Provinsi DKI Jakarta menuai protes. Tanpa amdal, pengamat tata kota dari Universitas
Trisakti Nirwono Yoga khawatir bentang alam kian rusak.
Apalagi selama ini, Nirwono berujar, penerbitan amdal sekadar formalitas. Selama
pembangunan berjalan, ia menyatakan tak melihat kajian amdal diterapkan. Justru,
kata dia, banyak pelanggaran yang terjadi.
"Saya menyebut itu hanya amdal-amdalan' saja. Contoh kasus pembangunan MRT dari
Sudirman menuju Thamrin, sebanyak 1.100 pohon ditebang. Padahal kalau kita lihat
kerugian seluruh warga DKI untuk satu hari saja sebesar Rp 1 juta. Karena asupan
oksigen kita telah hilang dari satu pohon," tuturnya.
Karena itu, menurut Nirwono, penghapusan amdal justru melanggar UU 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tanggung Jawab
Ujaran protes ihwal wacana penghapusan amdal turut disuarakan Direktur Walhi
Jakarta Puput TD Putra. Meski amdal diterapkan, menurutnya, "Belum tentu wilayah
yang dibangun aman dari ancaman lingkungan."
Persoalan utama terkait kerusalan lingkungan, bagi Puput, yakni pembangunan. Tak
ayal, pembangunan secara massif dapat mengubah tatanan ekologis.
Berangkat dari kondisi lingkungan yang acap dijadikan "anak tiri", menurut Puput,
amdal menjadi penting sebagai pemetaan ihwal proyek dapat dilakukan atau tidak.
"Kalau kerusakan besar dan berpengaruh besar, maka (pembangunan) harus
dihentikan. Itu (amdal) fungsinya," tuturnya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, karib disapa Ahok, menilai keberadaan
amdal membuat Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) terhambat
mengeluarkan izin. Tak ingin rencana pembangunan tersendat, Ahok syahdan
mengusulkan penghapusan amdal kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, melalui Presiden Joko Widodo.
Meski ditiadakan, tapi, Ahok menjelaskan, "Kami sudah buat Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR)." Karena itu, sambungnya, "Untuk mendirikan sesuatu, hanya butuh
UPL - UKL (tanpa amdal)."
Sasaran UPL - UKL, seperti dijelaskan dalam PP, harus dilakukan bagi usaha dan
kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun amdal, atau di luar Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Amdal.
Menurut Ahok, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 mengenai RDTR dan
Pengaturan Zonasi telah lengkap dalam pengaturan tata ruang di DKI Jakarta. Bahkan,
lanjut Ahok, dalam PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, "Daerah yang
telah memiliki Perda RDTR mendapat pengecualian. Jadi tidak lagi memerlukan izin
amdal."
Namun, rencana Ahok masih terganjal Permen LH. Tak ingin berlama-lama, Ahok
syahdan memberikan laporan kepada Jokowi, Presiden Joko Widodo biasa disapa,
terkait hal tersebut.
"Bagaimana kami mau mengejar ease of doing business (EODB) jadi peringkat ke 40
kalau urusan amdal saja harus menunggu berbulan-bulan," ujar Ahok.
Jzxnjksdhjofnasdkfndsai
Munculnya berbagai protes warga terhadap pembangunan transportasi Mass Rapid Transit
(MRT) dianggap karena analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) proyek yang buruk.
Hingga kini, sejumlah warga di Jalan raya Fatmawati masih menolak proyek itu.
"Sekarang, kalau Amdalnya sudah bagus, pasti tidak ada resistensi dari warga Fatmawati.
Faktanya, hingga pembangunannya diresmikan, masih muncul protes warga," ujar pengamat
perkotaan Nirwono Joga ketika dihubungi, Selasa, (7/5/2013).
Menurut Nirwono, Amdal tidak hanya meliputi masalah lingkungan, namun juga meliputi masalah
sosial ekonomi warga yang tinggal di area pembangunan MRT.
"Pedoman dalam membuat Amdal ada 3, ekologi, sosial, dan ekonomi. Jika memenuhi tiga
unsur ini, artinya pembangunan proyek pembangunan itu berkelanjutan. Kalau 3 hal tadi tidak
ada, pembangunan tidak berkelanjutan," kata Nirwono.
Karena itu, dengan munculnya protes warga Fatmawati terhadap pembangunan jalan layang
MRT yang melewati pemukiman mereka menandakan, Amdal proyek MRT tidak siap dan belum
memenuhi standar pembuatan Amdal.
"Kalau PT MRT itu mengatakan sudah ada amdalnya, itu berarti amdalnya tidak baik, karena
tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ada. Tidak mungkin, menggusur sesuatu wilayah
tanpa ada amdal yang kuat," kata dia.
"Misalnya pada waktu pembangunan, terjadi perubahan arus lalulintas, kalau sehari dua hari gak
masalah, ini kan tahunan. Harusnya bisa diantisipasi," lanjutnya.
Nirwono melihat, ada unsur pemaksaan dalam pembuatan Amdal MRT tersebut, sehingga
protes warga masih bermunculan.
"Indikatornya mudah kalau sudah melakukan amdal. Pertama tidak perlu ada penolakan warga.
Kalau sudah ada amdalnya, sosialnya baik. Saya melihat ada unsur pemaksaan. Contoh paling
dekat, pembangunan JLNT Antasari-Blok M, sejak awal ditentang warga. Itu terang-terangan
memiliki Amdal yang buruk," katanya. (Yus)