Anda di halaman 1dari 2

Memahami Perkembangan Terbaru IUPK

Pasca-Putusan MK 91/2020
Kemudahan berusaha yang tercerminkan dengan adanya OSS berbasis risiko
sebagaimana diatur dalam UU Ciptaker mengalami kendala setelah adanya Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengalami dinamika signifikan sejak


kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang
mengubah pendekatan perizinan dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko
(risk based).

Salah satu layanan perizinan yang terintegrasi dalam OSS Berbasis Risiko adalah IUPK
dan perpanjanganya serta IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dan
perpanjanganya.

Kemudian, perkembangan terbaru pelaksanaan IUPK adalah adanya Putusan MK


Nomor 64/PUU-XVIII/2020 yang menegaskan kembali pelaksanaan IUPK. Putusan MK
tersebut berdampak terhadap investor usaha pertambangan dan pelaku usaha, baik
swasta maupun asing, terutama bagi yang memerlukan perlindungan hukum
terutama bagi pemegang KK dan PKP2B.

Kemudahan berusaha yang tercerminkan dengan adanya OSS berbasis risiko


sebagaimana diatur dalam UU Ciptaker juga mengalami kendala setelah adanya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil,
menyebabkan peraturan pelaksana yang mendukung pelaksanaan OSS Berbasis
Risiko ditangguhkan.

Atas kondisi tersebut, Hukumonline menyelenggarakan webinar dengan tema


Perkembangan Terbaru IUPK Pasca-Putusan MK 91/2020.

Baca Juga:

 Membedah Ambiguitas Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja


 Dinilai Cacat Formil, MK Putuskan Status Keberlakuan UU Cipta Kerja
 Akademisi Ini Sarankan Pemerintah Tidak Perlu Revisi UU Pembentukan
Peraturan

Webinar ini bertujuan untuk mensosialisasikan dampak perkembangan regulasi


tersebut terhadap semua pemangku kepentingan, sehingga manfaat berupa
kemudahan berusaha di bidang pertambangan dapat terlaksana dengan baik. Hadir
sebagai pemateri dalam webinar tersebut Partner Soemadipradja and Taher
Advocates, Ardian Deny Sidharta.

Anda mungkin juga menyukai