Anda di halaman 1dari 15

UU No 5 TAHUN 2014 MENGKAJI MODEL PENGISIAN JABATAN BERDASARKAN

LELANG JABATAN
MENGKAJI MODEL PENGISIAN JABATAN DENGAN SISTEM LELANG JABATAN
MENURUT UU No 5 TAHUN 2014
https://diklatbkdsidoarjo.wordpress.com/category/uu-no-5-tahun-2014-mengkaji-model-pengisian-
jabatan-berdasarkan-lelang-jabatan/

POSTED ON 27/07/2016 UPDATED ON 27/07/2016


Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin,
status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan Pasal 1 angka 22 UU No 5 Tahun
2014.

Pegawai Negeri Sipil sebagai pegawai Aparatur Sipil Negara dalam pengelolaannya diatur
dalam manajemen Aparatur Sipil Negara yaitu Sistem Manajemen Kepegawaian yang
meliputi sistem perencanaan, pengembangan karier, penggajian, dan batas usia pension. ASN
tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, sebab sekarang ada komisi
aparatur sipil negara (KASN). Aturan ini diharapkan mampu memperbaiki manajemen
pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik, sebab pegawai negeri sipil (PNS)
tidak lagi berorientasi melayani atasannya, melainkan masyarakat.
Aturan ini menempatkan PNS sebagai sebuah profesi yang bebas dari intervensi politik dan
akan menerapkan sistem karier terbuka yang mengutamakan prinsip profesionalisme, yang
memiliki kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, objektivitas, serta bebas dari
intervensi politik dan KKN yang berbasis pada manajemen sumber daya manusia dan
mengedepankan SISTEM MERIT menuju terwujudnya birokrasi pemerintahan yang
professional, bersikap netral, tidak mudah terbawa arus politik dan tidak boleh melakukan
lobi untuk mendapat promosi jabatan.
Substansi yang terkandung dalam Undang-Undang ASN diantaranya ditegaskan bahwa
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah sebuah bentuk profesi, dengan penetapan ASN sebagai
sebuah profesi, maka diperlukan adanya asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, serta
pengembangan kompetensi. Pegawai ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPKK). Sistem Manajemen Kepegawaian
yang meliputi sistem perencanaan, pengembangan karier, penggajian, dan batas usia pensiun.
ASN tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, sebab nanti akan dibentuk
lembaga yang mengurusnya yakni, komisi aparatur sipil negara (KASN).
Jabatan dalam ASN terdiri dari : a). Jabatan Administrasi (Administrator, Pengawas, dan
Pelaksana); b). Jabatan Fungsional (fungsional keahlian dan ketrampilan); c) Jabatan
Pimpinan Tinggi (Jabatan Pimpinan Tinggi Utama, Madya, dan Pratama). Khusus mengenai
pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, proses pengisian jabatan ini dilakukan secara terbuka dan
kompetitif, transparan dan akuntabel, selain itu ASN juga mengamanahkan pembentukan
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), guna menjamin sistem dalam kebijakan dan
manajemen ASN.
Undang Undang ASN ini juga mengamanatkan pemerintah untuk melaksanakan penyesuaian
terhadap ketentuan yang telah diatur, seperti masalah penggajian, pensiun dan jaminan.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
1. Jabatan eselon Ia Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian setara dengan jabatan
Pimpinan Tinggi Utama;
2. Jabatan eselon Ia dan Ib setara dengan jabatan Pimpinan Tinggi Madya;
3. Jabatan eselon II setara dengan jabatan Pimpinan Tinggi Pratama;
4. Jabatan eselon III setara dengan jabatan Administrator;
5. Jabatan eselon IV setara dengan jabatan Pengawas; dan
6. Jabatan eselon V dan Fungsional Umum setara dengan jabatan Pelaksana.
Dari sisi kelembagaan, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi
dalam kebijakan, pembinaan profesi dan manajemen ASN. Dalam penyelenggaraan
kekuasaannya, Presiden dibantu oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian
Negara (BKN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Khusus mengenai Batas Usia Pensiun (BUP) bagi Pejabat Administrasi adalah 58 tahun, dan
bagi Pejabat Pimpinan Tinggi 60 tahun dan bagi pejabat fungsional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi masing-masing Pejabat Fungsional.
SISTEM MERIT, KOMPETENSI DAN KINERJA DALAM UU ASN
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) nomor 5 tahun 2014 yang ditandatangani 15
Januari 2014 telah merubah paradigma yang selama ini melekat pada PNS. Sebelumnya PNS
terdiri dari PNS pusat, daerah dan PTT, disamping itu ada PNS TNI dan POLRI. Dengan
berlakunya ASN ini hanya terdapat 2 jenis pegawai sebagai unsur aparatur negara, yaitu
Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). Terdapat juga perubahan batasan usia pensiun PNS dari 55 tahun menjadi 58
tahun.
Sesuai amanat UU ASN, Komisi ASN adalah lembaga yang berkaitan dengan kewenangan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN, Sedangkan LAN
memiliki kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN.
UU ASN mempunyai misi memindahkan Aparatur Sipil Negara dari zona nyaman ke zona
kompetitif melalui sistem merit. Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen SDM
Aparatur yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.
PENERAPAN MERIT SYSTEM
Perencanaan Pengembangan SDM berdasarkan kebutuhan kompetensi dan jumlah pegawai
yang tertuang di dalam human capital development plan; Pola karir, yang mewajibkan adanya
standar kompetensi jabatan dan job person match, penilaian prilaku dan kinerja serta rekam
jejak pegawai dan dilakukan seleksi dan promosi secara adil, pelaksanaan sistem rewards and
punishment, serta standar integritas dan perilaku.
Memahami sistem merit dalam kaitannya dengan promosi jabatan secara terbuka didalam
UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, tentunya terlebih dahulu perlu dipahami dahulu hakekat
reformasi birokrasi, karena promosi jabatan secara terbuka adalah bagian dari agenda
reformasi birokrasi. Patut dipahami, bahwa reformasi birokrasi merupakan konsep yang luas
ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara lebih rinci meliputi
reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural, dan etika birokrasi.
Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan
pembenahan dalam bentuk penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi
pemerintahan untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk
mempermudah pencapaian tujuan pembangunan.
Secara normatif didalam Peraturan MENPAN No. PER/15/M.PAN/7/2009, Tentang:
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi adalah upaya untuk melakukan
pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan SDM aparatur.
Disebutkan pula bahwa : Reformasi Birokrasi adalah langkah-langkah strategis untuk
membangun aparatur Negara agar lebih berdayaguna dan berhasilguna dalam mengemban
tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Di dalam konteks Indonesia, dengan budaya paternalistik yang masih kuat, keberhasilan
pembenahan birokrasi akan sangat ditentukan oleh peran pemimpin atau pejabat tinggi
birokrasi. Jadi pembenahan tersebut seyogianya dilakukan dari level atas, karena pemimpin
birokrasi kerapkali berperan sebagai patron sehingga akan lebih mudah menjadi contoh bagi
para bawahannya.
Pembenahan birokrasi mengarah pada penataan ulang aspek internal maupun eksternal
birokrasi. Dalam tataran internal, pembenahan birokrasi harus diterapkan baik pada level
puncak (top level bureaucrats), level menengah (middle level bureaucrats), maupun level
pelaksana (street level bureaucrats).
Pembenahan pada top level harus didahulukan karena posisi strategis para birokrat di tingkat
puncak adalah sebagai pembuat keputusan strategis. Pada tataran menengah, keputusan
strategis yang dibuat oleh pemimpin harus dijabarkan dalam keputusan-keputusan
operasional dan selanjutnya ke dalam keputusan-keputusan teknis bagi para pelaksana di
lapangan (street level bureaucrats).
MODEL PENGISIAN JABATAN TINGGI SECARA TERBUKA BERDASARKAN
SISTEM MERIT LELANG JABATAN
Berdasarkan pemetaan di atas ada fenomena menarik saat ini, yakni istilah lelang jabatan
yang semakin populer di tengah masyarakat, dalam beberapa waktu belakangan ini. Terlebih
ketika pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Jokowi/Ahok berencana
melakukan lelang jabatan untuk lurah dan camat. Berbagai tanggapan muncul, mulai dari
yang mendukung, mempertanyakan sampai yang menolak kebijakan itu.
Dengan promosi secara terbuka, kita akan mendapatkan pejabat struktural yang profesional,
memiliki kompetensi tinggi, berkinerja baik, berintegritas, dan sesuai harapan organisasi.
Sedangkan,yang mempersoalkan antara lain Anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta
Ahmad Husin Alaydrus yang mengatakan bahwa, pelaksanaan lelang jabatan camat dan lurah
itu tidak berpayung hukum secara benar. Bila Pemprov DKI Jakarta tetap melaksanakannya,
maka produk yang dihasilkan akan cacat hukum. Jangan sampai tujuan memperbaiki aparat
birokrasi justru lari dari koridor aturan berlaku.
Berdasarkan berbagai pendapat yang mengemuka di ranah public, kajian berikut ini mencoba
mengkaji bagaimana konsepsi lelang jabatan dari sudut kebijakan public, apa tujuan dan
manfaatnya serta bagaimana kendala dalam penerapannya Kebijakan Publik dalam Promosi
Jabatan
Istilah lelang jabatan atau sering disebut dengan istilah job tender sebenarnya bukan hal baru
dalam perspekif administrasi publik. Dalam konsep New Public Management (NPM), lelang
jabatan sudah dikenalkan dan dipraktekkan di negara-negara Barat, dengan istilah yang
berbeda-beda.
Apa Tujuannya Lelang Jabatan adalah untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas,
kompetensi dan integritas yang memadai untuk mengisi posisi/jabatan tertentu sehingga dapat
menjalankan tugas yang lebih efektif dan efisien Lelang jabatan merupakan salah satu cara
untuk memperkecil potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena rekrutmen jabatan
dilakukan secara transparan, menggunakan indikator tertentu dan dilakukan oleh pihak yang
netral dan kompeten melakukan seleksi.
Proses lelang jabatan atau lebih tepat disebut promosi jabatan sebetulnya memiliki dasar
hukum yang sangat kuat. Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sudah diatur mengenai wewenang kepala daerah untuk menentukan
struktur Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD) dan pengisian jabatannya.
Pada masa berlakunya Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian juga sudah
mengatur tentang persyaratan pengisian jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada pasal
17 ayat 2 disebutkan bahwa Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan
dilaksanakan. berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja,
dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.
Di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN dipertegas pula pasal Pasal 68 (1) PNS
diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi Pemerintah. (2) Pengangkatan
PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan
perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh
jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai. (3)
Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi
jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. (4) PNS
dapat berpindah antar dan antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan
Fungsional di Instansi Pusat dan Instansi Daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan
penilaian kinerja.
PNS yang diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi Pemerintah dalam
adalah merupakan salah satu bagian dari Manajemen ASN dengan prinsip yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip profesional, dan menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk melaksankan prinsip itu, Manajemen ASN dilaksanakan dengan sistem merit,
sebagaimana ditegaskan pada pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN yang
menyatakan Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit, yaitu kebijakan
dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil
dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal
usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Untuk menjamin terpilihnya orang-orang yang profesional dan kompeten sesuai dengan
standar kompetensi jabatan, misalnya Jokowi/Ahok melakukannya dengan promosi terbuka.
Sebetulnya konsep lelang jabatan tidak jauh berbeda dengan fit and proper test. Namun
demikian, gebrakan ini cukup menyita perhatian publik, bahkan menjadi topik aktual
beberapa media massa bulan terakhir ini. Isu ini semakin menarik karena banyak orang yang
kurang memahami istilah lelang jabatan.
Ada persepsi bahwa lelang jabatan sama seperti lelang atau tender dalam proses pengadaan
barang dan jasa. Bahkan ada pula menduga bahwa, lelang jabatan akan membuka celah
munculnya KKN seperti halnya dalam praktek lelang pengadaan barang dan jasa di
lingkungan pemerintahan. Padahal sejatinya lelang jabatan justru bisa memperkecil potensi
KKN karena dilakukan secara transparan, menggunakan indikator tertentu dan dilakukan oleh
assesment centre.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) telah meluncurkan program Grand Design Reformasi
Birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi 9 (Sembilan) Program Percepatan Reformasi
Birokrasi dan salah satu diantaranya adalah Program Sistem Promosi PNS secara terbuka.
Program ini bertujuan untuk menjamin tersedianya para pejabat struktural yang memiliki
kompetensi jabatan sesuai kompetensi dan persyaratan yang diperlukan oleh jabatan tersebut.
Untuk mencapai hal ini, perlu diadakan promosi jabatan struktural berdasarkan sistem merit
dan terbuka, dengan mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang bersangkutan.
Untuk melakukan promosi jabatan struktural atau pengisian lowongan jabatan dilakukan
secara terbuka versi Jokowi- Ahok. Proses promosi jabatan dilakukan dengan tahapan:
Pertama; pengumuman secara terbuka kepada instansi lain dalam bentuk surat edaran melalui
papan pengumuman,dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media on-
line/internet) sesuai dengan anggaran yang tersedia. Setiap pegawai yang telah memenuhi
syarat administratif berupa tingkat kepangkatan dan golongan, diperbolehkan mendaftarkan
diri untuk mengisi lowongan yang tersedia
Kedua, mekanisme seleksi/ penilaian kompetensi manejerial dan kompetensi bidang
(substansi tugas) Penilaian kompetensi manejerial dilakukan dengan menggunakan
metodologi psikometri, wawancara kompetensi dan analisa kasus dan presentasi. Sedangkan
penilaian kompetensi bidang dilakukan dengan metode tertulis dan wawancara (Standar
kompetensi Bidang disusun dan ditetapkan oleh masing-masing instansi sesuai kebutuhan
jabatan dan dapat dibantu oleh assessor.
Ketiga, Panitia Seleksi mengumumkan hasil dari setiap tahap seleksi secara terbuka melalui
papan pengumuman, dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media
online/internet).
Apa yang dilakukan oleh Jokowi/Ahok sebenarnya teinspirasi dari Kepeloporan Jembrana
dan Samarinda, artinya sebenarnya, sebelum Jokowi/Ahok memprogramkan lelang jabatan,
Bupati Jembrana, Bali Prof. I Gede Winasa dan Walikota Samarinda Syaharie Jaang telah
menerapkan promosi jabatan eselon II, III dan IV secara terbuka.
Di Kota Samarinda, seleksi dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Samarinda
bekerjasama dengan PKP2A III LAN Samarinda yang dilaksanakan pada tanggal 12-14
Pebruari 2013 yang lalu. Sebanyak 125 pelamar bersaing untuk mendapatkan satu tempat
pada 16 jabatan struktural lowong yang terdiri dari satu jabatan untuk eselon II, empat
jabatan untuk eselon III dan 11 jabatan untuk eselon IV. Dalam lelang jabatan tersebut ,
setiap pegawai yang telah memenuhi syarat administratif berupa tingkat kepangkatan dan
golongan, diperbolehkan mendaftarkan diri untuk mengisi lowongan yang tersedia.
Penilaian akan dilakukan oleh tim penyeleksi yang keputusannya ditentukan oleh Walikota.
Sedangkan pelaksanaan fit and prover test dilakukan tim dari Universitas Udayana Denpasar.
Hasil dari fit and prover test akan diberikan kepada Bupati untuk proses selanjutnya.
Pertanyaan yang perlu diajukan adalah promosi Jabatan Untuk Apa ? Patut diketahui, bahwa
ditengah kritikan masyarakat tentang rendahnya kinerja pelayanan publik di segala bidang
seperti perilaku PNS yang kurang disiplin, moralitas yang rendah, pembangunan yang tidak
merata, infrastruktur jalan yang rusak, penataan kota yang yang semrawut, lalu lintas yang
macet dan sebagainya tentu kita perlu mengapresiasi langkah-langkah reformasii birokrasi
yang dilakukan oleh orang seperti Jokowi/Ahok.
Sisi positif dari kebijakan ini diharapkan membawa dampak sebagai berikut;
Pertama; mendapatkan outcome yang positif yaitu terangkatnya PNS yang memiliki
kompetensi dan profesionalitas yang memadai sesuai dengan jabatannya sekaligus memiliki
hati nurani yang bersih atau paling tidak memiliki rekam jejak yang baik. Kita masih percaya
masih ada PNS yang memiliki jiwa pengabdian dan ketulusan kepada bangsa dan Negara ini.
Kedua, dengan adanya fit and proper test persaingan positif akan terbuka. Ada logika yang
mengatakan bahwa tidak ada kualitas yang lahir tanpa sebuah persaingan. Tentu dengan
adanya persaingan mendorong semangat bagi peningkatan kualitas, kinerja dan disiplin PNS.
Selama ini PNS yang duduk dalam jabatan tertentu masih banyak yang belum teruji
kualitasnya. Disamping itu budaya birokrasi kita masih mengindikasikan adanya keterkaitan
emosional dan ekonomis tertentu dalam mendudukkan seseorang dalam jabatan. Keterkaitan
emosional seperti adanya kedekatan secara kekerabatan, organisasi kemasyarakatan maupun
organisasi kemahasiswaan sehingga seseorang mendapat kesempatan untuk dipromosikan
dalam jabatan. Keterkaitan secara ekonomis terkait dengan jual beli jabatan untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik tertentu.
Ketiga, bagi pejabat Pembina kepegawaian dan pejabat eselon I, II yang berwewenang dalam
member mandat bagi PNS dalam jabatan tertentu, lelang jabatan dapat bermanfaat untuk
menghindarkan diri dari intervensi berbagai fihak yang berusaha menempatkan orangnya
dalam jabatan strategis di lingkungan masing-masing. Jabatan politik dan kepartaian saat ini
memiliki bargaining position untuk mempengaruhi keputusan pejabat public, karena memang
atasan pejabat public secara structural adalah pejabat politik (menteri, gubernur dan
seterusnya).
Keempat, memperkuat sistem managemen karir berdasarkan merit sistem dimana terbuka
peluang yang sama bagi setiap PNS untuk meningkatkan karir berdasarkan kompetensi yang
dimilikinya. Selama ini terkesan proses rekrutmen PNS dalam jabatan yang dilakukan oleh
Baperjakat berjalan kurang objektif dan transparan sehingga PNS malas untuk meraih
prestasi tertentu. Ada kesan kemampuan adalah nomor dua, nomor satunya adalah kedekatan
dengan pejabat dan factor nasib.
Kelima, bagi masyarakat, ini adalah kesempatan terbaik untuk membuktikan apakah kinerja
pelayanan publik akan semakin baik? Secara teori tentu iya, namun apakah kenyataannya
akan berbanding lurus dengan konsep teoritisnya. Tentu peran aktif masyarakat juga menjadi
faktor penting bagi peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk itu, mestinya hal ini juga
dibarengi dengan upaya pengawasan masyarakat yang jauh lebih intens agar pejabat yang
telah diseleksi lebih fokus pada kerja pelayanan masyarakat.
Apakah tidak ada kendala dalam Promosi Jabatan, sebenarnya jika dievaluasi ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan proses assessment tidak berhasil, antara lain:
Pertama, mekanisme seleksi pastilah memakan waktu yang relative lama dan biaya yang
besar. Proses seleksi pastilah melibatkan berbagai lembaga terkait seperti Badan
Kepegawaian Negara, Kemenpan dan RB dan Perguruan tinggi. Disamping proses seleksi
tentu harus melewati prosedur standar bagi setiap daerah, ini menyebabkan proses asssesmen
berjalan relative lama. Lain lagi kalau kita hitung biaya penyelenggaraannya. Mengingat
jabatan eselon di setiap level itu sangat banyak, mulai jabatan eselon I, II, II dan IV yang
kosong akibat mutasi atau pensiun setiap bulannya pastilah biayanya juga besar.
Kedua, mekanisme seleksi juga tidak menjamin hasilnya baik, mengingat pengalaman
bernegara kita ada saja oknum-oknum yang diberi kepercayaan tertentu kurang amanah.
Assessment Centre bisa saja tidak memberi nilai secara objektif karena ada kepentingan
tertentu, baik kepentingan diri sendiri maupun kepentingan orang lain secara tidak sah.
Budaya birokrasi kita belum menunjukkan perubahan perilaku yang berintegritas dan layak
dipercaya.
Ketiga, keterbatasan aparatur yang professional di bidang tugasnya. Mengapa pelayanan
public saat ini kurang baik ? Salah satu jawabannya adalah kurangnya PNS yang profesional.
Kurangnya profesionalitas ini diakibatkan oleh tingkat pendidikan yang kurang memadai,
pelatihan jabatan yang terbatas dan sedikit minat untuk belajar secara mandiri. Oleh karena
itu kalaupun proses penyaringan dalam jabatan tertentu sudah dilakukan dengan baik namun
karena kompetensi dan profesionalitas yang ada masih terbatas maka hasilnya juga kurang
memuaskan.
Dengan demikian Lelang jabatan adalah bentuk dari promosi jabatan yang dilakukan secara
transparan dan selektif. Transparan karena dilakukan secara terbuka dan setiap orang yang
memiliki syarat administratif berupa tingkat kepangkatan dan golongan, diperbolehkan
mendaftarkan diri untuk mengisi lowongan yang tersedia.
Selektif karena proses pelaksanaannya dilakukan uji kompetensi ataupun fit and proper test.
Lelang jabatan memiliki nilai fositif dalam rangka reformasi birokrasi yaitu untuk merekrut
ataupun menempatkan pejabat eselon yang memiliki kompetensi dan profesionalitas yang
memadai. Namun disisi lain kita berharap bahwa assesmen centre dapat bekerja secara
professional. Sebab kalau tidak assesment centre dapat memperpanjang jalur birokrasi
sekalugus memperluas kesempatan untuk melakukan KKN.
Walaupun transparan dan selektif dan dilakukan secara prosesional, ada satu nilai yang
kurang, yakni belum konsep partisipatif.Artinya dengan kata lain diberapa tahapan
sebenarnya masyarakat/publik bisa diikutsertakan, paling minimal memberikan tanggap
terbuka yang mekanismenya disepakati merupakan bagian dari kebijakan Pengisian Jabatan
Tinggi secara Terbuka Berdasarkan sistem Merit dengan tidak diskriminatif serta partisipatif.
PENGISIAN JABATAN TINGGI SECARA TERBUKA BERDASARKAN SISTEM
MERIT
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13
Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan
Instansi Pemerintah.
Jika kita baca konsideran menimbang pada huruf a. Menyatakan, bahwa dalam rangka
memenuhi kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan,
dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan pimpinan
tinggi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, maka instansi
pemerintah perlu melakukan promosi jabatan pimpinan tinggi secara terbuka;
Kemudian ketentuan pasal 74 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, ditetapkan bahwa
pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 69 sampai dengan 73. Seharusnya Pasal 73 diatur dalam
Peraturan Pemerintah, tetapi mengingat kebutuhan untuk melaksanakan pengisian jabatan
pimpinan tinggi secara terbuka di berbagai instansi pemerintah harus segera dipenuhi, maka
sebelum ditetapkan peraturan pemerintah.
Selanjutnya Permenpan rb No 13 Tahun 2014 pada pasal 2 menyatakan, bahwa Tata cara
pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka digunakan sebagai pedoman bagi instansi
pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pengisian jabatan pimpinan tinggi
secara terbuka.
Pertanyaan apa yang dimaksud dengan jabatan pimpinan tinggi? Pada Pasal 1 angka 7 UU No
5 Tahun 2014 Tentang ASN menyatakan, bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi adalah
sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah, yang selanjutnya diberikan nomenklatur
sebagai Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan
Tinggi.(Pasal 1 angka 8 UU No 5 Tahun 2014).
Sebagai Pedoman penyelenggaraan pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka. Pasal 3
Permenpanrb No 13 tahun 2014 secara tegas menyatakan, bahwa Setiap instansi Pemerintah
wajib menerapkan prinsip dan menghindari praktek yang dilarang dalam sistem merit pada
setiap pelaksanaan pengisian jabatan.
Pertanyaaannya apa prinsip dan menghindari praktek yang dilarang dalam sistem merit?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dijelaskan dahulu apa yang dimaksud sistem merit.
Adapun yang dimasuk dengan Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar
dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul,
jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.(pasal 1 angka 22 UU
No 5 Tahun 2014).
Secara teks hukum, ada dua kata kunci dalam sistem merit, yaitu Kebijakan dan
Manajemen ASN. Kemudian apa yang dimaksud dengan Manajemen ASN. UU Nomor 5
Tahun 2014 memberikan batasan, pada pasal 1 angka 3, bahwa Manajemen ASN adalah
pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pasal 51 Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit. Pasal 52 Manajemen
ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No
5 Tahun 2014, jelas, bahwa indikator untuk melaksanakan penyelenggaraan pengisian jabatan
tinggi secara terbuka harus menghasilkan jabatan tinggi yang profesional, memiliki nilai
dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Pemerintah wajib menerapkan prinsip dan
menghindari praktek yang dilarang dalam sistem merit pada setiap pelaksanaan pengisian
jabatan secara terbuka. Artinya dalam pelaksanaannya taat asas sebagaimana dimaksud pada
pasal 2 UU no 5 Tahun 2014 yaitu Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN
berdasarkan pada asas, khususnya asas-asas berikut ini: (1). kepastian hukum; (2).
profesionalitas; (3). proporsionalitas; (4). netralitas; (5). akuntabilitas; (6). keterbukaan; (7)
nondiskriminatif (8). keadilan dan kesetaraan;
Untuk memperjelas masing-masing asas yang dimaksud di Atas asas kepastian hukum,
adalah dimaksud, yaitu adalah dalam setiap penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen
ASN, mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan. Asas
Profesionalitas adalah mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Asas Proposionalitas dimaksud adalah adalah mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai ASN. Netralitas dimaksud adalah bahwa
setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak
kepada kepentingan siapapun. Akuntabilitas adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan Pegawai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Keterbukaan adalah bahwa dalam
penyelenggaraan Manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik. Asas nondiskriminatif
adalah bahwa dalam penyelenggaraan Manajemen ASN, KASN tidak membedakan
perlakuan berdasarkan jender, suku, agama, ras, dan golongan. Dan Asas keadilan dan
kesetaraan adalah bahwa pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan rasa
keadilan dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan fungsi dan peran sebagai
Pegawai ASN.
Selanjutnya untuk mempertegas tentang Jabatan Pimpinan Tinggi dan Pejabat Pimpinan
Tinggi dalam UU No 5 Tahun 2014), maka strukturnya dipertegas pada pasal 19 ayat (1)
menyatakan, bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. jabatan pimpinan tinggi pratama.
Untuk setiap Jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan
lain yang dibutuhkan. Dan UU No 5 Tahun 2014 memberikan amanah untuk diatur dengan
peraturan pemerintah, sebagai diperintah Pasal 19 ayat (4) UU No 5 tahunb 2014 yang
menaytakan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta
persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pertanyaannya adalah siapa yang dimaksud jabatan, madya dan pratama? Penjelasan Pasal 19
menyataka Yang dimaksud dengan jabatan pimpinan tinggi madya meliputi sekretaris
jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal
kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal,
deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala
Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala
Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, Sekretaris Daerah Provinsi, dan jabatan lain yang
setara. Sedangkan yang dimaksud dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama meliputi
Direktur, Kepala Biro, Asisten Deputi, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Inspektorat
Jenderal, Sekretaris Kepala Badan, Kepala Pusat, Inspektur, Kepala Balai Besar, Asisten
Sekretariat Daerah Provinsi, Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Kepala Dinas/Kepala Badan
Provinsi, Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.
Berdasarkan penjelasan pasal 19 UU No 5 Tahun 2014 untuk tingkat daerah, maka yang
dimaksud jabatan pimpinan tinggi madya adalah Sekretaris Daerah Provinsi, dan jabatan lain
yang setara dan pimpinan jabatan tinggi pratama terdiri dari asisten sekretariat daerah
provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.
Dengan demikian dengan mengacu kepada Permenpan rb No 13 Tahun 2014 pada pasal 2
menyatakan, bahwa Tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka digunakan
sebagai pedoman bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan
pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka. Juga terbuka bagi jabatan pimpinan tinggi
madya, yaitu sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara dan pimpinan jabatan
tinggi pratama terdiri dari asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah
kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan jabatan lain yang setara.
Berkaitan dengan penyelenggaraan pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka, maka
berdasarkan Permenpan rb No 13 Tahun 2014 dilatar belakangi, bahwa Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara antara lain mengamanatkan bahwa
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan
lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan
pada tingkat nasional.
Sedangkan untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara
terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu)
provinsi.
Sesuai dengan Grand Design Reformasi Birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi 9
(Sembilan) Program Percepatan Reformasi Birokrasi salah satu diantaranya adalah Program
Sistem Promosi PNS secara terbuka.
Pelaksanaan sistem promosi secara terbuka yang dilakukan melalui pengisian jabatan yang
lowong secara kompetitif dengan didasarkan pada sistem merit.
Dengan sistem merit tersebut, maka pelaksanaan promosi jabatan didasarkan pada kebijakan
dan Manajemen ASN yang dilakukan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit,
agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Untuk itu dalam rangka pengisian jabatan tinggi harus pula memperhatikan 9 (sembilan)
prinsip dalam sistem merit, yaitu:
1. melakukan rekrutmen, seleksi dan prioritas berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil;
2. memperlakukan Pegawai Aparatur Sipil Negara secara adil dan setara;
3. memberikan remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dan
menghargai kinerja yang tinggi;
4. menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku dan kepedulian untuk kepentingan
masyarakat;
5. mengelola Pegawai Aparatur Sipil Negara secara efektif dan efisien;
6. mempertahankan atau memisahkan Pegawai Aparatur Sipil berdasarkan kinerja yang
dihasilkan;
7. memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada Pegawai Aparatur
Sipil Negara;
8. melindungi Pegawai Aparatur Sipil Negara dari pengaruh-pengaruh politis yang tidak
pantas/tepat;
9. memberikan perlindungan kepada Pegawai Aparatur Sipil dari hukum yang tidak tidak
adil dan tidak terbuka.
Selain itu, terdapat 4 (empat) kategori yang dilarang dalam pelaksanaan kepegawaian, yaitu
diskriminasi, praktek perekrutan yang melanggar sistem merit, upaya melakukan pembalasan
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilindungi (termasuk kepada peniup peluit/whistleblower),
dan pelanggaran terhadap berbagai peraturan yang berdasarkan prinsip- prinsip sistem merit.
Keempat kategori tersebut di atas apabila dijabarkan, maka praktek kepegawaian yang
dilarang dalam sistem merit adalah sebagai berikut:
1. melakukan tindakan diskriminasi terhadap Pegawai Aparatur Sipil Negara atau calon
Pegawai Aparatur Sipil Negara berdasarkan suku, agama, ras, agama, jenis kelamin, asal
daerah, usia, keterbatasan fisik, status perkawinan atau afiliasi politik tertentu;
2. meminta atau mempertimbangkan rekomendasi kerja berdasarkan faktor-faktor lain selain
pengetahuan atau kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan;
3. memaksakan aktivitas politik kepada seseorang;
4. menipu atau melakukan kegitan dengan sengaja dengan menghalangi seseorang siapapun
juga dari persaingan untuk mendapatkan pekerjaan;
5. mempengaruhi orang untuk menarik diri dari persaingan dalam upaya untuk
meningkatkan atau mengurangi prospek kerja dari seseorang;
6. memberikan preferensi yang tidak sah atau keuntungan kepada seseorang untuk
meningkatkan atau mengurangi prospek kerja dari seorang calon Pegawai Aparatur Sipil
Negara;
7. melakukan praktek nepotisme, antara lain mengontrak, mempromosikan dan mendukung
pengangkatan atau promosi saudara atau kerabat sendiri;
8. melakukan pembalasan terhadap Peniup Peluit (whistleblower);
9. mengambil atau gagal mengambil tindakan terhadap Pegawai Aparatur Sipil Negara atau
Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara yang mengajukan banding, keluhan atau pengaduan
dengan atau tanpa memberikan informasi yang menyebabkan seseorang melanggar
peraturan;
10. melakukan diskriminasi berdasarkan perilaku seseorang yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan dan tidak mempengaruhi kinerja dari Pegawai Aparatur Sipil Negara atau Calon
Aparatur Sipil Negara;
11. mengambil atau gagal mengambil tindakan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara yang
jika mengambil atau gagal mengambil tindakan tersebut akan melanggar hukum atau
aturan lainnya yang berkaitan langsung dengan pelanggaran prinsip-prinsip sistem merit;
12. melaksanakan atau memaksakan kebijakan atau keputusan tertutup/kurang terbuka yang
terkait dengan hak-hak Peniup Peluit/whistleblower.
Sehubungan dengan ketentuan sebagaimana tersebut di atas, guna lebih menjamin pejabat
pimpinan tinggi memenuhi kompetensi jabatan yang diperlukan oleh jabatan tersebut, perlu
dilakukan pengaturan mengenai tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka
berdasarkan sistem merit, dengan mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai