Anda di halaman 1dari 4

Kasus Runtuhnya Jembatan Kukar

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan
merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Panjang jembatan secara keseluruhan
mencapai 710 meter, dengan bentang bebas, atau area yang tergantung tanpa penyangga,
mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong
dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota Samarinda. Dan Pada tanggal
26 November 2011 pukul 16.20 waktu setempat, Jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan
roboh. Puluhan kendaraan yang berada di atas jalan jembatan tercebur ke Sungai Mahakam.
18 orang tewas dan puluhan luka-luka akibat peristiwa ini.

Gambar: Jembatan Kukar yang runtuh


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:The_pillar_after_collapsed.jpg

1) Studi kelayakan
Dari kasus ini, menurut penelitian hingga saat ini,proyek pembangunan jembatan ini telah
mendapat ijin atau telah dilakukan studi kelayakan sebelum pembangunan jembatan ini,
sehingga bisa dipastikan kesalahannya bukan pada masa studi kelayakannya.
2) Perencanaan
Ketua Tim Investigasi dari kementrian Pekerjaan Umum (PU), Iswandi Imran, menjelaskan
ketidaksempurnaan sudah mulai ada sejak tahun 1995, dimana jembatan direncanakan.
Bentuk jembatan didesain tidak streamline, artinya banyak perubahan geometri yang
mendadak untuk setiap sambungan. Dalam bentuk seperti itu berarti terdapat banyak patahan
pada jembatan.
3) Konstruksi/pelaksanaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Investigasi dari PU kesalahan atau
ketidaksempurnaan lain terdapat pada pemilihan konstruksi. Konstruksi besi cor jembatan
menggunakan Ductile Cast Iron FCD 60, Padahal Idealnya menggunakan baja cor. Akibatnya
Materialnya sangat getas. Bisa pecah seketika (patah getas) dan tidak memperlihatkan gejala
atau tanda akan pecah. Berbeda halnya jika menggunakan baja. Sebab baja akan mengalami
proses ulur sehingga terlihat gejala pecahnya. Pelaksanaan jembatan ini dilakukan oleh PT
Hutama Karya
4) Pemakaian / Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakuka oleh PT Bukaka. Dalam hal ini terdapat juga kesalahan dalam
pemeliharaan menurut Tim peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
dimana disaat chamber jembatan turun pihak PT Bukaka memutuskan menaikkannya.
Namun, tim pemeliharaan tidak mengerjakan secara cermat yakni chambernya langsung
diangkat sementara belum diketahui penyebab turunnya chamber jembatan tersebut.
Ditambah lagi pengangkatan hanya dilakukan pada satu per satu titik hanger (penggantung
kabel penyangga) secara bergantian, padahal beban jembatan sangat besar. Pengangkatan
chamber harusnya dilakukan dengan mengangkat hanger bersama-sama. Dengan satu hanger
diangkat itu, kemudian dikencangkan, akhirnya semua tumpuan beban tertumpu di hanger
yang diangkat. Adanya pemusatan beban pada bagian tengah jembatan, serta adanya titik
lemah di sambungan, menyebabkan terjadi konsentrasi tegangan yang melampaui kekuatan
hanger, sehingga putus.
5) Ganti Rugi
Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UU No.18 Tahun 1999) lahir
pada saat sedang dilakukannya pembangunan Jembatan Kutai Kartanegara, sehingga terkait
konstruksi jembatan, maka PT Hutama Karya sebagai penyedia jasa konstruksi terikat dengan
ketentuan UU No. 18 Tahun 1999. Berdasarkan Pasal 25 UU No. 18 Tahun 1999, pengguna
dan penyedia jasa konstruksi wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Bagi
penyedia jasa konstruksi Pasal 25 ayat (2) UU No. 18 Tahun 1999 membatasi tanggung jawab
hanya untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun. Dengan demikian, jangka waktu
pertanggungjawaban telah terlewati oleh PT Hutama Karya sebagai penyedia jasa, sehingga
yang tertinggal hanyalah tanggung jawab pengguna jasa konstruksi. Berdasarkan Pasal 14
ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, masalah perencanaan dan
pengendalian pembangunan menjadi urusan wajib pemerintah kabupaten/kota. Jembatan
Kutai Kartanegara berada dalam wilayah Kabupaten Kukar, oleh sebab itu pengendalian
terhadap jembatan ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Kukar. Apabila
dihubungkan dengan UU No. 18 Tahun 1999, Pemerintah Kabupaten Kukar merupakan
pengguna jasa konstruksi dari Jembatan Kutai Kartanegara. Selain itu, Pemerintah Kabupaten
Kukar sebagai bagian dari organisasi pemerintahan menurut Alinea IV Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berperan sebagai organ yang menjalankan tujuan
Negara sehingga memiliki tanggung jawab untuk melindungi seluruh bangsa Indonesia.
Dalam hal ini sudah sewajarnya Pemerintah kabupaten Kukar ikut bertanggung jawab apabila
gagal melindungi warga negaranya seperti yang terjadi pada peristiwa runtuhnya Jembatan
Kutai Kartanegara ini. Masyarakat yang menjadi korban pada dasarnya dapat mengajukan
gugatan ganti rugi dan prosedur gugatan telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No.
29 Tahun 2000). Saat ini Polres Kukar sedang melakukan penyidikan terkait adanya kelalaian
dalam proses perbaikan/perawatan hingga jembatan runtuh. Untuk tindak pidana umum ini
dapat dikenakan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian membuat orang luka dan
meninggal dunia. Penyidikan juga sedang dilakukan oleh Polda Kaltim terkait dugaan adanya
penyimpangan anggaran dalam proses pembangunan hingga mutunya di bawah standar.
Penyimpangan anggaran ini termasuk dalam tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan
pasal-pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Runtuhnya jembatan terjadi ketika sedang dilakukan perawatan oleh
PT Bukaka Teknik Utama. Tanggung jawab PT Bukaka Teknik Utama tergantung kontrak
dengan Pemerintah Kabupaten Kukar dan hasil investigasi dari tim ahli jasa konstruksi.
Namun, Polri telah memanggil beberapa pihak dari PT Bukaka Teknik Utama, bahkan
Direktur PT Bukaka Teknik Utama sampai dipanggil paksa untuk dapat hadir sebagai saksi.

Analisis

Etika seharusnya digunakan dalam hal apapun termasuk daloam pembuatan fasilitas
umum contohnya saja jembatan kukar tersebut. Dalam membuat sesuatu hendaknya
dipikirkan secara baik dalam design maupun bahan dasar yang digunakan dalam
pembuatannya.
Dalam kasus ini terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer untuk catur
karsa atau prinsip prinsip dasar pelanggaran yang terjadi adalah :
1. Mengutamakan keluhuran budi.
Para engineer yang bekerja pada proyek ini tidak mengutamakan keluhuran budi hal
tersebut dapat dilihat dari pemilihan kontruksi yang digunakan
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia.
Para engineer yang bekerja melanggar prinsip ini karena tidak menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya. Penegetahuan dan kemempuan engineer tidak
digunakan dalam dua keadaan, keadaan pertama yaitu saat pembangunan bahan
kontruksi yang dipakai tidak sesuai dan yang kedua pada saat chamber jembatan
turun PT yang bersangkutan langusng mengambul keputusan tanpa menganalisinya
terlebih dahulu

Sedangkan untuk Sapta dharma atau tujuh tuntunan sikap yaitu

Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan


Masyarakat.

Sudah jelas bahwa engineer sebagai yang merancang jembatan tersebut mengesampingkan
etika seorang engineer dengan tidak menggunakan bahan yang seharusnya sehinga
membahayakan masyarakat. Dalam kasus ini juga diduga adanya penyimpangan anggaran
dana yang termasuk dalam korupsi. Hal ini juga merupakan penyinmpangan kode etik karena
uang hasi dari korupsi tentu saja dipakai untuk kepentingan pribadi sehinga itu menyimpang
dari kodde etik yang seharusnya mementingkan kepentingan masyarakat daripada pribadi.
Dalam menjalakan sesuatu seorang pekerja diharuskan bersikap professional serta jujur.
Dengan adanya korupsi tersebut maka dapat diketahui bahwa pekerja yang ada tidak jujur
dan artinya kurang mempunyai etika dalam bekerja.
Sebagai seorang engineer kita seharusnya menerapkan kode etik sebangai engineer dan
tetap menjalankan norma-norma yang berlaku. Selain itu kita harus bersikap professional
dalam bekerja dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat (bersama) daripada
kepentingan pribadi.

Oleh : Shafira Dzurul Amalia


NIM. 1431410104
3C/20

Anda mungkin juga menyukai