Anda di halaman 1dari 7

Kerangka sistem hukum nasional adalah dari kegiatan-

kegiatan pembangunan hukum yang mendukung dan


menghasilkan berbagai unsur. Dalam buku Pokok-Pokok
Filsafat Hukum (2006) karya Darji Darmodiharjo, hukum
bersifat mengikat masyarakat di dalamnya, sehingga
Indonesia memiliki jenis hukum yang cukup beragam. Setiap
jenis hukum memiliki substansi materi yang berbeda-beda.
Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, berikut penggiolongan hukum sesuai
substansi materi hukum yang ada di Indonesia
Berdasarkan bentuknya Hukum berdasarkan bentuknya
terbagi menjadi tiga, yaitu: Hukum tertulis Hukum tertulis
sendiri dibedakan menjadi dua, sebagai berikut: Hukum
tertulis yang dikodifikasi, contohnya KUH Pidana, KUH
Perdata, dan KUH Dagang. Hukum tertulis yang tidak
dikodifikasi, seperti undang-undang, peraturan pemerintah,
dan keputusan presiden. Hukum tidak tertulis yang biasanya
disebut konvensi. Hukum peradilan, yang dibuat dari lembaga
peradilan. Misalnya, putusan pengadilan dan penetapan
pengadilan.

Berdasarkan sifatnya Hukum berdasarkan sifatnya atau


kekuatan berlaku, yaitu: Hukum mengatur atau volunter
adalah hukum yang mengatur hubungan antarvididu dan
berlaku di mana yang bersangkutan tidak menggunakan
alternatif lain. Seperti, pewarisan dilakukan berdasarkan
undang-undang karena tidak ada surat wasiat. Hukum
memaksa atau kompulser merupakan hukum yang tidak dapat
dikesampingkan.
Berdasarkan tugas dan fungsinya Hukum berdasarkan
tugas dan fungsinya dibedakan menjadi dua, sebagai
berikut: Hukum materiil yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara anggota masyarakat yang berisi
perintah dan larangan. Contoh: KUH Pidana dan KUH
Perdata. Hukum formal adalah hukum yang mengatur
tentang tata cara melaksanakan dan mempertahankan
hukum materiil. Seperti: KUHAP, KUHA Perdata, dan
PTUN.

Berdasarkan ruang lingkup Hukum berdasarkan ruang


lingkup berlakunya hukum atau tempat terbagi
menjadi tiga, di antaranya: Hukum lokal yaitu hukum
yang hanya berlaku di suatu daerah tertentu. Hukum
nasional adalah hukum yang hanya berlaku di negara
tertentu. Hukum internasional yakni hukum yang
mengatur hubungan antara dua negara atau lebih.
Berdasarkan waktu Hukum berdasarkan waktu
berlakunya dibedakan menjadi: Hukum Ius
Constitutum yaitu hukum yang berlaku pada saat ini
atau hukum positif. Hukum Ius Constituendum adalah
hukum yang berlaku pada masa yang akan datang
(RUU). Hukum antarwaktu yaitu hukum yang mengatur
peristiwa yang menyangkut hukum yang berlaku pada
saat ini dan hukum yang berlaku pada masa yang lalu.
Baca juga: Subyek Hukum Internasional Berdasarkan
luas berlakunya Hukum berdasarkan luas berlakunya
dapat dibagi menjadi: Hukum umum adalah hukum
berlaku untuk semua orang dalam masyarakat dengan
tidak membedakan jenis kelamin, warga negara,
agama, suku, dan jabatan seseorang. Contoh, hukum
pidana. Hukum khusus yaitu hukum yang mengatur
hanya bagi golongan orang tertentu, seperti hukum
pidana militer. Berdasarkan subyek Hukum
berdasarkan subyek yang diaturnya terbagi menjadi:
Hukum satu golongan adalah hukum yang mengatur
dan berlaku hanya bagi satu golongan tertentu.
Hukum semua golongan yaitu hukum yang mengatur
dan berlaku bagi semua golongan warga negara.
Hukum antargolongan yakni hukum yang mengatur
dua orang atau lebih dengan tiap pihak tunduk pada
hukum yang berbeda. Baca juga: Sistem Hukum di
Indonesia Berdasarkan hubungan Hukum
berdasarkan hubungan yangdiaturnya terbagi
menjadi: Hukum obyektif adalah hukum yang
mengatur hubunghan antara dua orang atau lebih
yang berlaku umum. Hukum subyektif yaitu
kewenangan seseorang berdasarkan sesuatu yang
diatur oleh hukum obyektif, di sisi lain menimbulkan
hak dan di pihak lain menimbulkan kewajiban.
Berdasarkan sumbernya Hukum berdasarkan
sumbernya dibedakan menjadi sumber hukum
materiil, yaitu sumber atau tempat dari aman materi
hukum diambil. Contohnya: nilai agama, kesusilaan,
kehendak Tuhan, akal budi, jiwa bangsa, hubungan
sosial, hubungan kekuatan politik, dan keadaan
geografis. Sedangkan sumber hukum formill adalah
sumber atau tempat asal suatu pertauran memperoleh
kekuatan hukum. Sumber hukum formal seperi
undang-undang, kebiasaan, keputusan hakim, traktat,
doktrin. Dapatkan update berita pilihan dan breaking
news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di
Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya
klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian
join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu
di ponsel.

CONTOH PASAL DALAM KUHPERDATA


Ada beberapa contoh pasal dalam KUHPerdata, yakni sebagai berikut.
Pasal 570
“Hak milik adalah kepemilikan untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan
dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang,
ketertiban umum tanpa menggaggu hak orang lain.” 

Pasal 1320
“Persetujuan diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
Kecakapan dalam membuat ikatan; Suatu hal tertentu dengan sebab yang halal.”
 
Pasal 1338
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai sebuah undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.”
Pembahasan hukum perdata hingga kini tidak ada habisnya. Mulai
dari pengertian hukum perdata dan contoh pasalnya sangat berguna menambah
wawasan hukum. Terlebih lagi KUHPerdata beserta sumber hukum lainnya
menjadi acuan lembaga peradilan dalam penyelesaian perkara perdata. Semoga
ulasan diatas bermanfaat.

Pasal 1320 KUHPerdata


Dalam penjelasan Pasal 1230 KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata) dapat ditemukan syarat sah nya sebuah perjanjian secara umum
yang dapat diketahui sebagai berikut:
Empat syarat sah nya suatu perjanjian meliputi:
1. Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak
2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang
Empat persyaratan yuridis sah suatu kontrak perjanjian adalah sebagai
berikut:
 Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
1. Objek/Perihal tertentu
2. Kausa yang diperbolehkan/dihalalkan/dilegalkan
 Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata
1. Adanya kesepakatan dan kehendak
2. Wewenang berbuat
 Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUHPerdata
1. Kontrak harus dilakukan dengan Itikad baik
2. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
3. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
4. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
 Syarat sah yang khusus
1. Syarat tertulis untuk kontrak tertentu
2. Syarat akta notaris untuk kontrak tertentu
3. Syarat akta pejabat selain notaris untuk kontrak tertentu
4. Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak tertentu 

Pasal 1266 KUH Perdata


Dalam Pasal 1266 KUH Perdata dapat dikutip sebagai berikut:
“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik,
andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian
persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada
Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai
tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal
tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas
permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi
kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.”

Pasal 1267 KUH Perdata


Dalam Pasal 1267 KUH Perdata dapat dikutip sebagai berikut:
“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih;
memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu
masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan,
dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
Pengesampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 adalah supaya dalam
hal terjadinya wanprestasi atau tidak terpenuhinya isi perjanjian
oleh salah satu pihak, maka:
1. Pembatalan suatu perjanjian tidak perlu melalui proses
permohonan batal ke pengadilan melainkan dapat berdasarkan
kesepakatan para pihak itu sendiri (Pasal 1266).
2. Pihak yang tidak dipenuhi perikatannya dapat memaksa pihak
yang lain untuk memenuhi isi perjanjian atau menuntut
pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan dengan
membebankan penggantian biaya, kerugian dan bunga (Pasal
1267).
Apabila Anda ingin membuat suatu perjanjian, baiknya Anda
sudah memahami bagaimana syarat-syarat untuk melakukan
perjanjian hingga tidak terjadinya wanprestasi. 

Anda mungkin juga menyukai