Beberapa titik yang dijadikan objek untuk reklamasi namun pada paper ini akan
membahas reklamasi di Pantai Utara di Jakarta. Khusunya pulau F,G, I dan K
4. Mengapa terjadi
Terdapat dua kubu yaitu yang pro dan kontra. Pihak Pro berpikir mengenai lahan yang
ada di Jakarta sudah tidak mencukupi kebutuhan masyarakat atau warganya sehingga
diperlukan reklamasi untuk menambah kawasan permukiman. Kelompok ini berasal dari
perusahaan yang akan menanamkan modalnya pada daerah tersebut, sebagian masyarakat
yang memiliki pandangan yang sama serta pemerintah daerah yang saat ini menjabat.
Pemerintah daerah hanya menjalankan peraturan yang terlebih dahulu dikeluarkan masa
pemerintahan sebelumnya bahwa RTRW atau Peraturan Daerah mengenai RTRW telah
mencantumkan reklamasi pantai utara Jakarta sebagai proyek yang akan dilaksanakan
pemerintah. Para pengembang mega proyek Great Sea Wall berdalih bahwa menurut hasil
kajian para ahli lingkungan, reklamasi justru membawa dampak positif, baik terhadap
lingkungan, sosial, ekonomi maupun terhadap peningkatan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Perusahaan pengembang berpendapat bahwa pantai yang dibiarkan begitu saja dan hanya
diisi dengan kegiatan-kegiatan yang terbatas untuk para nelayan dan pengangkutan laut
lainnya justru akan mengalami degradasi lingkungan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
degradasi lingkungan akan menimbulkan ketidakteraturan, kemacetan, kerusakan bakau,
banjir lokal, keadaan sungai yang semakin parah dan kotor/jorok, pencemaran air laut dan
timbulnya penyakit dari perumahan kumuh yang semakin bertumbuh di sekitarnya.
tersebut terjadi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dahulu
bernama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) didukung oleh Wahana Lingkungan Hidup
(WALHI) dan beberapa lembaga lingkungan hidup lainnya melawan para perusahaan
pengembang. Pertarungan berlangsung dari tahun 2003 hingga tahun 2011.
Objek sengketa penyebab pertarungan hukum di pengadilan adalah Surat Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana
Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan tersebut dikeluarkan
oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup berdasarkan pada temuan Komisi Penilai AMDAL
(Analisis dampak lingkungan) yang dibentuk kementerian sejak tahun 1996 hingga tahun
2002. Komisi Penilai AMDAL menemukan bahaya dari adanya reklamasi pantai bagi
keberlangsungan ekosistem sekitar serta dampak bagi masyarakat sekitar khususnya para
nelayan. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut secara jelas melarang semua pihak
dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta sebagai pihak yang berwenang memberikan perizinan
proyek reklamasi pantai utara Jakarta untuk tidak memberikan izin bagi para pengembang
dalam meneruskan upaya reklamasi. Adanya keputusan menteri tersebut sempat membuat
proyek terhambat.
Perusahaan pengembang geram dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003. Mereka kemudian menggugat ke Pengadilan Tata
Usaha Negeri (PTUN) Jakarta. Pada tanggal 11 Februari 2004, PTUN mengeluarkan Putusan
Nomor: 75/G.TUN/2003/PTUN.JKT yang membatalkan Surat Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi
dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
Kekalahan pada tahap pertama mendorong Kementerian Lingkungan Hidup mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri (PT TUN) Jakarta. Pada tanggal 03 Februari
2005, PT TUN Jakarta mengeluarkan keputusan Nomor: 202/B/2004/PT.TUN.JKT, yang
menguatkan Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta Nomor:
75/G.TUN/2003/PTUN.JKT.
Kekalahan di tahap pertama dan tahap banding tidak membuat Kementerian Lingkungan
Hidup patah arang. Kementerian Lingkungan Hidup kemudian mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Mahkamah Agung pada tanggal 28 Juli 2009 mengabulkan kasasi dengan
mengeluarkan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 109 K/TUN/2006 yang membatalkan
Putusan PT TUN Jakarta Nomor:
Namun, perusahaan pengembang yang merasa telah mengeluarkan banyak rupiah untuk
proyek segera mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Hingga akhirnya
Mahkamah Agung memenangkan kubu perusahaan pengembang dengan dikeluarkannya
Keputusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011 pada tanggal 24
Maret 2011. Keputusan tersebut membalikan keadaan dengan membatalkan putusan kasasi
dan mengizinkan royek reklamasi Pantai Utara Jakarta untuk tetap dilanjutkan.
Dalam Amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011 dijelaskan bahwa
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan
Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta bertentangan dengan
Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Propinsi DKI
Jakarta. Mahkamah Agung menyatakan bahwa berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1995,
Menteri Negara Lingkungan Hidup tidak memiliki wewenang untuk membatalkan atau
menyatakan proyek reklamasi tidak boleh dilakukan. Hal tersebut dikarenakan fungsi Menteri
Negara Lingkungan Hidup hanyalah sebagai Anggota Tim Pengarah, yang bertugas
mengarahkan Badan Pengendali Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang diketuai oleh Gubernur
DKI Jakarta.
Lebih lanjut Mahkamah Agung menjelaskan bahwa dalam hal terdapat kelemahan
AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), maka yang berwenang menghentikan proyek
adalah Presiden RI melalui Peraturan Presiden bukan melalui Keputusan Menteri. Hal
tersebut dikarenakan proyek tersebut didasarkan pada dasar hukum Keputusan Presiden yakni
Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yang secara tata urutan perundang-undangan
berada di atas Keputusan Menteri sebagaimana diatur dalam TAP MPR No. III/MPR/2000
tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011 yang diputuskan pada tahun
2011 menandakan sekaligus mengukuhkan bahwa Pasal 4 Keppres No. 52 Tahun 1995 tidak
bertentangan dengan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan
peraturan menteri yang berlaku pada tahun 2011. Dengan demikian kewenangan memberikan
izin reklamasi pantai utara Jakarta tetap pada Gubernur DKI Jakarta.
Pada tanggal 10 Maret 2008 ditengah proses jalannya persidangan anatara Kementerian
Lingkungan Hidup dan perusahaan pengembang; Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional. Pada Lampiran X Penetapan Kawasan Strategis Nasional Angka 20
tercantum bahwa DKI Jakarta termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN).
ketentuan-ketentuan seperti luas pulau, kapasitas penduduk pulau, alokasi pemanfaatan pulau
serta rancangan sistem air, listrik dan lainnya.
Dengan demikian sangat jelas bahwa dari segi hukum, Pemerintah DKI Jakarta memiliki
kewenangan perizinan reklamasi pantai utara Jakarta yang konstitusional berdasar Pasal 4
Keppres No. 52 Tahun 1995. Kewenangan perizinan dari Pemerintah DKI Jakarta dapat
dicabut melalui Peraturan Presiden sebagaimana tercantum pada amar putusan Mahkamah
Agung Nomor 12 PK/TUN/2011.
Walaupun izin berada di Tangan Gubernur DKI Jakarta, tidak serta merta Gubernur dapat
mengeluarkan SK (Surat Keputusan) perizinan pembuatan pulau reklamasi. Ada banyak
syarat administrasi yang harus dipenuhi perusahaan pengembang diantaranya adalah AMDAL
(Analisis Dampak Lingkungan) sebagaimana terdapat pada beberapa peraturan perundangundangan
Teranyar, sejak pertama kali dilantik 19 November 2014, Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaya Purnama atau Ahok telah menerbitkan sebanyak 4 (empat) izin pelaksanaan
reklamasi, masing-masing:
a. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian
Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada Pt Muara Wisesa Samudra terbit pada
tanggal 23 Desember 2014;
b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian
Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo, terbit pada
tanggal 22 Oktober 2015;
c. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian
Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci, terbit pada
tanggal 22 Oktober 2015;
d. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian
Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K Kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk,
terbit pada tanggal 17 November 2015.
Keputusan ini kemudian dianggap syarat akan kekeliruan dan praktik korupsi. Pada saat
penerbitan surat Keputusan tersebut telah terbit UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diubah dengan UU Nomor 1 Tahun
2014 mensyaratkan adanya Penetapan Zonasi Wlayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
belum ditetapkan oleh pemerintah daerah. Penetapan zonasi ini kemudian menjadi salah satu
polemik karena ditemukan adanya kasus suap untuk melancarkan proses peraturan terkait
zonasi tersebut. Hingga izin pelaksanaan dikeluarkan penetapan zonasi belum disahkan oleh
DPRD
Selain itu yang janggal dari pemberian izin pelaksanaan Reklamasi Pulau F,I dan K
dengan Pulau G adalah memiliki dasar hukum yang berbeda serta keduanya tidak
mempertimbangkan adanya UU No 7 Tahun 2007 yang sudah berlaku pada saat itu sehingga
sudah tidak relevan untuk digunakan.
Berikut rincian mulai diterbitkannya UU No 27 Tahun 2007 :
1) 26 April 2007
Disahkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 6 ayat (5) UU No.
26 Tahun 2007 menyatakan Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur
dengan undang-undang tersendiri.
2) 17 Juli 2007
Disahkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil seperti telah diubah dalam UU No. 1 Tahun 2014.
3) 10 Maret 2008
Diterbirkan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
yang di dalamnya mengatur dan menetapkan Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur
termasuk Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) ke dalam
Kawasan Strategis Nasional.
4) 12 Agustus 2008
Disahkan Perpres No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JabodetabekPunjur dan di Pasal 72 menyatakan:
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
a) Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang
Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur;
b) Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan
Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri;
c) Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara
Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang; dan
d) Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk
Naga Tangerang, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang,
dinyatakan tidak berlaku.
5) 24 Maret 2011
Keluar Putusan Peninjauan Kembali No.12 PK/TUN/2011 tentang Ketidaklayakan
Surat Keputusan Menteri No.14 tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana
Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta (Kepmen LH No. 14 Tahun
2003). Dengan demikian, Kepmen LH tersebut secara hukum tidak berlaku lagi.
6) 12 Januari 2012
Disahkan Perda DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
2030 yang kemudian mengubah pengaturan pulau-pulau reklamasi yang sebelumnya
diatur dalam Perda No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
7) 21 September 2012
Terbit empat surat persetujuan prinsip reklamasi oleh Gubernur Fauzi Bowo, masingmasing:
a) Surat Gubernur No. 1290/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi
Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo;
b) Surat Gubernur No. 1291/-1.794.2 tetang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau
G atas nama PT Muara Wisesa Samudra;
c) Surat Gubernur No. 1292/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi
Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci;
d) Surat Gubernur No. 1295/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi
Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.
8) 19 September 2012
Terbit Pergub DKI Jakarta No.121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan
Reklamasi Pantura Jakarta.
9) 10 Juni 2014
Terbit empat surat perpanjangan persetujuan prinsip reklamasi yang ditandatangani
oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok yang sempat
menjabat Plt. Gubernur dari 1 Juni 2014 hingga 23 Juli 2014, masing-masing:
a) Surat Gubernur No. 544/-1.794.2 tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip
Reklamasi Pulau F Kepada PT. Jakarta Propertindo;
b) Surat Gubernur No. 541/-1.794.2 tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip
Reklamasi Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci;
c) Surat Gubernur Nomor 540/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi
Pulau K kepada PT PEMBANGUNAN.
d) PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta
No. 542/-1.794.2 tentang Perpanjangan Izin Prinsip Reklamasi Pulau G yang
diterbitkan oleh Basuki Tjahaya Purnama;
10) 3 Juli 2013
Terbit Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Republik
Indonesia
Pemprov DKI Jakarta mengajukan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta. Menandai bahwa Raperda tersebut merupakan usulan insiatif
Pemerintah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
13) 15 September 2015
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengajukan gugatan terhadap Izin Pelaksanaan
Reklamasi Pulau G.
14) 22 Oktober 2015
Gubernur Ahok menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F dan Pulau I.
15) 17 November 2015
Gubernur Ahok menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K.
16) 21 Januari 2016
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta kembali mengajukan gugatan terhadap 3 Izin
Pelaksanaan Reklamasi Pulau F, I dan K.
17) 25 Februari 2016
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi penolakan terhadap Ranperda
Zonasi Pesisir yang akan disahkan oleh Rapat Paripurna DPRD Jakarta. Namun
tertunda karena tidak mencapai kuorum.
18) 1 Maret 2016
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi penolakan terhadap Ranperda
Zonasi Pesisir yang akan disahkan oleh Rapat Paripurna DPRD Jakarta. Namun
tertunda karena tidak mencapai kuorum.
19) 17 Maret 2016
Rapat paripurna pengesahan Ranperda Zonasi Pesisir kembali ditunda karena tidak
mencapai kuorum.
20) 31 Maret 2016
Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK terhadap M.Sanusi (angoota DPRD DKI
Jakarta) disusul penetapan tersangka terhadap Presiden Direktur Agung Podomoro
Land selaku holding grup PT.Muara Wisesa pemegang Izin Reklamasi Pulau G.
6. Kapan terjadi
Proses perizinan Reklamasi telah dimulai sejak diberlakukannya Keputusan Presiden
Nomor 5 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara di Jakarta yang prosesnya berlangsung
hingga sekarang
7. Kebijakan dan Regulasinya
1) Undang-Undang No 27 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2) Peraturan Presiden No 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.