Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KASUS AMDAL

(ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)


DAN REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA

Mata Kuliah :

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

DOSEN PEMBIMBING :

Priyadi, SKM., M.Kes

NIP. 197411152000031004

Disusun oleh :

Sri Hartini

NIM. 21084

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2019/ 2020
KASUS AMDAL DI INDONESIA

Jangan Abai soal Amdal

Zulhamdi Yahmin

10 April 2018, 14:27 WIB

ILUSTRASI: Net.

"PASTI ada lah," kata seorang karyawan perusahaan kontraktor di sebuah

proyek pembangunan bilangan Jakarta, ketika ditanya soal Analisis Masalah Dampak

Lingkungan (Amdal). Dian, (bukan nama sebenarnya), 25 tahun, bilang kalau kajian ini

diperlukan untuk masalah limbah.

"Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan material bangunan," kata Dian.

B3 adalah zat atau bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan

pada umumnya. Maka itu, sifatnya dikatagorikan sebagai limbah, dan butuh penanganan

khusus.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan

Limbah B3, komponen tersebut di antaranya dinilai mudah meledak, bersifat iritasi, dan

korosif. Bahan-bahan inilah yang tidak bisa dibuang sembarangan, maka di situ

pentingnya kajian Amdal.

"Buang limbahnya koordinasi sama orang lingkungan hidup setempat,"

tambahnya.

Pihak kontraktor, kata dia, juga menyiapkan proposal terkait apa saja limbah

yang dibuang, seperti oli bekas, thiner, dan cat. Termasuk juga, volume dari B3 tersebut

dalam sepekan.
"Tujuannya, untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan sekitar," ujar

Dian.

Nah, ini yang jadi masalah baru-baru ini. Patahnya pipa Pertamina di Teluk

Balikpapan, Kalimantan Timur, menyebabkan tumpahan oli menggenang di perairan

tersebut.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai, musibah ini menjadi ancaman

serius. Bukan cuma buat manusia, tapi juga sejumlah fauna dan flora laut. Termasuk,

mamalia di sana. Apakah ini murni sebagai musibah atau memang masalah kajian

Amdal?

Amdal ini kan terkait teknis dan non teknis. Jadi, patahnya pipa di sana memang

tak terlepas dari kajian dampak lingkungannya. Begitu kata Aktivis lingkungan hidup,

Berry Nahdian Furqon.

Bisa saja, ada penyimpangan pada hasil kajian Amdal. Misal, harusnya pakai

pipa dengan kriteria standar tertentu, namun yang dipasang tidak lah sesuai. Karena,

dalam Amdal itu kan tentu memeritungkan usia pipa, kondisi arus air di sana, dan

lainnya.
"Tapi, bisa juga kajian Amdalnya yang dipertanyakan," ujarnya. Artinya,

dokumen Amdal yang ada terkait pemasangan pipa Pertamina itu, malah tak tepat.

Bicara soal Amdal, bukan cuma bencana di Balikpapan saja. Masalah yang paling klasik

adalah pengelolaan limbah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang Bekasi.

Banyak masyarakat di kawasan tersebut yang terjangkiti penyakit seperti ISPA, Infeksi

kulit, dan lainnya.

Semua dikarenakan menumpuknya beban sampah di TPA ini. Tercatat, limbah

domestik rumah tangga sebesar 2,915 miliar ton per tahun, lumpur dari septic tank

sebesar 60 ribu ton per tahun dan industri pengolahan mencapai 8,2 juta ton per tahun.

"Sudah tidak cocok lagi kalau pakai sistem sanitary landfill," kata Berry. Kalau

mengenai pengelolaan sampah, ini harus teringrasi. Artinya, dari hulu ke hilirnya.

Jadi,bagaimana sampah itu dikelola dulu sebelum dibuang."Sekarang kan sedang

digaungkan itu soal zero waste," tambah dia.

Kajian Amdal yang digaungkan sempat bermasalah adalah reklamasi teluk

Jakarta. Pada Agustus 2017, Ketua Pengembangan Hukum dan Pengembangan Nelayan

KNTI, Marthin Hadiwinata, pernah mengkritisi dokumen Amdal Pulau C dan D. "Tidak

berdasarkan kepada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang

(RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta," ujarnya ketika itu.


Bukan soal pencemaran saja, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pernah

mengatakan bahwa ada 10 titik proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta tidak

memiliki Amdal lalu lintas.

Makanya, wajar kalau terjadi penumpukan kendaraan alias macet panjang tak

bisa dihindari. "Hal ini menimbulkan kerepotan," kata Anies pada November 2017 lalu.

Solusi dari Pemprov DKI Jakarta sendiri, pada Maret 2018 kemarin membuat aturan

ganji-genap untuk kendaraan yang melintasi TOL Cikampek, Bekasi.

Bahkan, baru-baru ini, aturan tersebut rencananya diterapkan di Tol Jagorawi pada Mei

mendatang. Efektif kah? Kalau di Cikampek sih bisa dibilang sukses. Macet berkurang.

(http://m.rilis.id/jangan-abai-soal-amdal)
KASUS REKLAMASI PANTAI

Proyek Reklamasi Gurindam 12 yang Menjerat Gubernur Kepri

Megaproyek reklamasi Gurindam 12 yang menelan dana ratusan miliar disebut akan

menjadi destinasi wisata baru di Tanjungpinang.

Kamis, 11 Juli 2019 | 11:42 WIB

Hari Widowati

Proyek Gurindam 12

LAHAN SELUAS 15 HEKTARE DI TEPI PANTAI DIREKLAMASI UNTUK MEGAPROYEK

REKLAMASI GURINDAM 12 DI TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU. ANTARA

FOTO/NIKOLAS PANAMA

Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun ditangkap oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama lima orang lainnya, Rabu (10/7). Penangkapan

tersebut terkait dugaan akan terjadinya transaksi terkait izin lokasi rencana reklamasi di

Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Dalam operasi itu, KPK mengamankan barang bukti

berupa uang senilai Sin$ 6.000.

Proyek reklamasi yang dimaksud dalam kasus ini diduga adalah Megaproyek

Gurindam 12 di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Proyek ini semula tidak masuk dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2020 di bawah

kepemimpinan HM Sani, Gubernur Kepri waktu itu.

Ketika Nurdin menjabat, proyek ini masuk dalam program Pemerintah Provinsi

Kepri untuk periode 2018-2020. Total dana yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai

Rp 886 miliar dan pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Jika dirinci, anggaran yang dikucurkan untuk proyek reklamasi ini

dikucurkan sebesar Rp 487,9 miliar pada 2018, Rp 179 miliar pada 2019, dan Rp 220

miliar pada 2020.

Beberapa fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri sempat

menolak lantaran proyek tersebut berpotensi membuat defisit APBD membengkak

hingga Rp 500 miliar. Setelah Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah

Daerah meneliti dan memangkas anggaran di berbagai dinas, defisit dalam APBD

Perubahan 2018 bisa ditekan menjadi Rp 10 miliar.

Proyek dimulai dengan mereklamasi pantai sepanjang 200 meter di depan

Gedung Daerah lalu dilanjutkan hingga Tugu Pensil dan kawasan Teluk Keriting.

Selanjutnya, pekerjaan diteruskan dengan reklamasi ke arah Lantamal IV hingga

kawasan di sekitar Jembatan 1 Dompak dan pusat pemerintahan Provinsi Kepri di Pulau

Dompak.

Menurut Pemprov Kepri, dengan Proyek Gurindam 12 ini akan dibangun jalan

sepanjang 43 km dari Pulau Marina hingga Tepilaut dan Dompak. Proyek ini

diharapkan menjadi destinasi wisata baru di Tanjungpinang dan mengurangi kemacetan

di kawasan tersebut. Peresmian dimulainya proyek Gurindam 12 ini dilakukan pada

akhir 2018. Gubernur Nurdin mengundang Jaksa Agung HM Prasetyo untuk menekan

tombol sirine tanda dimulainya proyek tersebut.


Seperti dilansir Antara, lahan yang direklamasi untuk proyek Gurindam 12 ini

seluas 15 hektare. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Penataan Kawasan Pesisir

Gurindam 12 Tanjungpinang, Rodi Yantari, mengatakan lahan tersebut digunakan untuk

pembangunan jalan lingkar, kawasan peristirahatan dan bermain, lokasi perdagangan,

serta pembangunan gedung MTQ.

Kontraktor pemenang tender proyek ini, PT Guna Karya Nusantara, sudah

mendapatkan izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). "Kami sudah

berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kepri, Dinas Kelautan dan Perikanan,

dan dinas terkait lainnya," kata Rodi seperti dikutip Antara.

Lahan yang telah direklamasi adalah kawasan Tepi Laut hingga Teluk Keriting.

Rodi menyebut, kontraktor telah mendapat surat rekomendasi dari Lantamal

IV/Tanjungpinang untuk melakukan reklamasi di kawasan tersebut. Proyek ini juga

diawasi oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kepri serta

instansi terkait lainnya.

Kontroversi Proyek Reklamasi

Proyek Gurindam 12 sebagaimana proyek reklamasi lainnya, tidak lepas dari

kontroversi. Para nelayan tradisional di Teluk Keriting mengeluh hasil tangkapannya

berkurang akibat pengerjaan proyek yang tidak mempertimbangkan lingkungan sekitar.

Protes ini disampaikan kepada Wali Kota Tanjungpinang Syahrul dalam pertemuan 21

Januari lalu.

"Sejak ada pembangunan ini, kami susah menyondong udang," kata Uci Rusli

seperti dikutip Batamnews.co.id. Sebelum ada pembangunan proyek Gurindam 12,


nelayan bisa mendapatkan 3 kg udang setiap hari. Namun setelah proyek itu berjalan,

hasil tangkapannya tidak sampai 0,5 kg per hari.

Wakil Wali Kota Tanjungpinang Rahma mengatakan, proyek Gurindam 12

merupakan proyek yang akan berdampak pada perekonomian rakyat dalam jangka

panjang. Setelah proyek tersebut selesai, masyarakat sekitar bisa membuka usaha atau

berjualan di kawasan wisata baru itu.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia

(KNTI) Bintan, Buyung Adli, mengatakan dampak paling signifikan dari proyek

Gurindam 12 adalah hilangnya ruang tangkap dan berkurangnya hasil tangkapan

nelayan. Selain itu, Pemprov Kepri juga dinilai tidak mengkaji pemanfaatan ruang laut

dan dampak lingkungan dari proyek tersebut secara berkelanjutan.

Rekam Jejak Kontraktor Dipermasalahkan

PT Guna Karya Nusantara yang menjadi pemenang tender pembangunan proyek

Gurindam 12 juga disebut sebagai perusahaan yang bermasalah. Perusahaan pernah

mendapatkan proyek pembangunan Asrama Haji di Provinsi Jambi senilai Rp 57,6

miliar.

Pada saat kontrak berakhir 31 Maret 2017, Guna Karya mengajukan

perpanjangan kontrak selama 60 hari karena pembangunan proyek tersebut belum

selesai. Perpanjangan kontrak ini ditolak oleh Kanwil Kementerian Agama Pemprov

Jambi sehingga proyek mangkrak. Guna Karya akhirnya masuk ke dalam daftar hitam

(blacklist) dan dikenai denda sebesar Rp 50 juta per hari sejak 31 Maret hingga 30

September 2017.
Kontraktor ini juga disebut pernah bermasalah ketika menggarap proyek Masjid

Agung Kabupaten Bandung Barat pada 2014. Seperti dilansir Kompas.com,

pembangunan masjid dengan anggaran Rp 17,5 miliar itu juga sempat terhenti hampir

satu tahun.

"Memang mereka pernah masuk blacklist tapi tahun berapa tepatnya kita juga

tidak tahu," kata Kepala Biro Pelayanan Pengadaan Provinsi Kepri, Misbardi, Rabu

(10/10/2018), seperti dikutip hariankepri.com. Jika masa berlaku blacklist tersebut habis,

kontraktor boleh mengikuti lelang kembali.

(https://katadata.co.id/berita/2019/07/11/proyek-reklamasi-gurindam-12-yang-menjerat-

gubernur-kepri)

Anda mungkin juga menyukai