Anda di halaman 1dari 15

MENGELOLA KONFLIK DAN NEGOSIASI

MATA KULIAH PERILAKU ORGANISASI


Dosen :

SABARUDDIN, MBA, M.S.P.A

Disusun Oleh:

1. ANGGA DIAN KURNIAWAN (5170211134)


2. ERNI HARI YANTI (5170211139)

S1-MANAJEMEN
FAKULTAS BISNIS, PSIKOLOGI, DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim......
Assalamuallaikum Warahmatulahi Wabarakatuh...
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
karunianya, sehingga Tugas Makalah Mengelola Konflik dan Negosiasi ini dapat kami
selesaikan. Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perilaku
Organisasi.
Tugas ini memusatkan perhatian terutama pada konflik yang terjadi antar kelompok
dalam organisasi. Jenis dan penyebab konflik antar kelompok, akibat yang ditimbulkan
konflik antar kelompok, dan cara mengelola konflik antar kelompok. Dalam materi ini juga
membahas negosiasi dari perspektif seorang manajer. Kami juga menyertakan taktik-taktik
negosiasi dan gaya-gaya negosiasi antar individu, dan juga menyertakan perbandingan lintas
budaya terkait perbedaan dalam melakukan negosiasi. Pada kesempatan ini juga penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan tugas
makalahini, untuk itu kritik dan saran akan sangat berharga untuk penulis dalam memperbaiki
penulisan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi seiap usaha kita,
Aamiin.

Yogyakarta, 21 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................2

Daftar Isi....................................................................................................................................3

Pendahuluan...............................................................................................................................4

Pembahasan................................................................................................................................5

1. Definisi dan Sudut pandang kontemporer mengenai konflik....................................5

2. Perbedaan konflik fungsional dan konflik disfungsional..........................................5

3. Alasan terjadinya konflik antar kelompok.................................................................8

4. Konsekuensi yang muncul pada konflik disfungsional.............................................9

5. Globaliasi mengubah taktik bernegosiasi..................................................................9

Penutup.....................................................................................................................................14

Daftar Pustaka..........................................................................................................................15

3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Individu-individu maupun kelompok-kelompok yang saling tergantung harus
menciptakan hubungan kerja yang melampaui batasan-batasan organisasi agar setiap
organisasi dapat menunjukkan kinerja yang efektif, baik antar individu maupun antar
kelompok. Individu-individu dan kelompok-kelompok dapat saling tergantung satu
sama lain dalam hal informasi, bantuan, ataupun tindakan terkoordinasi. Tapi
faktanya adalah mereka saling membutuhkan. Ketergantungan seperti ini dapat
meningkatkan kerja sama maupun konflik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konflik dan apa sudut pandang kontemporer
mengenai konflik?
2. Apa bedanya konflik fungsional dan konflik disfungsional?
3. Apa alasan terjadinya konflik antar kelompok?
4. Apa konsekuensi yang muncul pada konflik disfungsional?
5. Bagaimana globaliasi mengubah taktik bernegosiasi?

C. Tujuan
Untuk mengetahui jenis dan penyebab konflik antar kelompok, akibat yang
ditimbulkan konflik antar kelompok, dan cara mengelola konflik antar kelompok.

4
PEMBAHASAN

1. DEFINISIS KONFLIK DAN SUDUT PANDANG KONTEMPORER MENGENAI


KONFLIK
Definisi Konflik

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Sudut Pandang Kontemporer Mengenai Konflik


Pada masa lalu, para praktisi dalam bidang organisasi bekerja dengan asumsi
bahwa setiap konflik adalah buruk, dan karenanya harus disingkirkan. Sekarang kita
memahami bahwa asumsi tersebut tidak tepat. Pandangan yang lebih akurat dan
terbuka menyatakan bahwa konflik tidaklah baik atau buruk, konflik hanya tidak
terhindarkan. Tentu saja, terlalu banyak konflik memiliki dampak negatif karena
menguras waktu dan sumber daya organisasi, dan menghabiskan energi yang
seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih konstruktif. Namun disisi lain,
terlalu sedikit konflik juga memiliki dampak negatif karena dapat membuat karyawan
menjadi apatis atau malas, selain itu terlalu sedikit konflik berujung pada minimnya
stimulus untuk inovasi dan perubahan. Bila smeua hal selalu berjalan mulus, orang-
orang dalam organisasi mungkin terjebak dalam zona kenyamanan alih-alih membuat
perubahan-perubahan yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi.
Meskipun demikian, benar juga bahwa beberapa konflik tidak menghasilkan
hal-hal yang positif sama seklai. Namun, situasi-situasi konflik dapat menjadi suatu
yang menguntungkan bila digunakan sebagai intrumen perubahan atau inovasi.
Sebagai contoh : bukti-bukti menunjukkan bahwa konflik dapat meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dalam berbagai organisasi. Karena itu, topik penting
dalam menghadapi konflik sesungguhnya bukan tentang konflik itu sendiri, melainkan
bagaimana cara mengelolanya. Dalam sudut pandang ini, kita dapat mendefinisikan
konflik berdasarkan dampaknya pada organisasi. Dalam pemahaman ini, kita akan
membahas konflik fungsional maupun konflik difungsional.

2. PERBEDAAN KONFLIK FUNGSIONAL DAN KONFLIK DISFUNGSIONAL

5
❖ Konflik Fungsional (Functional Conflict)
Konflik Fungsional (Functional Conflict) adalah konfrontasi antar
kelompok yang dapat meningkatkan dan menguntungkan kinerja organisasi.
Sebagai contoh : Dua departemen dalam sebuah rumah sakit memperdebatkan
cara yang paling efisien dan paling adaptif untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada keluarga-keluarga berpenghasilan rendah yang tinggal di
wilayah pedesaan. Kedua departemen tersebut memiliki sasaran yang sama,
namun cara yang berbeda. Apapun konflik itu, keluarga-keluarga
berpenghasilan rendah di wilayah pedesaan akan menikmati pelayanan
kesehatan yang lebih baik setelah konflik diselesaikan dengan baik. Tanpa
konflik semacam itu, komitmen terhadap perubahan mungkin tidak akan
muncul, dan sebagian besar kelompok akan menjadi stagnan. Konflik
fungsional dapat meningkatkan kesadaran organisasi akan masalah-masalah
yang harus diatasi, mendorong pencarian solusi-solusi secara lebih luas dan
lebih produktif, dan lazimnya memfasilitasi perubahan yang positif, adaptif,
dan inovatif.

❖ Konflik Disfungsional (Dysfunctional Conflict)


Konflik Disfungsional (Dysfunctional Conflict) adalah setiap
konfrontasi atau interaksi antar kelompok yang membahayakan organisasi atau
menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Manajemen harus
mencari cara untuk menghilangkan konflik disfungsional.
Konflik-konflik yang menguntungkan sering kali dapat berubah
menjadi konflik yang berbahaya. Pada sebagian kasus, hampir tidak mungkin
mengidentifikasi kapan persisnyan konflik fungional berubah menjadi konflik
disfungsionl. Tingkat stes maupun tingkat konflik yang dapat menciptakan
sebuah pergerakan yang sehat dan disfungsional pada kelompok lain (atau
pada kelompok yang sama dalam waktu yang berbeda). Toleransi sebuah
kelompok terhadap stres dan konflik juga tergantung jenis organisais tempat
mereka berada.

❖ Konflik dan Kinerja Organisasi


Seperti telah disebutkan sebelumnya, konflik mungkin saja memiliki
dampak positif ataupun negatif pada organisasi, tergantung pada seberapa

6
sering konflik tersebut terjadi dan bagaimana konflik tersebut dikelola. Setiap
organisasi memiliki tingkat konflik maksimum yang masih menguntungkan
yang membantu meningkatkan kinerja yang positif. Ketika tingkat konflik
terlalu rendah, kinerja juga akan terganggu. Inovasi dan perubahan cenderung
jarang terjadi, dan organisasi mungkin memiliki kesulitan untuk menyesuaikan
dengan lingkungan yang berubah. Bila konflik tingkat rendah terus berlanjut,
keberlangsungan organisasi. Contoh yang umum adalah pecahnya serikat
pekerja menjadi fraksi-fraksi dan dampaknya pada kinerja organisasi (media
massa umumnya senang meliput hal ini). Bila pertentangan antara fraksi-fraksi
dalam serikat pekerja terlalu brsar, pertentangan tersebut dapat mengurangi
efektivitas serikat pekerja tersebut dalam misinya untuk meningkatkan harkat
para pekerja di perusahaan.

❖ Tahap-tahap Konflik
1) Konflik yang dipersepsikan (perceived conflict)
Konflik yang dipersepsikan ini muncul ketika ada kesadaran
kognitif setidaknya pada salah satu pihak bahwa kejadian-kejadian
yang telah terjadi atau kondisi yang ada saat ini mendukung terciptanya
konflik terbuka. Sebagai contoh, dua unit dalam organiasai yang sama
mungkin ingin mendapatkan ruangan yang sama dalam fasilitas baru
kantor mereka. Konflik yang dipersepsikan juga bisa terjadi dalam
proses perencanan anggaran tahunan perusahaan, saat setiap
departemen berupaya mendapatkan sebanyak mungkin sumber daya
yang ada, dengan konsekuensi memperkecil jatah yang diterima
departemen lainnya.

2) Konflik yang dirasakan (felt conflict)


Konflik ini melibatkan keterlibatan emosional. Konflik
dirasakaan alam bentuk kecemasan, ketegangan, dan/atau permusuhan.
Pihak pihak yang terlibat dapat menjadi termotivasi untuk mengurangi
emosi-emosi negatif krena perasaan-perasaan ini menimbulkan
ketidaknyamanan. Motivasi tersebut dapat menghasilkan usaha-usaha
positif ataupun negatif untuk mengatasi konflik tersebut. Umumnya,
setiap pihak yang terlibat perlu mengalami konflik, baik konflik yang

7
dipersepsikan maupun konflik yang dirasakan, agar mereka
mendapatkan motivasi yang cukup untuk mengupayakan suatu
penyelesaian.
3) Konflik yang termanifestasi (manifest conflict)
Pada tahap termanifestasi, pihak-pihak yang berseberangan
terlibat secara aktif dalam perilaku konflik. Konflik yang
termanifestasikan umumnya tampak sangat nyata bagi pihak-pihak yang
tidak terlibat. Konflik yang termanifestasi tidak lagi sekedar
dipersepsikan atau dirasakan, tapi sudah terjadi. Artinya, pada tahap
manifestasi, pihak-pihak yang saling berseteru terlibat secara aktif dalam
konflik, serangan yang bersifat verbal, tertulis, atau bahkan serangan
fisik, terjadi dalam tahap ini.

3. ALASAN TERJADINYA KONFLIK ANTAR KELOMPOK


• Ketergantungan Kerja
Ketergantungan kerja (work interdependence) terjadi ketika dua (atau
lebih) kelompok organisasi harus saling bergantung satu smaa lain untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka. Potensi konflik dalam situais
seperti ini terentang dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi,
tergantung karakteristik dasar ketergantungannya. Tiga jenis ketergantungan
antar kelompok yang telah dikenal yaiu :
1) Ketergantungan Berkelompok (Pooled Interdependence) tidak
membutuhkan adanya interaksi antar kelompok karena seriap kelompok
bertugas secara terpisah.
2) Ketergantungan Berurutan (Sequential Interdependence) masyarakat satu
kelompok menyelesaikan tugas-tugasnya terlebih dahulu sebelum
kelompok lain dapat menyelesikan tugasnya. Tugas-tugas ini diselesaikan
dalam cara yang berurutan.
3) Ketergantungan Resiprokal (Reciprocal Interdependence) masyarakat
hasil keluaran (output) setiap kelompok berfungsi sebagai masukan (input)
bagi kelompok lain dalam organisasi.

• Perbedaan Saran

8
Kelompok-kelompok dengan tujuan yang sama eksklusifnya dapat
menapati diri mereka berada dalam situasi konflik. Sebagai contoh,
departemen pemasaran umumnya bertujuan memaksimalkan penjualan. Disisi
lain, departemen kredit berupaya meminimalkan kehilangan kredit.
Departemen yang dominan menentukan jenis pelanggan yang dipilih. Contoh
lainnya, sebuah departemen prosuksi memiliki sasaran menurunkan jumlah
produksi barang yang cacar. Disisi lain, departemen pembelian berusaha
memenuhi tujuannya dengan menurunkan biaya biaya prosuksi material, dan
menghubungi penyedia yang menjual bahan material kelas dua. Beberapa
tujuan yang saling tidak cocok ini mungkin akan tampak cukup jelas, apa yang
dibutuhkan dalam situasi-situasi seperti ini adalah kesadaran kelompok-
kelompok yang saling bertentangan untuk menata kembali foku pada tujuan
organisasi yang lebih besar.

• Perbedaan Persepsi
Perbedaan tujuan dapat muncul bersamaan dengan perbedaan persepsi
mengenai kenyataan, dan ketidak setujuan atas apa yang dianggap sebagai
penyebab suatu kejadian dapat menciptakan sebuah konflik.

4. KONSEKUENSI YANG MUNCUL PADA KONFLIK DISFUNGSIONAL


➢ Perubahan dalam Kelompok
1. Peningkatan Kohesivitas Kelompok
2. Penekanan pada Kesetiaan
3. Meningkatnya kepemimpinan yang Otokratis
4. Fokus pada Aktivitas
➢ Perubahan yang Terjadi Antar Kelompok
1. Persepsi yang terdistorsi
2. Pembentukan Stereotip yang Negativ (Negative Stereotyping)
3. Komunikasi yang Menurun

5. GLOBALISASI MENGUBAH TAKTIK BERNEGOSIASI


❖ NEGOSIASI

Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi
hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang

9
paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan
kepentingan.

Negosiasi dilakukan mulai dari rumah, sekolah, kantor, dan semua


aspek kehidupan kita. Oleh karena itu penting bagi kita dalam rangka
mengembangkan dan mengelola diri (manajemen diri), untuk dapat memahami
dasar-dasar, prinsip dan teknik-teknik bernegosiasi sehingga kita dapat
melakukan negosiasi serta membangun relasi yang jauh lebih efektif dan lebih
baik dengan siapa saja.

❖ TAKTIK-TAKTIK NEGOSIASI

Negosiasi dengan Hati

Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali,


mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah
seringkali banyak di antara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya
lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini
seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan
merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas,
kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang
didasarkan pada hitungan untung rugi.

Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-


hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-
nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam
konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah
justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.

Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang kami sebut sebagai
NegotiationTriangle, yaitu terdiri dari HEART (yaitu karakter atau apa yang
ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi), HEAD
(yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan
negosiasi), HANDS (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam
melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju
keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).

10
Jadi sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-
hal formal, kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknik dalam negosiasi. Justru
kita perlu menggunakan ketiga komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan
perilaku.

Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan


atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan
relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi
kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang
ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat,
perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah
pengambilan keputusan yang dilakukannya.

Langkah-langkah bernegosiasi

Langkah-langkah bernegosiasi meliputi hal-hal berikut:

1. Persiapan
Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah
persiapan. Persiapan yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi
negosiasi yang akan kita lakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa
percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama
harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah menentukan secara
jelas apa yang ingin kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan
terukur, sehingga kita bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa
tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar-
menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya.
Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita.
Usahakan kita dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling
mudah adalah dengan melakukan relaksasi. Bagi kita yang menguasai
teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconsciousreprogramming)
kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar kita,
sehingga setelah melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi
lebih siap dan percaya diri.

11
2. Pembukaan
Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan.
Kita harus mampu menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum
proses negosiasi dimulai. Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik
dan benar, kita perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan
dari tujuan kita melakukan negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu kita
kembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu: pleasant (menyenangkan),
assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm (teguh dalam pendirian).
Senyum juga salah satu hal yang kita perlukan dalam mengawali sebuah
negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan nyaman dan
terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam mengawali
sebuah negosiasi:

1. memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan


negosiasi;
2. Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu;
3. Jabat tangan dengan tegas dan singkat;
4. Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali
pembicaraan.

Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan


membangun commonground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar
kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain
memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat
dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.

3. Memulai proses negosiasi

Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah


menyampaikan (proposing) apa yang menjadi keinginan atau tuntutan kita.
Yang perlu diperhatikan dalam proses penyampaian tujuan kita tersebut
adalah:

1. Tunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada
materi pokok negosiasi;
2. Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas,
singkat dan penuh percaya diri;

12
3. Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu
kesepakatan dengan mereka;
4. Sediakan ruang untuk manuver atau tawar-menawar dalam negosiasi, jangan
membuat hanya dua pilihan ya atau tidak;
5. Sampaikan bahwa ”jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka
itu – ifyou’llgiveusthis, we’llgiveyouthat.” Sehingga mereka mengerti dengan jelas
apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan kita
berikan.
6. Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan
dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain.
Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu.
Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah
pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan
kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.

4. Membangun Kesepakatan

Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan


dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak
melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (dealoragreement)
telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya.

Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai
kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak
memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari
keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk
sebelah tangan.

Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami


dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara
lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah
satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai
kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita.
Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation dan
arbitration melalui pihak ketiga.

13
KESIMPULAN

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap
aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi
dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.

Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja
rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak
berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada
dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki
keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah
pengambilan keputusan yang dilakukannya

14
DAFTAR PUSTAKA

Invancevich, John M. dan Robert Konopaske. Dan Michael T. Matteson. 2006.


Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi ketujuh, Jakarta: Erlangga

15

Anda mungkin juga menyukai