Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN

TERHADAP KINERJA MELALUI KEPUASAN KERJA


KARYAWAN ADMINISTRATIF PERGURUAN TINGGI (PT) XYZ

Insan Harapan Harahap


Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial – Universitas Bakrie
insan.harahap@bakrie.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan terhadap PT XYZ di Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
karyawan administratif PT XYZ. Penelitian dilakukan terhadap 61 orang responden yang
bekerja sebagai karyawan administratif PT XYZ. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan alat bantu statistik SPSS 16 dengan model analisis regresi berganda dan dengan
perhitungan uji sobel untuk menentukan besarnya pengaruh kepuasan kerja dalam
mengintervensi pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan. Dari hasil pengolahan data
regresi linear diperoleh hasil bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh
baik secara parsial maupun simultan terhadap kepuasan kerja dan kinerja. Dan dengan
menggunakan uji sobel diperoleh hasil bahwa kepuasan kerja mengintervensi hubungan antara
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja, dengan persamaan Ŷ = 2.209 +
0.228X1 + 0.280X2 + 0.435X3 + 0.307X3X1 + 0.119X3X2 + ε
Kata kunci: budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, kinerja

ABSTRACT
This research was conducted in XYZ higher institution in Jakarta. This research aims to find out
the effect of organisational culture and leadership style toward performance through job
satisfaction administrative employees of XYZ. The research was done to 61 respondents who
work as administrative employees of XYZ. Data processing was done by using SPSS 16
statistical tool with double regression analysis model and with sobel test calculation to determine
how much the effect of job satisfaction intervene the effect of organisational culture and
leadership style. From the result of linear regression data processing, it is found that the
organisation culture and leadership style have positive effects both partially and simultaneously
toward job satisfaction and performance. Besides that, by using sobel test it is found that job
satisfaction intervene the relationship between organisational culture and leadership style toward
performance, with the equation Ŷ = 2.209 + 0.228X1 + 0.280X2 + 0.435X3 + 0.307X3X1 +
0.119X3X2 + ε
Keyword: organisation culture, leadership style, performance, job satisfaction

p. 1
A. PENDAHULUAN
Perhatian terhadap sumberdaya manusia dalam suatu organisasi merupakan suatu
kebutuhan yang mutlak, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan dalam
suatu organisasi serta sebesar apapun modal organisasi, karyawan dalam organisasi-lah
yang pada akhirnya yang menjalankan. Unsur manusia merupakan unsur penting, karena
manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap organisasi. Manusia adalah
perencana, pelaku, sekaligus penentu terwujudnya tujuan organisasi (Tangkilisan, 2002).
Kontribusi manusia sebagai karyawan pada suatu organisasi akan menentukan maju atau
mundurnya organisasi.
Sifat-sifat yang ada pada diri karyawan, upaya atau kemauan untuk bekerja, serta
berbagai hal yang merupakan dukungan dari organisasi sangat besar artinya bagi
keberhasilan kinerja karyawan (Soehardi Sigit, 2001). Dengan demikian setiap
karyawan perlu mengetahui dengan pasti apa yang menjadi tanggung jawab utamanya,
kinerja seperti apa yang harus dicapainya, serta dapat mengukur sendiri sesuai indikator
keberhasilannya. Banyak hal yang menjadi perhatian pihak manajemen guna mendorong
kinerja karyawan di antaranya dalam kaitan budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan
kepuasan kerja bagi karyawannya.
Pembahasan budaya organisasi sangat penting dalam studi perilaku organisasi
(Barley, Meyer, dan Gash, 1988; O’ Reilly 1989; Smircich, 1983). Daulatram (2003),
bahwa rembesan budaya organisasi membutuhkan pengenalan dimensi-dimensi dasar
dari budaya organisasi dan pengaruhnya pada variabel yang berkaitan dengan karyawan
seperti kepuasan, komitmen, kohesi, implementasi strategi, kinerja, dan lain-lain.
Disamping itu, faktor kepemimpinan juga merupakan salah satu penentu
keberhasilan organisasi. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk
menggerakkan dan mempengaruhi orang (Veithzal dan Deddy, 2011). Konsep
kepemimpinan mengalami pergeseran dari waktu ke waktu dan bersifat kontekstual yang
dilatarbelakangi oleh perkembangan sosial, politik dan budaya yang berlaku pada
jamannya.
Pergeseran kepemimpinan pada perguruan tinggi juga mengalami pasang-surut
seiring berkembangnya peluang dan tantangan pada tingkatan administratif. Konteks
tantangan terbaru mengenai pendidikan tinggi adalah semakin menurunnya sumberdaya
institusi (Johnstone, 1999), perubahan demografi mahasiswa (Hurtado dan Dey, 1997),
pengaruh teknologi terhadap aturan fakultas (Baldwin, 1998), dan pergeseran paradigma
dari era industri kepada era informasi (Dolence dan Norris, 1995). Baker et.al. (1992)
mengakui ada ketergantungan antara budaya organisasi dan kepemimpinan. Penelitian
mereka menggambarkan hubungan budaya dan kepemimpinan menurut makna dari
pemimpin perguruan tinggi.
Selain itu, kepuasan kerja sebagai bentuk reaksi yang dirasakan karyawan banyak
mendapat perhatian peneliti. Kepuasan kerja adalah bentuk perilaku kerja karyawan
yang diartikan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau bersifat positif atas penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang (Locke, 1969, dalam Vanderberg dan Lance,

p. 2
1992). Kepuasan kerja ditentukan oleh perbedaan antara semua yang diharapkan dengan
semua yang dirasakan dari pekerjaannya atau semua yang diterimanya secara aktual.
Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan administratif di PT XYZ yang
mengemban tugas untuk memberikan pelayanan pada mahasiswa. Mahasiswa dapat
mengikuti kegiatan-kegiatan akademik dengan lancar sampai lulus, selain karena telah
menempuh semua mata kuliah sesuai program studi yang dipilih, juga telah
melaksanakan kegiatan administratif yang dilayani para karyawan.
Fenomena yang terjadi di PT XYZ menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa
menunjukkan peningkatan, namun apabila dibandingkan atau dirata-ratakan dengan
jumlah program studi yang dibuka menunjukkan penurunan yang cukup tajam.
Sementara itu, jumlah turnover karyawan administratif menunjukkan gejala yang cukup
fluktuatif. Rasio jumlah karyawan administratif dan jumlah mahasiswa di PT XYZ tahun
2012 tergolong cukup tinggi, dimana satu karyawan hanya melayani rata-rata 12
mahasiswa. Akibatnya, produktivitas seorang karyawan tidak dipergunakan secara
maksimal karena pekerjaan menjadi terkesan kurang bermakna yang berdampak
menurunnya semangat kerja karyawan. Kondisi tersebut disinyalir merupakan salah satu
indikasi penurunan kepuasan kerja yang berimplikasi pada penurunan kinerja karyawan
dalam memberikan pelayanan secara keseluruhan.
Menurut Sinambela (2012) hakikat penilaian karyawan adalah aktivitas yang
dilakukan berhubungan dengan kecakapan dan prestasi seorang karyawan dalam
organisasi. Akibatnya, kinerja menjadi tidak terukur dengan baik padahal kinerja
karyawan sangatlah perlu. Selanjutnya, bagi karyawan yang tidak sanggup bertahan
dengan kondisi ini dan atau memiliki peluang di luar organisasi, akan melakukan
turnover.
Dari pengamatan, budaya organisasi (care, inovative, professional) yang dianut PT
XYZ kurang dipahami sehingga konsensus semua karyawan terhadap nilai-nilai tersebut
tidak terlihat. Sedangkan gaya kepemimpinan cenderung baik namun terlihat kurang
memiliki daya untuk mempengaruhi bawahan untuk dapat bersama-sama mencapai
tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat ada beberapa masalah penelitian,
yaitu budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan
administratif PT XYZ. Walaupun penelitian sebelumnya telah membahas beberapa
masalah ini, namun hasilnya tidak selalu konsisten. Menurut Harris dan Ogbonna (2001)
dikatakan bahwa pada literatur perilaku organisasi dimana para peneliti telah mengamati
hubungan antara gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan kinerja karyawan.
Sedangkan Baker dkk (1992) berargumentasi untuk kepemimpinan dan budaya, bahwa
dia mengakui ada ketergantungan antara budaya organisasi dan kepemimpinan. Dari
beberapa penelitian tersebut tidak ada kekonsistenan, maka pada penelitian ini mencoba
mengkonfirmasi dan menguji kembali penelitian-penelitian tersebut dengan
memasukkan variabel kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Dengan demikian
untuk selanjutnya dilakukan penelitian terhadap kinerja karyawan yang dipengaruhi
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan melalui kepuasan kerja sebagai intervening.

p. 3
Dari masalah tersebut, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut: (1)Apakah Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan
Administratif PT XYZ?; (2) Apakah Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kinerja
Karyawan Administratif PT XYZ?; (3) Apakah Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap
Kinerja Karyawan Administratif PT XYZ?; (4) Apakah Budaya Organisasi berpengaruh
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT XYZ?; (5) Apakah Gaya
Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT
XYZ?; (6) Apakah Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara
simultan terhadap Kinerja Karyawan Administratif PT XYZ?; (7) Apakah Budaya
Organisasi dan Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan Administratif PT XYZ?; dan (8) Apakah Budaya Organisasi dan Gaya
Kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja melalui Kepuasan Kerja
Karyawan Administratif PT XYZ?

B. TINJAUAN TEORITIS
1. Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana karyawan
memandang organisasi mereka, tanggung jawab dan komitmen mereka. Pemimpin
mempengaruhi bawahan mereka baik secara langsung melalui interaksi dan juga melalui
budaya organisasi (Chen, 2004).
Banyak definisi tentang budaya organisasi, namun pada dasarnya definisi-definisi
tersebut mengacu pada tiga pendekatan (Martin, 1992, dalam Andreas Budi Rahardjo,
2003), yaitu: integration approach, differentiation approach, dan fragmentation
approach.
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-
nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku
sesuai dengan budaya yang berlaku, agar diterima oleh lingkungannya. Robbins (2001),
budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-
anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi yang lain. Sedangkan menurut
Davis (1994), budaya organisasi adalah pola keyakinan dan nilai-nilai yang dipahami
dan dijiwai (shared) oleh anggota organisasi sehingga pola tersebut memberikan makna
tersendiri bagi organisasi bersangkutan dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam
organisasi (Achmad Sobirin, 2002).
Dari pengertian-pengertian di atas disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
tata nilai yang menjadi konsensus semua anggota organisasi dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Bisa jadi, dengan demikian antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya mempunyai kebiasaan yang berbeda meski keduanya bergerak pada bidang
aktifitas yang sama. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam sebuah organisasi tersebut
sesungguhnya berasal dari nilai-nilai organisasi (Hofstede, 2005) atau nilai-nilai yang
bersifat idealistik, karena merupakan elemen yang tidak tampak kepermukaan (hidden)
dan hanya orang-orang organisasi saja yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan

p. 4
mengapa organisasi tersebut didirikan. Sebagai elemen yang tidak tampak dan bersifat
idealistik sehingga merupakan inti dari budaya organisasi (core of culture).
2. Gaya Kepemimpinan
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu organisasi adalah faktor
kepemimpinan. Menurut Lako (2004), kepemimpinan memiliki makna yang luas, 1)
sebagai suatu proses untuk mengarahkan atau mempengaruhi aktivitas-aktivitas
angggota kelompok; 2) memberikan visi, rasa gembira, kegairahan, semangat, dan
konsistensi kepada para anggota organisasi; 3) menunjukkan tindakan nyata kepada
anggota organisasi.
Kepemimpinan yang efektif akan mampu mendorong motivasi anggota organisasi
sehingga produktifitas, loyalitas dan kepuasan bawahan atau anggota organisasi
meningkat. Pada awalnya banyak yang berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan,
namun dengan berkembangnya pengetahuan diketahui bahwa terbentuknya
kepemimpinan yang efektif dapat dipelajari.
Kepemimpinan mengalami pergeseran dari waktu ke waktu dan bersifat
kontekstual yang dilatarbelakangi oleh perkembangan sosial, politik dan budaya yang
berlaku pada jamannya. Dalam pendekatan situasional disadari bahwa tidak ada satupun
gaya kepemimpinan yang terbaik dan berlaku universal untuk segala situasi dan
lingkungan. Konsep kepemimpinan masih merupakan sesuatu yang ambiguous (Pfeffer,
1977, dalam Payamta, 2002). Sedangkan Luthans (1998), menyatakan bahwa definisi
kepemimpinan masih merupakan “black box” atau “unexplainable concept”. Meskipun
demikian, untuk memberikan sedikit pengertian tentang kepemimpinan, diantaranya
menurut Hersey dan Blanchard (1985), kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu. Gibson, Ivancevich, dan Donnelley (1991),
memberikan pengertian kepemimpinan (leadership) sebagai suatu upaya penggunaan
jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu.
Dengan kata lain seorang leader adalah seseorang yang mempunyai daya untuk menarik
orang lain dengan tanpa paksaan agar mereka secara bersama-sama mewujudkan
visinya.
Berdasarkan paparan di atas, disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
hubungan yang diterapkan oleh pemimpin dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Pola hubungan ini, sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal organisasi,
yang memiliki dimensi gaya (Singh-Sengubta, Sunita; 1997 dalam Fuad Mas’ud; 2004):
partisipatif (participative style), pengasuh (nurturant style), birokratis (bureaucratic
style), gaya berorientasi tugas (task style), gaya otoriter (authoritarian style).
3. Kepuasan Kerja
Karyawan yang bekerja dalam keadaan terpaksa akan memiliki hasil kerja
(performance) yang buruk dibanding dengan karyawan yang bekerja dengan semangat
tinggi. Apabila perusahaan memiliki karyawan yang mayoritas kepuasannya rendah,
dapat berpengaruh terhadap tingkat produktifitas perusahaan secara keseluruhan
menurun, dalam hal ini akan merugikan perusahaan. Reaksi negatif yang muncul karena

p. 5
ketidakpuasan kerja dapat berakibat seperti karyawan sering mangkir, melakukan
sabotase, menjadi agresif yang destruktif, hasil kerja yang menurun dan angka turnover
yang tinggi. Schultz & Schultz (1990), menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki
hubungan langsung dengan positive behavior pada pekerjaan. Menurutnya karyawan
yang memiliki kepuasan tinggi maka tingkat performance-nya tinggi daripada karyawan
yang kepuasannya rendah.
Banyak pengertian yang dikemukakan para ahli tentang kepuasan kerja, dan
masing-masing ahli memberikan batasan-batasan tersendiri dari kepuasan tersebut.
Diantaranya, Robbins (2001), mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum
seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi
menunjukkan sikap yang positif terhadap kerjanya, sedangkan yang tidak puas dengan
pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Pandangan ini
bersifat individual tentang perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Sementara
Luthans (1998), berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan
karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi
organisasi, yang berarti apa yang diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang
dianggap penting.
Ada beberapa faktor dalam organisasi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja,
menurut Locke (1976) dalam Robbins (2001) adalah: kerja yang secara mental
menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang
mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Sementara itu, Celluci dan
De Fries (1978) dalam Fuad Mas’ud (2004) mengatakan bahwa indikator-indikator
kepuasan kerja dalam penelitian ini mengacu pada rumusan: kepuasan dengan gaji,
kepuasan dengan promosi, kepuasan dengan rekan kerja, kepuasan dengan penyelia, dan
kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri.
4. Kinerja Karyawan
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian
kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Kualitas perilaku karyawan atau hasil yang dicapainya secara fundamental
ditentukan oleh keahlian dan kemampuan karyawan yang bersangkutan (Syafaruddin
Alwi, 2001), disamping itu juga terdapat motivasi dan kesempatan (Robbins, 2001).
Terdapat beraneka dimensi kinerja, banyak diantaranya yang tidak berkaitan. Seseorang
mungkin sangat tinggi pada satu dimensi dan rendah pada dimensi lainnya. Kinerja
merupakan catatan keberhasilan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan
tertentu/kegiatan selama periode tertentu (Bernadin H. John Joyce E A Russel 1993).
Menurutnya ada enam kategori untuk mengukur kinerja karyawan yaitu kualitas,
kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas, kemandirian dan komitmen kerja.
Dari pengertian-pengertian kinerja di atas, maka kinerja dapat diartikan sebagai
catatan keberhasilan dari suatu pekerjaan/tugas yang telah dicapai seseorang melalui

p. 6
pengevaluasian/penilaian kinerja karyawan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Indikator tentang kinerja karyawan terdiri atas: laporan kerja, ketrampilan dan
pengetahuan teknis, mengembangkan inisiatif dan kemandirian, berpedoman pada
kebijakan, memberikan informasi, mengendalikan biaya, dan memberikan pelayanan.
5. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan telaah teroritis yang disajikan di atas telah didapatkan beberapa
hipotesis. Untuk lebih memahami hipotesis maka dapat dilihat pada kerangka pemikiran
teoritis di bawah ini.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis Variabel Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening

6. Hipotesis
Berdasarkan pengembangan model kerangka pemikiran teoritis di atas maka dapat
disusun hipotesis sebagai berikut.
 H1: Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan
Administratif PT XYZ. H0: Tidak ada pengaruh antara Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Karyawan Administratif PT XYZ.
 H2: Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan
Administratif PT XYZ. H0: Tidak ada pengaruh antara Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan Administratif PT XYZ.
 H3: Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan Administratif
PT XYZ. H0: Tidak ada pengaruh antara Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Karyawan Administratif PT XYZ.
 H4: Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Administratif PT XYZ. H0: Tidak ada pengaruh antara Budaya Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT XYZ.
 H5: Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Administratif PT XYZ. H0: Tidak ada pengaruh antara Gaya Kepemimpinan
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT XYZ.
 H6: Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara simultan berpengaruh
positif terhadap Kinerja Karyawan Administratif PT XYZ. H0: Tidak ada pengaruh
antara Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara simultan terhadap
Kinerja Karyawan Administratif PT XYZ.

p. 7
 H7: Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara simultan berpengaruh
positif terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT XYZ. H0: Tidak ada
pengaruh antara Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara simultan
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT XYZ.
 H8: Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara simultan berpengaruh
positif terhadap Kinerja melalui Kepuasan Kerja Karyawan Administratif PT XYZ.
H0: Tidak ada pengaruh antara Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan baik
secara parsial maupun simultan terhadap Kinerja melalui Kepuasan Kerja Karyawan
Administratif PT XYZ.

C. METODA PENELITIAN
1. Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan causal research sekaligus
explanatory research dengan model ekonometrika. Untuk memastikan model penelitian
dan persamaan model diperlukan pemahaman tentang skala data. Sehubungan instrumen
penelitian menggunakan kuesioner, data penelitian yang digunakan adalah skala ordinal
dengan pengukuran skala likert.
2. Sumber dan Jenis Data
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang dihimpun
secara langsung dari karyawan administratif PT XYZ melalui kuesioner yang
disebarkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari informasi yang dipublikasikan
maupun tidak dipublikasikan oleh PT XYZ, peraturan pemerintah, data dari penelitian
terdahulu, studi kasus, internet dan sumber-sumber data lainnya.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut disertai jawaban dengan
menggunakan skala 1-5 untuk mendapatkan data yang bersifat interval, dimana dengan
menggunakan skala 1-5, adalah merupakan bentuk kebiasaan orang dalam memberikan
penilaian. Jawaban-jawaban yang tersedia pada skala tersebut diberi skor atau nilai
sebagai berikut: untuk kategori jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) skor atau nilainya 1
(satu), untuk jawaban Sangat Setuju (SS) skor atau nilainya 5 (lima).
3. Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji
validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner
dinyatakan valid jika pertanyaan kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan uji realibilitas merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu
kuesioner dikatakan reliable apabila jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah
konsisten dan stabil dari waktu ke waktu (Sekaran, 2003).
4. Model Penelitian
Analisis dalam penelitian ini memakai model regresi berganda yang digunakan
untuk mengukur pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan terhadap kinerja
melalui kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ, dimana variabel kepuasan kerja
merupakan variabel intervening, dengan bentuk persamaan sebagai berikut: Ŷ Kinerja

p. 8
Karyawan = ρ0 Konstanta + ρ1 Budaya Organisasi + ρ2 Gaya Kepemimpinan + ρ3
Kepuasan Kerja + ρ4 Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi + ρ5 Kepuasan Kerja dan
Gaya Kepemimpinan + ε; atau ditulis dalam persamaan ekonometrika menjadi: Ŷ = ρ0
+ ρ1(Ŷ;X1) + ρ2(Ŷ;X2) + ρ3(Ŷ;X3) + ρ4(X3;X1) + ρ5(X3;X2) + ε
Dimana: Ŷ= kinerja karyawan; ρ0= konstanta; ρ1 s.d. ρ8= koefisien regresi; X1=
budaya organisasi; X2 = gaya kepemimpinan; X3= kepuasan kerja; dan ε = error term.
5. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: terima hipotesis
partial jika thitung lebih besar atau sama dengan ttabel. Sebaiknya tolak hipotesis partial jika
thitung lebih kecil dari ttabel. Sementara itu untuk hipotesis simultan kriterianya adalah
terima hipotesis simultan jika Fhitung lebih besar atau sama dengan Ftabel. Sebaiknya tolak
hipotesis simultas jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel. Sedangkan untuk menguji hipotesis
intervening, kriterianya adalah terima hipotesis apabila thitung lebih besar atau sama
dengan ttabel, dan sebaliknya jika thitung lebih kecil dari ttabel maka hipotesis ditolak.

D. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan analisis data merupakan tahap penyimpulan penelitian secara
induktif melalui uji empiris Karyawan Administratif PT XYZ pada tahun 2012. Pada
bagian ini akan diuraikan hasil penelitian secara umum pada variabel Budaya
Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja (intervening), terhadap variabel
Kinerja Karyawan. Sedangkan analisis data akan diuraikan pengolahan data untuk
menguji validitas, reliabilitas, dan penyusunan model dalam rangka melakukan
pengujian hipotesis penelitian.
a. Gambaran Umum Objek Penelitian
Pendiri PT XYZ memiliki kepedulian besar untuk turut serta meningkatkan mutu
dan menumbuh-kembangkan dunia pendidikan Indonesia sebagai bentuk perwujudan
pengabdian kepada bangsa dan negara. Tata nilai yang berlangsung di PT XYZ mengacu
kepada prinsip penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di dalam Undang Undang No 12
tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yaitu pencarian kebenaran ilmiah oleh Sivitas
Akademika, demokratis dan berkeadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manuasia,
nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan dan kesatuan bangsa. Tata nilai PT
XYZ adalah inovatif, peduli, dan profesional.
Pada tahun akademik 2012/2013, PT XYZ beroperasi dengan sepuluh (10)
program studi sarjana (S1) yang berada di bawah dua (2) fakultas. Sebagaimana
lazimnya, untuk menujang pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, PT XYZ
membentuk unit-unit pendukung yang pelaksanaan operasionalnya diserahkan kepada
karyawan administratif. Pada Tahun Akademik 2012/2013, karyawan administratif PT
XYZ berjumlah 86 orang, dengan tingkat pendidikan S2 = 16 orang, S1 = 48 orang, D3
= 8 orang, dan SMU/SMK = 14 orang. Dalam penelitian ini, karyawan administratif PT
XYZ yang menjadi responden berjumlah 61 karyawan (80% dari populasi).

p. 9
Berdasarkan pengolahan data, responden yang paling besar berjenis kelamin laki-
laki (57,4%) dan sisanya perempuan. Data usia responden didominasi oleh karyawan
produktif yaitu usia 21 – 30 tahun (32,8%) dan 31 – 40 tahun (36,1%). Data di atas juga
menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah menikah, yaitu 77%, artinya
bahwa responden telah memiliki anggota keluarga yang harus ditanggung. Sedangkan
tingkat pendidikan responden paling besar di dominasi oleh karyawan berpendidikan S1
sebanyak 32 orang (52,5%) dan S2 sebanyak 13 orang (21,3%) karena beberapa tugas-
tugas administratif membutuhkan kemampuan analitikal.
Data masa kerja responden menunjukkan bahwa 41% responden telah memiliki
masa kerja 5 – 6 tahun hal ini dapat merupakan indikasi bahwa responden telah memiliki
pengalaman yang cukup terhadap pekerjaan yang saat ini dilakukan. Sedangkan
responden yang paling besar berasal dari unit GA/Umum (21,3%) dan unit Administrasi
Akademik (19,7%), yang merupakan unit pelayanan utama terhadap mahasiswa dan
dosen PT XYZ.
b. Uji Validitas
Hasil pengumpulan data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner masing-
masing variabel dengan skala ordinal, kemudian di-input dengan program SPSS 16
dengan skor 5,4,3,2,1 sesuai dengan jawaban responden. Adapun uji validitas atas hasil
input data tiap-tiap variabel budaya organisasi, variabel gaya kepemimpinan, variabel
kepuasan kerja, dan variabel kinerja karyawan, sebagai berikut.
 Uji validitas pada variabel budaya organisasi dinyatakan valid, artinya semua nilai
rtabel (corrected item-total correlation) lebih besar dari 0.2480.
 Uji validitas pada variabel Gaya Kepemimpinan dinyatakan valid, artinya semua
nilai rtabel (Corrected Item-Total Correlation) lebih besar dari 0.2480. Uji validitas
menunjukkan bahwa semua hasil penelitian (19 pertanyaan) pada variabel Kepuasan
Kerja dinyatakan valid, artinya semua nilai r tabel (Corrected Item-Total Correlation)
lebih besar dari 0.2480.
 Uji validitas pada variabel Kinerja Karyawan dinyatakan valid, artinya semua nilai
rtabel (Corrected Item-Total Correlation) lebih besar dari 0.2480.
c. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan uji instrumen (kuesioner) pada N of Items. Kuesiner
penelitian dinyatakan reliabel apabila cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60. Berikut
disajikan hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel penelitian dengan
menggunakan program SPSS versi 16 adalah sebagai berikut:
 Budaya Organisasi. Hasil reliability statistics menunjukan angka Cronbach’s Alpha
0,873 > 0,60. Berdasarkan kriteria, seluruh N of Items (20 pertanyaan) dinyatakan
reliabel. Artinya terdapat konsistensi yang tinggi jawaban responden atas pertanyaan
kuesioner yang diajukan pada variabel budaya organisasi.
 Gaya Kepemimpinan. Hasil reliability statistics menunjukan angka Cronbach’s
Alpha 0,937 > 0,60. Berdasarkan kriteria, seluruh N of Items (19 pertanyaan)
dinyatakan sangat reliabel. Artinya terdapat konsistensi yang tinggi atas jawaban

p. 10
responden atas pertanyaan kuesioner yang diajukan pada variabel gaya
kepemimpinan.
 Kepuasan Kerja. Hasil reliability statistics menunjukan angka Cronbach’s Alpha
0,845 > 0,60. Berdasarkan kriteria, seluruh N of Items (19 pertanyaan) dinyatakan
reliabel. Artinya terdapat konsistensi yang tinggi atas jawaban responden atas
pertanyaan kuesioner yang diajukan pada variabel kepuasan kerja.
 Kinerja Karyawan. Hasil reliability statistics menunjukan angka Cronbach’s Alpha
0,889 > 0,60. Berdasarkan kriteria, seluruh N of Items (7 pertanyaan) dinyatakan
reliabel. Artinya terdapat konsistensi yang tinggi atas jawaban responden atas
pertanyaan kuesioner yang diajukan pada variabel kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS 16, diperoleh hasil
korelasi antarvariabel penelitian, sebagaimana dalam tabel berikut.
Tabel 1. Korelasi Antarvariabel Penelitian
Correlations
Gaya
Kinerja Budaya Kepuasan
Kepemim-
Karyawan Organisasi Kerja
pinan
Kinerja Karyawan 1.000 .228 .280 .435
Pearson Budaya Organisasi .228 1.000 .495 .756
Correlation Gaya Kepemimpinan .280 .495 1.000 .600
Kepuasan Kerja .435 .756 .600 1.000
Kinerja Karyawan . .039 .014 .000
Sig. Budaya Organisasi .039 . .000 .000
(1-tailed) Gaya Kepemimpinan .014 .000 . .000
Kepuasan Kerja .000 .000 .000 .
Kinerja Karyawan 61 61 61 61
Budaya Organisasi 61 61 61 61
N
Gaya Kepemimpinan 61 61 61 61
Kepuasan Kerja 61 61 61 61

Atas dasar uji data dan hasil korelasi antarvariabel penelitian maka diperoleh
bentuk regresi dan korelasi dengan rumusan path analysis sebagai berikut.

p. 11
Gambar 3. Hasil Regresi dan Korelasi dengan Persamaan Path Analysis

Sehingga diperoleh persamaan: Ŷ = 2.209 + 0.228X1 + 0.280X2 + 0.435X3 +


0.756X3X1 + 0.600X3X2 + 0.495X1X2 + 0.082ε1 + 0.725ε2

2. Analisis Data
Berikut ini adalah analisis data dalam rangka menguji hipotesis yang disampaikan
pada Bab II, yaitu mengetahui persamaan statistik pengaruh secara parsial maupun
simultan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
a. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan
Administratif PT XYZ
Dari uji t yang dilakukan di depan menunjukkan bahwa t hitung (1.796) lebih kecil
dari ttabel (1.996). Demikian juga dengan tsig (0.078) lebih besar dari 0.05. Artinya,
kinerja karyawan Administratif PT XYZ tidak dipengaruhi oleh budaya organisasi.
Peningkatan atau penurunan kinerja karyawan tidak dipengaruhi oleh budaya organisasi
yang berlangsung di PT XYZ. Adapun hasil persamaan statistik-nya adalah Ŷ = 3.160 +
0.265X1 + ε.
Sedangkan perhitungan koefisien determinasi (R Square) sebesar 5.2%
menunjukkan bahwa kinerja yang dihasilkan oleh karyawan di PT XYZ dapat dijelaskan
oleh budaya organisasi sebesar 5.2% dan 94.8% oleh faktor-faktor lain (error). Dengan
melihat nilai korelasi R sebesar 0.228 yang berarti menunjukkan adanya hubungan yang
cukup rendah antara budaya organisasi dan kinerja karyawan. Penelitian terdahulu
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara budaya organisasi dan kinerja
(Wallach, 1983; O’Relly, 1991; Sheridan, 1992, Gordon, 1991; Indriantoro, 2000),
dimana budaya organisasi yang khas dan sesuai dengan keinginan anggota, akan
mendorong anggota organisasi untuk meningkatkan kinerja. Organisasi dituntut untuk
menciptakan budaya yang khas sebagai bagian dari rencana stratejik, yang dapat
meningkatkan kinerja organisasi. Beda halnya yang terjadi di PT XYZ. Kinerja
karyawan administratif tidak dipengaruhi oleh budaya organisasi. Kurangnya sosialisasi
diindikasikan menjadi salah satu penyebab budaya organisasi menjadi tidak kuat karena
ketidaktahuan karyawan atas nilai-nilai organisasi yang wajib dipahami dan diikuti
seluruh karyawan. Akibatnya, budaya organisasi tidak memberikan dampak secara
langsung terhadap kinerja. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, PT XYZ dapat
memperbarui atau menciptakan budaya yang khas yang kemudian disosialisasikan dan
diikuti oleh seluruh karyawan sehingga sikap dan perilaku karyawan memberikan
kontribusi secara langsung terhadap peningkatan kinerja dalam rangka mencapai tujuan
PT XYZ. Berdasarkan hasil uji di atas, membuktikan bahwa tidak terdapat korelasi
positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan administratif
PT XYZ. Dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.
b. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan
Administratif PT XYZ

p. 12
Melalui uji t dengan menggunakan SPSS 16 didapatkan hasil bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dimana thitung (2.240)
lebih besar dari ttabel (1.996). Demikian juga dengan tsig (0.029) lebih kecil dari 0.05.
Dalam persamaan statistik dapat ditunjukkan bahwa Ŷ = 3.087 + 0.259X2 + e. Artinya,
kinerja karyawan administratif PT XYZ dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan sebesar
0.259 atau 25.9%. Sehingga, untuk meningkatkan kinerja karyawan administratif maka
pola kepemimpinan harus lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan karyawan, seperti
meningkatkan partisipatif dan kharismatik.
Sedangkan nilai R Square menunjukkan bahwa kinerja karyawan dapat dijelaskan
sebesar 7.8% oleh gaya kepemimpinan dan 92.2% oleh faktor-faktor lain (error).
Didukung dengan nilai korelasi R sebesar 0.280, hal tersebut berarti bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai pengaruh yang cukup terhadap kinerja yang dihasilkan
karyawan administratif PT XYZ.
Seiring dengan pendapat Harsey dan Blanchard (1985) bahwa pemimpin harus
memperlihatkan perilaku positif dalam tugas dan dalam hubungan sosial. Selain itu,
pemimpin harus memberikan akses kepada bawahan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan melalui masukan-masukan positif (Soon Hee Kim, 2002).
Untuk meningkatkan kinerja karyawan administratif PT XYZ maka pemimpin PT
XYZ harus meningkatkan perilaku positif baik dalam tugas maupun dalam hubungan
sosial, dan lebih partisipatif. Apabila karyawan merasakan perilaku pemimpin semakin
positif maka karyawan karyawan akan lebih loyal dan pada akhirnya akan meningkatkan
kinerja.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, membuktikan bahwa ada
korelasi positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan administratif PT
XYZ. Dengan demikian H0 ditolak dan H2 diterima.
c. Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Administratif
PT XYZ
Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan, dimana thitung (3.713) lebih besar dari ttabel (1.996). Demikian juga
dengan tsig (0.000) lebih kecil dari 0.05. Artinya, kinerja karyawan administratif PT
XYZ dipengaruhi oleh kepuasan kerja yang dirasakan karyawan sebesar 55.5%.
Kepuasan kerja memberikan pengaruh positif yang kuat terhadap kinerja karyawan
administratif PT XYZ. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan akan menghasilkan
peningkatan kinerja. Hasil persamaan statistik-nya adalah Ŷ = 2.125 + 0.555X3 + ε.
Sedangkan untuk R Square sebesar 18.9% menunjukkan bahwa kinerja yang
dihasilkan oleh karyawan di PT XYZ dapat dijelaskan oleh kepuasan kerja sebesar
18.9% dan 81.1% oleh faktor-faktor lain (error). Dengan melihat nilai korelasi R
sebesar 0.435 yang berarti menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat antara
kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penemuan Soon Hee Kim (2002) dan Petty dkk
(1984, bahwa ada hubungan yang kuat positif antara kepuasan kerja dengan kinerja
karyawan. Karyawan yang terpuaskan akan memiliki kehadiran yang tinggi dan

p. 13
turnover rendah. Sebagaimana dituangkan dalam Tabel 1.2. pada Bab I, dimana
turnover karyawan administratif PT XYZ tahun 2012/2013 cukup besar, yaitu 10 orang
(11,63%) mengindikasikan bahwa terjadi ketidakpuasan yang cukup signifikan yang
dirasakan karyawan administratif.
Untuk menghindari turnover yang cukup tinggi terulang kembali serta
meningkatkan kinerja, PT XYZ pelu perlu memperhatikan kepuasan kerja karyawan.
Sehingga, untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan PT XYZ, pemimpin dapat
melakukan peningkatan kepuasan kerja, yang dapat berupa ketenangan lingkungan
kerja, kenaikan gaji, promosi jabatan, kesesuaian pekerjaan, keadilan, kesesuaian rekan
kerja, dan lainnya. Semakin puas karyawan maka kinerja akan meningkat.
Berdasarkan uraian dan persamaan di atas, membuktikan bahwa terdapat korelasi
positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Dengan
demikian H0 ditolak dan H3 diterima.
d. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Administratif PT XYZ
Hasil uji t antara budaya organisasi terhadap kepuasan kerja menunjukkan adanya
pengaruh positif, dimana thitung (8.869) lebih besar dari ttabel (1.996). Demikian juga
dengan tsig (0.000) lebih kecil dari 0.05. Artinya, kepuasan kerja karyawan administratif
PT XYZ dipengaruhi cukup signifikan oleh budaya organisasi yang dianut oleh PT
XYZ, yaitu memiliki hubungan sebesar 68.9%. Semakin sesuai nilai-nilai yang berlaku
di PT XYZ maka semakin tinggi kepuasan kerja karyawan. Hasil persamaan statistik-
nya adalah X3 = 1.175 + 0.689X1 + ε.
Sedangkan untuk R Square sebesar 57.1% menunjukkan bahwa kepuasan kerja
yang dirasakan oleh karyawan di PT XYZ dapat dijelaskan oleh budaya organisasi
sebesar 57.1% dan 42.9% oleh faktor-faktor lain (error). Dengan melihat nilai korelasi R
sebesar 0.756, berarti menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat antara budaya
organisasi dan kepuasan kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wallach (1983), yang
menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat budaya organisasi dengan
kepuasan kerja. Kecocokan antara karakteristik individu dan budaya organisasi akan
meningkatkan kepuasan kerja dan menurunkan turnover. Sedangkan Odom dkk (1990)
menyimpulkan bahwa budaya organisasi yang memiliki karakteristik inovatif akan
memuaskan anggota organisasi.
Sejalan hasil penelitian dan pendapat ahli di atas, untuk dapat meningkatkan
kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ, pemimpin dapat membuat atau
membangun ulang nilai-nilai organisasi yang lebih inovatif. Nilai-nilai organisasi
tersebut kemudian disosialisasikan secara berkala, dan diterapkan secara konsekuen,
dalam rangka meningkatkan komitmen, motivasi, inovasi karyawan. Sehingga dapat
disimpulan bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan maka budaya organisasi yang
berlangsung harus lebih inovatif dan sesuai dengan karakteristik karyawan.

p. 14
Berdasarkan hasil penelitian dan persamaan di atas, membuktikan bahwa ada
korelasi positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Dengan
demikian H0 ditolak dan H4 diterima.
e. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Administratif PT XYZ
Melalui uji t didapatkan hasil bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja, dimana thitung (5.754) lebih besar dari ttabel (1.996). Demikian
juga dengan tsig (0.000) lebih kecil dari 0.05. Artinya, kepuasan kerja karyawan
administratif PT XYZ dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Sedangkan hubungan yang
terjadi adalah sebesar 0.435 atau 43.5%. Semakin sesuai gaya kepemimpinan akan dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ. Dalam persamaan
statistik dapat ditunjukkan bahwa X3 = 1.846 + 0.435X2 + e.
Sedangkan nilai R Square menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat dijelaskan
sebesar 35.9% oleh gaya kepemimpinan dan 64.1% oleh faktor-faktor lain (error).
Didukung dengan nilai korelasi R sebesar 0.600, menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kepuasan kerja yang dirasakan
karyawan administratif PT XYZ.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penemuan Spector (1986) dan Fisher (1989),
bahwa pengambilan keputusan partisipatif akan menguntungkan kesehatan mental dan
kepuasan kerja anggota organisasi. Demikian juga dengan Kirkpatrick dkk (1996)
mengemukakan bahwa pekerjaan akan lebih menarik dan menyenangkan di bawah
pemimpin yang kharismatik.
Sejalan hasil penelitian dan penemuan ahli di atas, untuk meningkatkan kepuasan
kerja karyawan, pemimpin PT XYZ harus meningkatkan kualitas dan kuantitas gaya
pemimpin yang partisipatif dan karismatik. Semakin baik dan sesuai gaya
kepemimpinan yang berlangsung akan semakin tinggi kesehatan mental dan kepuasan
kerja karyawan administratif PT XYZ.
Berdasarkan hasil penelitian dan persamaan di atas, membuktikan bahwa ada
korelasi positif antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. Dengan demikian
H0 ditolak dan H5 diterima.
f. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara
Simultan terhadap Kinerja Karyawan
Pengaruh simultan adalah pengaruh secara bersama-sama dua atau lebih variabel
terhadap suatu variabel dependen. Melalui uji F, pengaruh secara simultan budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan administratif PT XYZ,
diperoleh hasil Fhitung 2.829 lebih kecil dari Ftabel 3.150 dan tsig (0.067) lebih besar dari
0.05. Artinya, kinerja karyawan tidak dipengaruhi oleh budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan secara simultan.
Sedangkan melalui uji Regresi Linear Berganda didapatkan pengaruh secara
simultan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan sebesar 0.137 dan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar 0.205. Artinya, setiap kenaikan
kinerja karyawan dipengaruhi oleh 0.137X1 dan 0.205X2, dimana dapat dirumuskan

p. 15
dalam persamaan Ŷ = 2.836 + 0.137X1 + 0.205X2 + e. Dalam persamaan model tersebut,
dengan melihat nilai R Square sebesar 0.089, menunjukkan bahwa kinerja karyawan
dapat dijelaskan sebesar 8.9% oleh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan,
sedangkan sisanya sebesar 91.1% (error) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak
digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan nilai korelasi R sebesar 0.089, artinya
korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan dalam mempengaruhi kinerja karyawan.
Sebagaimana disebutkan di atas, beberapa ahli menyebutkan bahwa budaya
organisasi berhubungan positif dengan kinerja (Harris dan Mossholder, 1996; Chen,
2004; Wallach, 1983 O’Relly dkk, 1991). Begitupun gaya kepemimpinan, memiliki
berhubungan positif dengan kinerja (Harsey dan Blanchard, 1985; Ogbonna, 2001).
Namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja karyawan administratif
PT XYZ tidak dipengaruhi oleh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan secara
simultan. Artinya, nilai-nilai organisasi dan perilaku pemimpin tidak memberikan
kontribusi secara signifikan terhadap kinerja karyawan administratif.
Berdasarkan hasil penelitian dan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
korelasi dan pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan sangat
lemah terhadap kinerja karyawan administratif PT XYZ. Dengan demikian H0 diterima
dan H6 ditolak.
g. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara
Simultan terhadap Kepuasan Kerja
Melalui uji F, pengaruh secara simultan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
terhadap kepuasan kerja, diperoleh hasil Fhitung 51.236 lebih besar dari Ftabel 3.150 dan tsig
(0.000) lebih kecil dari 0.05. Artinya, terjadi pengaruh positif budaya organisasi dan
gaya kepemimpinan secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan administratif PT
XYZ.
Sedangkan melalui uji Regresi Linear Berganda didapatkan pengaruh secara
simultan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 0.554 dan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja sebesar 0.216. Artinya, setiap kenaikan
kepuasan kerja dipengaruhi oleh 0.554X1 dan 0.216X2, dimana dapat dirumuskan dalam
persamaan X3 = 0.834 + 0.554X1 + 0.216X2 + e. Dalam persamaan model tersebut,
dengan melihat nilai R Square sebesar 0.639, menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat
dijelaskan sebesar 63.9% oleh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan, sedangkan
sisanya sebesar 36.1% (error) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak digunakan
dalam penelitian ini.
Dengan melihat nilai korelasi R sebesar 0.639, dimana korelasi tersebut
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan dalam mempengaruhi kepuasan kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penemuan Harris dan Mossholder, (1996) dan Odom dkk, (1990). Kepuasan kerja
dipengaruhi oleh budaya organisasi yang inovatif. Demikian juga dengan gaya
kepemimpinan, memiliki berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Spector (1986)
dan Fisher (1989) mengatakan bahwa kepuasan kerja dan kesehatan mental karyawan

p. 16
dipengaruhi oleh pengambilan keputusan yang partisipatif, artinya karyawan dilibatkan
dalam pengambilan keputusan organisasi.
Atas dasar pendapat ahli dan hasil penelitian ini maka untuk meningkatkan
kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ, pemimpin harus menerapkan nilai-nilai
organisasi yang inovatif serta menerapkan manajemen partisipatif. Semakin inovatif
nilai-nilai organisasi dan semakin tinggi penerapan manajemen partisipatif maka
kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ akan meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian dan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
korelasi dan pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan
memberikan korelasi positif yang kuat terhadap kepuasan kerja karyawan administratif
PT XYZ. Dengan demikian H0 ditolak dan H7 diterima.
h. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan secara
Simultan terhadap Kinerja melalui Kepuasan Kerja
Hipotesis terakhir sekaligus hipotesis paling utama dalam penelitian ini adalah
adanya pengaruh intervensi kepuasan kerja dalam hubungan budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan administratif PT XYZ.
Melalui uji F, pengaruh secara simultan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
terhadap kinerja melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening, diperoleh hasil
Fhitung 5.194 lebih besar dari Ftabel 2.760. Artinya, terjadi pengaruh simultan budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja.
Sedangkan pengujian dengan Regresi Linear Berganda diperoleh hasil bahwa
kepuasan kerja mengintervensi hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja.
Dimana didapat thitung sebesar 3.208 dan ttabel 1.996, karena thitung > ttabel, maka hal
tersebut menunjukkan adanya pengaruh intervensi antar kedua variabel yang diuji.
Dimana pengaruh intervensi ditunjukkan dengan perkalian antara koefisien a dan b yaitu
sebesar 0.30747 (dibulatkan 0.307). Dengan adanya pengaruh intervensi sebesar 30.7%,
maka untuk meningkatkan kinerja karyawan administratif, pemimpin PT XYZ dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan melalui peningkatan budaya organisasi, yaitu
penerapan nilai-nilai organisasi yang inovatif dan memiliki kecocokan dengan
karakteristik anggota organisasi.
Selain itu sesuai dengan hipotesis yang diajukan, kepuasan kerja juga
mengintervensi hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Hal
tersebut dapat dilihat dari uji sobel yang dilakukan, dimana diperoleh nilai t hitung sebesar
2.402 dan dibandingkan dengan ttabel yang lebih kecil yaitu 1.996. Karena t hitung > ttabel
maka dalam penelitian ini terdapat peran kepuasan kerja dalam mengintervensi
hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja. Pengaruh intervensi tersebut
sebesar 0.11988 (dibulatkan 0.119). Pengaruh intervensi kepuasan kerja memediasi
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 11.9%. Jadi, untuk meningkatkan
kinerja karyawan dibutuhkan peningkatan hubungan pimpinan dengan karyawan melalui
pendekatan manajemen partisipatif dan kharismatik, yaitu mengikutkan atau
menampung aspirasi karyawan administratif dalam pengambilan keputusan organisasi.

p. 17
Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
mengintervensi hubungan antara budaya organisasi dan gaya kepemimpinan. Untuk
meningkatkan kinerja karyawan administratif, pemimpin PT XYZ harus memperhatikan
kepuasan kerja melalui penerapan nilai-nilai organisasi yang lebih inovatif dan
peningkatan manajemen partisipatif. Semakin inovatif nilai-nilai organisasi dan semakin
tinggi penerapan manajemen partisipatif maka karyawan akan makin puas, sehingga
akan menghasilkan kinerja yang makin tinggi.
Berdasarkan pengujian di atas, pengaruh budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening,
dapat ditunjukkan dalam persamaan: Ŷ = 2.209 + 0.228X1 + 0.280X2 + 0.435YX3 +
0.307X3X1 + 0.119X3X2 + ε. Persamaan ekonometrika tersebut dapat dijelaskan bahwa
kenaikan kinerja dipengaruhi oleh 0.228 x pengaruh langsung budaya organisasi
terhadap kinerja, 0.280 x pengaruh langsung gaya kepemimpinan terhadap kinerja, 0.435
x kepuasan kerja, 0.307 x pengaruh perkalian jalur budaya organisasi dengan kepuasan
kerja, 0.119 x pengaruh perkalian jalur gaya kepimpinan dengan kepuasan kerja dan
estimasi error oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Dengan persamaan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan, budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja melalui
kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ. Dengan demikian H0 ditolak dan H8
diterima.
3. Pembahasan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja dalam
mengintervensi hubungan antara budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan administratif PT XYZ. Setelah dilakukan pegumpulan data baik
melalui kuesioner dan observasi dengan bantuan SPSS 16, serta pengujian (uji t, F, R,
R2, Sobel, Linear Berganda) dalam pengolahan data, diperoleh bahwa terdapat pengaruh
intervensi kepuasan kerja dalam hubungan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
terhadap kinerja, dengan persamaan Ŷ = 2.209 + 0.228X1 + 0.280X2 + 0.435YX3 +
0.307X3X1 + 0.119X3X2 + ε.
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan secara langsung terhadap kinerja karyawan sangat kecil. Untuk
membantu meningkatkan kinerja, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menciptakan
kepuasan kerja melalui penciptaan dan pemahaman nilai-nilai organisasi yang lebih
inovatif dan peningkatan penerapan manajemen partisipatif, serta penumbuhan
kharismatik pemimpin. Semakin tinggi kepuasan kerja yang bersumber dari budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan, maka semakin tinggi kinerja karyawan secara
keseluruhan.
Berdasarkan observasi, nilai-nilai organisasi PT XYZ kurang mendapat perhatian
dan rendah sosialisasi sehingga karyawan tidak mengetahui dan memahami nilai-nilai
yang dijunjung oleh PT XYZ, yang mengakibatkan munculnya nilai-nilai individual.
Untuk meningkatkan kinerja karyawan melalui pendekatan budaya organisasi, PT XYZ
dapat mengacu pada penelitian O’Reilly dkk (1991), bahwa budaya organisasi

p. 18
mempunyai pengaruh terhadap efektifitas organisasi, terutama pada organisasi yang
mempunyai budaya yang sesuai dengan strategi, serta dapat meningkatkan komitmen
karyawan terhadap organisasi. Kesesuaian antara budaya organisasi dengan karakteristik
karyawan akan menimbulkan kepuasan kerja yang mendorong individu untuk kreatif
dalam arti dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian, observasi, dan penemuan O’Reilly dkk (1991), dapat
disimpulkan bahwa:
 Semakin inovatif nilai-nilai organisasi PT XYZ maka semakin tinggi kepuasan kerja,
yang memiliki pengaruh pada semakin tingginya kinerja karyawan administratif PT
XYZ. Nilai-nilai organisasi yang inovatif menuntut karyawan untuk terus
mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan tugas dan tujuan organisasi. Atas dasar
tersebut, karyawan akan merasa puas dan memiliki semangat kerja yang tinggi, yang
pada akhirnya akan memiliki kinerja yang baik juga.
 Semakin tinggi sosialisasi nilai-nilai PT XYZ kepada setiap karyawan, khususnya
karyawan yang baru bergabung maka semakin tinggi kepuasan kerja, yang memiliki
pengaruh pada semakin tingginya kinerja karyawan administratif PT XYZ.
Sosialisasi yang rutin dan terjadwal akan memberikan pencerahan (refresh) atas
nilai-nilai organisasi yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
 Semakin efektif jalinan komunikasi antara sesama rekan kerja dan seluruh karyawan
PT XYZ maka semakin tinggi kepuasan kerja, yang memiliki pengaruh pada
semakin tingginya kinerja karyawan administratif PT XYZ. Jalinan komunikasi yang
efektif dan dukungan dari rekan kerja dan pihak lainnya akan memudahkan seorang
karyawan menyelesaikan tugasnya dengan baik, yang pada akhirnya dia akan puas
dan kinerja akan terus meningkat.
 Sedangkan observasi mengenai gaya kepemimpinan yang berlangsung di PT XYZ,
cenderung terlihat kurang memiliki daya untuk mempengaruhi bawahan untuk dapat
bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang berlangsung
terlihat cukup partisipatif, namun hanya dari level kepala bagian ke atas, sedangkan
peran karyawan administratif belum banyak dilibatkan, serta banyak keputusan yang
dibuat tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Selain itu, beberapa pimpinan
kurang karismatik sehingga kurang mendapat respon dari bawahan.
Untuk meningkatkan kinerja karyawan melalui pendekatan gaya kepemimpinan,
PT XYZ dapat mengacu pada survey yang dilakukan Harris dan Ogbonna (2001),
bahwa dari tiga gaya kepemimpinan yang dianalisis, ternyata Gaya Kepemimpinan
Partisipatif menduduki peringkat pertama dalam hubungan dengan orientasi pasar. Gaya
kepemimpinan ini diukur oleh keadaan dimana pemimpin mengijinkan bawahan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan dengan cara menanyakan masukan atau
kontribusi dari karyawan.
Berdasarkan hasil penelitian, observasi, dan penemuan Ogbonna (2001), dapat
disimpulkan bahwa:
 Semakin baik manajemen partisipatif di PT XYZ, yaitu melibatkan bawahan dalam
pengambilan keputusan PT XYZ maka semakin tinggi kepuasan kerja, yang

p. 19
memiliki pengaruh pada semakin tingginya kinerja karyawan administratif PT XYZ.
Peningkatan kepuasan kerja dan kinerja terjadi akibat adanya rasa memiliki dan
bertanggungjawab atas keputusan yang dibuat bersama.
 Semakin baik dan akrab hubungan kerja sesama karyawan administratif PT XYZ
maka karyawan berani mengajukan pendapat dan berdiskusi tentang pekerjaan itu
sendiri. Atas pendapat dan hasil diskusi tersebut, seorang karyawan akan lebih
memahami pekerjaannya sehingga dengan mudah dia dapat menyelesaikan tugas-
tugasnya, sehingga kepuasan dan kinerjanya akan meningkat.
 Semakin tinggi tanggungjawab pemimpin PT XYZ atas pekerjaan dan jabatan yang
diemban, meningkatkan skill, karya, dan produktivitas kerja, maka akan semakin
tinggi karismatik pemimpin di mata karyawan. Akhirnya, karyawan akan semakin
loyal dan akan terus meningkatkan kinerjanya.
 Semakin tinggi kebebasan yang diberikan kepada karyawan administratif PT XYZ
dalam cara menyelesaikan pekerjaannya maka akan semakin tinggi kinerja karyawan
tersebut. Kebebasan akan menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam menyelesaikan
pekerjaan, selama kebebasan tersebut masih berada pada jalur yang baik dan tidak
bertentangan dengan norma-norma organisasi dan umum.
 Semakin sering karyawan administratif PT XYZ mendapatkan penghargaan atau
promosi jabatan bagi karyawan yang berprestasi maka karyawan akan puas dan terus
meningkatkan kinerjanya. Pemberian penghargaan atau promosi akan memberikan
dampak positif bagi karyawan lainnya untuk berkompetisi menjadi karyawan
berprestasi.
 Semakin objektif kebijakan yang dibuat maka akan meningkatkan kepuasan kerja
karyawan administratif PT XYZ. Objektif kebijakan dituntut dapat mengakomodir
semua pihak agar kebijakan tersebut dapat diterima semua pihak dan berjalan sesuai
dengan harapan.
 Semakin baik dan objektif sistem penilaian kerja karyawan administratif PT XYZ
maka akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan administratif PT
XYZ. Penilaian kerja ditujukan untuk mengetahui tingkat kinerja sekaligus
perbaikan sistem kerja, dalam rangka pengembangan karir karyawan.
4. Implikasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi maka diperoleh implikasi penelitian
sebagai berikut.
a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan administratif PT XYZ. Hasil penelitian ini tidak sejalan
temuan terdahulu dari Sheridan (1992), Gordon (1991), Indriantoro (2000), dan
Daultram (2003). Hubungan yang bersifat kausalitas ini menunjukkan bahwa budaya
organisasi PT XYZ tidak memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Menurut observasi, sosialisasi nilai-nilai PT XYZ jarang dilakukan sehingga
penerapan/implementasi nilai-nilai tidak berjalan. Akibatnya, nilai-nilai individu
menjadi lebih berkembang dan dominan. Dapat disimpulkan, apabila nilai-nilai
individu lebih dominan dibandingkan nilai-nilai organisasi maka akan berdampak
negatif terhadap kinerja organisasi karena tidak ada keseragaman nilai – membuat
cara sendiri-sendiri – dalam mencapai tujuan organisasi. Agar budaya organisasi

p. 20
dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, pemimpin PT XYZ
dapat:
1) Melakukan revisi nilai-nilai organisasi yang lebih inovatif dan menampung nilai-
nilai individu yang relevan dengan tujuan PT XYZ.
2) Melakukan sosialisasi nilai-nilai PT XYZ secara terjadwal terhadap seluruh
karyawan.
3) Memberikan penjelasan nilai-nilai PT XYZ terhadap calon karyawan yang akan
bergabung sehingga mereka mengetahui dan dapat menyesuaikan dengan nilai-
nilai yang berlaku di PT XYZ.
4) Melakukan evaluasi terhadap penerapan nilai-nilai PT XYZ secara terjadwal
untuk mengetahui tingkat partisipasi karyawan dalam memahami dan
implementasi nilai-nilai PT XYZ.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan administratif PT XYZ. Pengaruh yang terjadi tergolong
cukup kecil, yaitu 25,9%. Artinya, gaya kepemimpinan hanya mememberikan
dampak positif sebesar 25,9% terhadap kinerja karyawan. Walaupun demikian, hasil
penelitian ini sejalan dengan temuan Harsey dan Blanchard (1985); Harris dan
Ogbonna (2001) bahwa pemimpin memberikan ijin kepada semua bawahan untuk
berpartisipasi dalam mempengaruhi keputusan. Hasil observasi, gaya kepemimpinan
di PT XYZ belum sepenuhnya menerapkan manajemen partisipatif hingga level staf
paling bawah (grassroot). Partisipasi yang sering ditampung, baru sebatas level
kepala unit hingga ke atas, karena kepala unit dianggap sudah mewakili stafnya.
Selain itu, beberapa pemimpin dianggap kurang kharismatik dan berperilaku kurang
positif yang menimbulkan karyawan kurang loyal. Oleh karena itu, apabila
penerapan manajemen partisipatif semakin baik dan perilaku pemimpin semakin
positif maka kinerja karyawan akan meningkat. Agar gaya kepemimpinan dapat
meningkatkan kinerja karyawan, pemimpin PT XYZ dapat:
1) Meningkatkan penerapan manajemen partisipatif dengan mengakomodir
masukan/usulan dari karyawan bawah, sepanjang masukan/usulan sesuai dengan
kebutuhan dan tidak bertentangan dengan aturan.
2) Maningkatkan kharismatik pemimpin melalui pendekatan perilaku
cendikia/ilmuwan.
3) Meningkatkan rasa tanggung jawab pemimpin terhadap tugas dan
tanggungjawab yang diemban, serta menghasilkan karya-karya yang inovatif
untuk kemajuan PT XYZ.
c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan administratif PT XYZ. Pengaruh yang terjadi tergolong cukup
besar, yaitu 55,5%. Artinya, kepuasan kerja mememberikan dampak positif sebesar
55,5% terhadap kinerja karyawan. Semakin puas karyawan maka kinerja akan
semakin tinggi. Menurut Luthans (1998) kepuasan kerja merupakan ungkapan
karyawan tentang pekerjaannya. Karyawan yang puas akan ditandai dengan loyalitas
yang tinggi. Menurut pengamatan, karyawan administratif terlihat kurang puas
dengan pekerjaanya yang diperlihatkan dengan sikap kurang loyal, datang terlambat,
dan sering tidak masuk. Fakta lainnya menunjukkan bahwa jumlah karyawan
turnover tahun 2012/2013 cukup tinggi, sebesar 10 orang (11,63%). Agar kepuaan
kerja dapat meningkatkan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, pemimpin PT
XYZ dapat:

p. 21
1) Memperhatikan dan menyesuaikan pendapatan (finansial dan non finansial)
sesuai dengan kinerja karyawan.
2) Meningkatkan kenyamanan dan kesesuain kerja karyawan, yaitu memberikan
fasilitas kerja sesuai dengan kebutuhan tugas, dan menempatkan karyawan sesaui
dengan keahliannya.
3) Meningkatkan rasa keadilan di antara sesama karyawan.
4) Menyusun jenjang karir yang jelas dan memberikan penghargaan atau promosi
jabatan bagi karyawan yang berprestasi, yang merupakan salah satu motivasi
karyawan lainnya untuk meningkatkan kinerja.
d. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ. Pengaruh yang terjadi tergolong
cukup besar, yaitu 68,9%. Artinya, budaya organisasi mememberikan dampak positif
sebesar 68,9% terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin sesuai nilai-nilai
individu dengan nilai-nilai PT XYZ maka karyawan akan semakin puas bekerja.
Wallach (1983) menuturkan bahwa untuk mencapai kepuasan kerja harus ada
kesesuaian antara karakteristik individu dan budaya organisasi. Hasil pengamatan,
budaya PT XYZ kurang dipahami oleh karyawan karena jarang disosialisasikan
sehingga memunculkan nilai-nilai individu. Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian
antara nilai satu karyawan dengan karyawan lainnya, sehingga terjadi
ketidakharmonisan dalam bekerja. Untuk meningkatkan pengaruh positif budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan, pemimpin PT XYZ dapat:
1) Membangun budaya organisasi yang lebih inovatif, seperti kekompakan,
keadilan, bersaing secara sehat, dan kemudian mensosialisasikannya secara
berkala terhadap semua karyawan. Budaya organisasi yang inovatif akan
membangun sikap dan perilaku karyawan ke arah positif.
2) Meningkatkan kebersamaan dan saling mendukung, serta kualitas lingkungan
yang supportif dalam rangka meningkatkan kepuasan karyawan.
e. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ. Pengaruh yang terjadi
tergolong cukup besar, yaitu 43,5%. Artinya, gaya kepemimpinan mememberikan
dampak positif sebesar 43,5% terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi
penerapan manajemen partisipatif dan semakin baik perilaku pemimpin maka
karyawan akan semakin puas bekerja. Menurut Spactor,1986; Fiscer, 1989; dan
Soon Hee Kim, 2002; bahwa pengambilan keputusan yang partisipatif akan
meningkatkan kesehatan mental dan kepuasan karyawan. Hasil pengamatan,
karyawan administratif PT XYZ terlihat kurang puas terhadap gaya kepemimpinan
yang berlangsung karena partisipasi mereka sangat jarang diikutkan atau ditampung
dalam keputusan-keputusan. Selama ini, partisipasi yang diikutkan hanya sebatas
kepala unit ke atas. Untuk meningkatkan pengaruh positif gaya kepemimpinan
terhadap kepuasan kerja karyawan, pemimpin PT XYZ dapat:
1) Meningkatkan keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan karena
dengan mengikutkan partisipasi bawahan akan berdampak pada meningkatnya
rasa untuk tunduk kepada putusan yang dibuat bersama.
2) Meningkatkan rasa tanggung jawab pemimpin terhadap tugas dan tanggung
jawab pemimpin, sebagai contoh bagi bawahan. Sikap pemimpin yang baik akan
menjadi kebanggaan dan menjadi pemicu kepuasan kerja karyawan.
f. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
secara simultan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan administratif

p. 22
PT XYZ. Artinya, kinerja yang dihasilkan karyawan tidak dipengaruhi oleh budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan. Namun dalam penelitian
sebelumnya terdapat hubungan positif, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Harris
dan Mossholder, 1996; Chen, 2004; Wallach, 1983 O’Relly dkk, 1991 tentang
budaya organisasi terhadap kinerja, serta penelitian Harsey dan Blanchard, 1985;
dan Ogbonna, 2001 tentang gaya kepemimpinan terhadap kinerja. Berdasarkan
observasi, tidak berjalannya sosialisasi nilai-nilai organisasi menyebabkan
kekosongan nilai sehingga nilai-nilai individu berkembang subur. Selain itu, gaya
kepemimpinan terlihat kurang mengakomodir partisipasi bawahan sehingga
bawahan merasa bahwa kurang empati atas keputusan yang dibuat. Akibatnya,
budaya PT XYZ dan gaya pemimpin tidak memberikan pengaruh simultan terhadap
kinerja karyawan administratif PT XYZ. Agar budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja
karyawan, pemimpin PT XYZ dapat:
1) Meningkatkan sosialisasi dan pemahaman nilai-nilai kepada semua karyawan.
Apabila dibutuhkan, melakukan review atas nilai-nilai yang sudah ada dengan
memasukkan unsur karakter individu yang dinilai dapat mendukung tujuan PT
XYZ. Dengan adanya kesamaan antara karakter individu dan nilai-nilai PT XYZ
maka karyawan akan lebih mudah beradaptasi dan melaksanakan tugas-tugas
dengan baik dan tepat waktu.
2) Meningkatkan partisipasi bawahan dalam memberikan pemikiran/masukan
dalam pengambilan keputusan PT XYZ. Keputusan yang diambil akan
dilaksanakan sesuai yang diharapkan, karena karyawan merasa ikut
berkontribusi dalam pembuatan keputusan tersebut, dan secara otomatis akan
meningkatkan kinerja karyawan.
g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
secara simultan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan administratif
PT XYZ. Pengaruh yang terjadi tergolong cukup besar, yaitu 55,4% oleh budaya
organisasi dan 21,6% oleh gaya kepemimpinan. Artinya, budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan secara simultan mememberikan pengaruh positif terhadap kepuasan
kerja karyawan. Semakin sesuai budaya organisasi dengan karakter individu dan
semakin baik gaya kepemimpinan maka kepuasan kerja akan semakin tinggi.
Menurut Teed dan Meyer (1993), karyawan yang terpuaskan lebih memiliki tingkat
kehadiran yang tinggi dan turnover yang rendah. Sedangkan menurut observasi,
karyawan administratif PT XYZ mengalami ketidakpuasan, yang ditandai dengan
adanya turnover karyawan administratif yang cukup besar pada tahun 2012/2013
sebesar 11,63% serta sering bolos kerja. Untuk meningkatkan pengaruh positif
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan,
pemimpin PT XYZ dapat:
1) Membangun budaya organisasi yang lebih inovatif, yang sesuai dengan
karakteristik karyawan, dengan penerapan yang berlandaskan pada keadilan dan
saling memajukan, seperti memberikan penghargaan kepada karyawan yang
berprestasi.
2) Meningkatkan ruang gerak karyawan administratif untuk berkontribusi dalam
pengambilan keputusan, karena dengan adanya kontribusi tersebut mereka
merasa dihargai dan puas dengan keputusan yang dibuat bersama.
h. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja melalui kepuasan kerja

p. 23
karyawan administratif PT XYZ. Pengaruh yang terjadi tergolong cukup kecil, yaitu
30,7% oleh budaya organisasi dan 11,9% oleh gaya kepemimpinan. Artinya, budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan mememberikan pengaruh positif
terhadap kinerja melalui intervensi kepuasan kerja karyawan administratif. Semakin
sesuai budaya organisasi dengan karakter individu dan semakin baik gaya
kepemimpinan maka karyawan akan semakin puas, yang pada akhirnya kinerja
karyawan akan semakin tinggi. Menurut pengamatan, terjadi penurunan kinerja yang
ditandai dengan penurunan penerimaan mahasiswa, karyawan tidak loyal,
mengabaikan peraturan, dan sering mangkir. Kondisi ini sesuai dengan pendapat
Robbins (2001) bahwa penurunan kinerja ditandai dengan pembuatan negatif, tidak
loyal, menurunkan kualitas dan kuantitas kerja, mengabaikan peraturan, serta
meningkatnya kesalahan dalam kerja. Untuk meningkatkan pengaruh positif budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
karyawan, pemimpin PT XYZ dapat:
1) Merumuskan kembali nilai-nilai organisasi yang inovatif, yang sesuai dengan
karakteristik karyawan, dengan menjunjung semangat keadilan dan kebersamaan
dalam rangka mencapai tujuan PT XYZ.
2) Meningkatkan ruang gerak karyawan administratif dalam memberikan
masukan/saran dalam berbagai keputusan PT XYZ, melalui penerapan
manajemen partisipatif.
3) Meningkatkan wibawa (kharismatik) pemimpin melalui peningkatan tanggung
jawab atas jabatan, peningkatan kinerja, perilaku positif, dan menjalin hubungan
keakraban yang positif denbgan bawahan.

E. SIMPULAN
Berdasarkan hipotesis penelitian, hasil analisis dan pembahasan, maka simpulan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
 Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh positif budaya organisasi
secara parsial terhadap kinerja karyawan administratif PT XYZ. Artinya, kinerja
karyawan Administratif PT XYZ tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi yang
berlaku di PT XYZ. Kurangnya sosialisasi budaya organisasi terhadap karyawan
merupakan salah satu penyebab menjadi lemahnya penyerapan dan aktualisasi nilai-
nilai organisasi. Akibatnya, budaya organisasi tidak memberikan dampak secara
langsung terhadap kinerja. Apabila nilai individual lebih dominan dibandingkan nilai
organisasi maka budaya organisasi tidak dapat dijadikan sebagai faktor pendukung
kinerja karyawan.
 Terdapat pengaruh positif gaya kepemimpinan secara parsial terhadap kinerja
karyawan. Artinya bahwa kinerja karyawan administratif PT XYZ dipengaruhi oleh
gaya kepemimpinan. Semakin tinggi penerapan manajemen partisipatif dan semakin
baik pola perilaku pemimpin PT XYZ maka kinerja karyawan akan meningkat.
Apabila karyawan merasakan perilaku pemimpin semakin positif maka dia akan
lebih loyal pada tugas dan organisasi secara keseluruhan.
 Terdapat pengaruh positif antara kepuasan kerja secara parsial terhadap kinerja
karyawan. Artinya, kinerja karyawan administratif PT XYZ dipengaruhi oleh
kepuasan kerja yang dirasakan karyawan. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan

p. 24
administratif PT XYZ maka kinerja yang dihasilkan karyawan akan semakin tinggi.
Peningkatan kepuasan kerja ditandai dengan tingkat kehadiran yang tinggi dan
turnover yang rendah. Untuk meningkatkan kinerja, dapat dilakukan dengan
peningkatan pendapatan, ketenangan kerja, promosi jabatan, keadilan, kesesuaian
kerja, dan lainnya.
 Terdapat pengaruh positif budaya organisasi secara parsial terhadap kepuasan kerja.
Artinya, kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ dipengaruhi oleh budaya
organisasi yang dianut. Semakin sesuai nilai-nilai organisasi dengan karakteristik
karyawan maka kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ akan meningkat.
Untuk meningkatkan kepuasan kerja, dapat dilakukan dengan membangun nilai-nilai
organisasi yang lebih inovatif dan kemudian menerapkannya secara konsekuen, serta
mensosialisasikan secara berkala dan teratur.
 Terdapat pengaruh positif gaya kepemimpinan secara parsial terhadap kepuasan
kerja. Artinya, kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ dipengaruhi oleh
gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin. Semakin tinggi penerapan
manajemen partisipatif dan semakin tinggi karismatik pemimpin maka kepuasan
kerja karyawan administratif PT XYZ akan meningkat. Pola perilaku pemimpin PT
XYZ yang semakin baik akan dapat meningkatkan kesehatan mental dan kepuasan
kerja karyawan.
 Hasil uji simultan menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh positif budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan terhadap kinerja karyawan
administratif PT XYZ. Artinya, kinerja karyawan tidak dipengaruhi oleh budaya
organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan. Nilai-nilai organisasi dan
perilaku pemimpin secara simultan tidak memberikan kontribusi positif terhadap
peningkatan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya, seperti Harsey dan Blanchard, 1985; Ogbonna, 2001. Lemahnya
pengaruh kedua variabel, diindikasikan akibat kurangnya sosialisasi dan aktualisasi
nilai-nilai organisasi sehingga masing-masing karyawan menggunakan nilai-nilai
individu dalam organisasi. Selain itu, penerapan manajemen parsipatif belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik.
 Hail uji simultan menunjukkan, terdapat pengaruh positif antar budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan
administratif PT XYZ. Artinya, kepuasan kerja dipengaruhi oleh budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan secara simultan. Semakin inovatif nilai-nilai organisasi dan
semakin tinggi penerapan manajemen partisipatif maka kepuasan kerja karyawan
administratif PT XYZ makin tinggi.
 Terdapat pengaruh positif budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap
kinerja melalui intervensi kepuasan kerja karyawan administratif PT XYZ. Pengaruh
intervensi kepuasan kerja dalam hubungan antara budaya organisasi sebesar 30.7%
dan gaya kepemimpinan sebesar 11.9% terhadap kinerja karyawan. Untuk
meningkatkan kinerja karyawan dapat dilakukan melalu peningkatan kepuasan kerja,
yaitu dengan penerapan nilai-nilai organisasi yang inovatif serta penerapan

p. 25
manajemen pastisipatif yang lebih baik. Semakin inovatif nilai-nilai organisasi dan
semakin baik penerapanan manajemen partisipatif maka karyawan akan puas,
berkerja, sehingga akan menghasilkan kinerja yang makin tinggi. Hasil persamaan
statistik-nya adalah Ŷ = 2.209 + 0.228X1 + 0.280X2 + 0.435YX3 + 0.307X3X1 +
0.119X3X2 + ε. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa kenaikan kinerja dipengaruhi
oleh 0.228 x pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja, 0.280 x
pengaruh langsung gaya kepemimpinan terhadap kinerja, 0.435 x kepuasan kerja,
0.307 x pengaruh perkalian jalur budaya organisasi dengan kepuasan kerja, 0.119 x
pengaruh perkalian jalur gaya kepimpinan dengan kepuasan kerja dan estimasi error
oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.

F. DAFTAR REFERENSI
Achmad Sobirin, 2002, “Budaya: Sumber Kekuatan Sekaligus Kelemahan Organisasi”.
Jurnal Siasat Bisnis, No.7, Vol. 1, Hal. 1-20.
Andreas Budihardjo, 2003, “Peranan Budaya Perusahaan : Suatu Pendekatan Sistematik
dalam Mengelola Perusahaan”. Jurnal Manajemen Prasetya Mulya, Mei, Vol.
VIII, No. 14.
Andreas Lako, 2004, Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi: Isu, Teori dan Solusi,
Yogyakarta: Amara Books
Baker G.A., & Associates, 1992, Cultural Leadership: Inside America’s community
colleges, Washington DC: American Association of Community and Junior
Colleges.
Baldwin R. G., 1998, “Technology’s Impact on Faculty Life and Work. In K. H.
Gillespie” (Ed.), The Impact on Technology on Faculty Develoment, Life,
and Work (pp. 7-21), San Francisco: Jossey-Bass.
Bass, B.M., 1995, Bass and Stogdill’s Hand Book of Leadership, New York: Free
Press.
Bernardin, H. John & Joyce E.A. Russell, 1993, Human Resource Management,
Singapore: McGraw-Hill.
Chen, L. Y., 2004, Examining the Effect of Organization Culture & Leadership
Behaviors on organizational commitment, job satisfaction, & job performance at
small & middle-sized firms of Taiwan: The Journal of American Academy of
Business, p. 432-438.
Daulatram B. Lund 2003, “Organizational Culture ang Job Satisfaction”, Journal of
Business and Industrial Marketing , Vol. 18, No. 3.
Davis S., 1984, Managing Corporate Culture, Cambridge, MA: Belinger.
Dolence M. G., & Norris D. M., 1995, Transforming Higher Education: A Vision for
Learning in The 21st Century, Ann Arbor. MI: Society for College and
University Planning.
Fisher S., 1989, ”Stress, Control, Worry Prescriptions and The Implication for Health at
Work: A Psychologycal Models”, In Job Control and Worker Health, Edited
by S. L. Sauter, J. J. Hurrell & C. L Copper, 205-36, Chichester, Uk: Wiley.

p. 26
Fuad Mas’ud, 2004, Survai Diagnosis Organisasional: Konsep dan Aplikasi,
Semarang: UNDIP.
Gibson J. H., Ivancevich J. M. & Donnally Jr. J. H., 1991, Organization: Behaviour,
Stucture, Processes, Homeword III: Richard D. Irwin, Inc.
Gordon, Judith R., 1991, A Diagonostic Approach to Organizational Behaviour,
Massachussets: Ally and Bacon.
Harris L.C., Ogbonna E, 2001, “Leadership Style and Market Orientation: An Empirical
Study” , European Journal of Marketing, 35,5/6
Harris S. G. & Mossholder K. W, 1996, “The Effective Implication of Perceived
Congruence with Cultural Dimensions During Organizational Transformation”,
Journal of Management, 22, 527-547.
Hersey P, & Blachard K. H., 1985, “Life Cycle Theory of Leadership”, Training and
Development Journal, 23(2), 26-34.
Hofstede, G., 2005, Culture and Organizations, New York: McGraw Hill
Hurtado S., & Dey E. L., 1997, “Achieving The Goals of Multiculturalism and
Diversity. In M. Peterson. D. D. Dill. L. Mets, & Associates (Eds.)”, Planning
and Management for A Changing Environment (pp.405-431), San Francisco:
Jossey-Bass.
Iaffaldano M. T., & Muechinsky, 1985, “Job Satisfaction and Job Performance: a
Metaanalysis”, Psychologycal Bulletin, 97, 251-273.
Johnstone D. B., 1999, “The Challenge of Planning in Public”, Planning for Higher
Education, 28(2), 57-64.
Kirkpatrick S., & Loecke E. A., 1996, “Direct and Indirect Effect of Three Core
Charismatic Leadership Components on Performance and Attitudes”, Journal of
Applied Psychology, 81: 36-51.
Locke E. A., & David M. S., 1969, “Participation in Decision-Making: One More
Look”, In Research in Organizational Bahviour 1, Edited by B. M. Staw, 265-
339, Green-wich, CT: JAI Press.
Locke E. A., 1970, “Job Satisfaction and Job Performance: a Theorytical Analysis”,
Organization Behavior and Human Performance, Vol.5, p.484-500.
Luthans F., 1998, Organizational Behavioural, 7th Ed, New York: McGraw-Hill.
Nur Indriantoro, 2000, “Hubungan A Size Dana Fungsi dengan Culture Organizational
Perusahaan Manufaktur di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.
O’Reilly C.A. III, 1989, “Corporations Culture, and Commitment: Motivation and
Social Control in Organizations”, California Managemen Review, 31 (4) : 9 –
25.
Odom, R.Y., Boxx, W.R. & Dunn, M. G. (1990). Organizational Culture, Commitment,
Satisfaction and Cohesion. Public Productivity & Management Review. 14(2),
157-179.
Payamta, 2003, “Gaya Kepemimpinan : Perkembangan dan Kepemimpinan Dalam Era
Global”, Telaah , September No. 13.
Petty M. M, G. W. McGee, & J. W. Cavender, 1984, “A Meta-Analysis of The

p. 27
Relationship between Individual Performance”, Academy of Management
Review 9(4): 712-21.
Robbins S. P., 2001, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, edisi 8,
Jakarta: Prenhalindo
Schultz, DP & Schultz, SE., 1990, Psychology and Industry Today: An Introduction
th
to Industrial & Organizational Psychology (5 ed), London: Maxwell
Macmillan International Editions.
Sheridan J.E., 1992, “Organizational Culture and Employee Retention”, Academy of
Management Journal (Desember) PP 1036 - 1056.
Sinambela, Lijan Poltak, 2012, Kinerja Pegawai – Teori Pengukuran dan Implikasi,
Yogyakarta: Graha Ilmu
Singh-Sengupta, Sunita, 1997, “Leadership: A Style or an Influence Process”, Ijir,
vol.32, no32 january, 265-286.
Soehardi Sigit, 2001, Esensi Teori Perilaku Organisasional, Yogyakarta: FE
Universitas Wiyata Taman Siswa.
Soon Hee Kim, 2002, “Participative Management and Job Satisfaction: Lesson for
Management Leadership”, Public Administration Review, Vol 62, No. 2, P.
231 - 241.
Spector P. E., 1986, “Perceived Control by Employees: A Meta-Analysis of Studies
Concerning Autonomy adn Participation at Work”, Human Relation 39(11):
1005-1016.
Syafaruddin Alwi, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia - Strategi Keunggulan
Kompetitif, Yogyakarta: BPFE.
Tett R. P., & J. P Meyer, 1993, “Job Satisfaction Organizational Commitment, Turnover
Intention, and Turnover: Path Analyses Based on Meta-Analytic Findings”,
Personnel Psychology 46(2): 259-93.
Trovik S. J & McGiveren M. H., 1997, “Determinants of Organizational Performance”,
Management Decision, Volume 35, P.417-35.
Vanderberg R.J., Lance C.E, 1994, “Examining The Causal Order of Job Satisfaction
and Organizational Commitment”, Journal of Management, 18 (1) : 153 – 167.
Veithzal Rivail dan Deddy Mulyadi, 2011, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,
ed. 3, Jakarta: Rajawali Press
Wallach E. J., 1983, “Individual and Organizations: The Culture Match”, Training and
Development Journal, 37: 2, 29-36.

p. 28

Anda mungkin juga menyukai