A. Pengertian
Hukum merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam
kehidupan bermasyarakat sedangkan Masyarakat ialah sekelompok orang tertentu yang
mendiami suatu daerah atau wilayah tertentu dan tunduk pada peratran hukum tertentu pula.
Faktor-faktor yang mempngaruhi berlakunya hukum dalam masyarakat, sehingga
hukum tersebut berlaku efektif atau tidak. berikut hal-hal yang mempengaruhi berlakunya
hukum dalam masyarakat :
1. Kaidah Hukum
didalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga macam hal mengenai berlakunya
hukum sebagai kaidah, hal itu diungkapkan sebagai berikut :
kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. artinya,
kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima
oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku karena adanya
pengakuan dari masyarakat;
kaidah hukum berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif
yang tertinggi.
2. Penegak Hukum
Penegak hukum atau orang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang
sangat luas. sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. artinya,
dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas seharusnya harus memiliki suatu
pedoman diantaranya peraturan tertulis tertentu yang menyangkut ruang lingkup tugas-
tugasnya.
3. Sarana/ Fasilitas
Fasilitas/sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. ruang lingkup
sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. misalnya,
bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik yang cukup baik, bagaimana
tugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. bagaimana polisi dapat bekerja
dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang
proporsional. kalau peralatan yang dimaksud sudah ada, maka faktor-faktor pemeliharaannya
juga sangat penting.
4. Warga Masyarakat
salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. warga
masyarakat dimaksud, adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-
undangan, derajat kepatuhan. secara sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan
masyrakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang
bersangkutan.
B. Profesi Hukum
profesi adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki
pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui latihan atau training atau sejumlah
pengalaman lain atau mungkin diperoleh sekaligus kedua-duanya. Penyandang profesi dapat
membimbing atau memberi nasihat dan saran atau juga melayani orang lain dalam bidang-
nya sendiri.
Terdapat pula rumusan lain mengenai profesi hukum diantaranya menurut Aubert
(1973) menurutnya profesi adalah pekerjaan pelayanan yang menerapkan seperangkat
pengetahuan sistematika (ilmu) pada masalah-masalah yang sangat relevan bagi nilai-nilai
utama dari masyarakat. Sedangkan menurut E. Sumarsono (1999) menjelaskan bahwa profesi
adalah sebuah jabatan atau sebutan dimana orang yang menyandangnya mempunyai
pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui training atau pengalaman lain, atau bahkan
diperoleh melalui keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau memberi
nasihat/saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri dengan lebih baik bila
dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
Kemudian menurut Franz Magnis-Suseno (1991) profesi dapat dibedakan atas profesi
umum dan profesi yang luhur. Profesi umum adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai
kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian
yang khusus. Persyaratan adanya keahlian yang khusus inilah yang membedakan antara
pengertian dan pekerjaan, walaupun memang sukar mencari garis pemisah yang tajam antara
keduanya. Profesi yang luhur adalah profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu
pelayanan pada manusia atau masyarakat, meskipun mereka ini memperoleh nafkah, namun
nafkah bukan tujuan utama.
D. Kultur Hukum
Menurut Friedman, kultur hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur
hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak berdaya, seperti ikan mati yang terkapar di
keranjang, dan bukan seperti ikan hidup yang berenang di laut. Komponen kultural yaitu
terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum, atau yang
menurut Friedman disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh
warga masyarakat.
Menurut Lawrence Friedman budaya hukum dibedakan menjadi dua macam. Pertama
internal legal culture, yakni kultur hukumnya para lawyer’s dan judged’s dan exsternal legal
culture, yakni kultur hukum masyarakat pada umumnya. Semua kekuatan sosial akan
mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat. Sikap masyarakat, salah satunya
tidak melaksanakan produk hukum karena masyarakat mpunyai budaya hukum sendiri.
Hukum sebagai sistem nilai dalam masyarakat kadang dipatuhi. Dalam suatu komunitas
hukum kadang-kadang tidak selalu dipatuhi.
Berbicara masalah hukum, pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam
masyarakat. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, perlu dipahami terlebih dahulu
bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada (empat) bidang pekerjaan yang dilakukan oleh
hukum yaitu:
1) Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukan
perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
2) Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau
siapa berikut prosedurnya.
3) Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
4) Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali
hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada. Merumuskan hubungan-hubungan
diantara anggota masyarakat dengan menunjukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang
dan yang boleh dilakukan.
Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut di atas, menurut Satjipto Raharjo secara
sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama hukum yaitu :
1) Social Control (Kontrol Sosial)
Social Control merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga masyarakat agar
bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai aturan hukum, termasuk
nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Termasuk dalam lingkup kontrol social ini adalah
:
a) Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan maupun yang
menentukan hubungan antara orang dengan orang.
b) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.
c) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal terjadi perubahan-
perubahan sosial.
2) Social Engineering (Rekayasa Sosial) Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai
suatu tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat hukum.
Berbeda dengan fungsi kontrol sosial yang lebih praktis, yaitu untuk kepentingan
waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah pada pembahasan
sikap dan perilaku masyarakat di masa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat Undang-
Undang. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan
melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat.
Suatu tatanan yang ada dalam masyarakat sesungguhnya terdiri dari suatu kompleks
tatanan, yaitu terdiri dari sub-sub tatanan yang berupa kebiasaan, hukum dan kesusilaan,
dengan demikian ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu senantiasa terdiri dari ketiga
tatanan tersebut Keadaan yang demikian ini memberikan pengaruhnya tersendiri terhadap
masalah efektivitas tatanan dalam masyarakat. Efektivitas ini bisa diiihat dari segi peraturan
hukum, sehingga ukuran-ukuran untuk menilai tingkah laku dan hubungan-hubungan antara
orang-orang didasarkan pada hukum atau tatanan hukum.
Secara singkat, menurut Lawrence M. Friedman cara lain untuk menggambarkan
ketiga unsur sistem hukum itu adalah sebagai berikut :
1) Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin;
2) Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu;
3) Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan
mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.
E. Bantuan Hukum
Sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Di dalam Peraturan tersebut, memberikan pengertian
mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma yaitu jasa hukum yang diberikan advokat tanpa
menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan
kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam bantuan hukum terdapat
beberapa unsur, yaitu:
1. penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara
ekonomi;
2. bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses peradilan;
3. bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan pidana, perdata, maupun tata
usaha negara;
4. bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.
1. berbadan hukum;
2. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
3. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
4. memiliki pengurus; dan
5. memiliki program bantuan hukum.
Selain itu di dalam Pasal 9 Undang-Undang inipula dijelaskan hak Pemberi bantuan
Hukum yaitu:
1. keadilan;
2. persamaan kedudukan di dalam hukum;
3. keterbukaan;
4. efisiensi;
5. efektivitas; dan
6. akuntabilitas
1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum (fakir miskin)
untuk mendapatkan akses keadilan;
2. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan
kedudukan di dalam hukum;
3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di
seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan
Selain itu, di dalam lawasia Conference III (1973), terdapat 3 fungsi bantuan hukum
yaitu sebgai sarana dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin untuk
mendapatkan kemungkinan melakukan penuntutan terhadap apa yang menjadi haknya,
memberi informasi agar timbul kesadaran masyarakat, serta sebagai sarana untuk
mengadakan pembaharuan.
Masyarakat Hukum
Masyarakat hukum (rechtsgemeen schappen) adalah sekelompok orang yang hidup dalam suatu
wilayah tertentu dimana di dalam kelompok tersebut berlaku suatu rangkaian peraturan yang
menjadi tingkah laku bagi setiap kelompok dalam pergaulan hidup mereka1[1].
Peraturan-peraturan itu dibuat oleh kelompok itu sendiri dan berlaku bagi mereka sendiri.
Suatu aturan tersebut kadang-kadang diciptakan dan dikehendaki oleh para anggota masyarakat,
adakalanya disebabkan oleh kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan masyarakat
lainnya mengikutinya, karena mereka yakin bahwa yang dilakukannya tersebut memang seharusnya
demikian, yang dikenal dengan sebutan masyarakat adat. Hal ini sesuai dengan pandangan Roscou
Pound yang menyatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup dalam masyarakat. Sesuai disini bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.2[2]
Kelompok masyarakat tersebut terjadi karena kodrat manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial
yang selalu ingin hidup berkelompok, karena manusia sebagai individu tidak dapat mencapai
kebutuhan hidupnya tanpa bantuan manusia lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab
mengapa manusia selalu cenderung untuk hidup bersama dengan sesamanya. Sebagaimana ajaran
Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON, artinya bahwa manusia
itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia
lainnya.3[3]
Dengan sadar atau tidak manusia dipengaruhi oleh peraturan-peraturan hidup bersama yang
mengekang hawa nafsu dan mengatur hubungan antar manusia. Peraturan-peraturan hidup itu
memberi ancer-ancer perbuatan mana yang boleh dijalankan dan perbuatan mana yang harus
dihindari.4[4] Sebagai contoh suku bangsa di Indonesia akan tampak suatu masyarakat yang terdiri
dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu dengan yang lainnya dan akan selalu berusaha agar
dalam pergaulan bermasyarakat tersebut menciptakan suasana tertib, damai dan aman dengan cara
dan kebiasaan yang berbeda-beda. Prof. C. Van Vollenhoven dalam bukunya tentang hukum adat
Indonesia menunjukkan bahwa hukum adat di Indonesia adanya ciri-ciri khas tertentu baik watak,
maupun wilayah hukum dari masyarakat adat tersebut di atas. Misalnya van Vallenhoven membagi
19 wilayah hukum yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas, misalnya daerah Minangkabau,
yang mempunyai sistem kekeluargaan matrialchaal, Tapanuli yang mempunyai sistem kekeluargaan
parental, Aceh dan Sulawesi Selatan di mana Hukum Islam banyak telah meresap dalam Hukum
Adat, dan lain-lain.5[5]
Demikian gambaran ringkas tentang masyarakat hukum Indonesia tentunya masih banyak
contoh-contoh masyarakat hukum baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
6[1] Soeroso, R., SH., Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Cet. Ke sebelas. Hlm 298
7[2] Rasjidi, Lili, Prof. DR. SH, S.Sos, LLM dan Rasjidi Thania, SH, MH, Dasar-dasar Filsafat Dan Teori
Hukum, Penerbit PT. CitraAditya Bakti, Bandung 2004. Cet. Ke-IX, hlm 66.
8[3] Kansil, CST, DRS, SH, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka,