan utilitarianisme yang
bersifat sosial, jadi merupakan gabungan antara teori yang dikemukakan oleh Bentham, Mill,
dan positivisme hukum dari John Austin. Bagi Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi
kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan kepentingan, ia mengikuti Bentham, dengan
melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan tetapi kepentingan
individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang
dengan kepentingan-kepentingan orang lain.
Aliran Sejarah
Tokoh-tokohnya antara lain Friedrich Carl von Savigny (1778-1861) dan Puchta (1789-1846).
Sebagian dari pokok ajarannya ialah bahwa hukum itu tidak dibuat, tetapi pada hakekatnya lahir
dan tumbuh dari dan dengan rakyat, berkembang bersama dengan rakyat, namun ia akan mati,
manakala rakyat kehilangan kepribadiannya (das recht wirdnicht gemacht, es wachst mit dem
volke vort, bilden sich aus mit diesem, und strirbt endlich ab sowie das volk seineen eigentuum
lichkeit verliert). Sumber hukum intinya adalah hukum kebiasaan adalah volksgeist jiwa bangsa
atau jiwa rakyat.
Tulisan von Savigny sebenarnya merupakan reaksi langsung terhadap Thibaut , di samping itu
juga hendak memberi tempat yang terhormat bagi hukum rakyat Jerman yang asli di negara
Jerman sendiri. Von Savigny berkeinginan agar hukum Jerman itu berkembang menjadi hukum
nasional Jerman. Tantangan von Savigny terhadap kodifikasi Perancis itu telah menyebabkan
hampir satu abad lamanya Jerman tidak memiliki kodifikasi hukum perdata. Pengaruh
pandangan von Savigny juga terasa sampai jauh ke luar batas negeri Jerman.
Sedang Puchta, termasuk penganut aliran sejarah dan sebagai murid von Savigny berpendapat
bahwa hukum dapat berbentuk:
1) Langsung, berupa adat-istiadat.
2) Melalui undang-undang.
3) Melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.
Namun ketika pembentukan hukum tersebut masih berhubungan erat dengan jiwa bangsa
(volksgeist) yang bersangkutan.
Lebih lanjut, Puchta membedakan pengertian “bangsa” ke dalam dua jenis, yaitu bangsa dalam
pengertian etnis yang disebut “bangsa alam” dan bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan
organis yang membentuk satu negara. Adapun yang memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa
dalam pengertian nasional (negara), sedangkan “bangsa alam” memiliki hukum sebagai
keyakinan belaka.
Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui
kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam negara. Negera mengesahkan hukum itu
dengan membentuk undang-undang, Puchta mengutamakan pembentukan hukum dalam negara
sedemikian rupa, sehingga akhirnya tidak ada tempat lagi bagi sumber-sumber hukum lainnya,
yakni praktik hukum dalam adat-istiadat bangsa dan pengolahan ilmiah hukum oleh ahli-ahli
hukum. Adat-istadat bangsa hanya berlaku sebagai hukum sesudah disahkan oleh negara. Sama
halnya dengan pengolahan hukum oleh kaum Yuris, pikiran-pikiran mereka tentang hukum
memerlukan pengesahan negara supaya berlaku sebagai hukum. Di lain pihak, yang berkuasa
dalam negara tidak membutuhkan dukungan apapun. Ia berhak membentuk undang-undang
tanpa bantuan kaum yuris, tanpa menghiraukan apa yang hidup dalam jiwa orang dan
dipraktikkan sebagai adat-istiadat.
Dengan adanya pemikiran dan pandangan puchta yang demikian ini, menurut Theo Huijbers
dikatakan tidak jauh berbeda dengan Teori Absolutisme negara dan Positivisme Yuridis. Buku
Puchta yang terkenal berjudul Gewohnheitsrecht.
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Dengan rasio demikian,
Sosiologi Hukum merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial,
sedang Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum yang
mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya. Sosiologi
hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan
sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping
juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2
(dua) hal tersebut di atas (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara
pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari hukum kepada
masyarakat, sedang sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada
hukum.
Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social
engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar
secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat.
Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam
mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang
ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.
Pendapat/pandangan dari Roscoe Pound ini banyak persamaannya dengan aliran Interessen
Jurisprudence. Primat logika dalam hukum digantikan dengan primat “pengkajian dan penilaian
terhadap kehidupan manusia (Lebens forschung und Lebens bewertung), atau secara konkritnya
lebih memikirkan keseimbangan kepentingan-kepentingan (balancing of interest, private as well
as public interest).
Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living law merupakan synthese dari these positivisme
hukum dan antithese mazhab sejarah. Maksudnya, kedua liran tersebut ada kebenarannya. Hanya
hukum yang sanggup menghadapi ujian akal agar dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur
kekal dalam hukum itu hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang terdiri dari atas pengalaman
dan diuji oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman
. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah
pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh
badan-badan yang membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat
yang berorganisasi politik dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Pendekatan yang harus dilakukan oleh gerakan realisme untuk mewujudkan program tersebut di
atas telah digariskan sebagai berikut:
1) Keterampilan diperlukan bagi seseorang dalam memberikan argumentasinya yang logis atas
putusan-putusan yang telah diambilnya bukan hanya sekedar argumen-argumen yang diajukan
oleh ahli hukum yang nilainya tidak berbobot.
2) Mengadakan perbedaan antara peraturan-peraturan dengan memperhatikan relativitas makna
peraturan-peraturan tersebut.
3) Menggantikan katagori-katagori hukum yang bersifat umum dengan hubungan-hubungan
khsusus dari keadaan-keadaan yang nyata.
4) Cara pendekatan seperti tersebut di atas mencakup juga penyelidikan tentang faktor-
faktor/unsur-unsur yang bersifat perseornagan maupun umum dengan penelitian atas kepribadian
sang hakim dengan disertai data-data statistik tentang ramalan-ramalan apa yang akan diperbuat
oloeh pengadilan dan lain-lain.
Mengenai aliran Pragmatic Legal Realism yang berkembang pada waktu itu dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
Para ahli hukum tersebut di atas menolak adanya pengertian-pengertian mutlak tentang keadilan
yang menguasai dan yang memberi pedoman pada sistem-sistem hukum positif. Mengenai nilai-
nilai hukum gerakan realisme Skandinaviamempunyai pendirian yang sama dengan filsafat
relativisme; mereka menolak pendirian yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang
hukum dapat disalurkan secara memaksa dari prinsip-prinsip tentang keadilan yang tidak adapat
diubah.
Menureut Friedman, keberadaan realisme Skandinavia telah memberikan sumbangan yang amat
besar kepada teori hukum, yaitu tentang penggunaan pengertian kehendak kolektif, satu
kehendak umum atau kehendak negara (a collective or general will or of the state) oleh ilmu
hukum analitis. Menurut Hargerstrom dan kawan-kawan, pengertian-pengertian tersebut adalah
semacam satu pengertian gaib yang dipergunakan mereka untuk memberi dasar hukum pada
kemahakuasaan orang-orang yang memegang perintah negara; dan cara mereka membuktikan
legitimitas (dasar hukum) kekuasaan negara tersebut menurut Hargerstrom dan kawan-kawan
adalah pada dasarnya sama dengan cara-cara yang dipergunakan filsafat hukum kodrat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem pemerintahan
Indonesia dijelaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa kata “hukum”
dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila kekuasaan adalah serba penekanan, intimidasi,
tirani, kekerasan dan pemaksaan maka secara filosofis dapat saja hukum dimanfaatkan oleh
pihak tertentu yang menguntungkan dirinya tetapi merugikan orang lain.
Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu dipahami akan makna
dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar
dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi
kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar
itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif.
Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut
pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata
hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-
bidang serta sistem hukumnya sendiri.
Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum mengambil sebagai
fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk kemudian dikupas dengan
menggunakan standar analisa seperti tersebut di atas. Suatu hal yang menarik adalah, bahwa
“ilmu hukum” atau “jurisprudence” juga mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang tidak
berbeda dengan filsafat hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah nama-nama untuk satu
bidang ilmu yang mempelajari hukum secara sama.
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh
penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan
ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang
baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak
terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi
dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya.
Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam
menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya
atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir,
fenomena pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak
karena tidak memberi kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan adil
pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur yang benar. Perkara
diputuskan dengan undang-undang yang telah dipesan dengan kerjasama antara pembuat
Undang-undang dengan pelaku kejahatan yang kecerdasannya mampu membelokkan makna
peraturan hukum dan pendapat hakim sehingga berkembanglah “mafia peradilan”. Produk
hukum telah dikelabui oleh pelanggarnya sehingga kewibawaan hukum jatuh. Manusia lepas dari
jeratan hukum karena hukum yang dipakai telah dikemas secara sistematik sehingga perkara
tidak dapat diadili secara tuntas bahkan justru berkepanjangan dan akhirnya lenyap tertimbun
masalah baru yang lebih aktual. Keadaan dan kenyataan hukum dewasa ini sangat
memprihatinkan karena peraturan perundang-undangan hanya menjadi lalu lintas peraturan, tidak
menyentuh persoalan pokoknya, tetapi berkembang, menjabar dengan aspirasi dan interpretasi
yang tidak sampai pada kebenaran, keadilan dan kejujuran. Fungsi hukum tidak bermakna lagi,
karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas
dengan tujuan tertentu. Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal
politik sulit ditemukan arahnya. Politik berdimensi multi tujuan, bergeser sesuai dengan garis
partai yang mampu menerobos hukum dari sudut manapun asal sampai pada tujuan dan target
yang dikehendaki.
Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk membangun kondisi
hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai dasar hukum
secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan
yang relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal
dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan
hukum pada suatu masa dan tempat tertentu. Olehnya itu, dari ilustrasi latar belakang di atas
penulis tertarik megambil judul makalah mengenai hakekat, pengertian hukum sebagai obyek
telaah filsafat hukum.
B. Rumusan Masalah
Adapaun yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana hakekat,
pengertian hukum sebagai obyek telaah filsafat hukum ?
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya hakekat hukum yang ideal sebagai obyek filsafat hukum tentunya
mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan
tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan
contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat
hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan
hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu
hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan
konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-bidang serta sistem hukumnya sendiri.
Oleh sebab itu, hukum harus melindungi kepentingan-kepentingan sebagimana yang
dikemukakan oleh Pound yaitu sebagai berikut :
1. Kepentingan Umum (Public Interest), terdiri dari
a. kepentingan negara sebagai badan hukum;
b. kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2. Kepentingan Masyarakat (Social Interest):
a. kepentingan akan kedamaian dan ketertiban;
b. perlindungan lembaga-lembaga sosial;
c. pencegahan kemerosotan akhlak;
d. pencegahan pelanggaran hak;
e. kesejahteraan sosial.
3. Kepentingan Pribadi (Private Recht):
a. kepentingan individu;
b. kepentingan keluarga;
c. kepentingan hak milik.
B. Saran
Sebagai bentuk saran dari penulis hubungannya dengan hakekat, pengertian hukum
sebagai obyek telaah filsafat hukum yakni sebagai insan yang berpikir tentunya dapat
membedakan yang mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang salah dan mana yang benar.
Utamanya kepada para penegak hukum, haruslah mengetahui akan makna hukum itu sendiri agar
tidak terjebak dalam dinamika perdebatan akan makna hukum itu, sehingga dengan demikian
mereka mampu menegakkan hukum secara ideal yang mengedepankan keselarasan antara
keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum
DAFTAR PUSTAKA
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Kencana, Syafiie Inu, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung, 2004.
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006
Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum, (Terj.) Muhammad radjab, Penerbit Bhratara, Jakarta, 1996.
Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.
Soeyono Koesoemo Sisworo, “Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat Hukum”, Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Soeyono Koesoemo Sisworo, Pidato Ilmiah Dies Natalis Ke-25 UNISSULA, “Dengan semangat Sultan
Agung Kita Tegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan kebenaran, suatu perjuangan yang
tidak pernah tuntas”.
FILSAFAT HUKUM
Literatur
Filsafat adalah
Phylos = Cinta
Sofia = Kebijaksanaan
Karena Filsafat hukum penutuik kaji (bahasa Minang), berarti menutup kaji dari pelajaran
1. Kritis
2. Objektif
3. Mendalam
Oleh sebab itu pertanyaan filsafat tidak bersifat fenomena tapi mengenai yang bersifat
1. Metodis
Filsafat mempunyai metode tertentu karena dapat dikaji, dapat diselidiki secara ilmiah
2. Sistematis
3. Koheren
Dari ketiga sifat filsafat tersebut diatas maka filsafat menjadi ilmu yang universal
Oleh Karena itu filsafat memiliki paling tidak 3 sifat pokok dan 1 sifat tambahan :
1. Menyeluruh (universal)
Ketika berfikir filsafat tidak hanya melihat dari satu sisi tapi melihatnya dari berbagai
aspek.
Sifat menyeluruh mengandung arti bahwa cara berfikir filsafat tidaklah sempit dan selalu
melihat suatu persoalan atau permasalahan dari tiap sudut yang ada/ segala aspek.
2. Mendasar
Tidak hanya melihat dari kulit luar tapi juga secara mendasar dan mendalam, setiap aspek
3. Spekulatif
Kajian dalam filsafat tidak dapat langsung di temukan dalam sekali kajian tapi melalui
a. eksperimen-eksperimen.
b. Beberapa kesalahan-kesalahan.
c. Beberapa kajian yang dilakukan dengan cara untung - untungan
d. Dan lain sebagainya.
Spekulatif yang dilakukan dalam filsafat hukum harus memiliki dasar-dasar yang dapat
4. Refleksi Kritis
Yang Artinya pengendapan dari apa yang dipikirkan secara berulang-ulang dan mendalam
(Kontenplasi). Pengendapan itu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban atas
pertanyaan yang lebih jauh lagi dan ini dilakukan secara terus menerus
Filsafat Timur :
Cara Berfikirnya bersifat Sekolatif yang artinya Pasrah, terbatas, menerima apa adanya
Filsafat Barat
Cara Berfikirnya bersifat spekulatif yang artinya tiada batasnya dan berani mencoba .
disaat timbul suatu pertanyaan dimana teori dari ilmu pengetahuan tersebut tidak mampu
menjawab.
Filsafat Adalah
Ilmu yang akan membantu setiap ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan yang tidak
terjawab oleh ilmu itu sendiri jadi dapat diartikan filsafat merupakan dewa penyelamat
dari ilmu2 yang ada, krn disaat teori-teori dari ilmu-ilmu yang ada tidak mampu menjawab
maka filsafat lah yg akan membantu menjawabnya. Filsafat ada pada setiap ilmu-ilmu yg
ada.
Filsafat hukum dan ilmu-ilmu yang lain merupakan bagian dari ilmu filsafat
Buktinya :
Umum
Filsafat hukum
Logika
Cara Berfikir Filosof adalah untuk kebajikan tanpa tedensi, yang ada hanya kebenaran.
Agar seorang ahli hukum nantinya dapat berfikir dengan /secara kritis, objektif, dan
mendalam.
Yaitu memprediksi, mengkaji apa yang akan terjadi di depan dengan dasar dari gejala2
Filsafat pada intinya menjelajahi pertanyaan “Apa, Bagaimana, dan darimana” Oleh
karena itu dengan pertanyaan ini orang mencari sebab akibat yang di dapat dari :
Sains
Ilmu pengetahuan hanya berbicara sebatas sesuatu yang dapat diindrakan berarti
berbicara secara fenomena maka yang dibicarakan “kenapa”. Kenapa menyatakan sebab.
FUNGSI Filsafat :
Berfungsi membantu ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan yang tidak
Oleh karena itu banyak yang berpendapat filsafat berfungsi sebagai : Central
Aktifity dimana Filsafat akan mengarahkan aktifitas manusia. Adapun filsafat mencakup
pertanyaan mengenai makna - makna kebenaran dan hubungan logis diantara ide - ide dasar
yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu empiris karena kadangkala persoalan- persoalan
Filsafat hukum akan membangun cara berfikir seorang ahli hukum untuk tidak
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang dari filsafat yakni
Karena tingkah laku atau etika dinamakan hukum maka disebut filsafat hukum
Filsafat hukum mengkaji tingkah laku manusia yang berasal dari fenomena2 yang terjadi
Persamaan
Perbedaan
Ilmu hukum hanya memberikan jawaban sepihak dan hanya melihat gejala - gejala
hukum sebatas yang dapat dilihat oleh panca indra mengenai perbuatan - perbuatan manusia
dan kebiasaan - kebiasaan manusia sementara itu pertimbangan nilai dari hakekat tsb luput
Norma hukum Tidak termasuk dunia kenyataan tapi masuk ke dalam sains (realita) atau
solen (idealita).
Jadi dalam kajian ilmu hukum sain masuk dalam realita ilmu pengetahuan
Ilmu tentang norma antara lain membahas tentang perumusan norma hukum kemudian apa
Ilmu tentang kenyataan ,ilmu ini mempelajari tentang kenyataan - kenyataan yang terjadi
dalam masyarakat yaitu sesuatu yang sebenarnya sudah ada dalam masyarakat
Dari perbandingan tersebut tampak bahwa filsafat tidak dimasuk kan dalam
cabang dari ilmu hukum tapi masuk dalam teori ilmu hukum (legal Theori) mengapa tidak
masuk dalam cabang ilmu hukum karena filsafat mempelajari fenomena - fenomena.
Dalam filsafat adalah filsafat hukum adanya merupakan bagian dari Filsafat etika
Filsafat adalah
Induk dari segala ilmu sedangkan ilmu hukum bagian kecil dari ilmu hukum
a. Abstrak
b. Kongkrit
Ilmu hukum berbicara tentang realita, kenyataan. Ilmu hukum tidak berbicara tentang hal2
yang abstrak
Ex :
Hukum perjanjian ada karena manusia melakukan perjanjian hukum perkawinan ada karena
adanya perkawinan
a. Khusus abstrak
b. Khusus konkrit
ex :
Pembunuh pertama di dunia adalah qabil, dia membunuh habil. Hal ini terjadi karena Qabil
tidak mendapat keadilan, jadi keadilan merupakan hak yang disukai oleh masyarakat
Ilmu hukum
- Karena norma - konkrit yang dulu sesuai belum tentu sekarang bisa diterima
Filsafat yang kongkrit adalah
Filsafat yang diselenggarakan di dalam setiap ilmu pengetahuan yang terikat atau melekat
pada hasil - hasil ilmu pengetahuan oleh karena itu sering disebut sebagai filsafat yang
hanya mempunyai sifat konstruksi artinya memberi dasar- dasar yang umum dari setiap ilmu
Aspek Filsafat
Batas antara filsafat yang khusus kongkrit dengan filsafat yang khusus abstrak seringkali
tidak diingat oleh sarjana yang bersangkutan, terutama oleh para sarjana yang keahliannya
Filsafat hukum yang pada pokoknya didasarkan pada ilmu hukum merupakan filsafat yang
2. ilmu filsafat
- yang sempurna/sebaiknya
Masehi mengenai sistim-sistim modern dan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
Ilmu hukum
Termasuk ilmu pengetahuan mengenai hukum positif atau hukum INGCONGKRITO, jadi
Filsafat hukum
Mengenai hukum dalam arti abstrak (IN ABSTRACTO) yang termasuk dalam filsafat
abstrak khusus praktis, jadi Objek filsafat hukum adalah hukum secara abstrak dimana
kajian filsafat hukum sekarang sama dengan masa lalu maka disebut universal
1. Lingkungan yang merupakan dasar dari hukum Positif atau hukum dalam arti kongkrit dengan
demikian hal - hal yang merupakan kesimpulan yang diperoleh melalui abstraksi yaitu
abstraksi dari hal- hal sebagai hasil yang umum kolektif maka metoda filsafat hukum disini
adalah Induktif
2. Lingkungan yang tidak melalui Induksi tetapi yang didasarkan atas pokok pangkal yang
abstrak umum, Universal yang diambil dari hasil filsafat yang doperoleh dengan jalan
deduksi.
Filsafat hukum yang termasuk dalam lingkungan yang kedua diatas baru berhadapan dengan
2. Hukum yang tingkatnya lebih tinggi dari hukum kodrat yaitu keadilan
Oleh Karena itu dapat dikatakan adanya suatu hubungan yang terdapat antara filsafat
hukum dan ilmu hukum sebab didalam fikiran kita terdapat hukum positif, hukum kodrat dan
asas keadilan
Dengan demikian orang akan menempatkan hukum positif itu dalam rangkaian 2 hal yang
dan hubungan antara objek ilmu hukum yang positif itu dengan objek filsafat hukum yang
abstrak yaitu hukum kodrat dan asas keadilan maka disini jelas terlihat adanya hubungan
antara hukum kodrat dengan hukum positif, antara asas keadilan dengan hukum positif baik
melalui hukum kodrat atau tidak dengan demikian secara jelas dapat kita lihat objek
a. Azaz keadilan
b. Hukum Kodrat
PENDEKATAN FILSAFAT
Pada pokoknya ada 2 macam cara tinjauan atau pendekatan filsafat hukum yaitu :
1. Pendekatan histories
a. Zaman Purbakala
Masa Yunani
Di tandai dengan belum adanya pengaruh filsuf socrates. Filsafat hukum belum ada karena
para filsuf baru bicara tentang filsafat alam. Objek kajiannya adalah mempertanyakan
bagaimana kejadian alam dan berusaha mencari apa yang menjadi inti alam.
b. Anaximandros
Bahwa inti alam ini adalah suatu zat yang tidak tentu sifatnya disebut To apeiron
c. Anaximenes
Phitagoras berpendapat :
- Bahwa setiap manusia memiliki jiwa yang selalu berada dalam proses katharsis yaitu :
Pembersihan diri.
- Manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk ke dalam kebahagiaan.
- Manusia itu hanya sebagian kecil dari alam dan bukan penguasa alam.
- Manusia sebagai objek Filsafat, sebab hanya dengan kaitan manusia ini pembicaraan akan
Uraian nya :
alam terjadi dari bilangan misalnya alam terdiri dari wujud yang satu ditambah wujud yang
lain maka terjadilah alam, jadi menurutnya manusia terjadi karena bilangan, bilangan nya
jadi Phitagoras yang meletakkan atau menegakkan tonggak manusia. Jadi dia mengatakan
salah satu sub sistim di alam itu adalah manusia jadi manusia adalah sebagian kecil elemen
dari alam, dan merupakan sebagian kecil penguasa dari alam jadi manusia tidak bisa semena-
mena terhadap alam ini karena ada yang lain selain manusia.
e. Heraklitos
- Slogan yang terkenal Partarei yang artinya semua mengalir dengan kata lain segala sesuatu di
Uraiannya :
mengatakan alam semesta terbentuk dari api dengan slogan yang terkenal phantarei yang
berarti semua mengalir sesuai dengan keadaan jadi bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak
Masa Socrates
- Tugas utama negara adalah mendidik warga negara agar taat pada hukum.
Uraiannya :
Socrates mengkaji manusia dari berbagai sudut sehingga diperkirakan filsafat hukum lahir
pada masa Socrates dan mengalami masa operkembangan di masa plato dan aristoteles.
Masa Plato
Aristoteles
- Hukum terbagi :
a. Hukum alam
b. Hukum Positif
Hukum negara
Uraiannya :
Yang terkenal hingga sekarang dari Aristoteles adalah Zoon politicon karena menurut
- Masa Stoa
Kaum stoa yakin akan persamaan akan manusia dalam persekutuan universal dan menolak
doktrin perbudakan dari aristoteles mereka memandang alam semesta sebagai suatu
substansi organic yang tunggal, mereka juga telah menjalankan pengaruh abadi terhadap
pemikiran hukum, alam yang memperlihatkan struktur dan ketertiban dan manusia kedua-
duanya mengambil bagian dalam intelijensi atau akal budi, akal budi adalah pendorong naluri
tindakan - tindakan manusia dapat dievaluasi hanya dalam kerangka alam sebagai suatu
keseluruhan hukum alam merupakan standart yang paling dasar bagi aturan2 hukum dan
institusi - institusi yang dibuat manusia digabungkan dengan gagasan aristoteles dan
Kristen yang diwujudkan dalam tradisi hukum alam dari filsafat hukum pada abad
pertengahan
Jadi zaman yunani, merupakan zaman dari kota kecil yang aman, dimana adanya masyarakat
Masa Romawi
Pada masa romawi perkembangan filsafat hukum tidak segemilang masa yunani karena ahli
fakir atau filosof romawi banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah bagaimana
- Masa cicerio
Konsepsi terpenting adalah bahwa manusia itu bebas dari dosa, jika manusia mengalami
- Ius natural
Hukum alam
- Ius gentium
Hukum yang berlaku pada hukum asing tidak diberlakukan hukum sipil
- Ius......
Menunjuk pada hukum kota roma, pada dasarnya diberlakukan pada setiap tata hukum pada
masyarakat romawi
Jadi manusia pada masa romawi telah mengenal hukum dan dimulainya kodifikasi dengan
adanya iustianus.
b. Abad Pertengahan
- Masa Gelap
Tidak ada lagi perkembangan filsafat dan perkembangan hukum. Kemudian bangsa dari
Jerman datang membawa agama, waktu itu orang romawi tidak punya agama, akibatnya
semua orang romawi menerima agama yang dibawa oleh bangsa barat itu menjadi sebuah
- Masa scholastics
Masa yang semuanya ditujukan pada Tujan, dimana perkembangan filsafat terfokus pada
filsafat ketuhanan.
Banyak pemikiran yang lahir tapi corak yang khusus yaitu didasarkan semuanya pada Tuhan
c. Zaman Renaisance
Pada abad ini pusat perhatian pemikiran adalah Allah, baru kemudian ciptaannya yaitu
manusia sehingga manusia jadi titik tolak pemikiran. Pada Zaman ini sikap hidup religius
terpisah dengan kehidupan lainnya, para filsuf umumnya memisahkan urusan yang berkaitan
agama dengan non agama yang disebut Adanya dikotomi antara urusan dunia dengan urusan
akhirat.
Hukum adalah perintah dari penguasa yang berdaulat, namun kekuasaan raja tidak
d. Zaman Baru
Ia menggunakan istilah “hak alamiah” (law of nature) dan “akal benar” (Right Reason)
Yang utama baginya adalah :
1. Kemerdekaan yang dimiliki tiap orang untuk menggunakan kekuasaan sendiri menurut
kehendaknya sendiri
3. Kondisi alamiah dari umat manusia adalah peperangan abadi yang didalam nya tidak ada
Selain itu juga muncul paham bahwa manusia tidak mampu mengetahui mana yang adil dan
mana yang tidak adil dan juga manusia tidak mampu mengetahui apa yang dikehendaki oleh
e. Zaman Modern
Pada zaman ini filsafat hukum berdasarkan rasionalitas pemikiran manusia dan empirisme
dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan nilai manusia pribadi diakui sebagai subjek
hukum. Zaman ini melahirkan aspirasi revolusi perancis 1789 yaitu lahirnya pengetahuan
manusia tentang kedaulatan rakyat. Kemudian zaman modern lahir pemikiran tentang
kedaulatan Raja.
a. Teori Hegel
Hukum adalah ekspresi spontan dari kekuatan bawah sadar serta pendapatnya yang
a. Aliran positivisme
Hukum sebagai sejumlah aturan yang memaksa berlaku dalam suatu negara
Mengungkapkan “ pusat dari bobot perkembangan hukum tidak terletak dalam legalitas dan
Berpendapat bahwa hukum merupakan suatu gejala kultural yang dapat dipahami melalui
hubungan pada nilai-nilai yang diperjuangkan manusia untuk diwujudkan melalui hukum
Filsuf dari amerika serikat yang beralirkan sosiologi hukum, mengemukakan bahwa hukum
itu berbeda antara “law in books” dengan “law in action” selanjutnya mengemukakan bahwa
Beraliran filsafat hukum realistis mengungkapkan bahwa peraturan hukum seperti kaidah
ilmiah tidak mempunyai eksistensi yang independen karena hanya merupakan konstruksi
6. H.L.A hart
Karyanya The konsep of Law, ia mengembangkan suatu pandangan tentang hukum sebagai
f. Zaman reformasi
Filsafat Hukum zaman Reformasi dapat diungkapkan bahwa bangsa Indonesia disatu pihak
menginginkan hukum sebagai panglima atau hukum yang mengatur persoalan ekonomi, politik,
budaya dan persoalan sosial kemasyarakatan lainnya. Dipihak lainnya tampak dalam perilaku
masyarakat terhadap hukum, justru mengfungsikan hukum sebagai alat politik, alat ekonomi,
pada tingkat pertama, pengadilan pada tingkat banding dan MA yang terkadang simpang siur
Kajian tentang asal mula filsafat manusia akan mengantar kita tentang kajian
1. Mazhab Plato
2. Mazhab Aristoles
3. Mazhab Stoa
4. Mazhab epicurus
Dari ajaran2 tersebut, maka orang berfikir sehungga lahir suatu aliran baru yang
merupakan kombinasi dari aliran yang ada yang bernama ecletesisme. Setelah itu muncul
masa Neoplatonisme (plato Baru). Ajarannya plato tapi ajaran plato yang telah
Neoplatonisme
Mula-mula membangun suatu tata filsafat yang bersifat ketuhanan. Menurut pendapatnya “
Tuhan itu hakekat satu2nya yang paling utama dan luhur yang merupakan sumber dari
segala-galanya”.
Dengan dasar filsafat plato yang mengajarkan orang harus berusaha mencapai pengetahuan
yang sejati. Oleh karena itu maka kita harus berikhtiar melihat Tuhan, sebab melihat tuhan
itu tidak dapat hanya berfikir saja, akan tetapi harus dengan jalan beribadah, jadi ajaran
Scholastick mengatakan :
Tomas Aquines
Hukum itu harus dapat menjangkau akal budi manusia itu sendiri.
Ex :
Raja dapat berkuasa karena ia berdaulat, raja berdaulat karena ia diberi kedaulatan oleh
1. Hukum yang berasal dari Tuhan (lex devina atau ius devina)
Hukum manusia atau yang dibuat oleh manusia, dimana garisan-garisan dari lex naturalis
3. Lex Naturalis yaitu hukum tuhan yang sudah didelegasikan pada alam.
Kemudian muncullah teori dalam hukum yaitu lex superiori derogat legi imperiori : hukum
Konflik
3. Pasif 3. Aktif
5. Lambat 5. Cepat.
6. Meneruskan 6. Menciptakan.
7. Konservatif 7. Progresif.
8. Intuitif 8. Rasional.
9. Teoritis 9. Expremental.
14. Manusia alam dan manusia sejajar 14. Alam Dikuasai oleh manusia
Orang Barat
Orang Timur
Akibatnya :
Menurut Northrop
Dalam karyanya Cultural Value mengemukakan tentang adanya beberapa aliran atau mazhab
5. Naturalistie Jurisprudence
1. Hukum Alam
Sejarah umat manusia dalam usahanya menemukan absolut justice/keadilan yang absolut
tersebut.
Keadilan Masyarakat
Fungsi Hukum
1. Dipergunakannya hukum alam untuk merubah peraturan/konsep hukum perdata romawi yang
Code Justianus diambil dari nilai2 masyarakat romawi yang condong pada hukum agama
Ex :
Hukum perjanjian harus ada 2 saksi, maka ini juga ditetapkan oleh negara lain
Prinsip2 hukum perdata yang dibuat itu berdasarkan atau berasal dari hukum agama agama
Keadilan yang universal : keadilan yang berdasarkan lex naturalis dan lex devina
2. Dipergunakan sebagai senjata perebutan kekuasaan antara gereja maupun pihak kerajaan
2. ....
3. Aliran utilitar
4. .....
5. ....
6. .....
1. Irrasional
Dianut oleh kaum Skolastik filsup yang terkenal yaitu Thomas Aquines dalam hukumnya
gereja dan bahkan menjadi dasar pemikiran gereja sampai sekarang, seperti halnya
aristoteles yang membagi hukum itu atas hukum alam dan hukum positif maka Thomas
a. Lex eterna
Merupakan Ratio tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala
sumber hukum, ratsio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia
b. Lex Devina
Bagian dari tario Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan wahyu yang
diterimanya
c. LexNaturalis
Yang merupakan hukum alam yaitu merupakan penjelmaan dari lex eterna didalam ratio
manusia
d. Lex positivis
Hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung
dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia, hukum positif terdiri dari hukum
positif yang diciptakan oleh tuhan seperti yang terdapat dalam kitab suci dan hukum positif
buatan manusia
2. Rasional
1. Prinsipia Prima
Adalah Asas yang dimiliki oleh manusia semenjak ia lahir dan bersifat mutlak dan tidak
dapat dipisahkan dari diri manusia, oleh karena itu prinsipia prima tidak dapat berubah
2. Prinsipia Sekunder
Merupakan Asas yang diturunkan dari Prinsipia prima tidak berlaku mutlak dan dapat
berubah menurut tempat dan waktu oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prinsipia itu
adalah merupakan penafsiran manusia dengan menggunakan rationya terhadap prinsipia
prima.
Kita akan menilai interaksi hubungan antara pengertian dan disiplin yang sangat erat
hubungannya, analisa tentang hubungan itu telah menjadi pokok pembicaraan yang tiada
henti2nya antara ahli filsafat hukum, ahli hukum, ahli agama dll yaitu mengenai hubungan
antara hukum, keadilan,etika dan moralitas sosial. Jadi problem atau masalah itu sudah
merupakan problem yang sanagt tua umurnya yang berasal dari para ahli hukum dan
ahli filsafat, Selanjutnya pengertian hukum sebagai suatu bentuk kaidah/norma sosial akan
dibedakan dengan pengertian sistim hukum kemudian dengan hukum dan etika, dan kemudian
dibedakan pula etika sebagai suatu sistim nilai yang mengatur tingkah laku individu dan
moralitas sosial sebagai suatu sistim kaedah/norma yang mengatur tingkah laku sosial dari
Pengertian Hukum
Kalau diperhatikan definisi dan semua uraian tentang hukum maka berkisar antara 2 sikap
Aspek memaksa dari kaedah hukum itu berdasarkan atas sumber kekuasaan yaitu perintah
tertinggi atau tata hirarki dan didasarkan atas paksaan melalui sanksi.
2. Pandangan yang menitik beratkan pada diterimanya oleh masyarakat dan kepatuhan atas
Jhon Austin dan Hans Kelsen adalah aliran yang beraliran Positivisme.
a. Law of God
Hukum Yang diciptakan oleh Tuhan yang dapat dilihat dalam kitab suci
b. Human Of law
1. LawProferly so colled
Hukum yang sesungguhnya yang disebut dengan hukum positif yang terdiri dari 4 unsur
yaitu :
- Perintah
- Kewajiban
- Sanksi
- Kekuasaan Tertinggi
Aliran Positivisme yang dianut oleh Jhon Austin terkenal dengan Command Theory
(teori perintah).Oleh karena hukum adalah merupakan perintah tertinggi maka hukum
diciptakan, Hukum yang bukan diciptakan bukan hukum, maka menurut Austin Hukum
Internasional Bukanlah hukum karena hukum internasional tidak ada penguasa tertinggi.
Menurut Hans Kelsen Perintah itu didasarkan tata hirarki, menurutnya hukum itu
harus murni terlepas dari nilai2, baik nilai politik, sosial, budaya, dll. Maka dari Hans kelsen
ini llahirlah “Free Recht Lehre”. Maka menurut teori Hans kelsen jenis perintah itu tidak
- Etika
- Moralitas Jika hal ini tidak ada, maka keadilan hukum tidak akan pernah ada.
- Keadilan
Walaupun sebagian ahli menyamakan istilah etika, kesusilaan, moralitas sosial, namun
sebagian ahli yang lain selalu membedakan kedua istilah tersebut, Misalnya Strawson
membedakan 2 arti dari istilah itu, menurutnya Moralitas sosial atau moral etika kedua
terminologi itu bukan hanya sekedar masalah terminologi sebab dengan perbedaan itu akan
menjelaskan hubungan nilai2 individu dengan nilai2 sosial dan dengan nilai2 hukum.
Catatan :
- Norma Hukum yang baik harus mampu mencerminkan nilai2 moralitas dan etika sosial.
- Hukum itu harus mampu membentuk suatu nilai2 moral yang bersifat universal dalam
masyarakat.
merupakan lingkungan yang beraneka ragam merupakan citra atau gambaran ideal dari
kehidupan manusia yang tertentu saja, saling tidak sesuai dan kadangkala bertentangan.
Dengan demikian etika merupakan lingkungan aturan hidup yang ideal yang ditetapkan oleh
Selanjutnya etika itu harus dipahami, tentu tidak sama antara individu yang satu
dengan individu yang lain, Berbeda dengan lingkungan moralitas atau kesusialaan yang
merupakan aturan2 atau prinsip2 yang mengatur tingkah laku manusia yang berlaku
Manfaat pendekatan ini adalah bahwa dengan demikian akan melenyapkan hubungan antara :
1. Nilai2 yang ditetapkan oleh individu untuk mereka sendiri sebagai manusia yang
bertanggung jawab.
2. Norma2 atau kaedah2 moral atau moralitas yang mengatur masyarakat
mencerminkan perimbangan sosial dan pilihan antara nilai individu yang bertentangan
3. Tata Hukum/Norma Hukum yang harus mencerminkan moralitas sosial yang umum
diterima walaupun sama sekali tidak identik sama dengan tata hukum.
Penggolongan teori2 etika banyak sekali terdapat dalam leteratur tetapi pembagian atau
penggolongan yang sering diadakan dan terpenting adalah Pembagian berdasarkan sumber
1. Teori Naturalis
Berarti setiap pandangan yang berpendapat bahwa sifat etika bisa dijelaskan atau dibatasi
2. Teori Intuisionistis
Berpendirian bahwa etika adalah disiplin yang bersifat otonom yang berlawanan
normatif adalah pandangan atau pengertian yang bersifat intiutif yang tidak bisa
objektif sebab nilai2 etika itu semata2 menyangkut emosi atau perasaan sehingga tidak
1. Teori Teologis
Menurut teori ini bahwa etika itu adalah kebaikan merupakan nilai tujuan, sedangkan
kewajiban dan hak merupakan nilai Derivatif atau sekunder. Teori ini dianut oleh aristoteles
2. Teori Deontis
Hak dan kewajiban itu adalah primer dan kebaikan itu adalah Derevatif/sekunder. Teori ini
Semua jenis2 teori etika tersebut diatas sangat mempengaruhi terhadap teori hukum,
susut tinjauan darimana teori etika itu sebaiknya ditinjau dari sudut teori hukum ialah dari
sudut faliditasnya atau kekuatan berlakunya sebagai titik tolak untuk untuk mengambil
batasan atau definisi faliditas baik dari teori formil maupun materil yaitu dengan
memperoleh faliditas dari tata hukum itu berdasarkan unsur hakekat norma dasrnya.
1. Teori2 yang menerima dan mengakui faliditas objektif dari dalil2 etika yaitu :
a. Teori etika yang didasarkan atas nilai2 meta positif baik dari ketentuan yang
religius maupun non religius
b. Teori yang mengakui dan menerima nilai2 etika yang mempunyai sifat atau
corak objektif dan karena itu bersifat memaksa walaupun dirasakan secara
instinktif.
- Sistim/Approach yang mencari dalil2 dari etika, dari pengalaman historis dan pengalaman
sosial
- Sistim yang menguji nilai etika itu berdasarkan fakta dan moralitas sosial
- Positivisme Logika.
2. Teori2 yang menyangkal atau menolak faliditas objektif dari dalil2 atau nilai
etika itu, ada 2 type dari jenis teori ini yaitu :
a. Relativisme.
b. Non Kognitive
Sikap seperti ini adalah pengertian hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh teori
Savigny dan Eugen Ehrlich yang mengutamakan kepatuhan, kebiasaan dan hukum yang
hidup dalam masyarakat sebagai unsur yang menentukan. Hukum yang demikian itu mungkin
saja memperoleh penegasan dari penguasa tetapi hukum itu tidak diciptakan oleh penguasa.
Keterangan :
Hukum adalah kebiasaan yang tumbuh dari masyarakat yang kadangkala ada kebiasaan
absolut tetapi hany bersifat relatif sebab perbedaan itu pada hakekatnya ialah masalah
titik berat definisi positivisme, sebab definisi pisitivisme dari austin dan kelsen tentu
membutuhkan diterima dan dipatuhinya hukum itu oleh masyarakat, sebaliknya definisi dari
Von Savigny dan Ehrlich setidaknya di dalam sistim hukum modern tidak ada tingkah laku
sosial betapapun berakarnya dalam masyarakat atau mantapnya dan diperkuat oleh golongan
yang mematuhi/dipatuhi.
Keterangan :
Kata fredmen hanya perbedaan menafsirkan atau pemahaman mengenai positivisme yaitu :
1. austin dan hans kelsen positivisme aturan yang dilegalkan oleh penguasa
2. erlih dan vonsav menafsirkan positivisme sebagai apa yang lahir dari masyarakat.
Jadi menurut fredmien antara austin dan hans serta erlih dan von tidak ada perbedaan
Contoh :
Hukum pidana ada penguasa yang menindak secara paksa tapi di hukum adat tidak bisa
Di dalam masyarakat primitif jangkauan hukum masih lemah sebagian perkembangan sistim
Keterangan :
Karena masyarakat primitif kehidupannya sangat lemah dapat dilihat pada ciri masyarakat
primitif yaitu kepatuhannya serta kesederhanaannya. Oki dlm masy prim teori hukum tidak
Didalam Masyarakat yang lebih maju dan komplek perkembangan sistim hukum melaju
dengan pesat.
Keterangan :
Pada masyarakat maju hukum harus terus berkembang mengikuti perkembangan sosial
masyarakat, karena tehnologi terus berkembang pada masyarakat maju, untuk itu hukum
harus mampu mengantisipasi perkembangan ini karena persoalan mekin hari semakin
komplek.
Analisa tentang sayart minimum apa yang harus dimiliki oleh suatu sistim hukum
Misalnya menurut :
Prof Al Hart
1. Membedakan antara hukum primitif prim legal sistim dengan sistim hukum maju (advance
legal systim).
Erat hubungannya dengan aturan2 kebiasaan atau adat yang disebut dng costumery rules
dan biasanya berlaku pada masy prim dan tidak bisa berlaku pada masy modern karena tidak
ada kepastian dan bersifat berubah2 tidak tetap sedangkan prim bersifat tetap jadi di
dalam secondary ror ini hukum nya dibuat oleh lembaga2 tertentu untuk mengantisipasi
perkembangan dunia modern. Adanya secon ini untuk mengatasi masalah primary yang tidak
mampu mengatasi masalhnya. Hukum seconder tidak boleh melAWAN hukum primer, hanya
mengakomodir dari hukum primer dan melengkapi untuk memenuhi kebutuhan dari hukum
primer. Tapi jika primari bisa dan sanggup mengatasi persoalan2 maka tidak perlu
secondary dipakai.
Dari berbagai macam teori dikaitkan dengan teori hukum kita lihat dari sudut atau
batasan dari sudut validitasnya artinya dari validitas (tingkat kepatuhan orang pada hukum)
dari tata hukum itu berdasarkan unsur hakekat norma dasar, tetapi hal ini tidak mutlak
tergantung dimana ahli itu memandangnya sehingga terjadilah keberagaman dari teori2
para ahli.
Kenapa orang patuh pada hukum karena hukum dibuat secara spesifik yang
Ex :
Suatu norma diformalka misal penghinaan pasal 310,311. kalau kita tidak melakukan berarti
kita patuh, tapi kita tidak melakukan bukan karena takut pada ancaman pasalnya hukumnya
tapi memangtidak mau berbuat karena memang tidak mau bukan karena pasal, atau aturan
hukumnya.
Alf Ross
Sistim keseluruhan dlam masyarakat sehingga dari batas2nya kita dapat meramalkan atau
Contoh :
Mengapa orang dilarang zinah karena akan terjadi kekacauan2 dalam masyarakat
Teori2 validitas objektif etika tersebut ada yang menerima dan ada yang tidak menerima.
Yang menerima teori validitas etika adalah kelompok yang bercirikan teologis dan teori yang
bercorak rasionalistis, Alasan kedua kelompok ini menerima adalah : 1. kelompok teologis
mengatakan bahwa manusia pada dasarnya baik atau beretika oki segala nilai kebaikan yang
ada dalam norma hukum adalah merupakan perwujudan dari nilai2 kabaikan yang ada pada
diri manusia., 2.teori rasional menerima karena etika itu merupakan salah satu unsur dari
norma hukum
2. Orang patuh menerima nilai etika sebagai norma hukum secara terpaksa walaupun tidak ada
yang memaksa. Berarti dibatasi paksaan dalam diri manusia yang dirasakan secara instingtif
atau rasa keadilan yang ada dalam diri manusia itu sendiri.
3. Dianut oleh kaum empiris, mereka mau menerima karena menurut kenyataan dapat
dibuktikan,
30 Mei 2008
Freidmen mencba membuat klasifikasi mengenai antinomi yang terpenting dalam filsafat
HUKUM – KEKUASAAN
Karena :
“Hukum tanpa kekuasaan adalah angan2, kekuasaan tanpa hukum adalah kezalima “
Dalam penerapnnya :
- Hukum memerlukan kekuasaan untuk penerapannya, ciri utama inilah yang membedakan
Dalam Masyarakat ada terdapat norma2 sosial yang didalamnya tidak ada kekuasaan yang
jelas yaitu :
- Norma kesusialaan.
- Norma kesopanan.
- Norma Agama.
- Norma Hukum.
Yang membedakan norma hukum dengan norma sosial lainnya adalah :
Karena sifat memaksa dan mengikat dari hukum tersebut. Kekuasaan itu ada dalam hukum
agar hukum itu bersifat memaksa. Jika ada hukum tanpa kekuasaan maka penerapan2 dari
Semakin tertib masyarakat dalam pergaulan hidup maka kekuasaan tidak perlu ada.
EX :
Diperlukannya kekuasaan orang. Pada lampu merah kenapa masih ada polis ? itu terjadi
karena kurangnya kesadaran dari masyarakat tentang hukum dalam lalu lintas.
Hukum itu sendiri adalah kekuasaan, karena hukum dapat memberikan kekuasaan pada
seseorang.
Contoh :
Polisi
- Hukum mrupakan pembatas dari kekuasaan agar tidak terjadi kesewenangan atau
- Kekuasan merupakan sifat yang buruk, karena keinginan untuk mempunyai kekuasaan yang
Baik buruknya sesuatu kekuasaan adalah tergantung dari bagian mana kekuasaan itu
dipergunakan atau dengan kata lain baik buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur
dengan kegunaannya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh
masyarakat terlebih dahulu.. Yang menjadi ukurannya adalah apakah kekuasaan di gunakan
untuk mencapai apa yang sudah kita rencanakan ? jika berhasil berarti kekuasaan digunakan
pemegang kekuasaan adalah merupakan faktor yang penting untuk menggunakan kekuasaan
yang dimilikinya yang sesuai dengan kehendak masyarakat, dimana kekuasaan tanpa
digunalkan oleh manusia itu sama artinya tidak ada, karena itu disamping keharusan adanya
hukum sebagai alat pembatas juga bagi pemegang kekuasaan ini diperlukan sayarat2 lain
seperti :
Kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat juga merupakan pembatas yang ampuh bagi
pemegang kekuasaan, antara hukum dan kekuasaan terdapat hubungan yang erat.
Cat :
PEPERZAK,mengemukakan adanya hubungan ini dapat diperlihatkan dengan dua cara yakni
untuk menegakkan aturan hukum itu karena sanksi dalam kenyataan merupakan “kekerasan”
Pembinaan sistim aturan2 hukum dalam suatu negara yang teratur adalah diatur oleh hukum
itu sendiri, perihal ini biasanya tercantum dalam konstitusi dari negara yang bersangkutan.
Penegakan Konstitusi itu termasuk penegakan prosedur yang benar dalam pembinaan hukum
pendukung serta pelindung bagi sistim aturan2 hukum untuk kepentingan penegakkannya
berarti hukum pada akhirnya harus didukung serta dilindungi oleh sesuatu unsur yang bukan
Profesionalisme para penegak hukum amat sangat penting, pembangunan hukum -----Sdm ---
-Profesionalisme-------Etika.
1. Nilai
Nilai adalah sifat/kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir
maupun batin.
Bagi manusia nilai dijadikan landasan/motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik
disadarinya atau tidak. Berbeda dengan fakta yang dapat dari observasi secara empiris
maka nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak karena nilai sangat berkaitan dengan
cita2 keinginan dan harapan dan segala sesuatu pertimbangan internal atau batiniah dan
nilai yang abstrak dan subjektif tersebut agar dapat lebih berguna dalam menuntun sikap
dan tingkah laku manusia perlu lebih dikongkritkan lagi untuk nilai harus dirumuskan
kedalam simbol2 tertentu yang tujuannya agar lebih mudah dipahmi secara interpersonal.
2. Norma
Norma Hukum adalah norma yang paling kuat karena dapat dipaksakan pelaksanaanya oleh
kekuasaan eksternal, nilai dan norma selanjutnya berkaitan erat dengan moral dan etika.
Hukum :
3. Moral
Moral :
Kepribadian seseorang yang terkandung di dalam dirinya, makna moral yang terkandung
dalam kepribadian seseorang itu tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.
Etika
4. Etika
Filsafat Hukum mempunyai kaitan yaang erat dengan etika karena antara filsafat dengan
etika mempunyai tujuan yang sama. Etika sebagai cabang dari filsafat.
Pertama-tama dapat dideteksi secara diskriptif dan normatif karena itu ada yang disebut
dengan etika diskritif dan etika normatif. Diluar itu ada pendekatan yang disebut Meta
etika.
isalnya : merupakan adat kebiasaan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan dan dilarang.
Etika diskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu2 tertentu dalam
kebudayaan atau Subcultur tertentu dalam suatu periode sejarah dan sebagainya.
Nb :
Norma sosial
a. Aturan2 Masyarakat
b. Dengan Norma ini masyarakat akan dapat saling menghargai/ untuk mempertahankan
Selalu terjadi permasalahan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi.
Pertentangan tingkah laku seseorang dengan orang lain sehingga pada akhirnya masyarakat
Fungsi Hukum
a. Menerapkan mekanisme kontrol sosial yang kan membersihkan masyarakat dari tingkah laku
itu. Anggota kelompok akan berhasil mengatasi tuntutan yang menuju ke arah penyimpangan
guna menjamin agar kelompok tersebut tetap utuh atau kemungkinan lain hukum akan gagal
b. Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat (the Law is social engeenering)
Selain dari fungsi hukum sebagai kontrol sosial dan mengubah masyarakat, Rosche Pound
beranologi bahwa yang mengemukakan hak yang bagaimanakah seharusnya diatur oleh
Menurut Rousche Pound yang merupakan hak itu adalah kepentingan/tuntutan yang diakui,
Efektivitas hukum berarti mengkaji kaedah hukum yang harus memenuhi syarat yaitu
Faktor yang dapat mempengaruhi hukum yang berfungsi dalam masyarakat adalah Sbb :
a. Kaedah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya berdasarkan kaedah yang lebih
b. Kaedah Hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaedah tersebut efektif artinya kaedah
itu dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga
masyarakat (teori kekuasaan) atau kaedah itu berlaku karena adanya pengakuan dari
masyarakat.
c. Kaedah hukum berlaku secara filosofis yaitu sesuai dengan cita2 hukum sebagai nilai positif
yang tertinggi
Oleh karena itu agar hukum berfungsi secara efektif maka terhadap norma hukum harus
Mencakup ruang lingkup yang sangat luas yakni seluruh strata masyarakat.
Merupakan sesuatu yang penting dalam rangka menegakkan efektifitas hukum, terutama
4. Warga Masyarakat.
Yakni kesadaran masyarakat untuk mematuhi suatu peraturan per-UU-an atau dengan kata
NOTE
1. Comperative Law : Perbandingan Hukum
Tugass
1.Perbandingan filsafat hukum barat dengan filsafat hukum timur
Cari literaturnya yang berkisar pada filsafat hukum lila rasyidi, sidharta, friedmen