Istilah vernakular berasal dari kata vernaculus di Bahasa Latin, yang berarti "domestik, asli, pribumi", dan
dari Verna,yang berarti "budak pribumi" atau "budak rumah-lahir". Dalam linguistik, vernakular mengacu
pada penggunakan bahasa tertentu pada suatu tempat, waktu, atau kelompok. Dalam arsitektur, vernakular
mengacu pada jenis arsitektur yang asli pada waktu atau tempat tertentu (tidak diimpor atau disalin dari
tempat lain). Arsitektur vernakular ini paling sering digunakan untuk bangunan tempat tinggal.
Arsitektur vernakular dipengaruhi oleh berbagai aspek berbeda, mulai dari perilaku manusia hingga kondisi
lingkungan, yang membuat bentuk bangunan menjadi berbeda-beda tergantung fungsinya.
Iklim
Salah satu pengaruh paling besar pada arsitektur vernakular adalah ikim dari daerah tempat bangunan tersebut
dibuat. Bangunan di iklim dingin biasanya lebih tertutup dengan jendela yang berukuran kecil atau sama
sekali tidak ada. Sebaliknya bangunan di iklim hangat cenderung dibangun dengan material yang ringan dan
ukuran ventilasi yang besar.
Budaya
Cara hidup dari penggunanya, serta bagaimana mereka menggunakan bangu nan, memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap bentuk bangunan. Banyaknya anggota keluarga, bagaimana mereka membagi ruangan
untuk tiap anggota keluarga, bagaimana makanan disiapkan dan dimakan, bagaimana mereka berinteraksi,
dan masih banyak pertimbangan budaya lainnya yang akan mempengaruhi tata letak dan ukuran tempat
tinggal.
Suasana lingkungan setempat dan bahan konstruksi bangunan dapat memberikan aspek tersendiri pada
arsitektur vernakular. Daerah dengan banyak pohon biasanya menggunakan kayu sebagai bahan bangunan,
sementara daerah tanpa kayu biasanya menggunakan lumpur atau batu sebagai material bangunan. Di negara
Timur biasanya mereka menggunakan bambu untuk membuat bangunan karena di sana bambu sangat
berlimpah dan serbaguna. Namun, harus diingat pula bahwa arsitektur vernakular sangat ramah lingkungan
dan tidak memakai bahan-bahan alami dari alam secara berlebihan
Kelompok etnis di Indonesia sering dikaitkan dengan bentuk khas mereka sendiri. Rumah-rumah adat merupakan
pusat aktifitas, hubungan sosial, hukum adat, tabu, mitos dan agama yang mengikat penduduk desa bersama-sama.
Arsitektur tradisional tempat aktivitas manusia yang berhubungan dengan bangunan atau wadah aktivitas dan
lingkungan yang diwarnai oleh budaya dan adat istiadat setempat. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai jenis
arsitektur tradisional yang berbeda. Rumah tradisional Indonesia tidak didesain oleh arsiktek. Orang desa membuat
rumahnya sendiri, atau desanya menyatukan sumber untuk membangun struktur dibawah bimbingan pemimpin
tukang kayu.
Arsitektur tradisional di Indonesia berasal dari dua sumber; dari tradisi Hindu besar dibawa ke Indonesia dari India
melalui Jawa dan arsitektur pribumi asli. Rumah-rumah tradisional/vernakular yang kebanyakan ditemukan di
daerah pedesaan dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti atap ilalang, bambu, anyaman bambu,
kayu kelapa, dan batu. Bangunan adalah penyesuain sepenuhnya selaras dengan lingkungan sekitar. Rumah-rumah
di pedalaman di Indonesia masih banyak yang menggunakan bambu, namun dengan seiring dengan proses
modernisasi, bangunan-bangunan bambu ini sedikit demi sedikit diganti dengan bangunan dinding bata.
Rumah-rumah tradisional Indonesia memiliki sejumlah karakteristik dengan rumah-rumah dari daerah Austronesia
lainnya. Struktur Austronesia awal adalah rumah panjang komunal kayu panggung, dengan kemiringan atap yang
cukup curam, seperti yang terlihat dalam rumah adat, misalnya, Rumah adat Batak, Toraja, Nias. Prinsip rumah
panjang komunal ditemukan di antara orang-orang Dayak dari Kalimantan, serta masyarakat Mentawai.
Arsitektur klasik memberikan kesan yang anggun dan mewah. Ciri khas arsitektur klasik yaitu pemakaian
pilar-pilar, ornamen, dan profil-profil yang muncul pada saat kerajaan Romawi atau Yunani kuno. Bangunan
gaya klasik memiliki ukuran yang melebihi kebutuhan fungsinya dan memiliki komposisi bangunan yang
simetris dengan tata letak jendela yang teratur.
terkenal, Pheidias, untuk membangun Parthenon. Keseluruhan bangunan dibuat dari marmer serta
menampilkan gaya arsitektur terbaru dengan ukuran yang lebih besar.
Para arsitek Parthenon ingin membangun kuil terbaik di Yunani. Ketika sebagian besar kuil Yunani memiliki
enam tiang di bagian depannya, Parthenon memiliki delapan tiang. Kuil Yunani lainnya dihiasi
oleh friz (bongkahan batu panjang berhias pahatan bersambungan) saja atau metope (panel batu individual
berhias) saja, sedangkan Parthenon memiliki friz dan juga metope.
Di Indonesia, bentuk dari arsitektur klasik masih kerap digunakan pada saat ini dan diadaptasi oleh bangunan -
bangunan rumah mewah. Hal ini mungkin dapat diakibatkan oleh mahalnya anggaran yang dibutuhkan untuk
membuat desain bergaya klasik. Membuat bangunan bergaya klasik juga membutuhkan keahlian khusus untuk
membuat ornamen-ornamennya yang mewah.