Anda di halaman 1dari 14

CORETANKU

Senin, 06 Oktober 2014


PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM KEDUDUKANNYA SEBAGAI LEMBAGA
LEGISLATIF (TINJAUAN TERHADAP PASAL 18 AYAT 6 UUD 1945)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia mendeklarasikan bentuk negara dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implikasi dari bentuk negara kesatuan
dengan kondisi geografis negara berkepulauan, melahirkan upaya penyelenggaraan negara
melalui asas desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah, hal ini ditujukan guna
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pembagian tersebut
merupakan perwujudan pelaksanaan fungsi dan prinsip otonomi daerah dengan pembagian
daerah-daerah otonom, hal ini sebagaimana dimaksud dalam konstitusi Pasal 18 ayat (1)
UUD NRI 1945.
Dalam upaya penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah, dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(selanjutnya disebut UU No.32 Tahun 2004). Implikasinya, daerah kemudian memperoleh
suatu kewenangan yang sangat luas yang sebelumnya tidak pernah didapat sebelum
reformasi.
Reformasi telah memberikan kebijakan melalui otonomi daerah kepada daerah otonom,
melalui pemberian kewenangan berupa sebagaian besar kewenangan pemerintahan selain
kewenangan yang ditentukan oleh undang-undang, untuk mengatur dan mengurus
daerahnya masing-masing sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan
mengatur dan mengurus merupakan kebijakan yang diberikan secara nyata kepada daerah
untuk dilakukan oleh suatu pemerintahan daerah yang terdiri dari eksekutif dan legislatif.
Guna legalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka mengatur dan
mengurus daerahnya, Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) memerlukan suatu bentuk peraturan daerah (perda). Hak untuk membentuk perda
guna mendukung upaya penyelenggaraan pemerintahan daerah diberikan dan ditegaskan
dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD NRI 1945), yang berbunyi: “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan”, yang perancangannya dapat diajukan oleh Kepala Daerah maupun
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 140 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi: “Rancangan Perda dapat berasal
dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”.
Peraturan daerah dengan kajian apapun yang dibentuk oleh dua unsur penyelenggara
pemerintah daerah sekaligus pemangku wewenang legislasi dapat dipastikan memiliki
dampak terhadap masyarakat, hal tersebut sejalan dengan sebagaimana tujuan hukum ada
untuk masyarakat (Satjipto Rahardjo: 2009)[1]. Tujuan dari pembentukan hukum,
berimplikasi pada diharapkannya suatu peraturan daerah dapat mencerminkan kebijakan
yang pro rakyat. Kedua lembaga tersebut diharapkan dapat bekerja sama dalam
peranannya mewujudkan kebijakan pemerintahan yang tercermin dalam peraturan daerah
yang pro terhadap kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya.
Pola hubungan tersebut tidak terlepas dari prinsip kedaulatan rakyat yang dianut di
Indonesia. Negara yang menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat mengatur bahwa
rakyatlah yang memiliki hak untuk berdaulat, dimana kedudukan rakyat yang berdaulat
hakekatnya memiliki suatu keinginan secara umum (general will). Hal ini bisa dilihat pada
pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, menunjukkan bahwa ada sebuah penegasan
bahwa kekuasaan maupun hukum harus diperuntukan dan mengabdi untuk kepentingan
rakyat. Sehingga berbagai decision dalam bentuk policy maupun normatif berupa
undang-undang tentu bersifat mengikat bagi semua masyarakat.[2]
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi perwakilan, kedaulatan rakyat yang
tercermin dalam tiap pengambilan kebijakan peraturan daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, diperankan atau diwakili oleh institusi
yang dinamakan legislatif, sebagaimana konsep yang mirip dikemukakan oleh Strong,
bahwa lembaga legislatif merupakan kekuasaan pemerintahan yang mengurusi pembuatan
hukum, sejauh hukum tersebut memerlukan kekuatan undang-undang (statutory force). Hal
ini juga mengingat bahwa lembaga legislatif di Indonesia merupakan lembaga yang memiliki
fungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat.[3]
Fungsi legislasi di daerah yang diperankan oleh DPRD sangat penting untuk dioptimalkan,
mengingat keberadaaan DPRD merupakan representasi rakyat yang dilembagakan.
Idealnya, dengan diberikannya fungsi legislasi, DPRD dapat memberikan kontribusi lebih
banyak dalam membangun daerah melalui politik legislasi daerah. Namun kenyataannya,
peraturan daerah yang muncul di berbagai daerah yang berasal dari inisitif DPRD masih
sangat terbatas, walaupun secara usulan pengajuan rancangan peraturan daerah juga
dapat dilakukan oleh eksekutif, dalam hal ini KDH.
Berdasarkan hasil penelitian terkait pelaksanaan fungsi legislasi di Kota Kudus Jawa
Tengah tahun 2010 misalnya, dengan menyoroti pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kota
Kudus tahun 2004-2009 oleh Marfian Rifki (2010) diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan
fungsi legislasi tersebut belum terlaksana dengan baik, terbukti dengan tidak adanya
peraturan daerah usulan atau inisiatif DPRD setempat yang lolos dalam pembahasan, dan
hanya sampai pada tahap usulan rancangan peraturan daerah kepada pimpinan DPRD
Kudus. Hal serupa juga berhasil diteliti oleh Angga Sulistyo Pamungkas (2009), yang
menunjukkan pelaksanaan fungsi legislasi dengan tolak ukur pembentukan peraturan
daerah usulan atau inisiatif DPRD Kabupaten Wonogiri tidak berjalan dengan baik. Hal ini
ditunjukkan dengan data peraturan daerah periode tahun 2004-2009 yang kesemuanya
berasal dari prakarsa eksekutif. Penelitian terakhir (2014) dengan topik bahasan
implementasi fungsi legislasi DPRD Kota Surakarta periode 2009-2013, menyuguhkan data
yang menunjukkan bahwa dari 51 buah perda Kota Surakarta, hanya 6 buah perda yang
berasal dari inisatif DPRD.[4]
Kasus-kasus tersebut di atas, menurut hemat penulis memperlihatkan ketimpangan antara
harapan keberadaan lembaga legislatif sekaligus badan perwakilan rakyat yang melekat
kepada DPRD dengan kondisi yang ada di tiap daerah otonom, khususnya dalam hal
pembentukan perda. Untuk itu, dirasa perlu untuk kemudian diadakan kajian terhadap
pelaksanaan fungsi legislasi DPRD sehingga nanti akan menjawab hipotesa penulis terkait
perlu adanya penguatan fungsi legislasi DPRD yang didasarkan pada konstitusi UUD NRI
1945.

B. Rumusan Masalah:
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis akan mengkaji berdasarkan dua topik bahasan,
yakni:
1. Bagaimana tinjauan kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif pelaksana
fungsi legislasi?
2. Apakah perlu diadakan penguatan fungsi legislasi yang melekat pada DPRD?

BAB II
PEMBAHASAN
A. KEDUDUKAN DPRD SEBAGAI LEMBAGA LEGISLATIF PELAKSANA FUNGSI
LEGISLASI.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, badan perwakilan rakyat (local representative body)
yang dikenal di Indonesia sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki
beberapa fungsi, salah satunya dan yang dibahas dalam kajian ini adalah fungsi legislasi,
yakni sebagai wahana utama untuk merefleksikan keinginan dan kehendak rakyat sebagai
kepentingan bersama yang harus dijunjung tinggi. Fungsi kontrol dan fungsi anggaran yang
kemudian juga melekat pada DPRD sebagai lembaga legislatif di daerah, akan terlaksana
secara lebih efektif apabila fungsi legislasi DPRD dapat lebih ditegaskan.
Penulis dalam hal ini akan mengkaji betapa diperlukannya penguatan fungsi legislasi DPRD
dalam kedudukannya sebagai lembaga legislatif berdasarkan alasan-alasan filosofis, yuridis,
dan sosiologis, yang nantinya akan menjawab bahwa fungsi legislasi yang dimiliki DPRD
merupakan fungsi yang seharusnya melekat kuat dalam diri DPRD. Alasan-alasan tersebut
sebagaimana penulis telaah sebagai berikut:
1. Alasan Filosofis-Sosiologis
“Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan”, bunyi sila ke-empat Pancasila tersebut merupakan dasar asal muasal
pemahaman DPRD sebagai badan perwakilan rakyat. Sila ke-4 merupakan penjelmaan
dasar politik Negara, yakni Negara berkedaulatan rakyat, yang kemudian memberikan arti
Indonesia sebagai negara demokrasi.[5]
Konsep perwakilan ini merupakan konsep perwakilan rakyat dalam ranah
politik/pengambilan kebijakan penguasa. Lembaga ini dibangun oleh para wakil rakyat
dengan fungsi utama merealisasikan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam perwakilannya, DPRD memiliki dua peran tanggung, yakni sebagai
Badan legislatif dalam artian perwakilan rakyat (a representative assembly), yang dipilih
untuk menghubungkan kepentingan konstituen dengan kebijakan yang akan diambil
penguasa. Selain itu, DPRD juga memiliki peran sebagai lembaga pembuat peraturan
daerah (a law making institution). Artinya, DPRD juga memiliki fungsi untuk menyusun
pembuatan perda yang merupakan kebijakan berimplikasi pada rakyat secara langsung
maupun tidak. Diharapkan, dengan fungsi DPRD sebagai badan perwakilan rakyat yang
memiliki fungsi legislasi menjadi jawaban bahwa DPRD sebagai lembaga yang legitimate
untuk mewakili rakyat beserta kehendak-kehendak rakyat guna dituangkan dalam kebijakan
yang nantinya dibahas dengan KDH guna sebesar-besarnya kebutuhan masyarakat daerah.
Adanya fungsi keterwakilan yang dimaksud pada demokrasi perwakilan oleh DPRD ini,
ditujukan untuk mengakomodir banyaknya kehendak masyarakat daerah dari Sabang
sampai Merauke, yang berbeda satu dengan yang lain. Perda yang merupakan wujud
hukum yang menciptakan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan untuk rakyat harus
benar-benar dapat dikawal dengan baik oleh anggota dewan selaku pelaksana perwakilan
rakyat.
Napitupulu (2005) mengutif pendapat Burns (1989) menyebutkan , secara teori bahwa
Lembaga Perwakilan Rakyat setidaknya memiliki 6 (enam) fungsi:
a. Representasi (Perwakilan)
b. Lawmaking (Pembuatan UU)
c. Consensus building (Membangun consensus)
d. Overseeing (Pengawasan)
e. Policy Clarification (Klarifikasi kebijakan)
f. Legitimizing (Memberikan legitimasi)
Di Indonesia, fungsi tersebut disederhanakan menjadi 3 (tiga), yakni legislation, controling,
dan budeting. Dalam upaya pelaksanaan fungsi legislasi sekaligus sebagai wujud
perwakilan rakyat, adanya fungsi legislasi yang melekat pada DPRD diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan perda yang notabenenya merupakan dasar pengambilan
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga fungsi pengawasan akan lebih
mudah dilaksanakan ketika dasar yuridis sebagai aturan “main” penyelenggaraan
pemerintahan oleh KDH lahir dari DPRD berdasarkan aspirasi keinginan masyarakat karena
selain sesuai dengan apa yang dikehendaki masyarakat, DPRD lebih memahami kebijakan
yang tertuang dalam perda tersebut. Otomatis, fungsi anggaran juga dapat terlaksana
dengan lebih baik, apabila fungsi legislasi dapat dilaksanakan oleh DPRD. Hal ini dikarena
adanya fungsi anggaran juga didasarkan pada APBD yang tertuang dalam perda yang
dibahas DPRD dan KDH. Bisa dibayangkan apabila keaktifan DPRD dalam pembuatan
Perda APBD optimal, maka fungsi anggaran DPRD juga dapat terlaksana dengan baik. Hal
ini kemudian akan berujung pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai salah satu
pihak yang mengikat para wakil rakyat melalui kontrak sosial.

2. Alasan Yuridis Konstitusi


a. Kajian DPRD sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat dalam Kedudukannya sebagai
Lembaga (Legislatif) Mitra Kepala Daerah (Eksekutif)
Berbicara tentang perwakilan rakyat tidak terlepas dari pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan, bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, merupakan pasal pokok yang
menunjukkan bahwa negara Indonesia berkedaulatan rakyat, dengan kata lain pemegang
kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Kedaulatan rakyat yang kemudian diwakilkan kepada
wakilnya (dalam hal ini anggota Dewan) merujuk pada keinginan rakyat untuk diwakili oleh
para wakilnya dalam setiap pelaksanaan fungsi yang melekat pada lembaga tersebut
(legislasi, anggaran dan pengawasan), sebagaiamana ketiga fungsi tersebut ditegaskan
dalam pasal 316 ayat (1) serta 365 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3.
Dalam hal pembahasan fungsi legislasi yang dimiliki DPRD, fungsi ini merupakan fungsi
utama yang dimiliki DPRD sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, melalui fungsi ini DPRD
berperan menentukan corak perda yang akan dibentuk bersama KDH, sehingga diharapkan
perda yang nantinya akan terbentuk merupakan perda yang pro rakyat. Tidak ada executiv
heavy sebagaimana yang dianut UU No.5 Tahun 1974, tidak ada legeslative heavy seperti
pada UU No.22 Tahun 1999, karena berdasarkan tafsiran konstitusi sekaligus UU No.32
Tahun 2004, antara KDH dengan DPRD tidak saling membawahi.
Dalam Konstitusi pada Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945, menjelaskan bahwa dalam
pemerintahan daerah baik provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD serta
Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai kepala pemerintah daerah yang keduanya
sama-sama dipilih secara demokratis. Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun
2004, yang berbunyi “Penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”, justru memperkuat alasan bahwa kedudukan DPRD
dengan KDH adalah sejajar, bersifat kemitraan. Tidak di antara keduanya saling
membawahi satu sama lain. Dengan tugas, pokok dan fungsi yang melekat pada
masing-masing, diharapkan dapat mewujudkan peranan yang berimbang antara keduanya.
Dengan fungsi legislasi yang dimiliki dari tiga fungsinya sebagai lembaga legislatif, DPRD
memiliki kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk kewenangan membuat
peraturan daerah. Hal ini dipertegas dengan dilengkapinya DPRD dengan wewenang dan
tugas sebagaimana diatur dalam pasal 317 serta Pasal 366 UU No.32 Tahun 2004 dengan
bunyi pasal sebagai berikut:
a. membentuk peraturan daerah provinsi atau kabupaten/kota bersama gubernur atau
bupati/walikota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi atau kabupaten/kota yang diajukan oleh
gubernur atau bupati/walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional
di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana
perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang dilakukan oleh
pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Sekaligus dilengkapi pula dengan hak, yang diatur dalam pasal 44 ayat (1), yang
memperkuat bahwa DPRD berhak untuk mengajukan rancangan peraturan daerah.
Sehingga dengan hak yang melengkapi tugas dan wewenang DPRD dalam membentuk
Perda ini diartikan kemudian dalam Pasal 1 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 sebagai
kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Sementara, sebagai mitra, KDH memiliki tugas dan wewenang sebagaimana pasal 25 UU
No.32 Tahun 2004, sebagai berikut:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk
dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Merujuk pada tafsiran yuridis tersebut di atas, hasil analisis penulis tetap menetapkan DPRD
sebagai pemegang fungsi legislasi utama. Dalam tugas kewenangan membentuk perda,
DPRD selalu ikut dalam tiap alur pembentukan, dari mulai perencanaan sampai
pengundangan dan penyebarluasan, serta dalam pelaksanaan pun, DPRD dengan fungsi
pengawasan dapat melengkapi fungsi legislasi nya, sehingga sebagai lembaga legislatif,
DPRD merupakan organ yang lengkap memenuhi kriteria lembaga perwakilan rakyat
pemegang kewenangan dalam menjalankan fungsi legislasi.
Beranjak pada tafsiran bunyi Pasal 140 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 yang berbunyi,
“Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”. Tafsiran ini
selain mempertegas bahwa rancangan perda dapat diajukan oleh dua lembaga yang saling
bekerja sama sebagai mitra penyelenggara urusan pemerintahan, juga dilengkapi oleh
Pasal sesudahnya yakni Pasal 140 ayat (2), yang berbunyi: “Apabila dalam satu masa
sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan perda
mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan perda yang disampaikan
oleh DPRD, sedangkan rancangan perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan”. Ini menginterpetasikan, bahwa
peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (perda inisiatif
DPRD) lebih diutamakan daripada peraturan daerah yang berasal dari Kepala Daerah
(perda prakarsa eksekutif). Hal tersebut yang kemudian menjadi dasar untuk mendorong
peran DPRD untuk lebih aktif mencari tahu, menampung, serta mengaspirasi kebutuhan dan
kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan sesungguhnya, dalam setiap pembentukan
peraturan daerah.

b. Kajian DPRD sebagai Lembaga yang Memiliki Kewenangan sama dengan DPR [6]
Kriteria
DPR
DPRD
Keanggotaan dan Pemilu
Pasal 67 UU No.17 Tahun 2014

DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui
pemilihan umum.

Pemilu yang dimaksud merupakan pemilu legislatif yang didasarkan pada dasar payung
hukum yang sama, yakni UU No.8 Tahun 2012.
Pasal 314 dan Pasal 363 UU No.17 Tahun 2014

DPRD provinsi atau kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pemilu yang dimaksud merupakan pemilu legislatif yang didasarkan pada dasar payung
hukum yang sama, yakni UU No.8 Tahun 2012.
Perwakilan Rakyat
Pasal 68 UU No.17 Tahun 2014

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Pasal 315 dan Pasal 365 UU No.17 Tahun 2014

DPRD provinsi atau kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi atau
kabupaten/kota.
Fungsi
Pasal 69UU No.17 Tahun 2014

(1) DPR mempunyai fungsi:

a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.

(2) Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya
Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 20 ayat (1) jo Pasal 70 UU No.17 Tahun 2014

(1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dilaksanakan
sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Pasal 316 dan Pasal 365 UU No.17 Tahun 2014

(1) DPRD provinsi atau kabupaten/kota mempunyai fungsi:

a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.

(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka
representasi rakyat di provinsi atau kabupaten/kota.

Pasal 42 UU No.32 Tahun 2004

(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:


a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan
bersama;
Wewenang dan Tugas
Pasal 71 UU No.17 Tahun 2014

DPR berwenang:
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama;
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi
undang-undang;
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan
DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan


memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh
Presiden;
f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat
perdamaian dengan negara lain;
h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat
yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang;

(dst......................................)

Pasal 72 UU No.17 Tahun 2014

DPR bertugas:
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional;
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan
pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;
f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap
perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 317 dan 366 UU No.17 Tahun 2014

(1) DPRD provinsi atau kabupaten/kota mempunyai wewenang dan tugas:


a. membentuk peraturan daerah provinsi atau kabupaten/kota bersama gubernur atau
bupati/walikota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi atau kabupaten/kota yang diajukan oleh
gubernur atau bupati/walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah provinsi atau kabupaten/kota;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan/atau pemberhentian;
e. memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur atau
bupati/walikota;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap
rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh
pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan
pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
k. melaksanakan wewenang dan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Berdasar perbandingan pengaturan kedudukan, tugas pokok, kewenangan serta fungsi


antara DPR dengan DPRD di atas, penulis menilai bahwa banyak persamaan di antara
keduanya. Kedua lembaga tersebut sama-sama lembaga perwakilan rakyat yang dipilih
dalam pemilu legislatif serentak langsung oleh rakyat. Memiliki fungsi yang sama dengan
pelaksanaan tugas wewenang yang menunjukkan keduanya sebagai lembaga yang memiliki
kekuasaan membentuk Undang-Undang (bagi DPR) dan perda (bagi DPRD).
Ketentuan yang mengatur tentang tugas pokok, fungsi, dan wewenang DPRD di atas,
menempatkan DPRD pada posisi yang strategis, karena DPRD ikut menentukan
keberlangsungan dan masa depan daerah. Fungsi legislasi di sini merupakan suatu proses
untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak pemangku kepentingan
(stakeholders),untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan.
Oleh karena itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan
daerah sebagai produknya. Di samping itu, sebagai produk hukum daerah, maka peraturan
daerah merupakan komitmen bersama para pihak pemangku kepentingan daerah yang
mempunyai kekuatan paksa. Dengan demikian fungsi legislasi mempunyai arti yang sangat
penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan (sebagai social
engineering) maupun sebagai pencipta keadilan bagi masyarakat.

B. Perlunya Penguatan Fungsi Legislasi DPRD sebagai Lembaga Legislatif (perwakilan


rakyat daerah).
Tugas yang merupakan amanah bagi DPRD dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah bersama dengan kepala daerah dilaksanakan atas dasar yuridis UU Nomor 17
Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang lebih populer dikenal
sebagai UU Parlemen, pada Pasal 292 dan 343 ayat (1) juga menyebutkan bahwa “DPRD
(Provinsi, Kabupaten/Kota) mempunyai fungsi: legislasi, anggaran dan pengawasan”. Hal
yang sama ditegaskan juga pada pasal 41 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Fungsi legislasi (pembentukan Perda) merupakan fungsi utama DPRD sebagai badan
legislatif daerah. Marbun mengemukakan, bahwa “fungsi pembuatan Perda merupakan
fungsi utama dan asli dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislatif. Lewat
fungsi ini, DPRD dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya, baik secara
materil maupun secara fungsional”[7]. Fungsi legislasi ini melekat kepada DPRD
sebagaimana DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat.
Kemudian apa yang menyebabkan beberapa DPRD di daerah provinsi atau kabupaten/kota
belum dapat optimal dalam melaksanakan fungsi legislasi sebagai lembaga legislatif?
Penulis mengkaji, banyak terdapat tafsiran bunyi peraturan perundang-undnagan terkait
(antar pasal) serta kurang jelasnya pengaturan kedudukan lembaga DPRD di dalam
konstitusi. Sedikit menjadi multitafsir ketika DPRD sebagai lembaga yang bertugas dan
berwenang membentuk perda bersama atau bupati/walikota, ter-“include” dalam unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam pasal 19 UU No.32 Tahun 2004 disebutkan
bahwa:
(1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh (satu) orang wakil
Presiden, dan oleh menteri negara.
(2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
Pengaturan tersebut justru menunjukkan kelemahan UU No.32 Tahun 2004, yang
seolah-olah menempatkan DPRD dalam penyelenggara eksekutif bersama dengan
pemerintah daerah. Hal ini berimbas, adanya perda yang nantinya dibahas bersama dengan
KDH adalah perda yang mendukung secara penuh eksekutif dengan mengesampingkan
kepentingan rakyat daerah yang diwakilinya, karena penempatan DPRD yang masuk dalam
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Kedudukan DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersama-sama dengan
pemerintah daerah menempatkan DPRD berada di bawah kendali Pemerintah Pusat melalui
Kementerian Dalam Negeri karena penyelenggara pemerintahan daerah di bawah
Kementerian Dalam Negeri. Konsekuensi dari kedudukan DPRD ini menyebabkan berbagai
ketentuan pengaturan mengenai DPRD diatur dalam produk hukum Pemerintah Pusat
seperti Peraturan Pemerintah, Permendagri, dan Surat Edaran. Sebagai akibat dari DPRD
sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan daerah, DPRD lebih banyak tunduk kepada
Menteri Dalam Negeri, tunduk pada Peraturan Pemerintah dibandingkan konstituen yang
diwakilinya yaitu rakyat[8]. Padahal disisi lain DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat
daerah yang dipilih langsung oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum. Sebagai lembaga
perwakilan rakyat maka sudah semestinya DPRD mengemban amanat rakyat dengan
menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi dan kepentingan masyarakat dan
pertanggungjawabannya pun kepada masyarakat, sehingga DPRD dapat mengetahui apa
yang dibutuhkan masyarakat dan mengetahui pula bagaimana kebijakan yang harus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut guna dicantumkan dalam suatu produk
hukum yang berbentuk Perda. Lain hal-nya apabila DPRD sebagai penyelenggaran
pemerintahan daerah tunduk kepada Pemerintah Pusat maka fungsi legislasi yang melekat
pada DPRD ini tidak akan dapat terlaksana secara maksimal.
Selain itu, dalam konstitusi pun belum diatur jelas terkait kedudukan eksekutif dan legislatif
di daerah. Jadi seolah-olah, terdapat pengaburan terhadap tugas pokok, fungsi dan
wewenang antara DPRD dan KDH dalam hal pelaksanaan fungsi legislasi. Hal ini disinyalir,
menjadi salah satu faktor yang mendorong lemanya fungsi legislasi DPRD, melihat dari studi
kasus banyaknya perda yang justru berasal dari KDH. Hal ini kemudian mencederai
semangat demokrasi, yang menunjuk anggota dewan sebagai wakil rakyat di daerah.
Melihat adanya “lubang-lubang” multitafsir dalam ketentuan perundang-undangan di atas,
maka penulis mengajukan wacana solusi penguatan substains, baik dalam konstitusi
sebagai dasar maupun perundang-undangan yang ada di bawahnya. Legal substance
(substansi hukum); merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola perilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang
berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan
baru yang mereka susun.
Substain, berhubungan dengan peraturan perundang-undangan merupakan aturan
yuridis dasar yang akan menjawab segala permasalahan terkait kurang optimalnya fungsi
legislasi DPRD dapat dilaksanakan. Dasar yuridis yang kuat dalam rangka pemberdayaan
DPRD perlu untuk direnungkan. Adanya prinsip equilibrium decentralization harus diimbangi
dengan pengaturan hak dan kewajiban yang konsisten dan pasti, seperti halnya pembagian
kewenangan. Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk membuat peraturan
daerah sudah seharusnya lebih diarahkan untuk dijalankan oleh DPRD, sedangkan kepala
daerah diberikan kewenangan untuk lebih banyak menjalankan mengurus yang bersifat
implementasi dari kewenangan mengatur berdasarkan dasar yuridis yang kuat. Tidak seperti
saat ini, pengaturan fungsi legislasi masih semu antara DPRD dengan eksekutif.
Berdasarkan kedudukan organisasinya, kedudukan DPRD serba tak menentu. Menurut UU
No.22 Tahun 1999 DPRD dikatakan sebagai Badan Legislastif Daerah (lihat Pasal 14 ayat
(1) dan Pasal 15). Menurut UU No.32 Tahun 2004 DPRD disebut sebagai Unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah (lihat Pasal 40). Pada UU No.5 Tahun 1974, DPRD
adalah unsur pemerintah daerah (lihat Pasal 13 ayat (1)).
Untuk itulah, perlu penguatan fungsi legislasi sebagai salah satu fungsi dalam
kedudukan organisasinya melalui aturan subtansi yang jelas sekaligus tegas, sehingga
selain memperjelas kedudukan organisasi DPRD juga untuk mempertegas fungsi-fungsinya,
dalam hal ini secara khusus adalah fungsi legislasi. Penguatan DPRD melalui ketegasan
yuridis merupakan prasyarat mutlak bagi berkembangnya demokrasi di daerah. Faktor yang
berhubungan dengan substansi juga berkaitan dengan pengaturan proses mekanisme
pengusulan raperda inisiatif DPRD yang rumit. Problematika ini perlu mendapatkan
perhatian khusus bagi pembuat kebijakan di pusat untuk kedepannya dapat merumuskan
kebijakan tentang penyusunan peraturan daerah yang lebih dinamis, efektif dan efisien.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Fungsi legislasi yang melekat pada DPRD dalam kedudukannya sebagai lembaga
perwakilan rakyat perlu adanya penguatan ditinjau dari alasan filosofis-sosiologis dan segi
yuridis konstitusional diantaranya:
a. Alasan filosofis-sosiologis
Sila ke-4 Pancasila merupakan awal dari pemahaman DPRD sebagai badan perwaklan
rakyat. Sebagai badan perwakilan rakyat, DPRD memiliki dua peran, yakni sebagai Badan
legislatif dalam artian perwakilan rakyat (a representative assembly), yang dipilih untuk
menghubungkan kepentingan konstituen dengan kebijakan yang akan diambil penguasa
dan juga sebagai lembaga pembuat peraturan daerah (a law making institution). DPRD
sebagai badan perwakilan rakyat yang memiliki fungsi legislasi menjadi jawaban bahwa
DPRD sebagai lembaga yang legitimate untuk mewakili rakyat beserta kehendak-kehendak
rakyat guna dituangkan dalam kebijakan yang nantinya dibahas dengan KDH guna
sebesar-besarnya untuk kebutuhan masyarakat daerah. Apabila fungsi legislasi ini dapat
berjalan secara efektif maka juga akan mendukung pula berjalannya kedua fungsi DPRD
yang lain yaitu fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
b. Alasan yuridis konstitusi
Fungsi legislative yang melekat pada DPRD ditegaskan dalam pasal 316 ayat (1) serta 365
ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3. Fungsi ini merupakan fungsi utama yang
dimiliki DPRD sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, melalui fungsi ini DPRD berperan
menentukan corak perda yang akan dibentuk bersama KDH. Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD
NRI 1945 serta Pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa kedudukan
DPRD dengan KDH adalah sejajar, bersifat kemitraan sehingga diharapkan dengan dugas,
pokok dan fungsi yang diemban masing-masing lembaga diharapkan dapat mewujudkan
peranan yang berimbang antara keduanya. Berdasarkan Pasal 317 serta Pasal 366 UU
No.32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai tugas dan wewenang DPRD dalam pembuatan
Perda, serta Pasal 44 ayat (1) yang mengatur mengenai hak anggota DPRD dalam
pengajuan raperda menunjukkan bahwa DPRD sebagai pemegang fungsi legislasi utama.
DPRD selalu ikut dalam tiap alur pembentukan, dari mulai perencanaan sampai
pengundangan dan penyebarluasan, serta dalam pelaksanaan pun, DPRD dengan fungsi
pengawasan dapat melengkapi fungsi legislasi nya, sehingga sebagai lembaga legislative.
Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 yang
menginterpetasikan bahwa peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (perda inisiatif DPRD) lebih diutamakan daripada peraturan daerah yang berasal
dari Kepala Daerah (perda prakarsa eksekutif). Kemudian berdasarkan analisis
perbandingan pengaturan kedudukan, tugas pokok, kewenangan serta fungsi antara DPR
dengan DPRD dapat disimpulkan bahwa banyak persamaan di antara keduanya sehingga
menunjukkan keduanya sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk
Undang-Undang (bagi DPR) dan perda (bagi DPRD).
2. Fungsi legislasi (pembentukan Perda) merupakan fungsi utama DPRD sebagai badan
legislatif daerah. Namun pada beberapa kota belum dapat optimal dalam melaksanakan
fungsi legislasi sebagai lembaga legislative, hal ini dikarenakan banyak terdapat tafsiran
bunyi peraturan perundang-undnagan terkait (antar pasal) serta kurang jelasnya pengaturan
kedudukan lembaga DPRD di dalam konstitusi. DPRD sebagai lembaga yang bertugas dan
berwenang membentuk perda bersama atau bupati/walikota, masuk dalam unsur
penyelenggara pemerintahan daerah sehingga seolah-olah menempatkan DPRD dalam
penyelenggara eksekutif bersama dengan pemerintah daerah yang berada di bawa kendali
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Adanya ketimpangan pengaturan
dalam peraturan perundang-undangan sehingga perlu adanya penguatan substanis baik
dalam konstitusi sebagai dasar maupun perundang-undangan yang ada di bawahnya
memperjelas kedudukan organisasi DPRD dan mempertegas fungsi-fungsinya, khususnya
fungsi legislasi.

B. SARAN
Ketidakjelasan pengaturan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
kedudukan, tugas, wewenang dan fungsi DPRD menyebabkan lemahnya fungsi legislasi
pada DPRD sebagai badan perwakilan rakyat. Sehingga perlu adanya penguatan legal
substance untuk mempertegas dan memperjelas kedudukan, tugas pokok dan fungsi DPRD
khususnya dalam fungsi legislasi. Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk
membuat peraturan daerah sudah seharusnya lebih diarahkan untuk dijalankan oleh DPRD,
sedangkan kepala daerah diberikan kewenangan untuk lebih banyak menjalankan
mengurus yang bersifat implementasi dari kewenangan mengatur berdasarkan dasar yuridis
yang kuat.
[1]
[2] Sastro M Wantu..... Memperkuat Fungsi Legislasi Dprd Sebagai Format Policy Dalam
Euphoria Otonomi Daerah.Hlm.2.
[3] Strong, C.F, 1975, Modern Political Constitution: An Introduction To The Comparative
Study Of History And Exising From, Sidwick And Jackson. London.Hlm.8
[4] Anajeng.2014.Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Kota Surakarta dalam Kerangka
Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
[5] Kaelan.
[6]UUD NRI 1945; UU No.17 Tahun 2014, UU No.32 Tahun 2004
[7] B.N. Marbun. 1983. DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Hlm.162

[8] http://www.parliament.uk/factsheets, Undang-Undang Susduk : Pintu Masuk Penguatan


Lembaga Perwakilan
Lutpi Majidi di 09.33
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar


Beranda
Lihat versi web
Tentangku
Foto saya
Lutpi Majidi

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogg

Anda mungkin juga menyukai