Dosen Pembimbing:
JURUSAN ARSITEKTUR
YOGYAKARTA
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2
ABSTRAKSI ........................................................................................................................... 4
BAB I ........................................................................................................................................ 5
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................... 11
2
BAB III ................................................................................................................................... 24
BAB VI ................................................................................................................................... 27
BAB V .................................................................................................................................... 45
3
STUDI PENERAPAN GREEN BUILDING BERDASARKAN KRITERIA
PENCAHAYAAN ALAMI
Saeful Rahman1)
1)
Jurusan Arsitektur,Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia
Surel : 1)saefulrahmaan@gmail.com
ABSTRAK
Green Building merupakan suatu konsep bangunan ramah lingkungan yang sudah
menjadi perhatian khususnya di negara beriklim tropis. Indonesia merupakan negara dengan
iklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. Maka pada tahun 2009, sebuah lembaga
GBCI (Green Building Council Indonesia) dibentuk untuk memberikan pratik-praktik
bangunan ramah lingkungan kepada masyarakat.Perangkat penilaian yang dipakai sebagai
instrument penelitian ini adalah Greenship New Building v1.2,khususnya kategori Efisiensi dan
Konservasi Energi dengan kriteria Pencahayaan Alami.Penelitian ini dilakukan agar
mengatahui kualitas pencahayaan alami dari sebuah bangunan.Pencahayaan alami sebagai
salah satu konsep green building, penggunaan kaca pada kedua bangunan sangat mendominasi
semua permukaan bangunan, maka diharapkan penerangan alami dapat menerangi ruangan
secara optimal. Oleh karenanya perlu dikaji seberapa besar iluminasi penerangan alami
diterapkan pada bangunan tersebut. Metode penelitian menggunakan metode survei untuk
mengukur iluminasi penerangan alami didalam ruangan dengan alat ukur digital lux meter.
4
BAB I
PENDAHULUAN
Problematika Energi
Saat ini krisis energi sedang mendapat perhatian khusus bagi negara-negara di dunia,
karena kebutuhan energi yang terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
populasi penduduk. Pemerintah Indonesia saat ini pun telah mengumumkan untuk memulai
gerakan nasional penghematan energi, baik dalam penghematan penggunaan bahan dan
penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah, BUMN, BUMD, dan
5
penerangan jalan. Salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan
Konsep Green building. Konsep Green building merupakan salah satu upaya penghematan
energi yang dapat diterapkan pada suatu gedung, karena bangunan ini akan lebih hemat energi,
dirancang, dibangun dan dioperasikan untuk meminimalkan dampak
lingkungan.Keberlanjutan menjadi sangat penting dalam dunia global arsitektur dimasa
sekarang. Tidak hanya berkaitan pada desain bangunan tetapi semua aspek merupakan
komponen yang penting, baik dari segi arsitektural, konstruksi maupun ekonomi.Gedung
kantor merupakan salah satu fungsi bangunan yang memiliki tingkat konsumsi energi yang
besar. Untuk menanggulangi dampak tersebut dapat dilakukan dengan penerapan konsep hijau
pada gedung kantor.
Dalam hal ini green building merupakan teknologi konstruksi yang selaras dengan
alam, berkelanjutan, ramah lingkungan, dan efisien dalam penggunaan sumber daya alam
(Anbarci et al. 2012). Dengan kata lain, green building merupakan salah satu komponen dan
solusi nyata dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Penerapan green building bukan
saja memberikan manfaat secara ekologis, tetapi juga bernilai ekonomis, karena dapat
menurunkan biaya operasional dan perawatan gedung (Indah 2013).
Green building harus dapat diposisikan dalam level yang dapat dimengerti atau diukur
oleh suatu acuan (standar) tertentu. Oleh sebab itu diperlukan suatu alat ukur untuk mengukur
tingkat kehijauan (green building) suatu bangunan atau kawasan. Di Indonesia sendiri sudah
ada standar greenship yang berada di bawah lembaga sertifikasi nasional Green Building
Council Indonesia (GBCI). Suatu angunan layak disebut green building jika sudah melalui
tahap sertifikasi dan dinyatakan lulus oleh lembaga GBCI tersebut.
6
Volume), Pencahayaan dengan mengunakan lampu LED ,Daur ulang limbah air ,dan
Penggunaan kaca dengan emisi rendah.Hanya saja Gedung ini belum memiliki sertifikat green
building khususnya dari Lembaga GBCI..Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penilaian
terhadap kedua Gedung tersebut berdasarkan kriteria green building dalam aspek GBCI dengan
kategori Pencahayaan Alami untuk mencapai peringkat tersetifikasi green building dalam
GBCI.
2. Memberikan perbandingan hasil Pencahayaan Alami pada Gedung Bank Indonesia Solo
dan Gedung Admisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Sebagai acuan bagi penelitian lanjutan terkait faktor penilaian kriteria green building
berdasarkan GBCI.
7
1.5 Batasan Penelitian
Agar penelitian ini tidak meluas,maka perlu dilakukan pembatasan lingkup penelitian berupa
batasan subtansial, areal, temporal.
1.5.1 Subtansial
Subtansi penelitian ini adalah untuk Studi Penerapan Green Building berdasarkan
kriteria Pencahayaan Alami
1.5.2 Areal
Areal sebagai studi penelitian ini adalah hanya Gedung Bank Indonesia Solo dan
Gedung Admisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
1.5.3 Temporal
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018.Dengan menggunakan aplikasi
lux-meter.
8
1.7 Keaslian Penelitian
Arga Giantara S,
9
1.8 Kerangka Berpikir
Permasalahan
Apakah Gedung Bank Indonesia Solo dan Gedung
Admisi UMY sudah mencapai kesesuaian dengan
tolak ukur Greenship untuk Bangunan Baru v1.2
GBCI dalam kriteria Pencahayaan Alami?
Rumusan Masalah
Seperti apakah hasil iluminasi Cahaya Alami pada
Gedung Bank Indonesia Solo dan Gedung Admisi
UMY?
Tujuan
Mengetahui kesesuaian Gedung Bank Indonesia
Solo dan Gedung Admisi UMY berdasarkan tolak
ukur GBCI dalam kriteria Pencahayaan Alami.
Metode Penelitian
Kesimpulan
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Lokasi Penelitian Gedung pertama yaitu Gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo
berada di Jl.Jend.Sudirman No.15, Kp.Baru, Ps.Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah
11
Gambar 2 Peta Gedung Admisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Green building adalah ruang untuk hidup dan kerja yang sehat dan nyaman sekaligus
merupakan bangunan yang hemat energi dari sudut perancangan, pembangunan, dan
penggunaan yang dampak terhadap lingkungannya sangat minim (www.indonesian.cri.cn,
Januari 2009).
Masyarakat memahami green building yang dijelaskan dalam Bulan Mutu Nasional dan
Hari Standar Dunia (2008), sebagai bangunan yang:
12
2. Melindungi kesehatan karyawan dan meningkatkan produktivitas kerja
Dengan konsep green building diharapkan bisa mengurangi penggunaan energi serta
dampak polusi sekaligus juga desain bangunan menjadi ramah lingkungan. Dalam Bulan Mutu
Nasional dan Hari Standar Dunia, 2008 dijelaskan bahwa dalam merancang dan mendesain
”Intelligent dan Green building” harus memperhatikan:
3. Konservasi energi
5. Penanganan limbah
Dalam mencapai tujuannya, GBC Indonesia bekerjasama dengan para pelaku di sektor
bangunan gedung, yang meliputi para profesional di bidang jasa konstruksi, kalangan industri
13
sektor bangunan dan properti, pemerintah melalui sektor BUMN, institusi pendidikan &
penelitian, asosiasi profesi, dan masyarakat peduli lingkungan.
1. Desain perencanaan ruang ramah lingkungan (tata lahan, pemilihan material, perencanaan
ruang yang sehat)
2. Aplikasi fungsi teknis bangunan ramah lingkungan (pemilihan AC, sistem plumbing)
4. Edukasi penggunaan bangunan ramah lingkungan (green training, kampanye budaya ramah
lingkungan)
Menurut Green Building Council Indonesia (GBCI), terdapat 6 kriteria yang dinilai dari
sebuah green building antara lain :
1. Tepat guna lahan (Approtiate Site Development/ASD). Kriteria ini dapat dilihat pada ciri-
ciri berikut ini :
− Lokasi bangunan yang cukup dekat dengan pelayanan publik dan transportasi seperti halte
atau stasiun
− Penyediaan parkir sepeda serta tempat ganti baju dan kamar mandi khusus pengguna sepeda
− Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang aman dan nyaman
14
− Pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi dengan menyediakan car pooling, bus
feeder, voucher kendaraan umum, dan diskriminasi tarif parkir − Pengurangan beban volume
limpasan air hujan dari luas lahan ke jaringan drainase kota
− Pemakaian peralatan yang hemat energi, seperti lampu dan alat eloktronik lainnya 13
− Indeks Konsumsi Energi lebih kecil daripada standar acuan (perkantoran 250 kwh/m2/thn,
mal 450 kwh/m2/thn, hotel/apartemen 350 kwh/m2/thn)
− Konsumsi air tanah (deep well) maksimum 10-20% dari konsumsi air secara keseluruhan
− Keran air di area publik menggunakan fitur auto stop / sensor − Terdapat sistem pencegahan
terjadinya kebocoran dan pemborosan air
− Seluruh sistem penyejuk udara dengan bahan refrigerant (freon) yang non-CFC dan non-
HCFC
− Memilah sampah organik dan anorganik − Mengolah sampah anorganik secara mandiri atau
bekerja sama dengan pihak lain
5. Kualitas udara dan kenyamanan (Indoor Air Health and Comfort/IHC), dapat
diterapkan melalui hal berikut ini:
15
− Pembersihan AC secara rutin
− Perancangan bukaan untuk memastikan adanya sirkulasi udara serta pencahayaan alami
meliputi ukuran bukaan, penataan ruang, warna serta tekstur permukaan material 14
− Untuk ruangan dengan kepadatan tinggi (seperti ruang rapat dan pasar swalayan) dilengkapi
dengan instalasi sensor gas karbon dioksida
− Adanya rencana operasi dan pemeliharaan yang mendukung sasaran pencapaian peringkat
Greenship, di antaranya sistem mekanik dan elektrik, kualitas air, pemeliharaan eksterior dan
interior, serta pembelian material dan pengelolaan sampah
2.3.2 Sistem Penilaian Green Building oleh Green Building Council Indonesia
Greenship merupakan sertifikasi yang diberikan oleh GBCI kepada bangunan yang
memenuhi kriteria penilaian green building di Indonesia. Tahap penilaian Greenship terdiri
dari :
1. Tahap Rekognisi Desain (Design Recogniton-DR), dengan maksimum nilai 77 poin. Tahap
ini dilalui selama gedung masih dalam tahap perencanaan.
2. Tahap Penilaian Akhir (Final Assesment-FA), dengan maksimum nilai 101 poin. Pada tahap
ini, proyek dinilai secara menyeluruh, baik dari aspek desain maupun konstruksi dan
merupakan tahap akhir yang menentukan kinerja gedung secara menyeluruh.
Penjabaran nilai pada setiap kategori sesuai tahapan dapat dilihat pada tabel berikut:
16
Tabel 2 Kriteria Penilaian Greenship
Setiap kategori terdapat beberapa kriteria yang memiliki jenis berbeda, yaitu (1) kriteria
prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus dipenuhi sebelum dilakukannya
penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria kredit dan kriteria bonus. Kriteria prasyarat
merepresentasikan standar minimum gedung ramah lingkungan. Kriteria prasyarat ini tidak
memiliki nilai seperti kriteria lainnya, (2) kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap
kategori dan tidak harus dipenuhi. Bila kriteria dipenuhi, gedung yang bersangkutan mendapat
nilai, dan berlaku juga sebaliknya, (3) kriteria bonus adalah kriteria yang memungkinkan
pemberian nilai tambah. Nilai bonus tidak 19 mempengaruhi nilai maksimum Greenship
sehingga gedung yang dapat memenuhi kriteria bonus dianggap memiliki prestasi tersendiri.
Sebelum melalui proses sertifikasi, proyek harus memenuhi kelayakan yang ditetapkan
oleh GBCI, di antaranya:
17
peringkat tertinggi dari Greenship. Berikut adalah tabel peringkat Greenship beserta minimum
skor penilaian:
Apabila ditinjau dari segi biaya, pembangunan green building di Indonesia saat ini lebih
mahal dari bangunan biasa. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat saat ini biaya
pembangunan green building tidak berbeda dengan bangunan biasa. Deputy of Organization
and Events GBCI menyebutkan, untuk membangun green building bersertifikasi platinum
lebih tinggi 10% dari gedung biasa, gold (6%), silver (3%), sedangkan bronze tidak ada
bedanya.
1) Manfaat lingkungan mencakup aktivitas pengendalian buangan limbah padat, cair yang
dihasilkan dari proses konstruksi yang bertujuan :
− Mereduksi limbah
2) Manfaat ekonomi mencakup penghematan energi dan air yang berdampak pada :
18
− Meningkatkan produktivitas penghuni
3) Manfaat sosial
Pencahayaan alami adalah pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda penerang alam
seperti matahari, bulan, dan bintang sebagai penerang ruang. Karena berasal dari alam, cahaya
alami bersifat tidak menentu, tergantung pada iklim, musim, dan cuaca. Diantara seluruh
sumber cahaya alami, matahari memiliki kuat sinar yang paling besar sehingga keberadaanya
sangat bermanfaat dalam penerangan dalam ruang. Cahaya matahari yang digunakan untuk
penerangan interior disebut dengan daylight.( Dora, P dan Nilasari, P, 2011)
Daylight memiliki fungsi yang sangat penting dalam karya arsitektur dan interior.
Distribusi cahaya alami yang baik dalam ruang berkaitan langsung dengan konfigurasi
arsitektural bangunan, orientasi bangunan, kedalaman, dan volume ruang. Oleh sebab itu
daylight harus disebarkan merata dalam ruangan.
19
bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan
tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :
a. Komponen langit (faktor langit-fl) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya
langit.
b. Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan yang berasal
dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.
c. Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam frd) yakni komponen pencahayaan yang
berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam 9 ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam
ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit
a. Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup
banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
b. Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang
mengganggu.
Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang
datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :
a. Terang Langit
b. Langit Perancangan
20
ditetapkan langit biru jernih tanpa awan, atau - langit seluruhnya tertutup awan abu- abu atau
putih (besarnya ditentukan 10.000 lux)
c. Faktor Langit
2. Keadaan langit adalah keadaan Langit Perancangan dengan distribusi terang yang merata di
mana-mana.
3. Semua jendela atau lubang cahaya diperhitungkan seolah-olah tidak ditutup dengan kaca.
Suatu titik pada suatu bidang tidak hanya menerima cahaya langsung dari langit tetapi juga
cahaya langit yang direfleksikan oleh permukaan di luar dan di dalam ruangan.
d. Titik ukur
Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada tinggi 0,75 meter di atas
lantai. Bidang datar tersebut disebut bidang kerja.
Sumber: SNI No 03-2396-2001 Tentang tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami
21
ditetapkan menurut fungsi dan ukuran ruangannya. Dalam perhitungan digunakan dua jenis
titik ukur:
1. titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antar kedua dinding samping, yang
berado pada jarak 1/3 d dari bidang lubang cahaya efektif,
2. titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,50 meter dari dinding samping yang juga
berada pada jarak 1/3 d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah ukuran kedalaman
ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya efektif hingga pada dinding seberangnya,
atau hingga pada "bidang" batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya itu.
Sumber: SNI No 03-2396-2001 Tentang tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami
Sumber: SNI No 03-2396-2001 Tentang tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami
22
3. Jarak “ d " pada dinding tidak sejajar
Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar, maka untuk d diambil jaralk ditengah
antara kedua dinding samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya.
4. Ketentuan jarak "1/3 .d" minimum Untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang
dari pada 6 meter, maka ketentuan jarak 1/3.d diganti dengan jarak minimum 2 meter.
e. Lubang Cahaya Efektif Bila suatu ruangan mendapatkan pencahayaan dari langit melalui
lubang-lubang cahaya di beberapa dinding, maka masingmasing dinding ini mempunyai
bidang lubang cahaya efektifnya sendirisendiri. Umumnya lubang cahaya efektif dapat
berbentuk dan berukuran lain daripada lubang cahaya itu sendiri.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
• Observasi
Teknik observasi atau studi lapangan yang digunakan adalah observasi partisipatif yaitu
teknik pengumpulan data dengan cara melibatkan penulis dalam kegitan subjek yang
diteliti untuk memaham kondisi lapangan, dalam kasus ini peneliti menjadi pengunjung
Gedung KPwBI Solo dan Gedung Admisi UMY.
• Dokumentasi
24
Pada penelitian ini untuk memperjelas penelitian secara deskriptif terhadap objek yang
akan diteliti maka menggunakan dokumentasi yang berupa pengambilan foto sederhana
untuk memperjelas tata letak sumber cahaya sebagai objek pengukuran dan penelitian.
- Green Building
- Sumber Pencahayaan Alami Hasil
- GBCI
- Pengukuran dengan Lux Meter
- SNI Pencahayaan
- Suasana pencahayaan
dalam ruang dan luar ruang
25
3.4 Variabel dan Data yang dicari
Ada beberapa variabel dan data yang akan dicari antara lain sebagai berikut :
- Ukuran Iluminasi
- Observasi
Green Building - Efesiensi - 30% luas lantai tersinari
- Dokumentasi
- Konservasi Energi minimal 300 lux
- Jendela - Observasi
Pencahayaan Pencahayaan Alami
- Dimensi - Dokumentasi
26
BAB IV
HASIL SURVEY DAN PEMBAHASAN
27
4.1.1 Hasil Pengukuran Iluminasi Pencahayaan Alami Gedung KPwBI Solo
1. Pengukuran Iluminasi Pada Hall Lantai 1
28
2. Pengukuran Iluminasi Pada Hall Lantai 2
29
3. Pengukuran Iluminasi Pada Hall Lantai 3
30
4.Pengukuran Iluminasi Pada Hall Lantai 4
31
5. Pengukuran Iluminasi Pada Hall Lantai 5
32
Berdasarkan denah titik ukur iluminasi pencahayaan alami dari lantai 1 s/d lantai 5 maka
perhitungan rata-rata iluminasi berdasarkan arah jendela kaca dari utara, timur, selatan dan
barat adalah sebagai berikut ;
Gambar 26 R.Rapat Kecil Lampu Padam Gambar 27 R.Rapat Kecil Lampu Hidup
Pada Ruang Rapat Lantai 2 pada saat lampu padam atau hanya menggunakan pencahayaan
alami dan dalam keadaan tirai kaca dibuka iluminasi cahaya sebesar 292 lux dan pada saat
lampu dihidupkan atau menggunakan bantuan pencahayaan buatan yaitu lampu fluorescent 36
watt merk Philipsdan dalam keadaan tirai kaca ditutup iluminasi cahaya menjadi 424.
7. Pengukuran Iluminasi Pada Kerja dan Ruang Rapat Besar Lantai 3
34
Gambar 28 Denah Titik Ukur R.Kerja dan R.Rapat Besar Lt 3
Pada Ruang Kerja dan Ruang Rapat Lantai 3 penerangan menggunakan bantuan pencahayaan
buatan lampu tersebut menggunakan lampu fluorescent 36 watt merk Philips.Iluminasi cahaya
alami pada R.Kerja Sebesar 424 lux pada dekat jendela dan pada saat menjauh dari jendela
berkurang menjadi 176 lux,oleh karena itu dibantu dengan pencahayaan buatan.Sedangkan
pada R.Rapat Besar yang hanya menggunakan pencahayaan alami ilumasi cahaya sebesar 320
lux pada bagian dekan jendela menjadi 576 lux,dan pada saat menggunakan pencahayaan
35
buatan dan keadaan tirai ditutup iluminasi cahaya menjadi 496 lux.
Kondisi gedung KPwBI yang didominasi oleh elemen kaca (curtain glass) sebagai
batas antara ruang ruang luar dan ruang dalam yang dimaksudkan untuk memanfaatkan cahaya
matahari sebagai sumber penerangan alami dalam banguna,kaca pada Gedung PwBI Solo ini
menggunakan kaca low-e .Pada kaca low-e permukaan kaca yang menghadap ke dalam
bangunan diaplikasikan lapisan penahan panas transparan yang dapat menghambat transmisi
panas kaca ke dalam bangunan tanpa mengurangi intensitas terang yang masuk kedalam
bangunan.Oleh karena itu Pada area hall dan selasar bangunan pencahayaan alami dapat
menerangi secara maksimal tanpa menggunakan pencahayaan buatan.
Berdasarkan tolak ukur Greenship untuk Gedung Baru v1.2 yang terkait dengan natural
lighting bahwa penggunaan cahaya alami minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk
bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal 300 lux.Apabila intensitas cahaya alami
kurang dari 300 lux maka dapa ditambahkan dengan lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan
buatan.
36
Tabel 6 Pembahasan Hasil Iluminasi Pencahayaan Alami Gedung KPwBI Solo
Berdasarkan amatan yang dilakukan, pukul 11-13.00 pada area hall jumlah iluminasi
cahaya alami cukup besar dan melebihi standar minimal yang dianjurkan akibatnya hal ini
menyebabkan sedikit efek silau,akan tetapi pada area hall dan selasar bangunan tidak
membutuhkan bantuan pencahayaan buatan pada siang hari.
Pada Ruang kerja saat menjauh dari posisi jendela iluminasi penerangan alami kurang
dari 300 lux,sehingga belum dapat memenuhi penerangan ruang untuk kerja.Akan tetapi pada
bagian dekat jendela intensitas cahaya alami sudah melebihi standar.Terjadi silau pada siang
hari oleh karena itu pada Ruang Kerja ini menggunakan tirai pada bagian jendela untuk
mengurangi efek silau tersebut dan menambahkan pencahayaan buatan agar standar
pencahayan ruang kerja terpenuhi.Sedangkan pada Ruang Rapat tanpa menggunakan lampu
besar iluminasi pencahayaan alami diatas 300 lux dan tidak menimbulkan efek silau pada
ruangan tersebut.
37
4.2 Hasil Survey Gedung Admisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
38
4.2.1 Hasil Pengukuran Iluminasi Pencahayaan Alami Gedung Admisi UMY
1.Pengukuran Iluminasi Pada Lantai 1
39
Gambar 38 R.Informasi Gambar 39 R.Administrasi
Berdasarkan denah titik ukur iluminasi cahaya alami pada area lantai 1 maka perhitungan rata-
rata iluminasi berdasar arah jendela kaca dari utara adalah seperti tabel dibawah ini:
40
2.Pengukuran Iluminasi Pada Lantai 2
41
Berdasarkan denah titik ukur iluminasi cahaya alami pada area lantai 2 maka perhitungan rata-
rata iluminasi berdasarkan arah jendela utara adalah seperti tabel dibawah ini:
42
43
Tabel 9 Pembahasan Hasil Iluminasi Pencahayaan Alami Gedung Admisi UMY
Berdasarkan hasil penelitian pada bangunan,pada pukul 10.00-11.30 pada area dan
ruangan yang menghadap ke utara atau ke arah fasad lebih banyak terkena sinar
matahari,karena penggunaan kaca tidak pada seluruh permukaan bangunan sehingga cahaya
matahari tidak dapat masuk dengan maksimal dari berbagai arah.Hal ini menyebabkan ruangan
lainnya membutuhkan pencahayaan buatan.
Pada Gedung Admisi UMY pada siang hari menggunakan lampu yang dinyalakan dan
dimatikan secara manual.Hal ini menjelaskan bahwa pada gedung ini kondisi tanpa lampu hasil
iluminasi cahaya alami pada ruangan kurang dari 300 lux sehingga belum dapat memenuhi
penerangan pada ruangan.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
• SUMBER LITERATUR
Heinz Frick, Ilmu Fisika Bangunan, Pengantar Pemahaman Cahaya, Kalor, Kelmbaban, Iklim,
Gempa Bumi, Bunyi Dan Kebakaran, Penerbit Kanisius, Jakarta, 2008
Yeang, Kenneth, Ecodesign, John Wiley and Sons, Great Britain, 2006.
46
• SUMBER INTERNET
www.gbcindonesia.org
http://e-journal.uajy.ac.id/6282/2/TS113027.pdf
https://jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/viewFile/90/87
• SUMBER PERATURAN
SNI No 03-2396-2001
47