Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Efektifitas Hukum

1. Teori-teori tentang Efektivitas Hukum

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan atau

kemanjuran atau kemujaraban. Membicarakan keefektifan hukum tentu tidak

terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variable terkait yaitu

karakteristik atau dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan.7

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif


atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :8
1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Beberapa ahli juga mengemukakan tentang teori efektivitas seperti

Bronislav Molinoswki, Clerence J Dias, dan Allot.

Bronislav Malinoswki mengemukakan bahwa :

Teori efektivitas pengendalian sosial atau hukum, hukum dalam masyarakat


dianalisa dan dibedakan menjadi dua yaitu: (1) masyarakat modern,(2) masyarakat
primitif, masyarakat modern merupakan masyarakat yang perekonomiannya
berdasarkan pasar yang sangat luas, spesialisasi di bidang industri dan pemakaian
teknologi canggih,didalam masyarakat modern hukum yang di buat dan ditegakan
oleh pejabat yang berwenang. 9

7
Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya , Hlm. 67
8
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, Hlm. 8
9
Salim,H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013 , Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi , Jakarta : Rajawali Press, Hlm .375

17
18

Pandangan lain tentang efektivitas hukum oleh Clerence J Dias mengatakan

bahwa : 10

An effective legal sytem may be describe as one in which there exists a high
degree of congruence between legal rule and human conduct. Thus anda effective
kegal sytem will be characterized by minimal disparyti between the formal legal
system and the operative legal system is secured by
1. The intelligibility of it legal system.
2. High level public knowlege of the conten of the legal rules
3. Efficient and effective mobilization of legal rules:
a. A commited administration and.
b. Citizen involvement and participation in the mobilization process
4. Dispute sattelment mechanisms that are both easily accessible to the
public and effective in their resolution of disputes and.
5. A widely shere perception by individuals of the effectiveness of the
legal rules and institutions.

5 Pendapat Clerence J Dias tersebut dijelaskan oleh Marcus Priyo Guntarto

sebagai berikut, terdapat 5 (lima) syarat bagi effektif tidaknya satu sistem hukum

meliputi:11

1. Mudah atau tidaknya makna isi aturan-aturan itu ditangkap.


2. Luas tidaknya kalangan didalam masyarakat yang mengetahui isi
aturanaturan yang bersangkutan.
3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum dicapai
dengan bantuan aparat administrasi yang menyadari melibatkan
dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian, dan para warga
masyrakat yang terlibat dan merasa harus berpartisipasi dalam proses
mobilisasi hukum.
4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus
mudah dihubungi dan dimasukan oleh setiap warga masyarakat, akan
tetapi harus cukup effektif menyelesaikan sengketa.
5. Adanya anggapan dan pengakuan yang cukup merata di kalangan
warga masyarakat yang beranggapan bahwa aturan-atauran dan
pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu
efektif

10
Clerence J.Dias. Research on Legal Service And Poverty: its Relevance to the Design of
Legal Service Program in Developing Countries, Wash. U.L. Q 147 (1975). P. 150 dikutip dalam
jurnal Marcus Priyo Gunarto, 2011 , Kriminalisasi dan Penalisasi Dalam Rangka Fungsionalisasi
Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Hlm 70
11
Marcus Priyo Gunarto, 2011 , Kriminalisasi dan Penalisasi Dalam Rangka Fungsionalisasi
Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Hlm 71
19

Efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana

dikutip Felik adalah sebagai berikut: 12

Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat
mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan
kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang
dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi pembetulan
secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan
hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelsaikan.

Ketika berbicara sejauh mana efektivitas hukum maka kita pertama-tama

harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu dimengerti atau tidak

dimengerti dan ditaati atau tidak ditaati. Jika suatu aturan hukum dimengerti dan

ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan

dikatakan aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.13

Kesadaran hukum dan ketaatan hukum merupakan dua hal yang sangat

menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan perundangundangan atau aturan

hukum dalam masyarakat. Kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektivitas

perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan. Sering orang

mencampuradukan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua

itu meskipun sangat erat hubungannya, namun tidak persis sama. Kedua unsur itu

memang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan perundang-

undangan di dalam masyarakat. 14

12
Salim H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Op.cit, Hal 303
13
Damang, Efektifitas Hukum, http://www.negarahukum.com/hukum/efektivitas-hukum-2 di
akses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 16.00
14
Ibid.
20

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Hukum

Berdasarkan teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto di atas

yang menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5

faktor yaitu Faktor hukumnya sendiri (undang-undang), Faktor penegak hukum

(pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum), Faktor sarana atau

fasilitas yang mendukung penegakan hukum, Faktor masyarakat (lingkungan

dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan), Faktor kebudayaan (sebagai

hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan

hidup).

Menurut Soerjono Soekanto ukuran efektivitas pada faktor yang pertama


mengenai hukum atau undang-undangnya adalah :15
1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah
cukup sistematis.
2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah
cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan.
3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur
bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.
4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan persyaratan
yuridis yang ada

Pada faktor kedua yang menentukan efektif atau tidaknya kinerja hukum

tertulis adalah aparat penegak hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki adanya

aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya dengan

baik. Kehandalan dalam kaitannya disini adalah meliputi keterampilan profesional

dan mempunyai mental yang baik.

Menurut Soerjono Soekanto bahwa masalah yang berpengaruh terhadap


efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan tergantung pada hal
berikut : 16

15
Soerjono Soekanto, Op.cit. Hlm. 80
16
Ibid. hlm. 86
21

1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang


ada.
2. Sampai mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan.
3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada
masyarakat.
4. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang
diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas
pada wewenangnya.

Pada faktor ketiga, tersedianya fasilitas yang berwujud sarana dan prasarana

bagi aparat pelaksana di dalam melakukan tugasnya. Sarana dan prasarana yang

dimaksud adalah prasarana atau fasilitas yang digunakan sebagai alat untuk

mencapai efektivitas hukum. Prasarana tersebut secara jelas memang menjadi

bagian yang memberikan kontribusi untuk kelancaran tugas-tugas aparat di tempat

atau lokasi kerjanya. Adapun elemen-elemen tersebut adalah ada atau tidaknya

prasarana, cukup atau kurangnya prasarana, baik atau buruknya prasarana yang

telah ada.

Pada faktor yang keempat ada beberapa elemen pengukur efektivitas yang

tergantung dari kondisi masyarakat, yaitu:

1. Mengerti dan memahami aturan yang ada.

2. Penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan yang ada.

3. Penyebab masyarakat mematuhi aturan yang ada.

Sedangkan untuk faktor yang kelima yakni mengenai kebudayaan sebagai

kebiasaan yang di lakukan masyarakat mengenai perlakuan terhadap adanya suatu

aturan. Hal tersebut dapat di lihat ada atau tidaknya suatu perlakuan terhadap

aturan yang di jadikan kebiasaan oleh masyarakat baik kebiasaan baik atau yang

bertentangan dengan aturan.


22

3. Kesadaran dan Ketaatan Hukum

Kesadaran artinya keadaan ikhlas yang muncul dari hati nurani dalam

mengakui dan mengamalkan sesuatu sesuai dengan tuntutan yang terdapat di

dalamnya. Kesadaran hukum artinya tindakan dan perasaan yang tumbuh dar hati

nurani dan jiwa yang terdalam dari manusia sebagai individu atau masyarakat

untuk melaksanakan pesan-pesan yang terdapat dalam hukum.17

Masalah kesadaran hukum memang merupakan salah satu objek kajian yang

penting bagi keefektivan suatu undang-undang. Sering disebutkan bahwa hukum

haruslah sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Artinya, hukum tersebut

haruslah mengikuti kehendak dari masyarakat. Di samping itu, hukum yang baik

adalah hukum yang sesuai dengan perasaan hukum manusia. 18

Pada umumnya kesadaran masyarakat terhadap hukum yang tinggi

mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran warga masyarakat

terhadap hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhannya terhadap hukum juga

tidak tinggi.

Menurut Soerjono Soekanto mengemukakan empat kesadaran hukum,

yaitu: 19

1. Pengetahuan tentang hukum


Dalam hal ini, merupakan pengetahuan seseorang berkenaan dengan
perilaku tertentu yang diatur oleh hukum tertulis, yakni tentang apa
yang dilarang dan apa yang diperbolehkan.
2. Pengetahuan tentang isi hukum

17
Beni Ahmad Saebani, 2007, Sosiologi Hukum, Bandung : Pustaka Setia, hlm. 197.
18
Ibid.
19
Achmad Ali, 1998, Menjelajahi kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta : PT. Yarsif
Watampone, hlm. 198.
23

Yang dimaksud adalah bahwa sejumlah informasi yang dimiliki oleh


seseorang mengenai isi dari aturan hukum (tertulis), yakni mengenai
isi, tujuan, dan manfaat dari peraturan tersebut
3. Sikap hukum
Merupakan suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak
hukum karena adanya penghargaan atau keinsafan bahwa hukum
tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam hal ini, sudah ada elemen apresiasi terhadap aturan hukum.
4. Pola perilaku hukum
Yang dimaksud adalah tentang berlaku atau tidaknya suatu aturan
hukum dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh
mana berlakunya itu dan sejauh mana masyarakat mematuhinya.

Intinya adalah kesadaran hukum warga masyarakat sebenarnya menyangkut

faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, dipahami, ditaati,

dan dihargai. Apabila warga masyarakat hanya mengetahui adanya suatu

ketentuan hukum, maka tingkat kesadaran hukumnya lebih rendah dari mereka

yang memahaminya, dan seterusnya.

Kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dapat dengan

mudah luntur oleh perilaku atau suatu hal yang memungkinkan seseorang untuk

bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar baik materil maupun immateril

jika tidak patuh terhadap hukum. Dalam hal ini kepentingan seseorang tersebut

akan lebih banyak terakomodir dengan tidak patuh terhadap hukum meskipun

harus merugikan atau berpotensi merugikan kepentingan orang banyak.

Selanjutnya mengenai ketaatan hukum, sedikit banyaknya tergantung pada

apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu

dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum tersebut. Disamping itu,

ketaatan sangat banyak tergantung pada daya upaya persuasif untuk

melembagakan ketentuan-ketentuan hukum tertentu dalam masyarakat. Usaha-

usaha untuk memperbesar derajat ketaatan biasanya dilakukan dengan jalan


24

membiarkan para warga masyarakat untuk mengerti ketentuan-ketentuan hukum

yang dihadapi. Hal ini akan memberikan kesempatan untuk dapat meresapkan

pendirian bahwa teladan-teladan yang paling buruk adalah perbuatan melanggar

ketentuan-ketentuan hukum. 20

Jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi

sasaran ketaatanya, kita dapat mengatakan bahwa aturan hukum yang

bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dapat dikatakan aturan

yang ditaati itu efektif, tetapi kita masih dapat mempertanyakanya lebih jauh

derajat efektivitasnya. Seseorang menaati atau tidak menaati suatu aturan hukum,

tergantung pada kepentinganya. Seperti yang dikemukakan oleh H.C.

Kelman,yaitu:21

1. Ketaatan yang bersifat Compliance, yaitu jika seseorang taat


terhadap suatu aturan hanya karena takut terkena sanksi. Ketaatan
sebagai pemenuhan suatu penerimaan terang yang dibujuk oleh
harapan penghargaan dan suatu usaha untuk menghindari
kemungkinan hukuman, bukan karena keinginan yang kuat untuk
menaati hukum dari dalam diri. Kekuatan yang mempengaruhi
didasarkan pada “alat-alat kendali” dan sebagai konsekuensinya,
orang yang dipengaruhi menyesuaikan diri hanya di bawah
pengawasan.
2. Ketaatan yang bersifat Identification, yaitu jika seseorang taat
terhadap suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan
seseorang menjadi rusak. Identifikasi yaitu suatu penerimaan
terhadap aturan bukan karena nilai hakikatnya dan pendekatan
hanyalah sebab keinginan seseorang untuk memelihara keanggotaan
di dalam suatu hubungan atau kelompok dengan ketaatan itu.
Sumber kuasa menjadi daya pikat dari hubungan orang-orang yang
menikmati kebersamaan kelompok itu dan penyesuaiannya dengan
aturan akan bergantung atas hubungan utama ini.
3. Ketaatan yang bersifat Internalization, yaitu jika seseorang taat
terhadap suatu aturan karena benar-benar ia merasa aturan itu sesuai

20
Soerjono Soekanto dan Mustafa abdullah, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat,
Rajawali, Jakarta, hlm.220
21
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta : Rajawali
Pers, hlm. 49-50.
25

dengan nilai-nilai inrinsik yang dianutnya. Internalisasi yaitu


penerimaan oleh aturan perorangan atau perilaku sebab ia temukan
isinya yang pada hakekatnya memberi penghargaan. Isi adalah sama
dan sebangun dengan nilai-nilai seseorang yang manapun, sebab
nilainilainya mengubah dan menyesuaikan diri dengan yang tak bisa
diacuhkan. Ada kesadaran dari dalam diri yang membuatnya
menaati hukum dengan baik.
Jika ketaatan sebagian besar masyarakat terhadap suatu aturan umum hanya

karena kepentingan yang bersifat Compliance atau hanya takut sanksi, maka

derajad ketaatanya sangat rendah, karena membutuhkan pengawasan yang terus

menerus. Berbeda kalau ketaatanya yang besifat Internalization, yang ketaatanya

karena aturan hukum tersebut benar-benar cocok dengan nilai intrinsik yang

dianutnya, maka derajat ketaatanya yang tertinggi.22

B. Tinjauan Tentang Sanksi

1. Pengertian Sanksi Hukum

Sanksi adalah tindakan-tindakan (hukuman) untuk memaksa seseorang

menaati aturan atau menaati ketentuan undang-undang.23 Hukuman atau

sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau

menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku

menyimpang.Hukuman semestinya diberikan sebanding dengan kualitas

penyimpangan yang dilakukan. Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh

sembarang orang. Biasanya pemberian hukuman dilakukan oleh pihak-pihak yang

berwenang. 24

22
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum( Legal Theory) dan teori peradilan, Jakarta :
Kencana Pranada Media Grup, hlm. 375.
23
Kamus Besar Bahasa Indonesia
24
Pengertian Ahli , Pengertian Hukuman/Sanksi, http://www.pengertianahli.com di akses pada
tanggal 24 Februari 2017 pukul 17.00
26

2. Macam-macam Sanksi Hukum

Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi

hukum yaitu sanksi hukum pidana, sanksi hukum perdata, dan sanksi

administrasi/administratif 25

Dalam hukum pidana, sanksi hukum juga disebut hukuman. Menurut R.

Soesilo mengatakan bahwa :

Hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh
hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum
pidana. 26

Hukuman dalam pidana terbagi menjadi 2 macam, yaitu:27


1. Hukuman pokok, yang terbagi menjadi:
a) Hukuman mati
b) Hukuman penjara
c) Hukuman kurungan
d) Hukuman denda
2. Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi:
a) Pencabutan beberapa hak yang tertentu
b) Perampasan barang yang tertentu
c) Pengumuman keputusan hakim

Dalam hukum perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:28
1. Putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak
yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh:
salah satu pihak dihukum untuk membayar kerugian, pihak yang kalah
dihukum untuk membayar biaya perkara
2. Putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu
keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat
menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
Contoh: putusan yang menyatakan bahwa penggugat sebagai pemilik
yang sah atas tanah sengketa
3. Putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan
hukum dan menciptakan keadaan hukum baru. Contoh: putusan yang
memutuskan suatu ikatan perkawinan

25
Hukum Online, Sanksi Hukum , http://www.hukumonline.com di akses pada tanggal 24
Februari 2017 pukul 17.00
26
Ibid.
27
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 10
28
Hukum Online, Op.cit
27

Jadi, dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa:

1. Kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban)

2. Hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya

suatu keadaan hukum baru

Sedangkan untuk sanksi administrasi/administratif, adalah sanksi yang

dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang

bersifat administratif. 29

Pemberian sanksi administratif diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan

yang dilakukan petugas Pengawas Ketenagakerjaan. Hasil pemeriksaan

dituangkan dalam nota pemeriksaan. Pengawas ketenagakerjaan menyampaikan

laporan ketidakpatuhan pengusaha yang tidak menjalankan nota pemeriksaan

kepada pejabat terkait seperti Dirjen Pengawas Ketenagakerjaan di Kementerian

Ketenagakerjaan dan Kepala Dinas bidang Ketenagakerjaan tingkat Provinsi.

Kemudian, Dirjen atau Kepala Dinas itu merekomendasikan kepada pejabat yang

berwenang mengenakan sanksi administratif.30

Pada umumnya sanksi administrasi/administratif berupa;31


1. Denda
2. Pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin
3. Penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan
jatah produksi
4. Tindakan administratif

Adapun beberapa sanksi yang terdapat pada Peraturan Daerah No.4 Tahun

2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir yakni sanksi pidana hukuman pokok

yang meliputi hukuman kurungan dan hukuman denda serta hukuman tambahan

29
Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid.
28

yakni pencabutan beberapa hak tertentu. Sanksi-sanksi tersebut tercantum dalam

pasal 20 Peraturan Daerah No.4 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir

yang menyatakan bahwa :

1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 12, diancam pidana kurungan


selama lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan
pelanggaraan.
3) Apabila dilakukan pelanggaran yang kedua kali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), maka ijin usaha dapat dicabut.
4) Terhadap petugas penarik pajak parkir yang tidak melaksanakan
kewajibannya dikenakan sanksi dan hukuman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.

Selain itu juga terdapat pada pasal 15 ayat (5) Peraturan Daerah No.4 Tahun

2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir yang menyatakan bahwa :

Apabila terjadi pengalihan surat penunjukan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2), maka surat penunjukan dapat dicabut dan petugas parkir yang menerima
pengalihan surat penunjukan dinyatakan sebagai petugas parkir yang tidak sah
atau tidak berhak.

C. Tinjauan Tentang Parkir

1. Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Secara hukum dilarang untuk

parkir di tengah jalan raya, namun parkir disisi jalan umumnya diperbolehkan . 32

Setiap pengendara kendaraan bermotor memiliki kecendrungan untuk

mencari tempat untuk memarkir kendaraannya sedekat mungkin dengan tempat

kegiatan atau aktifitasnya. Sehingga tempat-tempat terjadinya suatu kegiatan

32
Wikipedia , Parkir, https://id.wikipedia.org/wiki/Parkir di akses pada tanggal 24 Februari
2017 pukul 16.30
29

misalnya seperti tempat kawasan pertokoan diperlukan areal parkir. Pembangunan

sejumlah gedung atau tempat-tempat kegiatan umum sering kali tidak

menyediakan areal parkir yang cukup sehingga berakibat penggunaan sebagian

lebar badan jalan untuk parkir kendaraan.

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat


sementara. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang
berhenti pada tempat- tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu
ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan
menurunkan orang atau barang.33

PP No.43 tahun 1993 pasal 1 ayat (8) juga menjelaskan definisi parkir

adalah suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu

tertentu atau tidak bersifat sementara.

2. Jenis-jenis Parkir

Jenis-jenis parkir yang tercantum pada pasal 1 Peraturan Daerah Kota

Malang No.4 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir antara lain parkir

umum, parkir khusus, dan parkir isidentil.

Tempat Parkir Umum adalah tempat yang berada di tepi jalan atau halaman

perkantoran dan pertokoan yang tidak bertentangan dengan rambu-rambu lalu

lintas dan tempat- tempat lain yang sejenis yang diperbolehkan untuk tempat

parkir umum dan dipergunakan untuk menaruh kendaraan bermotor dan/atau tidak

bermotor yang tidak bersifat sementara. 34

Tempat Khusus Parkir adalah tempat yang secara khusus disediakan,

dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah atau orang atau badan yang

33
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998, Pedoman Perencanaan dan Pengoperesian
Fasilitas Parkir, Hlm. 1
34
Peraturan Daerah Kota Malang No.4 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir pasal
1 ayat (6)
30

meliputi pelataran/lingkungan parkir, taman parkir dan/atau gedung parkir dan

sejenisnya yang dipergunakan untuk tempat parkir. 35

Tempat Parkir Insidentil adalah tempat-tempat parkir kendaraan yang

diselenggarakan secara tidak tetap atau tidak permanen karena adanya suatu

kepentingan atau kegiatan dan/atau keramaian baik mempergunakan fasilitas

umum maupun fasilitas sendiri.36

3. Fasilitas Parkir

Fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan dapat berupa taman parkir

dan atau gedung parkir. Di luar badan jalan antara lain pada kawasan- kawasan

tertentu seperti pusat-pusat perbelanjaan, bisnis maupun perkantoran yang

menyediakan fasilitas parkir untuk umum (Pedoman Perencanaan dan

Pengoperesian Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998).

Berdasarkan cara penempatannya dan dalam operasional sehari-hari


fasilitas parkir terdiri dari: 37
1. Fasilitas Parkir Pada Badan Jalan (on street parking)
Parkir di badan jalan (on street parking) dilakukan di atas
badan jalan dengan menggunakan sebagian badan jalan. Walaupun
parkir jenis ini diminati, tetapi akan menimbulkan kerugian bagi
pengguna transportasi yang lain. Hal ini disebabkan karena parkir
memanfaatkan badan jalan akan mengurangi lebar manfaat jalan
sehingga dapat mengurangi arus lalu lintas dan pada akhirnya akan
menimbulkan gangguan pada fungsi jalan tersebut. Walaupun
hanya beberapa kendaraan saja yang parkir di badan jalan tetapi
kendaraan tersebut secara efektif telah mengurangi badan jalan.
Kendaraan yang parkir di sisi jalan merupakan faktor utama dari
50% kecelakaan yang terjadi ditengah ruas jalan didaerah
pertokoan. Hal ini terutama disebabkan karena berkurangnya
kebebasan pandangan, kendaraan berhenti dan atau keluar dari
tempat parkir di depan kendaraankendaraan yang lewat secara
mendadak

35
Ibid. pasal 1 ayat (7)
36
Ibid. pasal 1 ayat (8)
37
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Op.cit. Hlm. 2
31

2. Fasilitas Parkir di Luar Badan Jalan (off street parking)


Parkir di luar badan jalan (off street parking) yaitu parkir
yang lokasi penempatan kendaraannya tidak berada di badan jalan.
Parkir jenis ini mengambil tempat di pelataran parkir umum,
tempat parkir khusus yang juga terbuka untuk umum dan tempat
parkir khusus yang terbatas untuk keperluan sendiri seperti :
kantor, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Sistemnya dapat
berupa pelataran/taman parkir dan bangunan bertingkat khusus
parkir. Secara ideal lokasi yang dibutuhkan untuk parkir di luar
badan jalan (off street parking) harus dibangun tidak terlalu jauh
dari tempat yang dituju oleh pemarkir. Jarak parkir terjauh ke
tempat tujuan tidak lebih dari 300-400 meter. Bila lebih dari itu
pemarkir akan mencari tempat parkir lain sebab keberatan untuk
berjalan jauh

4. Pengertian Juru Parkir

Juru parkir yang disebut juga sebagai Jukir adalah orang yang membantu

mengatur kendaraan yang keluar masuk ke tempat parkir. Jukir juga berfungsi

untuk mengumpulkan biaya parkir dan memberikan karcis kepada pengguna

parkir pada saat akan keluar dari ruang parkir. Tarif parkir pada lokasi yang

demikian biasanya tarif tetap, tidak tergantung waktu karena karcis tidak

dilengkapi dengan waktu kedatangan dan waktu kendaraan meninggalkan ruang

parkir. 38

Perlengkapan utama seorang juru parkir adalah:39


a. Peluit,
b. Pakaian seragam,
c. Karcis,
d. Rambu kecil stop yang dipasang pada suatu tongkat, atau
tongkat dengan lampu berwarna merah bila bertugas pada
malam hari,
e. Rompi yang memantulkan sinar (scothlite) yang penting bila
bertugas pada saat hari gelap/malam hari.

38
Wikipedia, Juru Parkir , https://id.wikipedia.org/wiki/Juru_parkir , di akses pada tanggal 24
Februari 2017 pada pukul 16.30
39
Ibid.
32

Tidak seluruh tempat parkirnya dikendalikan secara resmi sehingga sering

muncul juru parkir liar yang mengumpulkan seluruh pendapatannya kedalam

kantong sendiri. 40

Dalam Hal ini yang disebut sebagai Juru Parkir Liar adalah Juru Parkir yang

tidak memiliki ijin atau Kartu Tanda Anggota Juru Parkir yang di berikan oleh

Kepada Dinas Perhubungan .

Untuk tempat parkir yang luas kadang-kadang pengaturan parkir dilakukan

oleh beberapa orang yang dikelola oleh seorang jagoan daerah yang bersangkutan.

Tidak jarang terjadi perselisihan antar juru parkir memperebutkan kawasan atau

daerah yang dikuasai sehingga hal inipun dapat menyadi salah satu penyebab

keresahan masyarakat. 41

D. Tinjauan Tentang Pelaksana Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4

Tahun 2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir

1. Dinas Perhubungan Kota Malang

Dinas Perhubungan Kota Malang merupakan unsur pelaksana Pemerintah

Daerah Kota Malang di bidang Perhubungan yang dipimpin oleh Kepala Dinas

dan berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota. Dinas

Perhubungan Kota Malang melaksanakan tugas pokok penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perhubungan.

40
Ibid.
41
Ibid.
33

Uraian tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Dinas Perhubungan Kota Malang

di atur dalam Peraturan Walikota Malang Nomor 55 Tahun 2008 tentang Uraian

Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kota Malang.

Adapun tugas pokok Dinas Perhubungan dalam hal perparkiran yaitu

pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan umum dan tempat

khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah.42

Selain itu bidang perparkiran mempunyai Fungsi antara lain :43


a) pengumpulan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan
pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
b) penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di bidang
pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
c) pelaksanaan pengkajian pengembangan, penataan dan pengelolaan
perparkiran di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir kecuali areal
parkir di lingkungan pasar daerah;
d) pelaksanaan pemetaan lokasi parkir di tepi jalan umum dan tempat
khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
e) penyiapan penentuan lokasi fasilitas parkir di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
f) pengelolaan fasilitas parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus
parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
g) pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
h) pelaksanaan pemrosesan pertimbangan teknis perizinan pengelolaan
parkir;
i) pelaksanaan pemrosesan pertimbangan teknis perizinan pengandangan
kendaraan bermotor
j) pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan
umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan
pasar daerah;
k) pelaksanaan pembinaan terhadap pengelola parkir swasta;
l) pelaksanaan penertiban pemungutan retribusi parkir di tepi jalan
umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan
pasar daerah;
m) penyiapan pengaturan rancang bangun fasilitas parkir;
42
Peraturan Walikota Malang Nomor 55 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi,
dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kota Malang pasal 24
43
Ibid.
34

n) pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);


o) pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
dan
p) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas pokoknya
Dalam bidang perparkiran tersebut juga terdapat 3 seksi antara lain Seksi

Perencanaan, Seksi Pemungutan, dan Seksi Pengawasan dan Pembinaan. Masing-

masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang menjalankan tugas pokok dan

fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang. 44

Seksi Perencanaan mempunyai tugas pokok yakni pendataan, perencanaan

pengembangan, penataan dan pengelolaan perparkiran serta memiliki fungsi

antara lain :45

a) penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis bidang


pendataan, perencanaan pengembangan, penataan dan pengelolaan
perparkiran;
b) penyiapan bahan penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program
di bidang pendataan, perencanaan pengembangan, penataan dan
pengelolaan perparkiran;
c) penyusunan rencana teknis penyelenggaraan perparkiran;
d) pelaksanaan pendataan potensi retribusi parkir di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
e) penyiapan bahan pelaksanaan kajian pengembangan, penataan dan
pengelolaan perparkiran di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir
kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
f) penyiapan bahan pelaksanaan pemetaan lokasi parkir di tepi jalan
umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan
pasar daerah;
g) penyiapan bahan penentuan lokasi fasilitas parkir di tepi jalan umum
dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar
daerah;
h) perencanaan penentuan lokasi fasilitas parkir pada acara-acara yang
diselenggarakan pemerintah daerah atau masyarakat;
i) penyiapan pemrosesan pertimbangan teknis perizinan parkir;
j) penyiapan bahan rancang bangun fasilitas parkir;

44
Ibid. Pasal 25
45
Ibid. Pasal 26
35

k) pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen


Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
l) pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP);
m) Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI);
n) pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
o) pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
dan
p) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas pokoknya.
Seksi Pemungutan memiliki tugas pokok yakni pemungutan retribusi

parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di

lingkungan pasar daerah.

Fungsi dari seksi pemungutan antara lan :46


a) penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis bidang
pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus
parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
b) penyiapan penyusunan rencana teknis pemungutan retribusi parkir di
tepi jalan umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di
lingkungan pasar daerah;
c) pengelolaan fasilitas parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus
parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
d) pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus
parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
e) pelaksanaan pengadministrasian/pembukuan hasil pemungutan
retribusi parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir kecuali
areal parkir di lingkungan pasar daerah;
f) pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen
Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
g) pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP);
h) Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI);
i) pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
j) pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
dan
k) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas pokoknya.

46
Ibid. Pasal 27
36

Sedangkan Seksi Pembinaan memiliki tugas pokok yakni pengawasan dan

pembinaan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan umum dan tempat khusus

parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah.

Fungsi dari Seksi Pembinaan antara lain :47


a) penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis bidang
pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan
umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan
pasar daerah;
b) penyiapan bahan penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program
di bidang pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan perparkiran di
tepi jalan umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di
lingkungan pasar daerah;
c) penyusunan rencana teknis kegiatan pengawasan dan pembinaan
perparkiran di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir kecuali areal
parkir di lingkungan pasar daerah;
d) pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan perparkiran di tepi jalan
umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan
pasar daerah;
e) pelaksanaan pembinaan perparkiran yang dikelola oleh swasta;
f) pelaksanaan penertiban pemungutan retribusi parkir di tepi jalan
umum dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan
pasar daerah;
g) pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen
Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
h) pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP);
i) Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI);
j) pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
k) pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
dan
l) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas pokoknya

2. Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Satpol PP, adalah perangkat

Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta

47
Ibid. Pasal 28
37

menegakkan Peraturan Daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong

Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 48

Satuan Polisi Pamong Praja adalah bagian perangkat daerah dalam


penegakan Peraturan Daerah, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota, serta
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.49
Satpol PP mempunyai tugas pokok menegakkan Perda , Peraturan Walikota

dan Keputusan Walikota , serta menyelenggarakan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Pelaksanaan tugas lainnya yang meliputi :50


a) mengikuti proses penyusunan Perda serta kegiatan pembinaan dan pen
yebarluasan Perda, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota;
b) membantu pengamanandan pengawalan tamu Very Very Important Person
(VVIP) termasuk pejabat negara dan tamu negara;
c) pelaksanaan pengamananaset sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d) membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan pemilihan umum
dan pemilihan umum Walikota dan Wakil Walikota;
e) mem bantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan keramaian
daerah dan/atau kegiatan yang berskala massal; dan
f) pelaksanaan tugas pemerintahan umum lainnya yang diberikan oleh
Walikota sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam hal ini, tugas dan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja memang

tidak di sebutkan secara khusus mengenai bidang perparkiran Di dalam Peraturan

Daerah Kota Malang 8 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan

Polisi Pamong Praja hanya di jelaskan bahwasanya tugas pokok dari Satuan Polisi

Pamong Praja adalah melaksanakan dan menegakkan Peraturan Daerah.

48
Wikipedia, Polisi Pamong Praja, https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi_Pamong_Praja di
akses pada tanggal 24 Februari 2017 pada pukul 17.00
49
Peraturan Daerah Kota Malang 8 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja pasal 1 ayat
(11)
50
Ibid. Pasal 3-4

Anda mungkin juga menyukai