Hukum dan moral merupakan dua entitas yang memiliki tujuan yang sama untuk
mencapai keadilan. Tetapi persoalannya adalah baik hukum, moral maupun
keadilan
adalah
sesuatu
dapat
hukum
dan
keadilan
dibangun
hukum
lahir
sebabnya
pembagian
keadilan
yang
pernah
dikemukakan
oleh
2.
Hukum sebagai disiplin yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atas
gejala-gejala yang dihadapi;
3.
4.
Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur proses perangkat kaidahkaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu, serta
berbentuk tertulis;
5.
6.
7.
8.
9.
10.
pengertian
hukum
menurut
Achmad
Ali,
sebagaimana
yang
pemikir timur hingga pemikir Islam lalu pada akhirnya beliau tiba pada
kesimpulan defenisi yang dapat mengartikulasikan hukum itu.
Achmad Ali memandang bahwa apa yang dimaksud sebagai hukum adalah yang
dimanifestasikan dalam wujud yaitu:
1.
2.
Bahwa hukum sebagai kenyataan merupakan hal yang paling utama tetapi tidak
berarti bahwa hukum sebagai kaidah dapat diabaikan, sebab hukum sebagai
kenyataan tetap bersumber dari hukum sebagai kaidah. Hanya saja lebih
konkretnya hukum sebagi kaidah tidak saja yang termuat dalam hukum positif
belaka, tetapi keseluruhan kaidah sosial yang diakui keberlakuannya oleh
otoritas tertinggi yang ada dalam masyarakat. Lebih jauh lagi, Achmad Ali
mengemukakan bahwa hukum adalah:[7]
Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem yang
menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
manusia seebagi warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, yang
bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui
keberlakuannya oleh otorias tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benarbenar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam
kehidupannya,
dan
jika
kaidah
tersebut
dilanggar
akan
memberikan
oleh
Achmad
Ali
sebenarnya
itulah
yang
dipahami
oleh
yang
mempengaruhi
hukum
yang
dijalankan
bedasarkan
ketentuannya.
Tentunya baik hukum dalam kenyataan (law in action) maupun hukum dalam
wujud
sebagai
kaidah
sebagaimana
yang
terdapat
dalam
perundang-
undangan (law in book), sisi ideal yang hendak dicapai sebagai pencapaian
paling tertinggi sebagai hukum yang dicita-citakan (ius conctituendum) sudah
pasti tujuan hukum untuk mencapai keadilan.
mereka
semata-mata
untuk
memberikan
gambaran
justice
in
concreto.
Dalam berbagai literatur terdapat berbagai pandangan para ahli yang mencoba
memberikan defenisi tentang keadilan. Diantaranya Soerjono Koesoemo Sisworo,
Suhrawardi K. Lubis, Thomas Aquinas, Aristoteles, Achmad Ali, dan NE. Algra.
Menurut Soejono Koesoemo Sisworo[8] keadilan adalah keseimbangan batiniah
dan lahiriah yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran
dan perkembangan
Thomas
Aquinas[10] seorang
tokoh
filsuf
hukum
alam,
2.
keadilan
vendikatif
adalah
keadilan
dalam
hal
keadilan
merupakan sifat
penilaian
baik
dan
benar
tidak
ada
yang
bisa
perundang-undangan
semata,
maka
pertanyaan
yang
harus
dijawab oleh kaum ini: Lantas berasal dari manakah hukum itu sehingga lahir
menjadi sekumpulan kaidah, norma, ketentuan, hingga menjadi sekumpulan
perundang-undangan? Apakah cukup lahir dari rasionya saja? Apakah lahir dari
rasio Tuhan yang diturunkan melalui rasio manusia (lex humana)[16] ataukah
lahir dari alam kebatinan yang dipahami sebagai pengalaman kebatinan berkat
kemampuannya memilah kebaikan dan keburukan?
Semua pertanyaan tersebut terjawab dengan mengatakan bahwa itu moral
dan apa yang dikehendaki oleh moral sudah pasti kebaikan. Kebaikan otomotasi
satu haluan dengan keadilan. Segala pekerjaan untuk mengkonkretisasi hukum
identik dengan moral, hukum identik dengan keadilan akan terejawantakan
dalam prinsip-prinsip hukum.
Dalam konteks ini, dalil ketiga hukum dalam pengembanan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mewissen[17] akan menjadi satu kesatuan terhadap seluruh
abstraksi teoritikal atas gejala hukum tersebut. Baik ilmu hukum, teori hukum
dan filsafat hukum merupakan sentral untuk melahirkan banyaknya jumlah
keadilan melalui banyaknya jumlah asas-asas hukum dalam setiap lapangan ilmu
hukum.
Antara filsafat hukum yang terpusat pada keadilan kemudian melahirkan
sekumpulan teori hukum, maka dalam tataran itulah teori hukum dan keadilan
Perlu
menjaga
mengutamakan
sisi
keadilan
hukum.
Hakim
diwajibkan
pula
untuk
putusan-putusannya.[19] Hakim
keadilan
mewujudkannya.
untuk
masyarakat,
diharapakan
hakim
dapat
Atas
dasar
itu
kemudian
menjadi
pembenaran
saat
Roland
hukum
dari
hukum
yang
terpencar
di
luar,
dengan
Purbacakara
dan
Ridwan
Halim.
1986. Hak
Milik
Keadilan
dan
Wawan Tunggul Alam. 2004. Memahami Profesi Hukum. Jakarta: Minia Populer.
Yovita A. Mangesti dan Bernard L. Tanya. 2014. Moralitas Hukum. Yogyakarta:
Genta Publishing.
[1] Yovita A. Mangesti dan Bernard L. Tanya. 2014. Moralitas Hukum. Yogyakarta:
Genta Publishing. Hlm. 11 s/d 16.
[2] Hans Kelsen. 1978. Pure Theory of Law. Calivornia: Berkley University. Page
67.
[3] Aristoteles. 2007. La Politica. (penerjemah: Syamsyur Irawan Kharie). Jakarta:
Visi Media. Hlm. 256
[4] Damang. 2009. Tinjauan Psikologi Hukum terhadap Putusan Hak Asuh Anak.
Skripsi. Makassar: Unhas. Hlm. 19
[5] Wawan Tunggul Alam. 2004. Memahami Profesi Hukum. Jakarta: Minia
Populer. Hlm. 9 s/d 11.
[6] Mochtar Kusumaatmadja. 2006. Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan.
Bandung: Alumni. Hlm. 1 s/d. 15.
[7] Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum. Jakarta: Toko Gunung Agung. Hlm.
35.
[8] Nursidik. Kebenaran dan Keadilan dalam Putusan Hakim, Dalam Jurnal
Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi 74, Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum
Islam dan Masyarakat Madani (Pphimm). 2011. Hlm. 139.
[9] Suhrawardi K. Lubis. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 49
[10] Nursidik. OP.Cit. Hlm. 139
[11] Curzon. 1979. Jurisprudence. M & E Handbook. Hlm 37 sd 38
[12] Bandingkan pula dengan jenis keadilan (diantaranya: Keadilan prosedural,
keadilan distributive dan keadilan interaksional) sebagaimana yang dikemukakan
oleh Faturrochman. 2002. Keadilan Perspektif Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hlm. 22 s/d 49.
[13] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 130
[14] Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta:
Kencana. Hlm. 222.
[15] Purnadi Purbacakara dan Ridwan Halim. 1986. Hak Milik Keadilan dan
kemakmuran, Tinjauan Falsafah Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hlm 24 sd 26.
[16] Lili Rasjidi dan Thania Rasjidi. 2002. Pengantar Filsafat Hukum. Bandung:
Mandar Maju. Hlm. 93.
[17] Mewissen. 2008. Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan
Filsafat Hukum. Terj. Bernard Arief Sidharta. Bandung: Refika Aditama. Hlm. 5.
[18] Soedikno Mertokusumo. 2005. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty. Hlm.
78.
[19] Antonius Sudirman. 2007. Hati Nurani Hakim dan Putusannya. Bandung:
Citra Aditya Bakti. Hlm. 51 s/d 54.
[20] Yovita A. Mangesti dan Bernard L. Tanya. Op.Cit. Hlm. 48