Anda di halaman 1dari 17

Sejarah dan Perkembangan Pertanggungjawaban Korporasi

Hesti Widyaningrum

Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jaya,


E-mail: hestiwidyaningrum01@gmail.com

Abstrak

Pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi memiliki perbedaan dalam


perkembangannya antara negara-negara dengan sistem hukum common law dengan
negara-negara dengan sistem hukum civil law. Hal ini juga, tidak terkecuali terjadi di
Indonesia. Indonesia sebagai jajahan Belanda, yang menganut sistem civil law membawa
adagium “Universitas deliquere non potest,” dimana korporasi tidak dapat dipidana.
Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, artikel ini membahas tentang
korporasi sebagai subjek tindak pidana yang diatur diluar Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Dalam praktek, sudah ada beberapa kasus yang menghukum korporasi
karena melakukan tindak pidana, seperti korupsi. Temuan artikel ini adalah Pengadilan di
Indonesia lebih cenderung menggunakan doktrin vicarious liability seperti di negara-
negara common law. Hal ini bertolak belakang, dengan konsepsi dalam RKUHP yang
lebih cenderung menggunakan doktin identifikasi terhadap pertanggungjawaban
korporasi.

Kata Kunci: sejarah, pertanggungjawaban korporasi, Indonesia.

Abstract

Corporate criminal responsibility has a difference in its development between countries


with the common law system and those with civil law system. This is also, no exception
in Indonesia. Indonesia as a Dutch Colony, which adheres to the civil law system which
carries the adagium "deliquere non potest university," where corporations cannot be
convicted. By using a normative approach, this article discusses about corporation as
subject of criminal law which regulated outside the Criminal Code (KUHP). In Pratice,
there have been several cases that punish corporations who commit criminal acts such as
corruption. The finding of this article is court in Indonesia, especially corruption court
are more likely to use the doctrine of vicarious liability as in common law countries.
Contrary, with the conception in the Draft Criminal Code (RKUHP) that is more likely to
use identification doctrine on corporate responsibility.

Keywords: history, corporate responsibility, Indonesia.

A. Pendahuluan subjek hukum alami. Badan hukum


Pada awal teori hukum pidana, dianggap tidak bisa bertindak melakukan
pertanggungjawaban pidana hanya dapat perbuatan hukum dan tidak memiliki
dibebankan kepada manusia sebagai jiwa atau sikap kalbu untuk itu.

139
Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

Pemikiran seperti ini tetap dipertahankan Ciri yang kedua terdiri atas
terutama oleh pemikir-pemikir masa pemberantasan dan cerminan dari
lalu. Namun dalam perkembangan kewajiban masyarakat untuk meng-
selanjutnya muncul teori dan pemikiran- hukum siapapun (orang) dan apapun
pemikiran baru untuk membebankan (organisasi/badan hukum) yang
juga pertanggungjawaban pidana kepada menimbulkan kerugian akibat
badan hukum. Hal ini diakibatkan perbuatannya sebagai perintah untuk
karena akhir-akhir ini perkembangan “mengafirmasi nilai-nilai sesungguhnya
dari kejahatan yang terjadi di tengah- dari korban” (affirm the victim’s real
tengah masyarakat terutama berkaitan value).
atau yang berkaitan dengan pereko- Ciri ketiga adalah tujuan untuk
nomian tidak hanya dilakukan secara merehabilitasi korporasi yang
perorangan namun telah terorganisir melakukan tindak pidana.
termasuk dilakukan oleh korporasi. Ciri keempat, pertanggung-
Dalam perkembangannya lebih jawaban pidana korporasi harus
lanjut, pertanggungjawaban pidana mencapai tujuan dari kejelasan,
korporasi telah mejadi salah satu topik kemungkinan, dan konsistensi dari
yang menimbulkan perdebatan selama prinsip-prinsip umum hukum pidana.
abad ke-20. Perdebatan mengenai Ciri kelima adalah efisiensi,
pertanggungjawaban pidana terhadap yang dicerminkan pada tiga tujuan
korporasi mulai meningkat pada tahun sebelumnya, tetapi juga perhitungan dari
1990-an, ketika Amerika Serikat dan implementasi konsep-konsep ini. Pada
negara-negara Eropa menghadapi akhirnya, hukum pidana memiliki tujuan
permasalahan-permasalahan hukum yaitu keadilan. Bentuk-bentuk dari
mulai dari masalah lingkungan hidup, pertanggungjawaban pidana terhadap
anti-trust, penipuan, masalah makanan korporasi dikembangkan oleh negara-
dan obat-obatan, kesaksian-kesaksian negara dengan cara-cara yang berbeda,
palsu, kematian buruh, penyuapan, dan tidak satupun negara mencerminkan
tindak pidana menghalang-halangi tujuan-tujuan ini secara sempurna.2
proses peradilan (obstruction of justice), Meskipun memiliki tujuan yang
dan kejahatan finansial yang melibatkan memang sama, namun pandangan
korporasi.1 Secara substansi, sebenarnya terhadap pertanggungjawaban pidana
tujuan utama dari pertangungjawaban terhadap korporasi masih merupakan
pidana terhadap korporasi pada dasarnya topik yang debatable sampai saat ini
adalah sama dengan tujuan hukum baik di negara-negara yang menganut
pidana pada umumnya. Hal tersebut sistem common law maupun civil law.
dapat dijelaskan dengan mengi- Kedua sistem hukum ini memiliki
ndentifikasikan ciri-ciri pidana korporasi karakternya masing-masing, dimulai dari
sebagai berikut: asas hukumnya, sifat hukumnya, hingga
Ciri pertama dari pidana pada penerapannya. Perbedaan ini tidak
terhadap korporasi adalah tujuan menutup kemungkinan dipengaruhi oleh
pencegahan (preventif) yang efektif sejarah dan perkembangan yang berbeda
terhadap kejahatan yang bisa terjadi pula, termasuk dalam perkembangan
dimasa depan. subjek hukumnya, termasuk hukum
pidana.
Berdasarkan latar belakang di
1
Anca Aulia Pop, “Criminal Liability Of
Corporations: A Comparative Jurisprudence”. atas, maka dalam artikel ini dibahas
Paper presented at Michigan State University
2
College of Law, 2006, hlm.5. Ibid., hlm. 3-4.

140 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

tentang sejarah dan perkembangan tahun 1635.4 Revolusi industri di Inggris


pertanggungjawaban pidana korporasi di yang kemudian membuat perkembangan
dalam sistem hukum common law dan pertanggungjawaban pidana koporasi
civil law. Selain itu dibahas pula semakin pesat, karena perubahan prilaku
mengenai sejarah dan perkembangan ekonomi tidak terbatas oleh orang,
tentang pertanggungjawaban pidana melainkan juga korporasi. Penerapan
korporasi di Indonesia. upaya pemidanaan korporasi pertama
Metode penelitian yang kali dilaksanakan oleh Pengadilan di
digunakan dalam artikel ini adalah Inggris pada tahun 1842, ketika
metode normatif. Pendekatan yang korporasi didenda karena gagal
dipilih penulis untuk menjawab menjalankan kewajibannya yang telah
permasalahan di atas, yakni dengan diatur dalam undang-undang.
pendekatan perundang-undangan, serta Terhadap ketidakmauan untuk
comparative law dengan sisi historis menjatuhkan pidana terhadap korporasi
(penafsiran historis) yang berkaitan terdapat beberapa alasan yang dapat
dengan pengaturan pertanggungjawaban dikemukakan. Korporasi dianggap
korporasi di negara yang menganut sebagai fiksi hukum (legal fiction), dan
Sistem Common Law (Amerika Serikat), dibawah aturan ultra vires5 hanya dapat
dan Civil Law (Belanda). Penulis melakukan perbuatan yang secara
menggunakan data sekunder berupa khusus disebutkan di dalam anggaran
bahan hukum primer seperti perundang- dasar dari korporasi. Keberatan lainnya
undangan (KUHP, Undang-Undang juga menyatakan bahwa tidak terdapat
Darurat Nomor 17 Tahun 1951, dsb), unsur mens rea pada korporasi, dan
serta bahan hukum sekunder berupa kemampuannya untuk hadir secara
buku, makalah, jurnal, yang berkaitan pribadi di depan persidangan. Pada
dengan pertanggungjawaban pidana akhirnya, hal yang membuktikan
korporasi. Penulisan ini dilakukan kesulitan untuk menjatuhkan pidana
dengan analisis secara kualitatif, yang kepada korporasi adalah kurangnya
ditarik secara Deduktif. 3 sanksi-sanksi yang memadai. Seiring
berjalannya waktu, banyak macam
B. Pembahasan doktrin yang dapat menjadi landasaan
1. Sejarah dan Perkembangan dalam meminta pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban Pidana korporasi, yakni6:
Korporasi dalam Sistem Hukum a Strict Liability Doctrine, dimana
Common Law (Anglo Saxon) pertanggungjawaban pidana dapat
Usaha yang pertama kali dibebankan oleh pelakunya, tanpa
diupayakan untuk membebankan disyaratkan means rea terlebih
pertanggungjawaban pidana terhadap dahulu, cukup dibuktikan adanya
korporasi dilakukan oleh negara-negara actus reus.
dengan sistem hukum common law, di
Inggris, dan negara Anglo Saxon 4
Mazmur Septian Rumapea, dkk,
lainnya, seperti Amerika Serikat dan “Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak
Kanada. Sebelum revolusi tahun 1750, Pidana Kehutanan (Studi Putusan Kasasi
Inggris sudah mengakui korporasi Mahkamah Agung RI Nomor 2642
sebagai subjek hukum pidana sejak K/Pid/2006),”Jurnal Hukum USU, Volume 4 no.
2 Tahun 2016.
5
Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggung
3
Bahder Johan Nasution, Metode jawaban Pidana Korporasi, (Jakarta:PT.Grafiti
Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, Pers, 2007), hlm.162.
6
2008), hlm. 37 Ibid., hlm. 78-107

Sejarah dan Perkembangan 141


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

b Vicarous Liability, dimana pegawai-pegawainya selama perbuatan-


pertanggungjawaban pidana oleh perbuatan tersebut berada dalam ruang
atasan, meskipun bawahan yang lingkup pekerjaannya dandengan
melakukannya berdasarkan ruang maksud untuk memberikan keuntungan
lingkup kewenangannya. bagi korporasi tersebut.8
c Delegation Doctrine. Hampir Terkait hal tersebut, terdapat
mirip dengan Vicarious, namun golongan-golongan, baik yang mempo-
perbedaannya, ada pelimpahan sisikan sebagai pro terhadap pembe-
kewenangan antara atasan dan banan pertanggungjawaban pidana
bawahan. terhadap korporasi, juga terdapat
d Identification Doctrine. Pertang- beberapa golongan yang kontra terhadap
gungjawaban korporasi dilakukan pertanggungjawaban pidana korporasi.
dengan mengidentifikasi pihak Beberapa ahli hukum yang beralasan
yang paling menentukan dalam kontra memulainya dengan premis
sebuah korporasi (directing mind). bahwa korporasi adalah subjek hukum
e Aggregation Doctine. Pertang- fiksi (fictional entities), yang tidak
gungjawaban korporasi dimintai memiliki keadaan psikis untuk
melalui kombinasi kesalahan melakukan suatu perbuatan. Premis ini
sejumlah orang dalam suatu dapat dengan cepat menuju sebuah
korporasi yang diatribusikan untuk konklusi yakni pertanggungjawaban
kepentingan korporasi. pidana terhadap korporasi adalah tidak
adil karena hal tersebut secara efektif
Berbagai doktrin yang ada, yang turut memidana pihak ketiga yang tidak
paling berkembang dalam pengadilan- bersalah (pemegang saham, pegawai,
pengadilan di Inggris mengikuti ajaran dan seterusnya) untuk perbuatan
doktrin respondeat superior, atau seseorang yang melakukan tindak pidana
doktrin pertanggungjawaban vikarius yang bekerja di dalam subjek hukum
(vicarious liability), dimana perbuatan- fiksi ini.9
perbuatan yang dilakukan oleh orang- Apa yang ditinjau dari tanggapan
orang yang berada dalam struktur ini sebenarnya keliru, dimana pada
organisasi korporasi diatribusikan kenyataannya korporasi tidaklah
dengan korporasinya.7 Di Amerika berbentuk fiktif. Korporasi memiliki
Serikat, pengadilan-pengadilan tingkat kekuatan yang sangat besar, dan sangat
federal di Amerika Serikat pada nyata, bertindak sebagai aktor dimana
umumnya mengadopsi doktrin vicarious perbuatan mereka dapat menimbulkan
liability kepada korporasi untuk semua kerugian baik kepada individu-individu
jenis tindak pidana. Dibawah doktrin ini, dan kepada masyarakat secara
kadangkalah digambarkan sebagai “the keseluruhannya. Dalam konteks ini,
principle of respondeat superior”, hukum mengakui eksistensi korporasi
sebuah korporasi bertanggung jawab dengan mengizinkan korporasi untuk
terhadap perbuatan-perbuatan yang
dapat dipidana yang dilakukan oleh 8
Joanna Kyriakakis, “Corporate Criminal
Liability and The ICC Statute: The Comparative
7
Marcus Wagner, “Corporate Criminal Law Challange”, Netherlands International Law
Liability National and International Responses”. Review,LVI 333-336 ,TMC Asser Instituut and
(Background Paper for International Society For Contributors,2009, hlm. 337.
The Reform Criminal Law 13th Conference 9
Sara Sun Beale, “A Response To The
Commercial and Financial Fraud: A Critics Of Corporate Criminal Liability”.
Comparative Perspective, Malta, July 8-12 Criminal Law Review 150, Duke Law School,
1999), hlm. 2. 2009, hlm. 82.

142 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

memiliki properti, membuat perjanjian- Pembebanan pertanggung-


perjanjian, melakukan perbuatan jawaban pidana korporasi terhadap
melawan hukum, menuntut dan dituntut. tindak pidana yang memerlukan
Korporasi juga memiliki hak-hak pembuktian mens rea baru dilakukan
konstitusional yang diatur didalam setelah melalui waktu dan
Konstitusi Amerika Serikat. perkembangan yang lambat. Di
Pada masa kini, ruang lingkup Amerika Serikat, penerapan corporate
dari pertanggungjawaban pidana criminal liability pertama kali diterapkan
korporasi menjadi sangat luas. Suatu dalam kasus New York Central &
korporasi dapat dituntut secara pidana Hudson River Railroad Company v.
terhadap beberapa peraturan-peratuaran United States, dimana pemerintah
hukum pidana –mail and wire fraud Amerika Serikat yang diwakili oleh
statutes, money laundering statues, and Penuntut Umum mendakwa perusahaan
extortion statutes- atau untuk semua New York Central telah melanggar
perbuatan yang dapat dipandang sebagai Elkins Actsection I.13Elkins Act adalah
kejahatan kerah putih.10 Kerangka Undang-undang federal Amerika Serikat
hukum dewasa ini, yang diterapkan (1903) yang mendukung pelaksanaan
hampir diseluruh pengadilan-pengadilan Interstate Commerce Act (undang-
federal, menyatakan bahwa setiap undang perdagangan antara negara
korporasi bertanggungjawab untuk bagian) dengan melarang pemotongan
perbuatan pidana yang dilakukan para harga dan bentuk-bentuk perlakuan
karyawannya sepanjang mereka istimewa lainnya terhadap jasa
melakukannya dalam ruang lingkup pengangkut (shipper) yang besar.14
perkejaannya dan setidaknya juga Disinilah pertama kali pertanggung-
memberikan keuntungan untuk jawaban pidana korporasi sebagai pelaku
11
atasannya. Sejalan dengan semakin tindak pidana dipraktekkan.
meningkatnya jumlah dan peranan Pembebanan pertanggungjawaban
korporasi, pengadilan memperluas pidana korporasi terhadap tindak pidana
pertanggungjawaban pidana korporasi ekonomi yang memerlukan pembuktian
pada bentuk-bentuk pelanggaran atau mens rea baru dilakukan setelah melalui
kejahatan yang tidak terlalu serius yang waktu dan perkembangan yang lambat.
tidak memerlukan pembuktian mens Pada akhir tahun 1990-an terjadi
rea atau criminal intent (offenses that suatu tindak pidana dibidang ekonomi
did not require criminal intent), yang yang memberikan efek besar dalam
didasarkan pada doktrin vicarious perekonomian Amerika Serikat. Kasus
liability. Hal ini diikuti oleh pengadilan tersebut adalah bankrutnya Enron
di Amerika Serikat yang turut Corporation yakni sebuah perusahaan
memberlakukan ketetapan yang multi-nasional besar di Amerika Serikat
12
serupa. yang bangkrut akibat terkuaknya tindak
pidana yang dilakukan oleh petinggi-
10
Edward B. Diskant, “Comparative
petingginya dalam ruang lingkup
Corporate Criminal Liability: Exploring the jabatannya untuk memberikan
Uniquely American Doctrine Through
Comparative Criminal Procedure”. The Yale Law 13
Bismar Nasution, “Kejahatan Korporasi
Journal, Connecticut, 2003, hlm. 139. dan Pertanggungjawabannya”. (Makalah yang
11
Ibid. disampaikan di Jajaran Kepolisian Daerah
12
V.S. Khanna, Corporate Criminal Sumatera Utara, Medan, 27 April 2006), hlm. 5.
Liability: What Purpose Does It Serve?, 109 14
Henry Campbell Black, Black’s Law
Harv. L.Rev. 1477, The Harvard Law Review Dictionary Revised 4th Edition, (St. Paul: Minn
Association, 1996, hlm.2 West Publishing Co, 1968).

Sejarah dan Perkembangan 143


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

keuntungan terhadap Enron Corporation cukup untuk menghancurkan reputasi


sebagai korporasi. Keuntungan yang Arthur Andersen LLP untuk keluar dari
sangat besar dari Enron Corporation bisnis.16Enron Corporation sendiri
didapatkan melalui proses pemindahan dinyatakan bangkrut pada tanggal 30
pembukuan utang-utang dari Enron November 2001 dan usahanya
17
Corporation kedalam pembukuan anak- dinyatakan ditutup, yang dapat
anak perusahaannya yang kemudian dikatakan merupakan pidana mati bagi
mengakibatkan perusahaan ini seolah- Enron Corporation.
olah profitable didalam laporan Tindak pidana ekonomi lainnya
keuangannya. Belum lagi tindak pidana yang menempatkan korporasi sebagai
pencucian uang, insider trading, subjek tindak pidana ekonomi dapat
penipuan, pemberian keterangan palsu ditemukan dalam UU Anti Korupsi Luar
kepada bank dan auditor keuangan yang Negeri Amerika Serikat (Foreign
mellibatkan para petinggi Enron Corrupt Practice Act) yang untuk
Corporation, yakni Jeffery Skilling selanjutnya disebut FCPA. Salah satu
(dipidana penjara 2 tahun 4 bulan), kasus terbesar di Amerika Serikat yang
Kenneth Lay dituntut 45 tahun penjara, menjatuhkan sanksi pidana bagi
namun sebelum dijatuhi putusan pidana korporasi dengan menggunakan FCPA
Kenneth Lay meninggal dunia pada adalah kasus Siemens AG, perusahaan
tanggal 5 Juli 2006. multi-nasional dibidang telekomunikasi
Arthur Andersen selaku yang berbasis di Jerman yang dibuktikan
pimpinan Arhur Andersen LLP sebuah telah bersalah melanggar Section 2 –
perusahan akuntan publik ternama yang Accounting, Record Keeping and
membantu untuk memalsukan laporan Internal Controls FCPA. Siemens AG
kekuangan Enron Corporation bebas dijatuhi pidana denda sebesar
pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung $450.000.000, dan $350.000.000.18
Amerika Serikat untuk tuduhan FCPA menjatuhkan pidana bagi setiap
obstruction of justice15 karena individu dan korporasi yang didasarkan
menghapus serta menghilangkan semua pada pedoman pemidanaan Amerika
bukti-bukti yang diperlukan untuk Serikat (United States Sentencing
mengungkapkan skandal dari Enron Guidelines). Dikatakan bahwa:
Corporation. Namun hal ini sudah a. Setiap orang yang dengan
sengaja melanggar FCPA pada
bagian ketentuan anti-penyuapan
15
Tindak pidana obstruction of justice, (anti-bribery provision) dipidana
dalam yurisdiksi Amerika Serikat mengacu pada
dengan denda maksimal
gangguan yang dilakukan terhadap pelaksanaan
kewenagnan polisi, penyidik, lembaga $250.000 dan/atau 5 tahun
pemeriksa, jaksa, atau pejabat lainnya (biasanya penjara;
pemerintah). Yurisdiksi pada sistem hukum b. Setiap orang yang dengan
common law selain yang diberlakukan di sengaja melanggar FCPA pada
Amerika Serikat cenderung menggunakan tindak
bagian ketentuan laporan
pidana ini secara lebih luas diartikan sebagai
menyesatkan jalannya peradilan. (The crime keuangan (accounting provision)
of obstruction of justice, in United
16
States jurisdictions, refers to the crime of The Enron Scandal,
interfering with the work of police, investigators, http://en.wikipedia.org/wiki/Enron_scandal.
17
regulatory agencies, prosecutors, or other Ibid.
18
(usually government) officials. Common FCPA, Final Settlements For Siemens,
law jurisdictions other than the United States <http://www.fcpablog.com/blog/2008/12/16/fina
tend to use the wider offense of perverting the l-settlements-for-siemens.html.>. Diakses pada
course of justice.) tanggal 15 Maret 2013

144 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

dipidana dengan denda maksimal pada awal perkembangannya karena


$5.000.000 dan penjara pengaruh dari adagium hukum yang
maksimal 20 tahun penjara; berbunyi “societas delinquere non-
c. Setiap korporasi didenda potest”.21 Pertanggungjawaban pidana
maksimal $2.500.000 untuk korporasi sampai pada abad ke-18 masih
setiap tindak pidana yang menjadi hal yang ditolak secara umum.
melanggar ketentuan laporan Banyak pihak yang mempercayai bahwa
keuangan (accounting provision) untuk dapat melakukan pembebanan
dan $2.000.000 untuk setiap pertanggungjawaban pidana terhadap
tindak pidana yang melanggar korporasi, merupakan hal hal yang tidak
ketentuan anti penyuapan (anti- mungkin mengingat korporasi tidak
bribery).19 memiliki sikap batin (mens rea) untuk
Sanksi pidana bagi korporasi membuktikan unsur kesalahan bila harus
dalam berbagai aturan perundang- dibawa kedalam sistem peradilan
undangan yang diberlakukan di Amerika pidana.22 Sedangkan pada hukum privat,
Serikat mengenakan denda yang dapat seperti di Perancis baru menjadi
berjumlah ratusan miliar dollar Amerika korporasi sebagai subjek hukum pada
untuk setiap tindak pidana yang tahun 1807 dalam kodifikasi Code De
dilakukan oleh korporasi. Lebih lanjut, Commerce dan Code De La
setiap korporasi yang dijatuhkan pidana Marine.23Kemudian baru, sistem hukum
oleh putusan hakim karena melakukan di Belanda mengenal korporasi sebagai
kejahatan usahanya dapat ditutup secara subjek hukum sebagaimana yang
permanen oleh institusi pemerintah terdapat dalam Wetboek Van
Amerika Serikat. Pada akhirnya, reputasi Koopenhandel. Perkembangan ini yang
dari korporasi akan menjadi hancur – secara tidak langsung mempengaruhi
pengumuman dari pemerintah yang hukum di Hindia Belanda, tidak
dipertimbangkan dari putusan pidana terkecuali pada hukum pidananya.
terhadap korporasi dapat membuat harga Semenjak Revolusi Perancis
saham suatu korporasi jatuh dengan terjadi, Kitab Undang-Undang Hukum
drastic, dan menciptakan perubahan Pidana yang baru di Perancis yang
yang drastic dari menejemen korporasi, ditetapkan dan mulai diberlakukan pada
atau bahkan lebih buruk lagi.20 tahun 1982 menyebutkan konsep
spesifik dalam Pasal 121-2. Dorongan
2. Sejarah dan Perkembangan untuk memasukan pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban Pidana pidana koroporasi dalam kodifikasi
Korporasi Dalam Sistem Hukum hukum pidana semakin meningkat
Civil Law (European Continental) seiring waktu, Komisi Konstitusi
Dalam sistem hukum European Perancis (Counseil Constitutionnel).
Continental (civil law) sejarah mencatat Pada tahun 1982 Komisi Konstitusi
bahwa pertanggungjawaban pidana Perancis secara jelas menyatakan tidak
terhadap korporasi belum dapat diterima
21
Eric Engle, Ectraterritorial Corporate
19
Robert W. Tarun, Basic of The Foreign Criminal Liability: A Remedy For Human Rights
Corrupt Act, American Law Review: What Violations?, (Tartu: University of Tartu Press,
Every General Councel, Transactional Lawyer, 2003), hlm. 288-289.
White Collar Criminal Lawyer Should Know, 22
Edward B. Diskant, “Comparative
Chicago, 2006, hlm. 10. Corporate Criminal Liability: Exploring..., hlm.
20
Pamela H. Bucy, “Why Punish? Trends 134.
in Corporate Criminal Prosecutions”. American 23
ICJR, PertanggungJawaban Korporasi
Law Review 1287, 2007, hlm. 89. dalam Rangan KUHP, 2015

Sejarah dan Perkembangan 145


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

melarang penjatuhan pidana denda masalah apabila yang harus dipidana


terhadap Korporasi. Semenjak Perancis adalah badan hukum. Dapat ditemukan
mendasarkan konsep directing mind, dan penulis-penulis yang mencoba
Pasal 121-2 KUHP Perancis dibatasi menempatkan pemidanaan badan
dengan persyaratan dimana setiap tindak hukum, dalam konteks pendekatan
pidana perlu untuk disebutkan secara hukum pidana yang “psikologis” ini
spesifik bahwa korporasi dapat dipidana, dengan cara ‘memanusiakan’ badan
aplikasi terhadap pertanggungjawaban hukum. Namun demikian, usaha
pidana terhadap korporasi harus dibatasi memanusiakan badan hukum hanya
hanya untuk beberapa tindak pidana mengakibatkan timbulnya konstruksi
saja.24 pemikiran yang janggal.26
Teori-teori pertanggungjawaban Praktek yang diterapkan di
pidana korporasi yang berkembang di Belanda sebelum pertanggung-jawaban
Negara Eropa Kontinental terutama di pidana korporasi ditetapkan dalam
Negeri Belanda teori yang dikemukakan KUHP Belanda, sebagaimana disebut-
oleh Remmelink Teori dari Ter Heide, kan oleh Remmelink dalam bukunya
Teori dari ‘t Hart. Ajaran yang Hukum Pidana : Komentar atas Pasal-
bertendensi “psikologis” dari J. Pasal Terpenting dari Kitab Undang-
Remmelink, yang berpendapat bahwa Undang Hukum Pidana Belanda dan
hukum pidana memandang manusia Padanannya dalam Kita Undang-
sebagai makhluk rasional dan bersusila Undang Hukum Pidana Indonesia,
(redelijk zedelijk wezen).25 dalam bidang hukum pidana fiskal atau
Remmelink, memilih cara ekonomi, ditemukan kemungkinan untuk
pendekatan atas hukum pidana yang dapat menuntut pertanggungjawaban
bersifat “psikologis”,maka hampir tidak pidana terhadap korporasi. Pandangan
mungkin dapat dirumuskan aturan- ini bahkan sudah dikenal lama sebelum
aturan yang dapat dipergunakan sebagai KUHP Belanda dibuat. Hal ini dimung-
dasar untuk menggariskan batas-batas kinkan dengan mempertim-bangkan
penetapan badan hukum sebagai pelaku. kepentingan praktis. Dari sudut pandang
Hal ini terjadi karena dengan pendekatan ini, hukum pidana dapat dengan mudah
“psikologis”, permasalahan dapat atau melakukan perujukan pada kewajiban
tidaknya badan hukum dipidana tidak yang dibebankan oleh hukum fiskal pada
mungkin ditempatkan dalam rangka pemilik, penyewa, atau yang
dogmatika hukum pidana yang menyewakan dan lain-lain, yang sering
berlaku.Hal ini juga menimbulkan kali berbentuk korporasi. Namun,
permasalahan bahwa menurut terlepas dari itu, dalam perkembangan
pandangan ini, pemidanaan harus selanjutnya hukum pidana umum juga
didasarkan pada unsur kehendak semakin sering dengan masalah tersebut.
manusia. Hal ini dapat menimbulkan Semakin banyak perundang-undangan
dan peraturan administratif baru yang
bermunculan. Dalam aturan-aturan
24
Marcus Wagner, “Corporate Criminal
Liability National and International Responses”, tersebut, pembuat undang-undang
Op.Cit, hlm. 5. merujuk pada ‘pengemban’ hak-hak
25
A.L.J.Van Strien,Het daderschap van warga yang banyak berbentuk
de rechtspersoon bij milieudelicten dalam korporasi. Bilamana suatu kewajiban
Faure,M.G., J.C.Oudijk, D.Schaffmeister,
tidak dipenuhi, maka beranjak dari
Kekhawatiran Masa Kini Pemikiran Mengenai
Hukum Pidana Lingkungan Dalam Teori Dan sistem perundang-undangan yang ada,
Praktek, ( Bandung,Citra Aditya Bakti,1994),
26
Penerjemah Tristam P.Moeliono, hlm 229. Ibid, hlm 232

146 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

‘korporasi’ juga dimungkinkan untuk pandangan bahwa badan hukum dapat


dipandang sebagai ‘pelaku’. Di dipidana, dapat ditempatkan di dalam
Belanda, kemungkinan ini sudah lama keseluruhan sistem hukum pidana.
dikenal dalam waterschapsverordening Meskipun beliau tidak merinci lebih
(peraturan tentang tata guna dan lalu lanjut tentang persyaratan penetapan
lintas perairan) yang sering mewajibkan badan hukum sebagai pelaku harus
pemilik tanah yang terletak disamping ditempatkan, cukup jelas bahwa
sungai atau saluran air (drainase) untuk berdasarkan wawasannya,penentuan
membersihkan atau menjaga kebersihan, batas harus dilakukan dengan
yang merupakan kewajiban yang memperhatikan makna sosial dari tindak
diancam dengan sanksi pidana apabila badan hukum yang bersangkutan.28
dilalaikan.27 Pandangan dari ‘t Hart,
Pandangan Ter Heide, memilih menyatakan bahwa hukum (pidana)
pendekatan hukum pidana yang lebih harus dilihat sebagai suatu bentuk
bernuansa “sosiologis”. Di dalam penyaluran pengejawantahan kekuasaan,
bukunya yang berjudul “Vrijheid, over yang dikarakteristikan oleh aspek-aspek
de zin van de straf”, menyatakan “bahwa instrumen tujuan rasional dan aspek-
terdapat suatu kecenderungan dimana aspek pembatas kekuasaan yang kritis.
hukum pidana semakin lama semakin Kedua aspek ini , satu sama lain,saling
dilepaskan dari konteks manusia.” terkait dengan erat. Di dalam persoalan
Karena hukum pidana telah terlepas dari penegakkan hukum, maka yang perlu
konteks manusia, maka dapat diperhatikan adalah penciptaan
disimpulkan bahwa hanya manusia yang keseimbangan antara kedua aspek di atas
pada prinsipnya dapat diperlakukan yang tidak dapat dilepaskan dari aspek
sebagai subjek hukum dapat disimpangi. lainnya. Berbeda dengan pendekatan
Alasan untuk memperlakukan badan klasik pandangan ‘t Hart tidak menutup
hukum sebagai subjek hukum adalah kemungkinan untuk ditempatkannya
berkaitan dengan badan hukum mampu pemidanaan badan hukum di dalam
untuk turut berperan dalam mengubah sistem hukum pidana. Jika kita bersama-
situasi kemasyarakatan (penetapan sama dengan ‘t Hart berbicara tentang
badan hukum sebagai pelaku tindak manusia di dalam hukum pidana, maka
pidana secara fungsional), yang manusia lebih diartikan sebagai
mengimplikasikan bahwa badan hukum keberadaan “yuridis” dari manusia
dapat dinyatakan bersalah (unsur sebagai subjek hukum. Keberadaan
kesalahan disini diartikan bertindak yuridis ini tidak sama dengan pengertian
secara sistematis). Berdasarkan hal ini manusia sebagai makhluk yang terdiri
Ter Heide menarik kesimpulan “bila dari daging dan darah.Menurut ‘t Hart
hukum pidana dilepaskan dari konteks hal ini akan memberikan ruang cukup
manusia, maka hal itu mengimplikasikan untuk juga menerima konstruksi person
dapat dipidananya badan hukum”. lain selain dari manusia sebagai subjek
Berbeda dengan pendekatan ‘psikologis’ hukum di dalam hukum (pidana).
dari Remmelink, maka di dalam Berkaitan dengan hal di atas, ’t Hart
pendekatan ‘sosiologis’ Ter Heide, kemudian juga memperingatkan bahwa
teori dasar yang dikembangkannya tidak
27 berpretensi mampu memberikan
Timur Abimanyu, Persfektif Kejahatan
Korporasi Dan Pertanggungan Jawaban Menurut
jawaban siap pakai untuk masalah-
UU No. 25 Tahun 2003 dan Rancangan Kitab masalah yang ada saat ini. Namun
Undang-Undang Hukum Pidana Serta
28
Analisanya, hlm.7-8. Ibid, hlm 237, 238

Sejarah dan Perkembangan 147


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

demikian teorinya sangat berpengaruh merupakan ukuran yang berlandaskan


terhadap penentuan batas-batas (syarat) asas subsidiaritas.31
penetapan badan hukum sebagai pelaku Roling, mengajukan kriteria
tindak pidana.29 tentang korporasi sebagai pelaku tindak
Di Jerman juga berkembang pidana berdasarkan delik fungsional.
suatu teori, untuk memidana badan Menurut Roling “bahwa badan hukum
hukum tanpa mensyaratkan kesalahan, dapat diperlakukan sebagai pelaku
yang berasal dari Schunemann. tindak pidana bilamana perbuatan yang
Menurut Schunemann, badan hukum terlarang,yang pertanggungjawabannya
tidak mungkin dinyatakan bersalah. dibebankan atas badan hukum,dilakukan
Namun pemidanaan terhadap badan dalam rangka pelaksanaan tugas dan
hukum dapat dilakukan. Menurut atau pencapaian tujuan-tujuan badan
pandangannya Schuldgrundsatz dapat hukum tersebut.” Sehubungan dengan
digantikan oleh prinsip legitimasi hal tersebut di atas yang dimaksud
lainnya yaitu apa yang dinamakan dengan delik fungsional adalah delik-
Rechtsguternotstand . delik yang berasal dari lingkup atau
Rechtsguternotstand mempunyai suasana sosial ekonomi dimana
pengertian “yaitu bilamana ada dicantumkan syarat-syarat bagaimana
kemungkinan objek-objek hukum penting aktivitas sosial atau ekonomi tertentu
tertentu terancam dan perlindungannya harus dilaksanakan dan yang
hanya dapat diberikan dengan cara terarah/ditujukan pada kelompok-
menjatuhkan pidana pada badan kelompok fungsionaris tertentu. Contoh
hukum”. delik-delik fungsional adalah :32
Jika penjatuhan pidana hendak a. Delik-delik pelanggaran atas
didasarkan pada suatu syarat-syarat yang terkait dengan
Rechtsguternotstand, maka menurut pemberian izin/lisensi yang
Schunemann,masih harus dipenuhi merupakan perbuatan yang
beberapa syarat tertentu. Syarat-syarat dilarang.
yang terpenting adalah sebagai berikut: b. Ketentuan-ketentuan tidak
a. Pidana harus punya daya kerja dipenuhinya kewajiban lapor
preventif; atau registrasi dinyatakan sebagai
b. Kepentingan daya kerja preventif perbuatan yang dapat dihukum.
harus lebih besar dibanding
kepentingan integritas finansial
dari perusahaan; 31
Asas proporsinalitas, harus ada
c. Tidak mungkin untuk
keseimbangan antara kerugian yang
menghukum subjek hukum digambarkan dengan batas-batas yang diberikan
manusia karena dalam kenyataan oleh asas toleransi, dan dengan reaksi atau
tindak pidana dilakukan dalam pidana yang diberikan, sedangakan asas
suatu ikatan perusahaan.30 subsidiaritas adalah sebelum perbuatan
dinyatakan sebagai tindak pidana, perlu
Point a dan b merupakan ukuran
diperhatikan apakah kepentingan hukum yang
asas proporsionalitas, sedangkan point c terlanggar oleh perbuatan tersebut masih dapat
dilindungi dengan cara lain; hukum pidana
hanya ultimum remedium, lihat Mardjono
Reksodiputro, Meninjau RUU Tentang Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Dalam Konteks
29
Ibid, hlm 238, 239 Perlindungan HAM , dalam Jurnal Keadilan
30
Faure, M.G., J.C.Oudijk, Vol.2 No. 2 Tahun 2002, hlm 15,
D.Schaffmeister,Kekhawatiran Masa Kini…,hlm 32
Faure,M.G.,J.C.Oudijk,D.Schaffmeister,
244,245,246 Kekhawatiran Masa Kini..., hlm 254

148 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

c. Ketentuan-ketentuan yang pidana). Hal ini dapat diketahui dengan


berlaku terhadap frasa hij die yang digunakan dalam
fungsionaris/pejabat tertentu rumusan strafbaar feit (tindak pidana
dibebankan kewajiban atau delik). Kalau diartikan ke dalam
‘memaafkan’ suatu hal atau bahasa Indonesia maka menggunakan
untuk bekerjasama. frasa barang siapa yang berarti “siapa
Sanksi yang dijatuhkan dalam pun”. Dalam bahasa Indonesia “siapa”
delik fungsional bersifat reparatoir, itu menunjuk kepada manusia, maka
dengan tujuan utama adalah barang siapa atau siapa pun menunjuk
mengembalikan ke dalam kedaan semula kepada setiap manusia.
atau perbaikan dari keadaan yang Sebagai negara Jajahan Belanda
‘onrechtmatig’ (melawan hukum). yang menganuti sistem hukum civil law,
Melihat sejarah di negara civil ini mempengaruhi pengaturan hukum
law, perdebatan dalam negara civil law pidana di Indonesia, termasuk pada
sendiri khususnya Belanda masih dalam subjek hukum pidananya sendiri yang
tataran pembahasan dan perdebatan hanya mengenai “orang”. Baik dalam
korporasi sebagai subjek hukum pidana. KUHP yang hanya ditujukan kepada
Hal ini terjadi karena, pengakuan manusia sebagai pelaku tindak pidana,
korporasi sebagai subjek hukum pidana hingga dalam Undang-Undang Hukum
muncul pertama kali terjadi di Inggris Acara Pidana, baik yang lama (HIR)
tahun 1635, dan diterapkan pertama kali maupun yang baru, yaitu Undang-
pada tahun 1842. Sedangkan Perancis, undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
baru mengakui korporasi sebagai subjek Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
hukum dalam hukum privatnya, pada sekarang berlaku, ternyata juga hanya
tahun 1807, dan baru mengakui mengakui bahwa hanya dijumpai
korporasi dapat dipidana pada tahun pengaturan untuk melakukan penuntutan
1982. Berpijak pada hal di atas, maka terhadap manusia. Dalam KUHAP tidak
yang lebih dulu mengenal dan dijumpai pengaturan untuk melakukan
menerapkan pengaturan mengenai penuntutan terhadap pelaku tindak
doktrin pertanggungjawaban korporasi pidana selain manusia (yang bukan
dilakukan di negara yang menganut manusia), misalnya korporasi.33
Sistem Common Law. Pengertian “tersangka”, “rehabilitasi”,
“pengaduan”, dan “terpidana”
3. Sejarah Perkembangan Korpo- sebagaimana yang dimaksud dalam
rasi sebagai Subjek Hukum Pasal 1 KUHAP, yang dimaksud adalah
Pidana di Indonesia hanya manusia sebagai pelaku tindak
Kitab Undang-Undang Hukum pidana. Dengan rumusan seperti itu
Pidana (KUHP) Indonesia berlaku maka hanya manusia yang dapat
berdasarkan asas konkordansi yang dibebani pertanggungjawaban pidana
memberlakukan Wetboek van Strafrecht (criminal liability).
(KUHP Belanda) di wilayah Belanda Pada hal korporasi sebagai
pada 1918. KUHP Belanda ini berasal subjek tindak pidana melalui proses
dari KUHP Perancis di bawah yang cukup panjang yang diawali
pemerintahan Napoleon pada tahun dengan ketentuan yang ada dalam Pasal
1801, sehingga dikenal juga dengan 59 KUHP, korporasi sebagai subjek
sebutan Kode Napoleon. KUHP tersebut
kemudian diberlakukan di Indonesia, 33
Sutan Remy Sjahdeini,
dan hanya manusia yang dapat Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
melakukan tindak pidana (subjek tindak (Jakarta: PT.Grafiti Pers, 2007), hlm.29.

Sejarah dan Perkembangan 149


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

hukum pidana tidak dikenal karena para sempit yaitu korporasi adalah badan
penyusun KUHP dahulu dipengaruhi hukum. Dan dalam arti yang luas
dengan asas “societas delinquere non korporasi dapat berbentuk badan hukum
potest” danpada perkembangannya pada maupun bukan badan hukum.36 Dalam
masa revolusi Perancis pertanggung arti sebagai badan hukum, korporasi
jawaban secara kolektif dari suatu kota merupakan figur hukum yang eksistensi
atau gilde (tukang-tukang ahli) yang dan kewenangannya untuk dapat atau
dapat membawa akibat yang diragukan berwenang melakukan perbuatan hukum
sehingga titik tolak pembuat W.v.S diakui oleh hukum perdata. Korporasi
Belanda pada Tahun 1881 berdasarkan sebagai badan hukum timbul karena
asas “Universitas deliquere non potest”. pendiri atau pendiri-pendirinya yang
Apabila pengurus korporasi melakukan menurut hukum perdata diakui memiliki
tindak pidana yang dilakukan dalam kewenangan secara hukum untuk dapat
rangka mewakili atau dilakukan untuk mendirikan korporasi. Menurut hukum
dan atas nama korporasi, perdata, yang diakui memiliki
pertanggungjawaban pidana dibebankan kewenangan hukum untuk dapat
hanya kepada pengurus yang melakukan mendirikan korporasi adalah orang
tindak pidana itu.34Dari Pasal 59 tersebut (manusia) atau natural person dan badan
kita dapat mengetahui bahwa tindak hukum atau legal person.
pidana tidak pernah dilakukan oleh Seperti di Belanda pada tahun
korporasi tetapi dilakukan oleh 1950 negara ini telah menerapkan
pengurusnya. korporasi sebagai subjek tindak pidana
Di dalam KUHP Indonesia tidak yang pada awalnya terdapat dalam
ada satu pasal pun yang menentukan perundang-undangan khusus di luar
pelaku tindak pidana yang bukan WvS. Seperti yang terdapat dalam Pasal
manusia, dan tentunya menentukan 15 “Wet op de Economische Delicten”
tindak pidana tidak dapat dilakukan oleh dan berkembang lagi dalam Pasal 2
korporasi. Sehubungan dengan adagium Rijksbelasting Wet tahun 1959. 37Hal ini
“actus non facit reum, nisi mens sit rea” berkembang mengikuti perkembangan
atau” tiada pidana tanpa kesalahan”, yang ada di negara-negara lainnya sama
maka konsekuensinya adalah bahwa halnya di Indonesia sendiri, sejak tahun
hanya “sesuatu” yang memiliki kalbu 1951, diberlakukan Undang-undang
saja yang dapat dibebani Darurat Nomor 17 Tahun 1951 tentang
pertanggungjawaban pidana.35Hanya Penimbunan Barang-Barang. Undang-
manusia yang memiliki kalbu sedangkan undang ini merupakan undang-undang
korporasi tidak memiliki kalbu, maka positif pertama yang secara resmi
korporasi tidak mungkin dibebani menerima pendirian bahwa suatu
pertanggungjawaban pidana. korporasi dapat menjadi pelaku tindak
Berjalannya waktu, ketentuan- pidana. Perkembangan hukum pidana,
ketentuan pidana di luar KUHP telah termasuk juga di Indonesia akhirnya
memperluas pelaku tindak pidana, yaitu menerima pendirian korporasi, walaupun
tidak terbatas kepada manusia tetapi juga tidak memiliki sikap kalbu, dan dapat
kepada korporasi. Menurut Sutan Remy dibebani pertanggungjawaban pidana.
Sjahdeini, korporasi dilihat dari bentuk Dan berlanjut pada ketentuan Undang-
hukumnya, dapat diberi arti sempit
maupun arti yang luas. Dalam arti 36
Ibid, hlm.43.
37
Muladi dan Dwidja
34
Ibid. hlm.30 Priyanto,PertanggungJawaban Pidana Korporasi,
35
Ibid, hlm.39. (Bandung: Kencana, 2010, hlm 29

150 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang f. Undang-Undang Nomor 35


Pos pada Pasal 19 ayat 1 menegaskan Tahun 2009 tentang Narkotika;
bahwa korporasi termasuk sebagai g. Undang-Undang Nomor 32
subjek tindak pidana. Sebagaimana Tahun 2009 tentang Pengelolaan
disebutkan bahwa: Lingkungan Hidup;
Jika tindak pidana yang disebut h. Undang-Undang Nomor 31
dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan Tahun 1999 tentang
oleh, atau atas nama, suatu badan Pemberantasan Tindak Pidana
hukum, perseroan, perserikatan orang Korupsi sebagaimana telah
lain, atau yayasan,maka tuntutan pidana diubah dengan Undang-undang
dilakukan dan pidana serta tindakan Nomor 20 Tahun 2001;
tata tertib dijatuhkan, baik terhadap i. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
badan hukum, perseroan, perserikatan, 2010 tentang Tindak Pidana
atau yayasan tersebut, maupun terhadap Pencucian Uang Rancangan
orang yang memberi perintah Kitab-Undang-Undang Hukum
melakukan tindak pidana sebagai Pidana.
pimpinan atau penanggung jawab dalam j. Rancangan KUHP
perbuatan atau kelalaian yang Pada perkembangannya para ahli
bersangkutan, ataupun terhadap hukum berpendapat bahwa korporasi
keduaduanya. sebagai subjek tindak pidana juga akan
berkaitan pada pertanggungjwaban
Ketentuan Korporasi sebagai pidananya. Hal ini perlu suatu ketentuan
subjek tindak pidana masih diatur dalam yang jelas dalam perundang-undang di
undang-undang di luar KUHP karena luar KUHP yang mengatur korporasi
dalam KUHP Indonesia belum mengatur sebagai subjek tindak pidana, namun
mengenai korporasi sebagai subjek disamping itu juga ada alternatif lainnya
tindak pidana. Adapun Istilah korporasi dengan mereformulasikan KUHP
sebagai subjek atau pelaku tindak pidana sebagamana yang diterapkan di Beladan
di Indonesia dapat kita temukan dalam pada tahun 1976 yang menjadikan
berbagai undang-undang di luar KUHP korporasi sebagai subjek tindak pidana
yang diformulasikan sebagai berikut: dalam W.v.S Belanda.38 Apa yang
a. Undang-Undang Darurat Nomor dilakukan di Belanda telah mulai kita
17 Tahun 1951 tentang lakukan juga seperti yang diatur dalam
Penimbunan Barang-Barang; RUU KUHP untuk menjadikan
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun korporasi sebagai pelaku tindak pidana.
1965 tentang Tindak Pidana Dapat dilihat dari bunyi Pasal 48
Ekonomi; disebutkan: ”Korporasi merupakan
c. Undang-Undang Nomor 11 subjek tindak pidana”. Sementara itu
PNPS Tahun 1963 tentang Pasal 161 memberikan definisi
Tindak Pidana Subversi mengenai apa yang dimaksud dengan
(undang-undang ini telah “setiap orang” yang digunakan di semua
dicabut dengan Undang-Undang rumusan delik RUU tersebut. Menurut
Nomor 26 Tahun 1999) Pasal 165: “Setiap orang adalah orang
d. Undang-Undang Nomor 9 Tahun perseorangan, termasuk korporasi”
1976 tentang Penyimpanan Berdasarkan penjelasan diatas
Narkotika; bahwa sejarah dari ditentukannya
e. Undang-Undang Nomor 6 Tahun korporasi sebagai subjek tindak pidana
1986 tentang Pos;
38
Ibid. hlm 199

Sejarah dan Perkembangan 151


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

bermula dari hanya manusia yang dapat subjek tindak pidana belum ada putusan
dipidana, namun dalam perkembangan yang berkaitan dengan Undang-Undang
zaman hal itu tidak dapat menyesuaikan Darurat Nomor 17 Tahun 1951 tentang
sehingga perlu suatu ketentuan terhadap Penimbunan Barang-Barang namun,
korporasi sebagai subjek tindak pidana. pada undang-undang kita juga perlu
Menentukan korporasi sebagai subjek mengetahui perkembangan yang
tindak pidana bukan melalui proses yang kontemporer mengenai praktek
instan namun cukup lama. Hal ini dapat pengenaan pidana terhadap korporasi
kita ketahui bahwa diawali dengan sebagai subjek tindak pidana. Walaupun
ditetapkannya hanya pengurus sebagai ide mengenai ketentuan korporasi
subjek tindak pidana yang berdasarkan sebagai subjek tindak pidana di
asas “Societas Delinquere non potest”, Indonesia masih cukup sulit dalam
misalnya dalam Undang-Undang Nomor penerapannya namun para penegak
12/Drt/1951, LN1951-78 tentang Senjata hukum sudah mulai mencoba untuk
api dan berkembang lagi setelah perang merepakannya dalam menyesuaikan
dunia kedua, ternyata dalam delik-delik perkembangan zaman. Sebagaimana hal
ekonomi dimana keuntungan yang ini dapat kita lihat dalam berbagai kasus
diperoleh korporasi memberikan di Indonesia seperti Kasus Newmont
kerugian masyarakat maka tidak lagi yang ditetapkan sebagai terdakwa dalam
seimbang jika pidana hanya dikenakan kasus pencemaran lingkungan hidup
pada pengurusnya saja, artinya walaupun divonis bebas di Pengadilan
bersamaan perkembangan zaman setelah Negeri Manado39.
terjadinya revousi perancis dengan mulai Berlanjut, pada Putusan
tumbuhnya industri-industri maka perlu Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor
suatu ketentuan yang tidak hanya 812/Pid.Sus/2010 menjatuhkan pidana
mengatur orang sebagai subjek tindak denda terhadap korporasi PT. Giri
pidana karena korporasi yang makin Jaladhi Wana sebesar Rp. 1,3 Miliar dan
banyak di Duniaa sama halnya di Pidana tambahan berupa penutupan
Indonesia tidak menutup kemungkinan sementara PT. Giri Jaladhi Wana selama
salah satu korporasi yang ada dapat 6 bulan dan diperkuat kembali dalam
merugikan masyarakat. Selain pada putusan banding di Pengadilan tinggi
proses tersebut bersamaan dengan itu banjarmasin Nomor 04/Pid.
jika dapat kita lihat bahwa pada Sus/2011/PT. BJM. Melihat pertim-
awalanya korporasi sebagai subjek bangan dalam putusan ini, upaya
tindak pidana hanya diaur dalam peradilan dalam mengadili perkara
perundang-undangan tindak pidana korupsi ini dengan menggunakan
khusus di luar KUHP. Namun seiring doktrin vicarious liability. Kemudian
waktu ketentuan itu juga perlu diatur Pertanggungjawaban korporasi juga
dalam ketentuan induk hukum pidana terlihat dalam putusan mahkamah agung
yaitu KUHP, sehingga sampai saat ini Nomor 862K/Pid.Sus/2010 mengenai
proses itu mengalami dinamisasi tindak pidana pencemaran lingkungan
sebagaimana yang telah ada dalam hidup oleh PT DEI berupa pidana
konsep konsep Rancangan KUHP. denda.Usaha ini pun tidak berhenti pada
Adapun yang kita harus ketahui
selain adanya ketentuan mengenai 39
NN,“PT Newmont Minahasa Pencemar
korporasi sebagai subjek tindak pidana
Teluk
baik dalam KUHP maupun di luar Tuyat”,<http://pseudorechtspraak.wordpress.com
KUHP,Pada awal perkembangannya /2012/04/06/pt-newmont-minahasa-raya-
ketentuan mengenai korporasi sebagai pencemar-teluk-buyat/>

152 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

kasus di banjarmasin, misalnya juga di menerapkan korporasi sebagai subjek


Tahun 2013 ini mengenai kasus tindak pidana.
Kejagung menetapkan PT Indosat Tbk Berdasarkan penjelasan di atas
dan PT Indosat Mega Media (IM2) bahwa perkembangan hukum pidana di
untuk dimintai pertanggungjawaban Indonesia telah mengalami proses yang
pidana dalam kasus dugaan korupsi dinamis. Walau, Indonesia merupakan
penyalahgunaan frekuensi 2,1 Ghz/3G negara yang mengadopsi hukum dari
Indosat berdasarkan Penetapan Indosat sistem Civil law, bukan berarti
dan IM2 sebagai tersangka berdasarkan perkembangan hukum di negara
surat perintah penyidikan No. common law dikesampingkan begitu
01/F.2/Fd.1/01/2013 dan No. saja, hal ini tergantung pada kebutuhan
02/F.2/Fd.1/01/2013 tanggal 3 Januari dalam dinamika masyarakat yang terjadi.
201340 Berdasarkan pada kasus-kasus di
atas bahwa walaupun ketentuan C. Penutup
korporasi sebagai subjek tindak pidana Perkembangan hukum di negara
belum diatur di dalam KUHP namun common law, dalam pengakuan
secara penerapannya sudah diterapkan korporasi sebagai subjek hukum pidana,
di Indonesia dalam beberapa tindak mempengaruhi hukum yang ada di
pidana khusus, seperti korupsi dan negara civil law, dimana Perancis mulai
lingkungan hidup. menempatkan korporasi sebagai subjek
Sedangkan mengenai konsep hukum pertama kali dalam hukum
pertanggungjawaban pidananya dalam privatnya, Code De Commerce.
Pasal 49 R-KUHP lebih cenderung Sedangkan dalam penerapannya, doktrin
doktrin identifikasi,41 meskipun di Vicarious Liability yang lebih
Inggris di awali dengan Strict Liability berkembang dalam pengadilan-
Doctrine, dan pada perkembangannya di pengadilan di negara Anglo Saxon,
negara-negara anglo Saxon lainnya seperti Amerika.
seperti Amerika, termasuk Indonesia Indonesia sebagai negara jajahan
lebih menerapkan doktrin Vicarious Belanda, yang ikut mempengaruhi
Liablity. sistem hukum Indonesia, yang awalnya
Apapun sejarah atau doktrin tidak menempatkan korporasi sebagai
yang digunakan atau yang akan subjek hukum pidana karena
digunakan dalam meminta pertanggung bertentangan dengan adagium
jawaban korporasi, upaya penegakan “Universitas deliquere non
hukum, khususnya Mahkamah Agung potest,”namun pada perkembangannya
dengan mengeluarkan Peraturan Indonesia juga mengadopsi
Mahkamah Agung tentang Tata Cara perkembangan hukum yang terjadi di
Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh negara common law. Penerapan doktrin
Korporasi, Nomor 13 Tahun 2016 patut Vicarious Liabilty dalam pertanggung
diapresiasi. Hal ini menunjukkan jawaban pidana korporasi, tidak hanya
semakin jelas bahwa Indonesia telah dilakukan di negara Aglo Saxon seperti
Amerika, namun juga terjadi Di
Indonesia dilihat dari kasus-kasus yang
40
Nov, “Korporasi Indosat dan IM2 jadi telah ada. Meski, pengaturan korporasi
tersangka” sebagai subjek hukum pidana ada di
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50e8
50c466441/korporasi-indosat-dan-im2-jadi-
beberapa undang-undang, akan tetapi
tersangka , 12 Mei 2018 pada penerapannya hanya baru tindak
41
ICJR, Pertanggungjawaban Korporasi..., pidana khusus, seperti korupsi dan
hlm. 37 lingkungan hidup.

Sejarah dan Perkembangan 153


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

Sayangnya, Dalam Rancangan siemens.html.>. Diakses pada


KUHP sebagaimana disebutkan dalam tanggal 15 Maret 2018
Pasal 49 lebih cenderung menganut H. Bucy, Pamela.“Why Punish? Trends
Doktrin Identifikasi. Dengan demikian, in Corporate Criminal
Keberadaan pemisahan sistem hukum Prosecutions”. American Law
common law dan civil law tidak Review 1287, 2007.
membawa pengaruhnya secara absolut ICJR, PertanggungJawaban Korporasi
pada negara-negara lain, sehingga hal ini dalam Rangan KUHP, 2015
kembali pada kebutuhan dinamika Johan Nasution, Bahder. Metode
masyarakat yang ada. Penelitian Hukum.Bandung:
Mandar Maju, 2008.
Daftar Pustaka Khanna, V.S.Corporate Criminal
Liability: What Purpose Does It
Aulia Pop, Anca. “Criminal Liability Of Serve?, 109 Harv. L.Rev. 1477,
Corporations: A Comparative The Harvard Law Review
Jurisprudence”. Paper presented Association, 1996.
at Michigan State University Kyriakakis,Joanna. “Corporate Criminal
College of Law, 2006. Liability and The ICC Statute:
B. Diskant,Edward. “Comparative The Comparative Law
Corporate Criminal Liability: Challange.” Netherlands
Exploring the Uniquely International Law Review,LVI
American Doctrine Through 333-336 ,TMC Asser Instituut
Comparative Criminal and Contributors,2009.
Procedure”. The Yale Law M.G., J.C.Oudijk, D.Schaffmeister,
Journal, Connecticut, 2003. Faure. Kekhawatiran Masa Kini
Beni Mukti Setiyawan, Wahyu. Pemikiran Mengenai Hukum
“Pertanggungjawaban Pidana Lingkungan Dalam Teori
korporasidalam tindak pidana Dan Praktek. Bandung,Citra
korporas.,”Jurnal Rechtstaat, Aditya Bakti,1994. Penerjemah
Fakultas Hukum Surakarta. Tristam P.Moeliono.
Volume 8 No. 1 Tahun 2014. Muladi dan Dwidja
Campbell Black,Henry.Black’s Law Priyanto,PertanggungJawaban
Dictionary Revised 4th Edition, Pidana Korporasi. Bandung:
(St. Paul: Minn West Publishing Kencana, 2010.
Co, 1968. Nasution, Bismar. “Kejahatan Korporasi
Donald,Lbn Toruan, Henry. dan Pertanggungjawabannya”.
“Pertanggungjawaban Pidana Makalah yang disampaikan di
Korporas.,” Jurnal Jajaran Kepolisian Daerah
RechtsVinding, BPHN. Volume 3 Sumatera Utara, Medan, 27 April
No. 3 Tahun 2014. 2006
Engle,Eric.Ectraterritorial Corporate NN,“PT Newmont Minahasa Pencemar
Criminal Liability: A Remedy Teluk
For Human Rights Violations?. Tuyat”,<http://pseudorechtspraak
Tartu: University of Tartu Press, .wordpress.com/2012/04/06/pt-
2003. newmont-minahasa-raya-
FCPA, Final Settlements For Siemens, pencemar-teluk-buyat/>. diakses
<http://www.fcpablog.com/blog/ tanggal 12 mei 2018
2008/12/16/final-settlements-for- Nov. “Korporasi Indosat dan IM2 jadi
tersangka”

154 Hesti Widyaningrum


Volksgeist
Vol. 1 No. 2 Desember 2018
DOI 10.24090/VOLKSGEIST.V1I2.1633

http://www.hukumonline.com/be White Collar Criminal Lawyer


rita/baca/lt50e850c466441/korpo Should Know, Chicago, 2006.
rasi-indosat-dan-im2-jadi- Wagner,Marcus. “Corporate Criminal
tersangka. 12 Mei 2018 Liability National and
Reksodiputro,Mardjono. “Meninjau International Responses”.
RUU Tentang Kitab Undang- (Background Paper for
undang Hukum Pidana Dalam International Society For The
Konteks Perlindungan HAM.” Reform Criminal Law 13th
Jurnal Keadilan Vol.2 No. 2 Conference Commercial and
Tahun 2002. Financial Fraud: A Comparative
Remy Sjahdeini, Sutan. Perspective, Malta, July 8-12
Pertanggungjawaban Pidana 199.
Korporasi. Jakarta:PT.Grafiti
Pers, 2007.
Saputra, Rony. “Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi dalam Tindak
Pidana Korupsi (Bentuk Tindak
Pidana Korupsi yang merugikan
Keuangan Negara terkait dengan
Pasal 2 UU PTPK).”Jurnal Cita
Hukum, UIN Jakarta. Vol. II No.
2, Desember 2015.
Septian Rumapea, Mazmur, dkk.
“PERTANGGUNGJAWABAN
KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA
KEHUTANAN (Studi Putusan
Kasasi Mahkamah Agung RI
Nomor 2642 K/Pid/2006.”Jurnal
Hukum USU, Volume 4 no. 2
Tahun 2016.
Sun Beale,Sara “A Response To The
Critics Of Corporate Criminal
Liability”. Criminal Law Review
150, Duke Law School, 2009.
The Enron Scandal,
http://en.wikipedia.org/wiki/Enro
n_scandal.
Timur Abimanyu. Persfektif Kejahatan
Korporasi Dan Pertanggungan
Jawaban Menurut UU No. 25
Tahun 2003 dan Rancangan
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Serta Analisanya.
W. Tarun,Robert.Basic of The Foreign
Corrupt Act, American Law
Review: What Every General
Councel, Transactional Lawyer,

Sejarah dan Perkembangan 155

Anda mungkin juga menyukai