Anda di halaman 1dari 26

STRATEGIC CHANGE INTERVENTIONS (INTERVENSI PERUBAHAN STRATEGIS)

Cumming & Worley (2005) mengartikan intervensi sebagai seperangkat tindakan yang
direncanakan dan bertujuan untuk membantu organisasi dalam meningkatkan efektivitas
organisasi. Intervensi dilakukan untuk membuat anggota organisasi dapat berubah ke arah yang
diinginkan dan lebih baik. Selebihnya intervensi organisasi dapat dikategorikan menjadi 4 jenis,
yaitu : Strategic Change Interventions, Technostructural Interventions, Human Resource
Management Interventions, dan Human Process Interventions (Cummings & Worley, 2005).

Salah satu jenis intervensi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Strategic Change
Intervention. Intervensi Strategic Change memiliki fokus utama pada upaya-upaya
mengorganisir sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk meningkatkan keuntungan
kompetitif dalam lingkungan. Program intervensi ini biasanya dikelola oleh para manajemen
tingkat atas dalam organisasi dan memerlukan waktu, tenaga, dan sumber daya yang besar.
Contoh dari penerapan intervensi ini adalah merger dan akuisis, serta strategi kolaboratif (aliansi
dan jaringan).

Organisasi dituntut untuk menerapkan strategi yang tepat agar dapat mencapai tujuannya. Namun
demikian, penerapan strategi suatu perusahaan sangatlah ditentukan oleh lingkungan sekitarnya.

Lingkungan Organisasi

Lingkungan organisasi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada diluar organisasi yang
memiliki pengaruh langsung maupun tak langsung terhadap hasil maupun kinerja organisasi.
Cummings & Worley (2005) membagi lingkungan organisasi kedalam 2 kategori, yaitu:
lingkungan umum (general environment) dan lingkungan tugas (task environment).

1. Lingkungan Umum (general environment),

Lingkungan umum disebut juga lingkungan yang tidak berpengaruh langsung kepada organisasi
(indirect environment) yaitu serangkaian dimensi dan kekuatan yang luas yang berada di sekitar
organisasi yang menciptakan keseluruhan konteks organisasi. Meskipun Lingkungan umum tidak
mempengaruhi organisasi secara langsung, namun harus tetap diperhitungkan dalam
pengambilan keputusan organisasi. Lingkungan umum terdiri dari dimensi ekonomi, teknologi,
sosial budaya, politik-hukum, dan internasional.

a. Dimensi Ekonomi, yaitu dimensi yang merefleksikan kesehatan dan vitalitas keseluruhan
dari sistem ekonomi di mana organisasi beroperasi. Apabila kondisi ekonomi mengalami
guncangan, maka akan berpengaruh secara langsung kepada organisasi. Faktor-faktor ekonomi
yang terutama sangat penting bagi bisnis adalah pertumbuhan ekonomi secara umum, inflasi,
tingkat bunga, dan tingkat penggangguran.
b. Dimensi Teknologi, yaitu dimensi yang merefleksikan metode-metode yang tersedia untuk
mengubah sumber daya menjadi produk atau jasa. Perubahan teknologi akan mempengaruhi cara
organisasi mengubah sumber daya tersebut.

c. Dimensi Sosial Budaya, yaitu dimensi yang meliputi sikap, norma, adat, gaya hidup, nilai,
kebiasaan, dan karakteristik demografi masyarakat di mana organisasi berada.

d. Dimensi Politik-Hukum, yaitu berupa peraturan pemerintah mengenai bisnis dan hubungan
umum antara bisnis dan pemerintah. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan
pemerintah bisa memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup organisasi.

e. Dimensi Internasional, yaitu pengaruh bisnis, politik dan kebijakan negara lain khususnya
untuk organisasi-oganisasi multinasional memberikan dampak yang sangat besar bagi organisasi
tersebut.

Lingkungan tugas (task environment).

Lingkungan tugas disebut juga lingkungan yang berpengaruh langsung kepada organisasi (direct
environment), yaitu unsur-unsur luar organiasi yang secara spesifik berpengaruh secara langsung
kepada organisasi. Cumming & Worley (2005) mengartikan lingkungan tugas sebagai individu
atau organisasi lain yang memiliki pengaruh langsung terhadap organisasi. Sebagai contoh
adalah kompetitor, pelanggan, pemasok, regulator, dan partner strategis.

Weick (dalam Cummings & Worley, 2005) menjelaskan bahwa agar kondisi lingkungan dapat
mempengaruhi organisasi, maka anggota organisasi harus mampu mempersepsikannya. Anggota
organisasi harus mampu mengamati dan mengartikan kondisi lingkungan sebelum pada akhirnya
membuat keputusan bagaimana cara untuk menghadapinya. Kondisi tersebut diartikan sebagai
enacted environment, yaitu persepsi dan gambaran anggota organisasi terhadap lingkungan
umum (general environment) dan lingkungan tugas (task environment). Jadi pada akhirnya hanya
enacted environment-lah yang akan mempengaruhi respon organisasi dalam menghadi
lingkungan.

Dimensi Lingkungan Organisasi

Lingkungan organisasi dapat juga dipandang sebagai dimensi-dimensi yang menggambarkan


konteks organisasi dan pengaruh atas respon tersebut. Terdapat perspektif yang memandang
lingkungan sebagai aliran informasi, sehingga organisasi perlu mengolah informasi-informasi
yang ada untuk mengetahui bagaimana cara berhubungan dengan lingkungan. Dimensi kunci
dari lingkungan yang mempengaruhi pemrosesan informasi adalah information uncertainty, atau
tingkatan dimana informasi yang berhubungan dengan lingkungan bersifat ambigu. Semakin
tidak pasti informasi yang ada, maka pemrosesan informasi akan semakin diperlukan bagi
organisasi untuk mempelajari lingkungannya. Organisasi berusaha untuk menghilangkan
ketidakpastian tersebut agar mereka dapat berhubungan dan memahami lingkungan.

Sementara terdapat perspektif lain yang memandang lingkungan sebagai sekumpulan


sumberdaya yang diperebutkan oleh organisasi. Dimensi kuncinya adalah resource dependence,
atau tingkatan dimana organisasi mengandalkan organisasi lain untuk memperoleh sumberdaya
yang dibutuhkan.Bagi suatu organisasi, ketergantungan sumberdaya akan menjadi sangat tinggi
ketika sumberdaya yang sangat diperlukan dan sulit diperoleh hanya dikuasai oleh satu
organisasi lain. Kedua dimensi lingkungan tersebut, information uncertainty dan resource
dependence, dapat digabungkan untuk melihat tingkatan sejauh mana organisasi dibatasi oleh
lingkungannya dan tanggap terhadap tuntutan mereka. Gambar berikut menjelaskan bagaimana
pengaruh dimensi lingkungan dengan transaksi organisasi.

Dalam kondisi dimana organisasi memiliki tingkat Information Uncertainty dan Resource
Dependence yang rendah, maka organisasi memiliki kebebasan dan tidak perlu untuk terlalu
merespon lingkungan. Namun semakin bertambahnya tingkat Information Uncertainty dan
Resource Dependence, maka organisasi harus mampu tanggap terhadap tuntutan
lingkungan.Organisasi harus mampu mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, dan selanjutnya organisasi harus memiliki
kemampuan untuk mengembangan respon yang efektif.

Respon organisasi terhadap tuntutan lingkungan biasanya disusun oleh para pemimpin puncak
dalam organisasi dalam sebuah strategi. Bagi organisasi, terdapat 2 strategi guna merespon
tuntutan lingkungan yaitu strategi kompetitif dan strategi kolaboratif. Namun demikian
bagaimana menentukan dan menerapkan strategi menjadi hal penting yang apabila dilakukan
dengan tidak tepat justru akan membuat organisasi menjadi tidak dapat merespon tuntutan
lingkungan dengan tepat. Oleh sebab itu maka maka diperlukan intervensi yang terkait dengan
penerapan strategi organisasi dalam merespon lingkungan.

Strategi Kompetitif

Intervensi strategi kompetitif memiliki fokus utama pada bagaimana cara organisasi
meningkatkan keunggulan kompetitifnya dibandingkan dengan organisasi lain. Untuk
menciptakan keunggulan kompetitif, organisasi harus mampu menunjukkan keunikannya
(uniqueness), memiliki nilai (value), dan sulit untuk ditiru (difficult to imitate). Keunikan
(uniqueness) dapat diartikan sebagai organisasi harus mampu memiliki keunikan dalam hal
sumberdaya maupun proses-proses organisasional yang membedakannya dengan organisasi lain.
Nilai (value) dapat diartikan sebagai organisasi harus memiliki nilai tambah yang dapat diberikan
kepada stakeholder-nya dan menjadi keunggulannya jika dibandingkan dengan organisasi lain.
Sedangkan sulit untuk ditiru (difficult to imitate) dapat diartikan sebagai keunggulan kompetitif
yang dimiliki oleh organisasi dalam hal keunikan (uniqueness) maupun bagaimana cara
organisasi memberikan nilai tambah (value) bagi stakeholder-nya merupakan hal yang sulit ditiru
oleh organisasi lain.

Keberhasilan penerapan strategi kompetitif tergantung dari bagaimana cara organisasi dalam
menciptakan keunggulan melalui keunikan (uniqueness), nilai (value), dan hal-hal yang tidak
dapat ditiru oleh organisasi lain (difficult to imitate). Intervensi yang dapat membantu organisasi
dalam mengembangkan keunggulan dan mengelola perubahan strategi adalah perubahan strategi
terintegrasi (integrated strategic change) serta merger dan akuisisi.

A. Perubahan Strategis Terintegrasi (Integrated Strategic Change)

Perubahan strategis terintegrasi merupakan proses terorganisir yang secara sengaja dilakukan
untuk menyelaraskan tuntutan lingkungan dengan strategi perusahaan, dimana hasilnya akan
menciptakan peningkatan pada kinerja dan efektivitas organisasi. Intervensi ini biasa dilakukan
ketika para anggota organisasi merasa bahwa organisasi telah memiliki strategi yang bagus untuk
menghadapai tuntutan lingkungan, namun pada kenyataannya strategi tersebut tidak diterapkan.

Perubahan strategis terintegrasi merupakan proses yang sangat melibatkan partisipasi dari setiap
pihak. Terdapat 3 kunci dalam pelaksanaan intervensi ini :

1. Integrasi menyeluruh antara strategi dengan desain organisasi yang mendukungnya;

2. Intergrasi menyeluruh antara proses perencanaan strategi, perencanaan implementasi,


dan eksekusi atas perencanaan tersebut, termasuk juga bagaimana membangun komitmen dan
dukungan terhadapnya.

3. Integrasi seluruh anggota organisasi dalam proses analisis, perencanaan, implementasi, dan
mempertahankan strategi organisasi.

Penerapan Perubahan Strategis Terintegrasi (Integrated Strategic Change)

Proses penerapan intervensi perubahan strategis terintegrasi dilakukan dalam 4 fase, yaitu:
melakukan analisis strategis, melaksanakan pilihan strategis, mendesain rencana perubahan
strategis, dan menerapkan rencana. Gambar berikut menjelaskan proses intervensi perubahan
strategis terintegrasi. Orientasi strategis perusahaan saat ini, digambarkan dalam strategi saat ini
(S1) dan desain organisasi saat ini (O1), dihubungkan dengan orientasi strategis perusahaan di
masa depan (S2/O2) oleh rencana perubahan strategis.

1. Melakukan analisis strategis


Proses analisis terhadap strategi organisasi dimulai dengan diagnosis terhadap kesiapan
organisasi untuk berubah serta strategi organisasi dan desain organisasi saat ini (S1/O1).
Indikator terpenting dari kesiapan organisasi adalah kemauan dan kemampuan manajemen senior
untuk melaksanakan perubahan strategis. Greiner & Schein (dalam Cumming & Worley, 2005)
menjelaskan bahwa terdapat 2 dimensi utama dalam analisis tersebut, yaitu : kemauan dan
komitmen para pemimpin untuk berubah, serta kemauan dan kemampuan anggota senior untuk
mengikuti inisiatif pemimpin.

Tahapan kedua dari proses analisis strategis organisasi adalah mendiagnosis strategi dan desain
organisasi saat ini. Proses untuk memahami strategi dan desain organisasi dapat dimulai dari
menganalisa kinerja keuangan dan efektivitas organisasi saat ini. Melalui proses tersebut maka
akan dapat diketahui kelangsungan dari orientasi stratetegi perusahaan saat ini. Selanjutnya
orientasi strategi perusahaan saat ini dapat digambarkan sebagai untuk menjelaskan kinerja dan
hasil dari sumber daya manusia organisasi. Sedangkan desain organisasi dapat digambarkan
sebagai struktur, desain pekerjaan, sistem informasi, dan sistem SDM yang ada.

Proses analisis strategis dilakukan dengan keterlibatan para anggota organisasi. Proses
pengambilan data dilakukan melalui wawancara maupun FGD dengan pihak-pihak terkait dalam
organisasi. Partisipasi dari berbagai pihak dalam proses analisis strategi organisasi ditujukan agar
tercipta komitmen bersama, sehingga anggota organisasi dapat lebih memahami mengapa perlu
dilakukan analisis terhadap strategi organisasi dan pada akhirnya akan mendukung proses
tersebut.

2. Melaksanakan Pilihan Strategis

Setelah orientasi strategis perusahaan telah dipahami, maka langkah selanjutnya adalah
mendesain orientasi strategis perusahaan selanjutnya. Sebagai contoh ketika dari proses analisis
strategis ditemukan ketidakcocokan antara lingkungan organisasi, orientasi strategis, dan kinerja
organisasi, maka ketidakcocokan tersebut dapat dijadikan sebagai masukan dalam mendesain
strategi dan desain organisasi masa depan. Melalui analisis tersebut, manajemen puncak dapat
merumuskan visi baru dan selanjutnya mendefinisikan beberapa strategi alternatif untuk
mencapai visi tersebut, termasuk diantaranya adalah menganalisa desain organisasi yang sesuai
dan mampu mendukung pelaksanaan masing-masing dari alternative strategi tersebut.

Proses pemilihan orientasi strategis perusahaan dilakukan oleh manajemen puncak, dan tidak
dapat didelegasikan kepada tingkatan manajemen dibawahnya, karena sifat posisi manajemen
puncak yang mampu memandang strategi dari perspektif manajemen secara keseluruhan dan
umum. Pada akhirnya hasil dari proses pemilihan orientasi strategis perusahaan adalah strategi
baru perusahaan untuk mengatasi tuntutan lingkungan (S2), serta desain organisasi baru yang
memastikan pelaksanaan strategi baru tersebut (O2).
3. Mendesain Rencana Perubahan Strategis

Rencana perubahan strategis merupakan kegiatan menyeluruh yang dilakukan untuk


mengarahkan organisasi dari strategi dan desain organisasi saat ini menuju ke strategi dan desain
organisasi yang diharapkan. Rencana perubahan strategis biasanya meliputi tipe, besar dan ruang
lingkup, serta jadwal dari kegiatan perubahan, serta biaya yang timbul dalam masing aktivitas
tersebut. Rencana perubahan strategis juga meliputi bagaimana perubahan akan
diimplementasikan, isu-isu politis yang mungkin timbul, sifat dari budaya organisasi, serta
kemampuan organisasi saat ini dalam menerapkan perubahan.

4. Menerapkan Rencana Perubahan Strategis

Proses penerapan rencana perubahan strategis melibatkan peran aktif dari manajemen senior
untuk mengatasi hambatan maupun isu-isu yang muncul ketika proses penerapan. Para
manajemen senior dapat memulai tindakan dan pengalokasian sumberdaya yang dibutuhkan,
menentukan target yang menantang dan dapat dicapai, serta aktif dalam memberikan umpan
balik terhadap pencapaian anggota organisasi. Pada akhirnya, peran pemimpin dalam penerapan
rencana perubahan strategis adalah memastikan bahwa setiap anggota organisasi
bertanggungjawab terhadap perubahan yang terjadi, menginternalisasi perubahan, serta siap
untuk memberikan solusi apabila terjadi permasalahan.

B. Merger dan Akusisi

Merger dan akusisi sama-sama merupakan bentuk penggabungan dari dua organisasi. Merger
adalah penggabungan dari 2 atau lebih organisasi menjadi satu organisasi baru, sedangkan
akuisisi adalah pengambilalihan suatu organisasi menjadi bagian dari organisasi lain. Latar
belakang organisasi melakukan merger dan akuisisi biasanya adalah pertumbuhan atau
diversifikasi, untuk memperoleh akses terhadap pasar, teknologi, untuk memperoleh sumber
daya, melakukan efisiensi operasional, serta inovasi.

Namun demikian pelaksanaan merger dan akuisisi terkadang juga dapat mengalami kegagalan
dikarenakan beberapa permasalahan seperti : kurangnya studi kelayakan, tidak tercapainya
sinergi antara organisasi-organisasi lama, biaya yang telalu mahal untuk proses merger dan
akuisisi, konflik antar budaya organisasi, dll.

Intervensi merger dan akuisisi didahului dengan diagnosis terhadap strategi bisnis dan strategi
organisasi. Strategi perusahaan menggambarkan rentang bisnis dimana organisasi akan turut
serta, sementara strategi bisnis menjelaskan bagaimana organisasi akan bersaing dalam bidang
tertentu. Intervensi merger dan akuisisi biasa digunakan ketika lingkungan internal organisasi
dianggap terlalu lambat, atau ketika organisasi lain (rekanan) tidak dapat mengendalikan
sumberdaya kunci yang dibutuhkan organisasi untuk mencapai tujuannya.

Penerapan Merger dan Akuisisi

Tahap pelaksanaan merger dan akuisisi meliputi 3 tahapan utama, yaitu : Fase Penggabungan
Awal, Fase Penggabungan Hukum, dan dan Fase Penggabungan Operasional.

1. Fase Penggabungan Awal

Fase awal ini terdiri atas aktivitas-aktivitas yang didesain untuk memastikan keberhasilan dalam
menggabungkan organisasi. Organisasi yang ingin melakukan perubahan strategis harus dapat
mengidentifikasi kandidat organisasi, berkerjasama untuk saling memperoleh informasi, serta
merencanakan implementasinya dan mengintegrasikan kegiatannya.

a. Mencari dan Memilih Kandidat

Tahapan ini bertujuan untuk menemukan kandidat organisasi yang sesuai melalui pemilihan
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang dapat digunakan adalah karakteristik
kepemimpinan dan manajemen yang diterapkan, akses terhadap pasar dan sumber daya yang
dibuuhkan. kemampuan teknikal dan kemampuan keuangan, sarana dan prasarana yang dimiliki.
Namun demikian, terdapat kriteria lain yang dapat ditambahkan yang dapat ditambahkan oleh
seorang praktisi OD, antara lain adalah aspek budaya dan organisasi, karena pada kenyataanya
kegagalan dalam memahami aspek tersebut dapat mengakibatkan berkurangan value yang
diperoleh oleh shareholder selama fase penggabungan operasional.

b. Membentuk Tim Merger dan Akuisisi

Tim merger dan akuisisi bertugas untuk menyusun kasus bisnis, memantau proses due diligent,
dan mengembangan rencana integrasi merger. Tim merger dan akuisisi berisi manajemen senior
beserta para ahli untuk bidang-bidang tertentu, misal marketing, organisasi, teknologi. Pada
tahap ini praktisi OD dapat berperan dalam memfasilitasi pembentukan tim yang baik melalui
intervensi human process, seperti team building dan konsultasi proses, serta membantu tim
dalam menetapkan suatu tujuan yang jelas dan strategi pencapaiannya. Praktisi OD juga dapat
membantu anggota tim dalam menyusun struktur kepemimpinan, dalam menerapkan
pengetahuan dan keahlian yang relevan, dan memastikan bahwa kedua organisasi benar-benar
telah diwakili oleh tim secara tepat.

c. Menetapkan Kasus Bisnis

Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui apakah dengan penggabungan organisasi dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi jika dibandingkan dengan keunggulan
kompetitif apabila organisasi berdiri sendiri-sendiri. Proses ini meliputi penetapan visi,
penetapan strategi persaingan, dan integrasi sistem dalam organisasi. Pada tahap ini praktisi OD
dapat memfasilitasi dan memastikan bahwa setiap permasalahan telah digali. Apabila kasus
bisnis tidak dapat dibenarkan dari segi strategi, keuangan, ataupun operasional, maka proses
merger dan akuisisi dapat ditinjau ulang dan bahkan dibatalkan.

d. Melaksanakan Kajian Due Diligent

Kajian due diligent merupakan evaluasi apakah masing-masing organisasi benar-benar memiliki
kemampuan manajerial, kemampuan finansial, dan kemampuan teknikal seperti yang
diasumsikan sebelumnya. Proses tersebut meliputi kajian menyeluruh terhadap klausa-klausa
penggabungan, rencana opsi saham, struktur organisasi, kemampuan finansial, kemampuan
SDM, kemampuan dalam kegiatan operasional, persediaan logistik, dll. Meskipun pelaksanaan
kajian due diligent biasanya lebih pada aspek keuangan, namun isu perbedaan budaya antar
organisasi dinilai dapat mempengaruhi pencapaian organisasi. Oleh sebab itu, saat ini perhatian
terhadap budaya organisasi menjadi hal yang ditonjolkan dalam proses due diligent. Cakupan
dan detil kajian due diligent sangat tergantung dari pengetahuan terhadap bisnis organisasi yang
akan diambil, kompleksitas organisasi, potensi resiko, dan sumber daya yang tersedia.

e. Mengembangkan Rencana Penggabungan Merger

Pada tahap ini menjelaskan apa tujuan penggabungan, cangkupan dan waktu kegiatan
penggabungan, kriteria desain organisasi, serta pihak-pihak mana saja yang bertanggung jawab
dalam proses penggabungan. Proses penyusunan rencana integrasi merger dimulai dari kasus
bisnis yang telah disusun sebelumnya dan disertai dengan analisis terhadap visi strategis
organisasi, strategi persaingan, dan integrasi sistem-sistem yang ada. Selanjutnya perlu disusun
desain untuk organisasi yang telah digabungkan, meliputi : struktur organisasi, alur pelaporan,
kebijakan SDM, sistem informasi dan sistem kendali, desain pekerjaan, dan kegiatan-kegiatan
lain yang berfokus pada pelanggan. Bagian terakhir dari rencana penggabungan merger adalah
penyusunan rencana pelaksanaan untuk mengimplementasikan merger dan akuisisi.

2. Fase Penggabungan Hukum

Tahapan ini meliputi aktivitas transaksional kedua organisasi dari segi hukum dan finansial.
Kedua organisasi mulai menyepakati klausa-klausa dalam perjanjian, mendaftarkan kegiatan
merger dan akuisisi tersebut pada pejabat berwenang, mengkomunikasikannya kepada seluruh
pemegang saham untuk memperoleh persetujuan, serta mendokumentasikannya dalam dokumen
legal. Pada fase ini praktisi OD dapat berperan dalam memberikan masukan ketika
menegosiasikan kesepakatan.
3. Fase Penggabungan Operasional

Tahapan terakhir dari proses merger dan akuisisi ini berisi mengenai pelaksanaan dari rencana
penggabungan merger dan terdiri dari 3 kegiatan yaitu : Kegiatan hari pertama (day 1 activities),
kegiatan penggabungan operasinal dan teknikal, serta kegiatan penggabungan budaya.

a. Kegiatan Hari Pertama

Kegiatan pada tahap ini meliputi pengkomunikasian dan kegiatan-kegiatan yang resmi
mengawali pelaksanaan proses merger dan akuisisi. Sebagai contoh adalah mengkomunikasikan
jajaran eksekutif organisasi baru, dimana letak kantor pusat, struktur tugas serta fungsi mana saja
yang akan dihilangkan.

b. Kegiatan Penggabungan Operasional dan Teknikal

Kegiatan pada tahapan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti perubahan struktural organisasi,
desain pekerjaan, dan penerapan prosedur yang akan digunakan untuk menjalankan tujuan-tujuan
strategis perusahaan.

c. Kegiatan Penggabungan Budaya

Kegiatan penggabungan budaya bertujuan untuk membentuk nilai dan norma baru pada
organisasi hasil merger dan akuisisi.

Keberhasilan dalam mengelola fase penggabungan operasional sangatlah dipengaruhi oleh


banyak hal, oleh sebab itu terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan agar proses penggabungan
operasional dapat dilakukan dengan baik. Pertama, rencana penggabungan merger sebaiknya
diimplementasikan sesegera mungkin dan dapat dilakukan dengan cepat karena proses
penggabungan organisasi biasanya melibatkan target-target finansial yang harus dicapai dalam
waktu yang tidak panjang. Selain itu, proses merger dan akuisisi biasanya melibatkan konflik-
konflik politis maupun yang berhubungan dengan budaya organisasi, oleh sebab diperlukan
langkah antisipasi yang cepat sehingga menjamin proses merger dan akuisisi dapat dilaksanakan
dengan baik. Kedua, kegiatan merger dan akuisisi harus dikomunikasikan kepada setiap
stakeholder organisasi dengan jelas dan pada waktu yang tepat pula. Kegiatan merger dan
akuisisi dapat menyebabkan ketidakjelasan bagi para stakeholder, terutama bagi para anggota
organisasi. Oleh sebab itu untuk mengurangi ketidakpastian diperlukan pengkomunikasian
informasi yang jelas kepada seluruh pihak yang berkepentingan. Ketiga, anggota dari masing-
masing organisasi yang bergabung harus selalu bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan
yang muncul sehingga tidak akan mengganggu pencapaian tujuan organisasi. Keempat,
organisasi harus memantau proses penerapan strategi merger dan akuisisi secara terus menerus
untuk mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan yang dapat muncul sebagai akibat dari
proses penggabungan organisasi.
Strategi Kolaboratif

Strategi Kolaboratif ini melibatkan dua atau lebih organisasi yang setuju untuk bekerja sama
untuk mencapai tujuan mereka. Organisasi- organisasi ini menyelaraskan dan
mengkoordinasikan strategi organisasi, tujuan, struktur, dan proses karena mereka menjadi saling
ketergantungan. Strategi Kolaboratif memungkinkan organisasi untuk melakukan tugas-tugas
yang terlalu mahal dan rumit untuk organisasi tunggal lakukan. Strategi Kolaboratif juga dikenal
sebagai sistem transorganizational, yang mencakup Intervensi Aliansi dan Intervensi Jaringan.

Intervensi Aliansi

Intervensi Aliansi merupakan persetujuan resmi di antara dua organisasi untuk mengejar satu set
tujuan pribadi dan tujuan bersama melalui berbagi sumber daya, kekayaan intelektual, orang,
modal, teknologi, kemampuan atau aset fisik. Aliansi yang umum adalah perjanjian lisensi,
waralaba, kontrak jangka panjang, dan usaha patungan.

Tahapan Aplikasi

1. Perumusan Strategi Aliansi

Tahap awal ini merupakan tahap menjelaskan strategi bisnis dan mengapa aliansi tersebut
diperlukan.

2. Seleksi Partner

Tahap kedua adalah menyeleksi partner beraliansi dengan memanfaatkan persamaan dan
perbedaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif

3. Penataan dan Start-up Aliansi

Tahap ketiga ini adalah menata dan memulai aliansi dengan cara membangun dan mengungkit
kepercayaan dalam hubungan.

4. Operasi dan Penyesuaian Aliansi

Tahap keempat adalah mengoperasikan dan melakukan penyesuaian aliansi. Setelah aliansi ini
berfungsi, berbagai intervensi OD dapat diterapkan. Membangun tim, resolusi konflik, intervensi
kelompok besar, desain pekerjaan, keterlibatan karyawan, perencanaan strategis, dan upaya
perubahan budaya semuanya telah dilaporkan dalam pekerjaan aliansi.

Intervensi Jaringan
Intervensi Jaringan melibatkan tiga atau lebih perusahaan bergabung bersama-sama untuk tujuan
yang sama. Setiap organisasi dalam jaringan memiliki tujuan yang terkait dengan jaringan
maupun yang berfokus pada kepentingan organisasinya sendiri. Intervensi ini ditandai dengan
dua jenis perubahan yaitu, menciptakan jaringan awal (pembangunan transorganizational) dan
mengelola perubahan dalam jaringan yang mapan.

Menciptakan Jaringan

Praktisi OD telah berevolusi bentuk yang unik dari perubahan yang direncanakan bertujuan
untuk menciptakan jaringan dan meningkatkan efektivitas mereka. Dalam meletakkan batas-
batas konseptual pengembangan jaringan, juga dikenal sebagai pengembangan transorganization.
Keempat tahapan bersama dengan isu-isu kunci yang perlu ditangani pada setiap tahap. Tahapan
dan isu-isu yang dijelaskan di bawah ini.

1. Tahap Identifikasi

Tahap awal pembangunan jaringan melibatkan identifikasi organisasi nomor yang ada dan
potensi paling cocok untuk mencapai tujuan kolektif mereka. Mengidentifikasi calon anggota
dapat menjadi sulit karena organisasi tidak mungkin merasakan kebutuhan untuk bergabung
bersama-sama atau mungkin tidak cukup tahu tentang satu sama lain untuk membuat pilihan
keanggotaan. Masalah-masalah yang khas ketika mencoba untuk membuat jaringan baru.
Hubungan antara anggota potensial mungkin longgar digabungkan atau tidak ada, dengan
demikian, bahkan jika organisasi melihat kebutuhan untuk membentuk jaringan, mereka
mungkin tidak yakin tentang siapa yang harus dimasukkan.

Tahap identifikasi umumnya dilakukan oleh satu atau beberapa organisasi tertarik untuk
mengeksplorasi kemungkinan untuk menciptakan jaringan. Praktisi OD bekerja dengan
organisasi-organisasi memulai untuk menjelaskan tujuan mereka sendiri, seperti produk atau
pertukaran teknologi, belajar, atau akses pasar, dan untuk memahami trade-off antara hilangnya
otonomi dan nilai kolaborasi. Agen perubahan juga membantu menentukan kriteria untuk
keanggotaan jaringan dan mengidentifikasi organisasi memenuhi standar tersebut. Karena
jaringan dimaksudkan untuk melakukan tugas tertentu, kriteria praktis untuk keanggotaan adalah
berapa banyak organisasi dapat berkontribusi terhadap kinerja tugas. Calon anggota dapat
diidentifikasi dan dinilai dari segi keterampilan, pengetahuan, dan sumber daya yang mereka
bawa ke menanggung pada tugas jaringan. Praktisi memperingatkan, bagaimanapun, bahwa
calon anggota juga harus mengidentifikasi memperhitungkan realitas politik dari situasi.
Akibatnya, para pemangku kepentingan utama yang dapat mempengaruhi kinerja penciptaan dan
selanjutnya dari jaringan diidentifikasi sebagai anggota mungkin.

Sebuah kesulitan penting pada tahap ini bisa menjadi pemimpin tidak cukup dan kohesi antara
peserta untuk memilih calon anggota. Dalam situasi ini, praktisi OS mungkin perlu
menyesuaikan peran aktivis yang lebih dalam menciptakan jaringan. Mereka mungkin perlu
membawa struktur kepada sekelompok organisasi otonom yang tidak melihat kebutuhan untuk
bergabung bersama-sama atau mungkin tidak tahu bagaimana membentuk hubungan. Dalam
beberapa kasus pengembangan jaringan, agen perubahan membantu anggota menciptakan
kelompok kepemimpinan khusus yang bisa membuat keputusan atas nama peserta.

Ini kelompok kepemimpinan terdiri kader kecil anggota komite dan mampu mengembangkan
kohesi yang cukup antara anggota untuk melaksanakan tahap identifikasi. Peran aktivis
memerlukan banyak kepemimpinan dan arah. Misalnya, agen perubahan mungkin perlu untuk
mendidik anggota jaringan potensial tentang manfaat bergabung bersama. Mereka mungkin perlu
struktur tatap muka pertemuan yang bertujuan untuk berbagi informasi dan mengeksplorasi
kemungkinan interaksi.

2. Tahap Konvensi

Setelah anggota jaringan potensial diidentifikasi, tahap konvensi yang bersangkutan dengan
membawa mereka bersama-sama untuk menilai apakah meresmikan jaringan yang diinginkan
dan layak. Ini pertemuan tatap muka memungkinkan calon anggota untuk mengeksplorasi saling
motivasi mereka untuk bergabung dan persepsi mereka tentang tugas bersama. Mereka bekerja
untuk membangun tingkat kecukupan konsensus motivasi dan tugas untuk membentuk jaringan.

Seperti tahap identifikasi, tahap penciptaan jaringan umumnya membutuhkan arah yang cukup
dan fasilitasi oleh praktisi OD. Stakeholder yang ada mungkin tidak memiliki legimacy atau
keterampilan untuk menjalankan fungsi mengadakan, dan praktisi dapat berfungsi sebagai
conveners jika mereka dianggap sah dan kredibel oleh organisasi menghadiri. Namun, agen
perubahan perlu mempertahankan peran netral, memperlakukan semua anggota sama. Mereka
harus dilihat oleh anggota sebagai bekerja atas nama sistem keseluruhan, bukan sebagai yang
sejajar dengan anggota tertentu atau pandangan. Ketika praktisi dianggap netral, anggota
jaringan yang lebih mungkin untuk berbagi informasi dengan mereka dan mendengarkan
masukan mereka. Netralitas tersebut dapat meningkatkan kemampuan agen perubahan untuk
menengahi konflik di antara anggota. Hal ini dapat membantu mereka mengungkap pandangan
beragam dan bunga dan menempa kesepakatan antara para pemangku kepentingan. Praktisi OD,
misalnya, dapat bertindak sebagai mediator, memastikan bahwa anggota pandangan menerima
pengadilan yang adil dan bahwa sengketa diselesaikan secara adil. Mereka dapat membantu
untuk menjembatani perbedaan pandangan dan kepentingan dan mencapai solusi integratif.
Dalam banyak kasus, praktisi berasal dari pusat-pusat penelitian atau universitas dengan reputasi
untuk netralitas dan keahlian dalam jaringan. Karena organisasi yang berpartisipasi cenderung
memiliki motif yang beragam dan pandangan yang terbatas dan sarana untuk menyelesaikan
perbedaan, agen perubahan mungkin perlu untuk menyusun dan mengelola interaksi untuk
memfasilitasi penayangan perbedaan dan mencapai konsensus tentang pembentukan jaringan.
Mereka mungkin perlu untuk membantu organisasi bekerja melalui perbedaan dan mendamaikan
kepentingan pribadi dengan orang-orang dari jaringan yang lebih besar.
3. Tahap Organisasi

Bila hasil tahap konvensi di suatu keputusan untuk membuat jaringan, anggota kemudian mulai
mengorganisir diri untuk kinerja tugas. Ini melibatkan mengembangkan struktur dan mekanisme
yang mempromosikan komunikasi dan interaksi antara anggota dan bahwa upaya bersama
langsung ke tugas di tangan. Ini mencakup organisasi untuk terlibat dalam jaringan dan peran
masing-masing akan bermain, komunikasi dan hubungan di antara mereka, dan sistem kontrol
yang akan memandu pengambilan keputusan dan menyediakan mekanisme untuk memantau
kinerja. Sebagai contoh, anggota dapat membuat dewan koordinasi untuk mengelola jaringan dan
pemimpin yang kuat untuk kepala itu. Mereka mungkin memilih untuk meresmikan pertukaran
antara anggota dengan aturan berkembang, kebijakan, dan prosedur operasi formal. Ketika
anggota diwajibkan untuk berinvestasi dalam jumlah besar sumber daya dalam jaringan, seperti
yang mungkin terjadi dalam sebuah konsorsium penelitian industri berbasis, tahap
pengorganisasian biasanya mencakup kontrak tebal dan negosiasi tentang kontribusi anggota dan
kembali. Di sini, pengacara perusahaan dan analis keuangan memainkan peran kunci dalam
menentukan struktur jaringan. Mereka menentukan bagaimana biaya dan manfaat akan
dialokasikan di antara organisasi-organisasi anggota serta kewajiban hukum, pengambilan
keputusan tanggung jawab, dan hak kontraktual dari anggota. Praktisi OD dapat membantu
anggota menentukan keunggulan kompetitif bagi jaringan serta persyaratan struktural yang
diperlukan untuk mendukung pencapaian tujuannya.

4. Tahap Evaluasi

Ini tahap akhir untuk menciptakan jaringan melibatkan menilai bagaimana kinerja jaringan.
Anggota membutuhkan umpan balik sehingga mereka dapat mengidentifikasi masalah dan mulai
untuk mengatasinya. Data umpan balik yang umumnya mencakup hasil kinerja dan kepuasan
anggota, serta indikator bagaimana anggota baik yang berinteraksi bersama-sama. Agen
perubahan berkala dapat mewawancarai atau survei organisasi anggota tentang berbagai hasil
dan fitur jaringan dan pakan yang data kembali ke pemimpin jaringan. Informasi tersebut akan
memungkinkan para pemimpin untuk membuat modifikasi dan penyesuaian operasional yang
diperlukan. Ini mungkin menandakan kebutuhan untuk kembali ke tahap sebelumnya dalam
proses untuk membuat koreksi yang diperlukan, seperti yang ditunjukkan oleh panah umpan
balik pada gambar.

Mengelola Perubahan Jaringan

1. Menciptakan Ketidakstabilan di Jaringan

Sebelum perubahan dalam jaringan dapat terjadi, hubungan antar organisasi anggota harus
menjadi tidak stabil. Kerentanan Sebuah jaringan adalah fungsi dari motivasi anggota untuk
struktur terhadap lembaga. Struktur mengacu pada peran organisasi diharapkan dalam jaringan
dan merupakan sumber stabilitas. Semua hal yang sama, anggota jaringan cenderung berperilaku
dan melakukan sesuai dengan yang disepakati pada peran. Misalnya, komunikasi yang paling
rutin antara anggota jaringan diarahkan meningkatkan stabilitas dan bekerja bersama-sama.
Sebuah pabrik manufaktur di jaringan Nike diharapkan akan menghasilkan sejumlah sepatu
dengan biaya tertentu dengan fitur tertentu. Di sisi lain, lembaga melibatkan kepentingan pribadi
yang dapat menciptakan instabilitas dalam jaringan. Setiap anggota jaringan sedang mencoba
untuk memaksimalkan kinerja sendiri dalam konteks jaringan. Perubahan tujuan anggota dan
strategi, rasio biaya dan manfaat dalam keanggotaan jaringan, dan sebagainya, dapat
mempengaruhi kemauan dan kemampuan anggota untuk memberikan kontribusi terhadap kinerja
jaringan. Ketika sebuah pabrik di jaringan Nike tumbuh ke ukuran yang cukup, mungkin
memutuskan untuk mengubah perannya dalam jaringan. Sebagai rasio badan peningkatan
struktur, ketidakstabilan jaringan meningkat, sehingga memungkinkan perubahan terjadi.

Praktisi OD dapat memfasilitasi ketidakstabilan di jaringan dengan mengubah pola komunikasi


antar anggota. Mereka bisa, misalnya, mendorong organisasi untuk berbagi informasi. Teknologi
terobosan, pengenalan produk baru, perubahan dalam keanggotaan jaringan, atau perubahan
dalam strategi dari anggota jaringan yang semuanya mewakili fluktuasi yang dapat
meningkatkan kerentanan jaringan untuk berubah. Aspek penting dari perubahan pola informasi
adalah untuk bertanya siapa yang harus mendapatkan informasi. Memahami dan menciptakan
ketidakstabilan sulit karena sifat keterhubungan anggota juga mempengaruhi kerentanan sistem.
Beberapa organisasi yang lebih terhubung daripada yang lain, sebagian besar organisasi
berhubungan erat dengan beberapa orang lain, tetapi relatif tidak berhubungan banyak. Hal ini
membuat menciptakan rasa urgensi untuk perubahan sulit. Diagnosis dari hubungan antar
organisasi anggota dapat memberikan informasi penting tentang organisasi yang penting untuk
komunikasi jaringan.

2. Mengelola Titik Kritis

Meskipun ketidakstabilan memberikan dorongan dan kesempatan untuk perubahan, arah, jenis,
dan proses perubahan yang belum ditentukan. Sebuah jaringan yang tidak stabil dapat pindah ke
negara baru organisasi dan kinerja atau dapat kembali ke kondisi lama. Pada titik ini, anggota
jaringan, secara individual dan kolektif, membuat pilihan tentang apa yang harus dilakukan.
Praktisi OD dapat membantu mereka melalui masa perubahan. Penelitian terbaru menyarankan
panduan berikut untuk memfasilitasi perubahan jaringan:

a. Hukum Sedikit

Sebuah ide baru, praktek, atau menyebar perubahan lain karena peran relatif sedikit tetapi
penting dalam jaringan. Konektor, para pakar, dan penjual membantu inovasi mencapai
kesadaran yang cukup dan kredibilitas seluruh jaringan dianggap layak. Konektor adalah
individu yang menduduki posisi sentral dalam jaringan dan mampu memanfaatkan berbagai
khalayak jaringan yang berbeda. Mereka memiliki "Rolodex" kekuasaan, mereka dengan cepat
dapat waspada dan terhubung dengan berbagai peole di banyak organisasi. Para pakar yang
"tenggelam informasi". Mereka penuh semangat mengejar pengetahuan tentang topik tertentu
dan berkorban bersedia untuk memberitahu siapa saja yang berminat segalanya yang mereka
tahu tentang hal itu. Kunci untuk peran para pakar adalah kepercayaan. Orang yang berbicara
dengan para pakar tahu bahwa mereka mendapatkan informasi yang tidak bias, bahwa tidak ada
"agenda tersembunyi", data yang hanya baik. Akhirnya, penjual adalah juara perubahan dan
mampu mempengaruhi orang lain untuk mencoba ide-ide baru, melakukan hal-hal baru, atau
mempertimbangkan pilihan baru. Dengan demikian, faktor kunci pertama dalam mengubah
jaringan adalah adanya saluran komunikasi ditempati oleh konektor, para pakar, dan penjual.

Praktisi OD dapat mengisi salah satu peran. Mereka bisa, jika sesuai, jadi para pakar pada topik
tertentu dan bertindak sebagai sumber informasi yang tidak bias tentang praktek jaringan baru,
aspek hubungan interpersonal yang anggota jaringan setuju melambat respon jaringan, atau ide
tentang sistem informasi yang dapat mempercepat komunikasi. Kurang sering, OD
practitionerscan menjadi konektor, memastikan bahwa setiap pesan yang diberikan diunggulkan
seluruh jaringan. Hal ini terutama berlaku jika agen perubahan adalah bagian dari informasi
jaringan: Dalam kasus ini, para praktisi mungkin memiliki hubungan dengan organisasi-
organisasi dalam jaringan. Dengan demikian, jaringan keterampilan, seperti kemampuan untuk
mengelola hubungan antara organisasi-organisasi otonom lateralis dalam ketiadaan relatif
kontrol hirarkis, sangat diperlukan untuk praktisi perubahan jaringan. Agen perubahan harus
mampu menjangkau batas-batas berbagai organisasi, menghubungkan bersama, dan
memfasilitasi pertukaran di antara mereka. Para praktisi OD juga dapat memainkan peran tenaga
penjual. Meskipun sejalan dengan peran "aktivis" dijelaskan sebelumnya dalam praktek
pembuatan jaringan, itu bukan aspek tradisional praktik OD. Kebijaksanaan memiliki agen
perubahan sebagai juara ide daripada pemain kunci dalam jaringan organisasi masih bisa
diperdebatkan. Para agen perubahan dan anggota jaringan harus memahami trade-off dalam
mengorbankan netralitas praktisi OD untuk pengaruh. Jika itu trade-off dibuat, agen perubahan
akan memerlukan kompetensi politik untuk memahami dan menyelesaikan konflik dilema
kepentingan dan nilai yang melekat dalam sistem terdiri dari beberapa organisasi, masing-masing
berusaha untuk mempertahankan otonomi sementara bersama-sama berinteraksi. Politik cerdas
dapat membantu mengelola agen perubahan peran mereka sendiri dan nilai-nilai dalam hal
tersebut dinamika kekuasaan.

b. Kelekatan

Bahan kedua dalam perubahan adalah jaringan kelekatan. Untuk ide baru atau praktek untuk
memegang, pesan yang disampaikan oleh konektor, para pakar, dan penjual harus diingat.
Sebuah pesan kenangan atau kelekatan bukan merupakan fungsi dari varibles komunikasi yang
khas, seperti frekuensi dari pesan, kenyaringan, atau kemenonjolan. Kelekatan sering merupakan
fungsi dari karakteristik kecil dan tampak tidak berarti pesan, seperti, format struktur, dan
sintaks, serta konten emosionalnya, praktis, atau sequencing dengan pesan lainnya. Praktisi OD
juga dapat membantu anggota jaringan mengembangkan pesan-pesan kelekatan. Frase alternatif
Brainstorming menggunakan metafora untuk melambangkan makna, atau meraih bantuan
pemasaran dan spesialis komunikasi dapat meningkatkan kesempatan mengembangkan pesan
kelekatan. Karena bahan kelekatan sering tidak jelas, beberapa iterasi struktur pesan dengan
kelompok fokus atau audiens yang berbeda mungkin diperlukan untuk memahami apa yang
membuat perhatian orang.

c. Kekuatan Konteks

Akhirnya, pesan harus bermakna. Hal ini berbeda dari kelekatan dan mengacu pada relevansi
perubahan terhadap anggota jaringan. Sumber makna dalam konteks jaringan. Ketika anggota
jaringan merasa tekanan untuk berinovasi atau bergerak cepat dalam menanggapi permintaan
pelanggan, misalnya, pesan tentang inisiatif pemotongan biaya baru atau sistem informasi baru
dan menarik yang akan memungkinkan semua orang untuk melihat data keuangan penting yang
menarik dan dapat tersesat. Di sisi lain, pesan tentang bagaimana sebuah sistem informasi baru
akan mempercepat komunikasi pelanggan lebih cenderung dilihat sebagai relevan. Ketika OD
praktisi memahami iklim saat ini jaringan atau "percakapan", mereka dapat membantu anggota
menentukan waktu yang tepat dan relevansi dari setiap komunikasi yang diusulkan.

Ketika orang yang tepat berkomunikasi perubahan, hadir dan paket itu tepat, dan
mendistribusikannya secara tepat waktu, jaringan dapat mengadopsi ide baru atau praktek cepat.
Dengan tidak adanya bahan-bahan, tidak ada informasi yang cukup, bunga, atau relevansi dan
kios-kios perubahan.

3. Mengandalkan Diri Organisasi

Jaringan cenderung menunjukkan "mengorganisir diri" perilaku. Anggota jaringan berusaha


untuk mengurangi ketidakpastian dalam lingkungan mereka, sedangkan jaringan sebagai drive
secara keseluruhan untuk membangun memesan lebih dalam bagaimana fungsinya. Praktisi OD
dapat mengandalkan fitur ini dalam mengorganisir diri terhadap perubahan refreeze. Setelah
perubahan telah terjadi dalam jaringan, berbagai kontrol dapat dimanfaatkan untuk
melembagakan itu. Misalnya, sistem komunikasi dapat menyebarkan cerita tentang bagaimana
perubahan itu mempengaruhi anggota yang berbeda, menyebar ke seluruh jaringan, atau
memberikan kontribusi terhadap efektifitas jaringan. Hal ini meningkatkan kekuatan untuk
stabilitas dalam jaringan. Organisasi individu dapat berkomunikasi komitmen mereka terhadap
perubahan dalam upaya untuk kekuatan lembaga yang lebih rendah yang dapat berkontribusi
pada ketidakstabilan. Masing-masing pesan menandakan kendala dan menunjukkan bahwa
bagian-bagian yang berbeda dari jaringan tidak independen satu sama lain.

TRANSFORMASI ORGANISASI
Transformasi organisasi merupakan kemajuan terbaru dalam pengembangan organisasi.
Transformasi organisasi adalah perubahan-perubahan yang bersifat radikal berkaitan dengan cara
anggota memahami, berpikir dan berperilaku dalam aktivitas organisasinya. Perubahan
transformasional memang dibedakan dari tipe-tipe perubahan strategi lainnya karena sebagian
besar atau hampir seluruh anggota organisasi harus mengubah perilakunya. Ada tiga intervensi
utama dalam transformasi organisasi, yaitu perubahan budaya, self-designing organizations dan
organizational learning and knowledge management. Berikut adalah karakteristik Perubahan
Transformasional:

• Organisasi cenderung tidak mungkin melakukan perubahan transformasional kecuali


adanya alasan yang signifikan untuk melakukannya. Karena, power, kesanggupan dan keahlian
sebuah organisasi cenderung menyesuaikan daripada merubah secara drastis. Tush man,
Newman dan romanelli menunjukkan bahwa perubahan transformasional terjadi sebagai respon
terhadap sekurang-kurangnya 3 jenis gangguan, yaitu:

a. Diskontinuitas Industri= Perubahan tajam berkaitan dengan hukum, kondisi politik, ekonomi
dan teknologi yang menggeser landasan persaingan dalam industri.

b. Product Life Cyrcle berubah = perubahan terkait product life cycle (intoduce, growth,
maturity, decline) yang membutuhkan strategi bisnis yang berbeda.

c. Dinamika internal perusahaan = Perubahan ukuran, strategi portofolio perusahaan atau


pergantian eksekuti perusahaan.

• Perubahan sistemik & revolusioner

Revolusioner berasal dari kata revolusi, yang berarti perubahan mendasar secara spontan,cepat,
bersifat structural. Apabila kinerja organisasi mulai turun, namun kepercayaan masyarakat masih
tinggi dan produk-produk masih memiliki daya kompetitif, namun jika kondisi ini dibiarkan
terus maka kinerja organisasi lambat laun akan habis dan menurun, kemudian akan ditinggalkan
oleh masyarakat dan selanjutnya akan mati. Jika organisasi mau memperpanjang umurnya, maka
organisasi harus melakukan perubahan secara revolusioner. Perubahan harus dilakukan secara
revolusioner dan memaksa. Pada kondisi ini seringkali akan memakan korban. Orang-orang yang
tidak mampu menyesuaikan diri akan tertinggal atau tergantikan. Perubahan sistemik adalah
perubahan yang bersifat menyeluruh, mempunyai dampak luas, dan berkesinambungan.
Perubahan ini merupakan perubahan yang terjadi dengan cepat dan didorong oleh senior
eksekutif agar terhidar dari ha-hal yang bersifat politik, resistensi individu dan bentuk lain dari
kelembaman (keengganan untuk berubah) organisasi.

• Paradigma pengorganisasian baru


Sebuah organisasi yang mengalami perubahan terkait teknologi, kualitas partisipasi pekerja,
kemungkinan besar akan mengalami setidaknya satu perubahan paradigma pengorganisasian,
misal dari paradigma “control based” menjadi “commitment based”.

• Perubahan yang didukung oleh Senior Eksekutif dan Line management

Kunci utama transformasi organisasi adalah peran aktif senior eksekutif dan pihak manajemen
lini dalam semua tahap proses perubahan. Mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap arah strategi dan operasi organisasi serta secara aktif memimpin dan menggerakkan
transformasi. Mereka juga yang menentukan kapan memulai perubahan transformasional,
perubahan apa yang seharusnya dilakukan, bagaimana perubahan tersebut diterapkan dan siapa
yang akan bertanggung jawab untuk mengarahkannya. Dimungkinkan senior eksekutif yang ada
tidak memiliki kompetensi (talent, energi, komitmen) untuk melakukan tugas-tugas tersebut,
sehingga mereka bisa digantikan oleh pihak luar yang direkrut untuk memimpin perubahan.

Line Management juga bertanggung jawab untuk mengadopsi (dengan dukungan dari
manajemen senior) semua jenis perubahan budaya organisasi.

Karya Nadler, Tushman dan lainnya menunjukkan tiga peran utama kepemimpinan eksekutif
dalam menjalankan perubahan:

a. Envisioning, yaitu Eksekutif harus mampu mengartikulasikan atau menyampaikan visi


perusahaan secara kredibel dan jelas dalam orientasi strategi baru. Mereka juga harus
menetapkan standar kinerja baru beserta kesulitannya dan membangkitkan prestasi dan
antusiasme masa lalu untuk strategi baru.

b. Energizing, yaitu Eksekutif harus mampu menunjukkan kegairahan pribadinya dan model
perilaku yang diharapkan ketika menjalankan strategi baru. Mereka juga harus bisa
mengkomunikasikan contoh-contoh keberhasilan dari sebuah perubahan untuk menggerakkan
energi perubahan.

c. Enabling, yaitu Eksekutif harus mampu menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan perubahan yang signifikan dan menggunakan reward untuk memperkuat perilaku
baru. Para pemimpin juga harus membangun top management team yang efektif untuk mengatur
organisasi membangun praktik-praktik manajemen dalam rangka mendukung proses perubahan.

• Belajar terus menerus dan Perubahan

Perubahan transformasional memerlukan inovasi dan pembelajaran yang memadai. Anggota


organisasi harus selalu belajar bagaimana memainkan atau memberlakukan perilaku-perilaku
baru yang diperlukan. Pembelajaran yang berkesinambungan sangat dibutuhkan dalam rangka
mencoba perilaku baru, menilai dampaknya dan memodifikasinya jika diperlukan.
Perubahan Budaya (Culture change)

Perubahan budaya (culture change) adalah sebuah intervensi yang dilakukan untuk membantu
organisasi membangun budaya (perilaku, nilai, keyakinan, dan norma) sesuai dengan strategi-
strategi organisasi dan lingkungan. Perubahan budaya fokus pada pengembangan budaya
organisasi yang kuat. Budaya organisasi mencakup empat elemen, yaitu:

a. Artefak

Artefak merupakan bagian luar organisasi yang meliputi hal-hal yang bersifat material dan
mudah untuk dikenali karena dapat dilihat, didengar dan dirasakan. Artefak bisa berupa bentuk
arsitektur bangunan, logo, atau jargon, cara berpakaian, dekorasi, pengaturan ruangan atau cara
bertindak yang bisa dipahami oleh orang di luar organisasi. Dalam perbankan misalnya, kita bisa
melihat bahwa mereka berpakain sangat formal dengan desain perkantoran yang biasanya tertata
sangat rapi, bersih dan modern. Perilaku karyawan bank juga terlihat ramah tetapi formal dan
tegas dengan motto mereka yang biasanya terpasang dengan indah dibelakang pegawai-pegawai
yang melayani para nasabahnya. Misal bank BRI dengan slogannya “ Melayani dengan Hati”.
Sehingga dengan sendirinya, artefak dapat memberikan banyak informasi tentang budaya
organisasi karena sering mewakili asumsi yang lebih mendalam. Terdapat kesulitan dalam
penggunaanya selama analisis budaya yaitu interpretasi orang luar organisasi (bahkan terkadang
orang dalam) tidak memiliki cara untuk mengetahui arti apa yang mewakili artefak.

b. Norma

Aturan yang tidak tertulis yang berfungsi mengatur perilaku seseorang.

c. Value

Value merupakan kepercayaan anggota organisasi tentang hal-hal yang sangat bernilai untuk
dimiliki, dilakukan atau tidak dilakukan, dicapai atau tidak dicapai. Misalnya, sebuah perusahaan
yang memiliki value pada customer service, maka perusahaan tersebut harus memberikan
perhatian khusus terhadap apa yang perlu dan tidak perlu, apa yang penting dan tidak penting
terhadap customers. Contoh lain, Bank BRI dengan slogannya “Melayani dengan hati” , maka
Bank BRI menjanjikan pelayanan kepada para nasabahnya dengan penuh empati.

d. Asumsi dasar

Asumsi dasar merupakan bagian dari budaya organisasi yang paling utama. Asumsi dasar yang
sifatnya harus diterima sebagai suatu solusi untuk mengidentifikasi masalah yang timbul. Asumsi
dasar menjadi jaminan bahwa seseorang menemukan variasi kecil dalam unit budaya. Dalam
asumsi dasar terdapat petunjuk-petunjuk yang harus dipatuhi anggota organisasi menyangkut
perilaku nyata termasuk menjelaskan kepada anggota kelompok bagaimana merasakan dan
memikirkan segala sesuatu. Asumsi dasar meliputi hubungan dengan lingkungan, hakikat
mengenai kenyataan, waktu dan ruang, hakikat mengenai sifat manusia dan hakikat hubungan
kemanusiaan. Solusi-solusi yang masuk asumsi dasar dimaksudkan untuk dapat menyelesaikan
masalah secara berkesinambungan dan dapat dikomunikasikan secara terus menerus sehingga
menjadi nilai yang dapat diandalkan. Solusi-solusi tersebut diperlukan sebagai realitas dalam
organisasi dan diyakini kebenarannya sehingga dapat menjadi budaya organisasi. Contoh kaitan
asumsi dasar dengan dengan kinerja perusahaan:

a. Hakikat hubungan dengan lingkungan, yaitu menciptakan kepuasan pelanggan


menyangkut produk dan jasa yang diinginkan

b. Hakikat orientasi waktu, yaitu terkait dengan waktu pemberian kepuasan kepada
pelanggan menyangkut produk dan jasa pelayanan, hubungan pelanggan, kesan reputasi

c. Hakikat sifat manusia, yaitu perusahaan harus dapat mentralisir serta mengendalikan
perasaan setiap orang termasuk pelanggan dan sifat yang tidak dapat diramalkan sebelumnya

d. Hakikat aktivitas manusia, yaitu terkait dengan aktivitas pegawai/karyawan dalam


memenuhi dan memuaskan keinginan pelangganmenyangkut produk yang dihasilkan dan sistem
pelayanan. Apa yang perlu disajikan karyawan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan.

Diagnosis Perubahan Budaya

Intervensi perubahan budaya pada umumnya diawali dengan mendiagnosis budaya organisasi
yang ada untuk menilai kecocokannya dengan saat ini atau strategi bisnis yang diusulkan.
Diagnosis mengharuskan adanya pemahaman mengenai asumsi bersama, nila-nilai, norma, dan
artefak yang menjadi ciri organisasi. Para praktisi OD telah mengembangkan sejumlah
pendekatan untuk mendiagnosis budaya organisasi. Sejumlah pendekatan tersebut masuk
kedalam 3 perspektif berbeda namun saling melengkapi dan dapat memberikan penilaian yang
komprehensif, diantaranya:

1. Pendekatan perilaku

Metode diagnosis ini menekankan pada level paling luar dari budaya organisasi yaitu artefak.
Metode ini mendiagnosis pola perilaku yang paling berhubungan dengan kinerja. Pendekatan ini
merupakan salah satu pendekatan yang lebih praktis untuk diagnosis budaya organisasi karena
menilai perilaku kinerja yang bisa diamati. Pendekatan perilaku memberikan gambaran spesifik
mengenai bagaimana tugas-tugas dilakukan, dan bagaimana relationship dikelola dalam sebuah
organisasi. Persepsi ini mengungkapkan sejumlah norma implisit untuk bagaimana tugas
dilakukan dan hubungan dikelola di divisi.

2. Pendekatan nilai-nilai persaingan


Metode diagnosis ini menekankan pada ciri organisasi. Pendekatan ini membantu individu
mengidentifikasi dinamika budaya yang mendasari yang ada dalam organisasi mereka.
Pendeatan ini memiliki dua dimensi atau dua pasang nilai, yaitu:

a. Fleksibilitas dan kebijaksanaan; Stabilitas dan kontrol

Beberapa organisasi yang efektif jika mereka berubah dan beradaptasi, sedangkan organisasi lain
yang efektif jika mereka stabil, dapat diprediksi, dan mekanistik. Dimensi ini berkisar dari
fleksibilitas organisasi dan kelenturan pada salah satu ujung ke kemantapan organisasi dan daya
tahan di ujung lainnya.

b. Fokus Internal dan integrasi; Fokus eksternal dan diferensiasi

Beberapa organisasi yang efektif jika mereka memiliki karakteristik internal yang harmonis,
sedangkan yang lain akan efektif jika mereka fokus pada berinteraksi atau bersaing dengan orang
lain di luar batas-batas mereka. Dimensi ini berkisar dari kohesi organisasi dan harmoni di ujung
satu ke pemisahan organisasi dan kemandirian di sisi lain.

3. Pendekatan asumsi mendalam

Pendekatan diagnostik terakhir ini menekan tingkat terdalam dari budaya organisasi, umumnya
teruji, dimana menjadi panduan perilaku anggota dan yang sering memiliki dampak yang kuat
terhadap efektivitas organisasi. Mendiagnosis budaya dari perspektif ini biasanya dimulai dengan
tingkat yang paling nyata dari kesadaran dan kemudian lanjut ke asumsi yang mendalam. Pola
asumsi teruji yang memecahkan integrasi internal dan masalah adaptasi eksternal cukup baik
untuk diajarkan kepada orang lain.

Tahapan Aplikasi Perubahan Budaya

Berikut ini adalah saran praktis yang dapat menjadi pedoman bagi perubahan budaya:

1. Perubahan budaya yang efektif harus dimulai dari strategi baru perusahaan dan visi yang
jelas serta didukung perilaku yang diperlukan untuk membuat perubahan tersebut berjalan. Visi
ini memberikan tujuan dan arah untuk perubahan budaya. Ini berfungsi sebagai tolok ukur untuk
menentukan budaya perusahaan yang ada dan untuk memutuskan apakah perubahan yang
diusulkan konsisten dengan nilai-nilai inti organisasi. Misalnya, Johnson & Johnson menyebut
prinsip-prinsipnya, "Credo kami." Ini menggambarkan nilai-nilai dasar yang memandu
perusahaan, yaitu, "Kami percaya tanggung jawab pertama kami adalah untuk para dokter,
perawat dan pasien, ibu dan semua orang lain yang menggunakan produk dan Jasa kami",
"pemasok dan distributor kami harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang
adil "," kita harus menghormati [karyawan] martabat dan mengakui prestasi mereka ", dan" kita
harus menjaga properti kami dengan menggunakan dan melindunginya baik lingkungan maupun
sumber daya alam.

2. Perubahan budaya harus dikelola dari puncak organisasi. Manajer senior dan
administrator harus sangat berkomitmen untuk nilai-nilai baru dan perlu membuat tekanan
konstan untuk perubahan. Mereka harus memiliki daya tahan untuk melihat perubahan.
Misalnya, Jack Welch, CEO di General Electric, telah antusias mendorong kebijakan
pemotongan biaya, peningkatan produktivitas, fokus pelanggan, dan penghilang birokrasi selama
lebih dari sepuluh tahun untuk setiap pabrik, divisi, kelompok, dan sektor dalam organisasinya.
Usahanya dihargai dengan cerita a Fortune cover yang memuji organisasinya untuk menciptakan
lebih dari $ 52 miliar pada nilai pemegang saham selama masa jabatannya.

3. Eksekutif senior harus mengkomunikasikan budaya baru melalui tindakan mereka


sendiri. Perilaku mereka perlu melambangkan jenis nilai-nilai dan perilaku yang dicari. Dalam
beberapa kasus perubahan budaya yang sukses, pemimpin perusahaan telah menunjukkan
semangat misionaris untuk nilai-nilai baru, didukung dengan tindakan mereka yang tegas
melambangkan nilai-nilai. Misalnya, JimTreybig, CEO Tandem, produsen komputer,
memutuskan untuk tidak memecat karyawan yang kinerjanya yang merosot kinerjanya sampai ia
bisa menyelidiki alasan buruknya kinerja karyawan. Ternyata karyawan sedang mengalami
masalah keluarga, dan karena itu Treybig memberinya kesempatan lain. Untuk orang-orang di
Tandem, cerita tersebut melambangkan pentingnya pertimbangan dalam memimpin orang.

4. Perubahan budaya pada umumnya memerlukan modifikasi pendukung dalam struktur


organisasi, seperti sumber daya manusia sistem, informasi dan sistem kontrol, dan gaya
manajemen. Fitur-fitur organisasi tersebut dapat membantu untuk mengarahkan perilaku orang
terhadap budaya baru. Mereka bisa membuat orang sadar akan perilaku yang diperlukan untuk
menyelesaikan sesuatu dalam budaya baru dan dapat mendorong kinerja dari perilaku tersebut.
Misalnya, Phil Condit dan Harry Stonecipher dari Boeing menyadari bahwa lebih dari perubahan
budaya di divisi pesawat komersial yang diperlukan untuk penyelesaian buruknya kinerja
organisasi pada tahun 1997 dan 1998. Mereka memulai perubahan secara radikal dengan
pengurangan tenaga kerja, dipecat para eksekutif utama, membuat perubahan dalam standar
produksi, dan memulai proses perbaikan terus-menerus dalam produksi. Perubahan ini bersifat
memaksa dan melambangkan pentingnya kinerja keuangan, akuntabilitas, dan kepemimpinan
global dalam industri.

5. Salah satu metode yang paling efektif untuk mengubah budaya perusahaan adalah
mengubah keanggotaan organisasi. Orang dapat dipilih dan diberhentikan dalam hal fit mereka
dengan budaya baru. Hal ini terutama penting dalam posisi utama kepemimpinan, di mana
tindakan seseorang secara signifikan dapat mendorong atau menghambat nilai-nilai baru dan
perilaku. Misalnya, Gould, dalam mencoba untuk mengubah perusahaannya dari suku cadang
mobil dan baterai menjadi perusahaan pemimpin dalam elektronik, mengganti sekitar dua-pertiga
dari eksekutif senior dengan orang lebih selaras dengan strategi baru dan budaya. Jan Carlzon of
Scandinavian Airlines (SAS) diganti tiga belas dari lima belas eksekutif di puncak perubahan
maskapainya. Pendekatan lain adalah untuk mensosialisasikan orang yang baru direkrut ke dalam
budaya baru. Orang-orang yang paling terbuka terhadap pengaruh organisasi selama tahap entri,
ketika mereka dapat secara efektif didoktrin ke dalam budaya. Sebagai contoh, perusahaan
dengan budaya yang kuat seperti Samsung, Procter & Gamble, dan 3M mementingkan sosialisasi
anggota baru ke dalam nilai-nilai perusahaan.

6. Perubahan budaya dapat meningkatkan ketegangan yang signifikan antara organisasi dan
kepentingan individu, menyebabkan masalah etika dan hukum bagi para praktisi. Hal ini
khususnya penting ketika organisasi berusaha untuk menerapkan nilai-nilai budaya
mempromosikan integritas karyawan, kontrol, perlakuan yang adil, dan keamanan kerja sering
dimasukkan dalam upaya perubahan budaya. Pernyataan tentang nilai-nilai tersebut memberikan
para karyawan secercah harapan tertentu tentang hak-hak mereka dan tentang bagaimana mereka
akan diperlakukan dalam organisasi. Jika organisasi tidak menindaklanjuti dengan perilaku dan
prosedur mendukung dan melindungi hak-hak tersirat, hal itu mungkin melanggar prinsip-prinsip
etika dan dalam beberapa kasus terkait kontrak kerja. Rekomendasi untuk mengurangi
kemungkinan masalah etika dan hukum tersebut adalah pengaturan nilai-nilai yang realistis
untuk perubahan budaya dan tidak menjanjikan apa yang organisasi tidak dapat berikan,
masukan positif dari seluruh organisasi dalam menetapkan nilai-nilai budaya, menyediakan
mekanismeuntuk perbedaan pendapat anggota dan keragaman, seperti prosedur tinjauan internal
dan mendidik manajer tentang perangkap hukum dan etika yang melekat dalam perubahan
budaya dan membantu mereka mengembangkan pedoman untuk menyelesaikan masalah
tersebut.

Self Designing Organizations

Self Designing Organizations merupakan program perubahan yang membantu organisasi


mencapai kapasitas untuk mengubah diri mereka secara mendasar. Intervensi ini melibatkan
partisipasi yang tinggi dari para pemangku kepentingan dalam mengatur strategi, rancangan dan
implementasi struktur yang tepat. Transformasional perubahan umumnya melibatkan mengubah
fitur sebagian besar organisasi dan mencapai cocok di antara mereka dan dengan strategi
perusahaan. Hal ini menunjukkan perlunya suatu proses perubahan sistemik yang menyumbang
beberapa fitur dan hubungan. Transformasional perubahan umumnya terjadi dalam situasi
mengalami perubahan berat dan ketidakpastian. Ini berarti bahwa perubahan tidak pernah benar-
benar selesai, karena struktur baru dan proses akan terus harus dimodifikasi agar sesuai
perubahan kondisi. Dengan demikian, proses perubahan harus dinamis dan berulang, dengan
organisasi terus mengubah diri.

Pengetahuan saat ini tentang mengubah organisasi hanya memberikan resep umum untuk
perubahan. Organisasi perlu belajar bagaimana menerjemahkan informasi ke dalam struktur yang
spesifik, proses, dan perilaku yang sesuai dengan situasi mereka. Hal ini biasanya memerlukan
cukup pada inovasi situs dan pembelajaran sebagai anggota belajar dengan melakukan - mencoba
struktur baru dan perilaku, menilai efektivitas mereka, dan memodifikasi mereka jika diperlukan.
Transformasional perubahan perlu memfasilitasi pembelajaran organisasi.

Perubahan transformasional selalu mempengaruhi pemangku kepentingan banyak organisasi,


termasuk pemilik, manajer, karyawan, dan pelanggan. Para pemangku kepentingan yang berbeda
cenderung memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda terkait dengan proses perubahan.
Kecuali perbedaan yang terungkap dan didamaikan, dukungan antusias untuk perubahan
mungkin sulit dicapai. Transformasional perubahan perlu terjadi pada berbagai tingkat organisasi
jika strategi baru untuk menghasilkan perilaku berubah seiring perusahaan. Eksekutif puncak
harus merumuskan strategi perusahaan dan memperjelas visi tentang apa organisasi perlu terlihat
seperti untuk mendukungnya. Tingkat menengah dan bawah dari organisasi perlu menempatkan
orang-parameter yang luas ke dalam operasi dengan struktur membuat, prosedur, dan perilaku
untuk melaksanakan strategi.

Strategi self-design

a. Meletakkan dasar.

Tahap awal menyediakan anggota organisasi dengan pengetahuan dasar dan informasi yang
diperlukan untuk memulai dengan transformasi organisasi. Ini melibatkan tiga jenis kegiatan,
yaitu:

1. Memperoleh pengetahuan tentang bagaimana organisasi berfungsi, tentang cara mengatur


prinsip-prinsip untuk mencapai kinerja tinggi, dan tentang proses self-desain. Informasi ini
umumnya diperoleh melalui bahan bacaan yang relevan, menghadiri workshop. Pembelajaran ini
biasanya dimulai dengan eksekutif senior atau dengan orang-orang mengelola proses
transformasi dan terjun ke tingkat organisasi yang lebih rendah jika keputusan dibuat untuk
melanjutkan dengan self design.

2. Kegiatan kedua dalam meletakkan pondasi melibatkan valuing- menentukan nilai-nilai


perusahaan yang akan memandu proses transformasi. Nilai-nilai ini merupakan hasil kinerja
mereka dan kondisi organisasi yang akan dibutuhkan untuk melaksanakan strategi perusahaan.
Mereka biasanya ditulis dalam sebuah pernyataan nilai yang dibahas dan dinegosiasikan antara
berbagai pemangku kepentingan di semua tingkat organisasi.

3. Kegiatan ketiga adalah mendiagnosis organisasi saat ini untuk menentukan apa yang
perlu diubah untuk memberlakukan strategi perusahaan dan nilai-nilai. Anggota organisasi pada
umumnya menilai fitur yang berbeda dari organisasi, termasuk kinerjanya. Mereka mencari
ketidaksesuaian antara fungsi dan kinerja yang dihargai dan kondisi. Dalam kasus sebuah
organisasi yang sama sekali baru, anggota mendiagnosa kendala dan kontinjensi dalam situasi
yang perlu dipertimbangkan dalam merancang organisasi

b. Merancang.

Dalam tahap kedua dari self-design, desain organisasi dan inovasi yang dihasilkan untuk
mendukung strategi perusahaan dan nilai-nilai. Hanya parameter yang luas dari sebuah
organisasi baru yang ditetapkan, rincian yang tersisa akan disesuaikan dengan tingkat dan
kelompok dalam organisasi. Yang dimaksud dengan desain spesifikasi minimum, proses ini
mengakui bahwa desain perlu disempurnakan dan dimodifikasi seperti yang diterapkan di
seluruh perusahaan.

c. Menerapkan dan menilai.

Ini tahap terakhir melibatkan penerapan perubahan organisasi yang dirancang. Ini mencakup
siklus berkelanjutan dari penelitian tindakan: mengubah struktur dan perilaku, menilai kemajuan,
dan membuat modifikasi yang diperlukan. Informasi tentang seberapa baik implementasi
semakin maju dan seberapa baik desain organisasi baru bekerja disimpan dan digunakan untuk
menjelaskan desain dan isu-isu implementasi dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Proses
pembelajaran terus berlanjut tidak hanya selama pelaksanaan tetapi tanpa batas waktu sebagai
anggota secara berkala menilai dan memperbaiki desain dan mengubahnya agar sesuai dengan
perubahan kondisi. Umpan balik loop ditunjukkan pada Gambar 20.3 menunjukkan bahwa
kegiatan melaksanakan dan menilai kembali dapat menyebabkan

mempengaruhi selanjutnya dalam hal merancang, mendiagnosis, menilai, dan memperoleh


pengetahuan kegiatan. Ini berulang urutan kegiatan menyediakan organisasi dengan kemampuan
untuk mengubah dan memperbaiki diri terus-menerus.

Strategi diri-desain berlaku untuk organisasi yang ada perlu untuk mengubah diri mereka sendiri,
serta organisasi-organisasi baru saja memulai. Hal ini juga berlaku untuk mengubah total
organisasi atau cara subunits.The self design yang dikelola dan diungkapkan juga bisa berbeda.
Dalam beberapa kasus, maka struktur organisasi yang ada, dimulai dengan tim eksekutif senior
dan mengalir ke bawah di tingkat organisasi. Dalam kasus lain, proses ini dikelola oleh tim
desain khusus yang disetujui untuk mengatur parameter yang luas untuk menilai dan merancang
organisasi. Output dari tim kemudian diimplementasikan di seluruh departemen dan unit kerja,
dengan perbaikan dan modifikasi lokal yang cukup

Organizational learning and Knowledge Management

Organizational learning merupakan proses perubahan yang berusaha meningkatkan kapabilitas


organisasi untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan baru. Organizational learning
menekankan intervensinya pada struktur-struktur organisasi dan proses sosial yang
memungkinkan para karyawan untuk belajar dan berbagi pengetahuan. Proses perubahan
Organizational learning secara khusus diasosiasikan dengan fungsi sumber daya manusia dan
mungkin ditugaskan kepada kepemimpinan khusus seperti learning officer chief. Knowledge
Management merupakan proses perubahan yang fokus pada bagaimana pengetahuan bisa
diorganisir dan digunakan untuk meningkatkan performa organisasi. Knowledge Management
menekankan intervensinya pada bentuk elektronik untuk menyimpan pengetahuan dan
penyebarannya seperti, intranet, penyimpanan data, dan penyimpanan pengetahuan. Aplikasi
Knowledge Management seringkali ditempatkan dalam fungsi sistem informasi dan mungkin
dibawah arahan seorang technology officer chief.

Karakteristik learning organization

- Struktur yang menekankan kerja tim, information sharing, dan pemberdayaan

- Sistem informasi yang dapat mengumpulkan dan memproses informasi dan hasilnya untuk
mengelola pengetahuan menjadi keunggulan yang kompetitif

- Sumber daya manusia yang mampu memperkuat pengetahuan yang dimiliki dan berbagi
keterampilan dan pengetahuan

- Budaya organisasi yang memberikan kebebasan anggotanya mencoba hal-hal baru, beresiko
gagal, dan belajar dari kesalahn

- Kepemimpinan yang berperan aktif pada model keterbukaan dan selalu mengkomunikasikan
pandangannya tentang belajar dan juga menunjukkan empati, dukungan dan advokasi personal
yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai