Anda di halaman 1dari 10

Persona, Jurnal Psikologi Indonesia

September 2014, Vol. 3, No. 03, hal 237 - 246

Pengaruh Experiential Learning Terhadap Kepercayaan Diri


Dan Kerjasama Tim Remaja

Diva Widyaningtyas M. Farid


Program Magister Psikologi Universitas Darul „Ulum
Universitas 17 Agustus 1945 Jombang
Surabaya e-mail: abidinbasuni@yahoo.co.id
e-mail: divarie@gmail.com

Abstract. This research will study influence of Experiential learning to self confidence and
teamwork of adolescent. This research represent of conducted by experiment study at
student VII grade of MTs. Babussalam Kalibening Mojoagung Jombang with amount of
subject 60 student. Data collecting to measure of self confidence variable use self
confidence scale and teamwork variabel measure by teamwork scale, while Experiential
learning given as treatment at experiment group. Data analysis for self confidence variable
conducted with Mann-Whitney test analysis because this variable data is not homogeneous
and analysis for timwork variable conducted with t-test student. Result research in self
confidence variable showed there difference of self confidence among experiment group
getting Experiential learning treatment with control group which do not get treatment, test
pretest-post (z = - 2,537 ; sig= 0,011). For the teamwork variabel showed there are
difference among experiment group getting Experiential learning treatment with control
group which do not get treatment test pretest-post (t = 3,009 ; sig= 0,002). The result
indicate that Experiential learning have an effect on self confidence and teamwork at
adolescent.
Keyword: Experiential Learning, Self Confidence, and Teamwork

Intisari. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh Experiential learning terhadap


kepercayaan diri dan kerjasama tim remaja. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen yang dilakukan pada siswa VII MTs. Babussalam Kalibening Mojoagung
Jombang dengan jumlah subyek 60 orang siswa. Pengumpulan data untuk mengungkap
kepercayaan diri menggunakan skala kepercayaan diri dan kerjasama tim ukur dengan
skala kerjasama tim, sedangkan Experiential learning diberikan sebagai treatmen pada
kelompok eksperimen. Analisis data untuk variabel kepercayaan diri dilakukan dengan
analisis Mann-Whitney karena data variabel ini tidak homogen dan analisis untuk variabel
kerjasama tim dilakukan dengan uji-t student. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan
kepercayaan diri antara kelompok eksperimen yang mendapat treatment Experiential
learning dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat treatment pretest-post test (z = -
2,537 ; p =0,011). Pada kerjasama tim ada perbedaan kerjasama tim antara kelompok
eksperimen yang mendapat treatment Experiential learning dengan kelompok kontrol yang
tidak mendapat treatment pretest-post test (t = 3,009 ; p. = 0,002). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa Experiential learning berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan
kerjasama tim remaja.
Kata kunci: Experiential learning, Kerpercayaan diri, dan Kerjsama Tim

Masa remaja merupakan masa badai dan dan perubahan fisik. Menurut Sarlito (1994)
tekanan (Hurlock, 2004) yang menyebabkan masa remaja merupakan masa peralihan dari
remaja mengalami ketegangan emosi yang anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam
meninggi akibat mengalami perubahan psikis perubahan psikologis tetapi juga perubahan

237
Pengaruh Experiential Learning Terhadap Kepercayaan Diri Dan Kerjasama Tim Remaja

fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang dengan orang lain, mampu mempunyai dorongan
merupakan gejala primer dalam pertumbuhan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan
remaja, sedangkan perubahan psikologis mun- kekurangan diri sendiri. Kepercayaan diri juga
cul sebagai akibat dari perubahan fisik.Remaja merupakan keyakinan dalam diri yang berupa
mulai berfikir mengenai keinginan mereka perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam
sendiri, berfikir mengenai ciri-ciri ideal bagi keadaan baik sehingga memungkinkan individu
mereka sendiri dan orang lain membandingkan tampil dan berperilaku dengan penuh keya-
diri mereka dengan orang lain, serta mau kinan.
berfikir tentang bagaimana memecahkan masa- Berbagai studi dan pengalaman telah menje-
lah dan menguji pemecahan masalah secara laskan bahwa kepercayaan diri seseorang terkait
sistematis dengan dua hal yang paling mendasar dalam
Menurut Hurlock (2004) pada masa pubertas hidup. Orang yang kepercayaan dirinya bagus
atau masa remaja awal terdapat gejala yang akan cenderung berkesimpulan bahwa dirinya
disebut gejala negative phase, istilah phase “lebih besar” dari masalahnya. Sebaliknya,
menunjukkan periode yang berlang sung sing- orang yang punya keper cayaan diri rendah
kat. negative berarti bahwa individu mengambil akan cenderung berkesimpulan bahwa masalah-
sikap anti terhadap kehidupan atau kehilangan nya jauh lebih besar dari dirinya.
sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah ber-
kembang. Gejala ini banyak terjadi pada remaja Kepercayaan diri
awal, diantaranya keinginan untuk menyendiri, Kepercayaaan diri atau Self-confidence ada-
berkurang kemampuan untuk bekerja, kegeli lah sejauhmana anda punya keyakinan terhadap
sahan, kepekaan perasaan, pertenta ngan sosial penilaian anda atas kemampuan anda dan
dan rasa kurang percaya diri (lack of self sejauh mana anda bisa merasakan adanya ke-
confidence). Dari beberapa gejala negative pantasan untuk berhasil. Ignoffo (1999) secara
phase di atas yang paling menonjol dialami sederhana mendefenisikan self confidence be-
masa remaja adalah rasa kurang percaya diri rarti memiliki keyakinan terhadap diri sendiri.
(lack of self confidence). Lauster (2002), menyatakan bahwa self confi-
Rasa percaya diri merupakan bagian yang dence merupakan suatu sikap atau perasaan
sangat penting bagi pertum buhan dan per- yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga
kembangan individu. Kepercayaan diri meru- orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas
pakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa be-
untuk menghadapi tantangan hidup apapun bas untuk melakukan hal-hal yang disukainya
dengan berbuat sesuatu. Sullivan (dalam Hall & dan bertanggung jawab atas perbuatannya,
Lindsay, 1994) menjelaskan bahwa jika indi- hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan
vidu diterima orang lain, diterima dan disenangi orang lain, dapat menerima dan menghargai
karena keadaannya, maka individu akan ber- orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi
sikap menghormati dan menerima diri sendiri. serta dapat mengenal kelebihan dan keku-
Sebaliknya, jika orang lain selalu meremehkan, rangannya.
menyalahkan dan menolak, maka individu tidak Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa
akan menyayangi dirinya sendiri. Rasa meng- percaya diri merupakan gabungan dari pan-
hargai diri sendiri merupakan awal dari keper- dangan positif terhadap diri sendiri dan rasa
cayaan diri. Orang yang kurang percaya diri aman (Loekmono, 1983).
akan merasa kecil, tidak berharga, tidak ada Ada banyak unsur yang membentuk atau
artinya, dan tidak berdaya menghadapi tindakan menghambat perkembangan rasa percaya diri
orang lain. Ciri-ciri individu yang mempunyai seseorang. Kebanyakan unsur tersebut berasal
kepercayaan diri adalah memiliki suatu sikap di norma dalam pribadi individu sendiri, tetapi
atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri ada juga yang berasal dari norma dan penga-
sehingga individu yang bersangkutan tidak laman keluarga, tradisi, kebiasaan dan nilai-
terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas nilai lingkungan dan kelompok dimana ke-
melakukan hal yang disukai, mampu berinteraksi luarga itu berasal (Loekmono, 1983).

238
Diva Widyaningtyas dan M. Farid

Menurut De Angelis (1997) percaya diri 3) Individu tidak percaya terhadap dirinya dan
merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manu- mudah gugup. Ia merasa cemas dalam me-
sia untuk menghadapi tanta ngan hidup apapun ngemukakan gagasannya dan selalu mem-
dengan berbuat sesuatu. Setiap individu mem- bandingkan keadaan dirinya dengan orang
punyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan lain.
kepuasan atas apa yang telah dipero lehnya, Menurut Lauster (2002) aspek-aspek yang
tetapi itu akan sulit dirasakan apabila individu
terkandung dalam kepercayaan diri antara lain:
tersebut memiliki percaya diri yang rendah. 1) Ambisi, merupakan dorongan untuk menca-
Bukan hanya ketidakmampuan dalam mela- pai hasil yang diperlihatkan kepada orang
kukan suatu pekerjaan, tetapi juga ketidak- lain. Orang yang percaya diri cenderung
mampuan dalam menikmati pekerjaan tersebut. memiliki ambisi yang tinggi. Mereka selalu
Percaya diri pada individu tidak selalu sama, berfikiran positif dan berkeyakinan positif
pada saat tertentu kita merasa yakin atau bahwa mereka mampu
mungkin, ada situasi dimana individu merasa 2) Mandiri, Individu yang mandiri adalah indi-
yakin dan situasi dimana individu tidak merasa
vidu yang tidak tergantung pada individu
demikian. lain karena mereka merasa mampu menye-
Ignoffo (1999) menggambarkan beberapa lesaikan segala tugasnya dan tahan terhadap
karakteristik yang terdapat pada individu yang tekanan
memiliki kepercayaaan diri yaitu : 3) Optimis, Individu yang optimis akan ber-
1) Memiliki cara pandang yang positif terhadap fikiran positif selalu beranggapan akan ber-
diri. hasil, yakin dan dapat menggunakan kemam-
2) Yakin dengan kemampuan yang dimiliki. puan dan kekua tannya secara efektif dan
3) Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
terbuka.
dipikirkan. 4) Peduli, Tidak mementingkan diri sendiri
4) Berpikir positif dalam kehidupan. tetapi juga selalu peduli pada orang lain
5) Bertindak mandiri dalam mengambil kepu- 5) Toleransi, sikap toleransi adalah sikap mau
tusan. menerima pendapat dan perilaku orang lain
6) Memiliki potensi dan kemampuan. yang berbeda dengan dirinya.
Adanya penilaian yang baik dari dalam diri
sendiri, baik dari pandangan maupun tin-
Kerjasama Tim
dakan yang dilakukan yang menimbulkan
rasa positif terhadap diri sendiri. Kerjasama adalah suatu bentuk interaksi
sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas
Menurut Lauster (2002 ) ciri-ciri individu tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan
yang memiliki kepercayaaan diri yang rendah bersama dengan saling membantu dan saling
adalah sebagai berikut : memahami aktivitas masing-masing (Syani,
1) Individu merasa bahwa tindakan yang dila- 1994). Hadari (1984) mengatakan bahwa kerja-
kukan tidak adekuat. Ia cenderung merasa sama adalah usaha untuk mencapai tujuan
tidak aman dan tidak bebas bertindak, cende- bersama yang telah ditetapkan melalui pemba-
rung ragu-ragu dan membuang-buang waktu
gian tugas tidak sebagai pengkotakan tugas
dalam mengambil keputusan, memiliki pera- akan tetapi sebagai satu satuan kerja yang
saan rendah diri dan pengecut, kurang ber- semuanya terarah pada pencapaian tujuan.
tanggung jawab dan cenderung menyalahkan Menurut West (2002) tim adalah suatu unit
pihak lain sebagai penyebab masalahnya, yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
serta merasa pesimis dalam menghadapi berinteraksi dan mengkoordinasi kerja mereka
rintangan. untuk tujuan tertentu. Definisi ini memiliki 3
2) Individu merasa tidak diterima oleh kelom- (tiga) komponen. Pertama, dibutuhkan dua
poknya atau orang lain. Ia cenderung meng-
orang atau lebih. Kedua, orang-orang dalam
hindari situasi komunikasi karena merasa sebuah tim memiliki interaksi regular. Ketiga,
takut disalahkan atau direndahkan, merasa orang-orang dalam sebuah tim memiliki tujuan
malu jika tampil di hadapan orang banyak.

239
Pengaruh Experiential Learning Terhadap Kepercayaan Diri Dan Kerjasama Tim Remaja

yang sama. Setiap tim maupun individu sangat sempurna, spesifik, dan terkait secara lang-
berhubungan erat dengan kerja sama yang sung dengan tujuan tim.
dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi 6) Pertanggungjawaban mutual Sebuah tim
dan kinerja. Dalam kerja sama akan muncul mensyaratkan anggotanya untuk memikirkan
berbagai penyelesaian yang secara individu diri mereka sendiri secara keseluruhan (Sofo,
tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat 2003)
diandalkan dalam kerja sama pada kerja tim Menurut Johnson dan Johnson (2000) secara
adalah munculnya berbagai penyelesaian secara spesifik, tim mempunyai ciri-ciri sebagai beri-
sinergi dari berbagai individu yang tergabung kut:
dalam kerja tim. 1) Masing-masing anggota menyadari inter-
Kerjasama dalam tim menjadi sebuah kebu- dependensi yang positif untuk mencapai
tuhan dalam mewujudkan keberhasilan kerja. tujuan bersama.
Kerjasama dalam tim akan menjadi suatu daya 2) Mengadakan interaksi
dorong yang memiliki energi dan sinergisitas 3) Menyadari siapa yang masuk dalam tim dan
bagi individu-individu yang tergabung dalam siapa yang tidak masuk.
kerjasama tim. Tanpa kerjasama yang baik tidak 4) Menyadari peran dan fungsi spesifik
akan memunculkan ide-ide cemerlang. Bachtiar 5) Mempunyai limited life span keang gotaan.
(2004) menyatakan bahwa kerja sama meru-
pakan sinergisitas kekuatan dari beberapa orang Tim tidak dapat dengan sendirinya timbul,
dalam mencapai satu tujuan yang diinginkan. tetapi dibentuk. Tim dibentuk dari para anggota
Kerjasama akan menyatukan kekuatan ide-ide yang tergabung dalam kelompok. Tim yang
yang akan mengantarkan pada kesuksesan. telah ditentukan dilatih berulang kali, sehingga
Menurut Sofo (2003) tim adalah sekelompok berfungsi sebagai a single unit. Kemudian
kecil orang dengan keahlian pelengkap yang keinginan untuk sukses harus ditransformasikan
memiliki komitmen terhadap tujuan dan mak- ke dalam keinginan untuk kesuksesan kelom-
sud, tujuan kinerja, dan penekatan yang sama, pok. Latihan dalam hal team spirit dan team
serta pertanggung jawaban secara mutual. Dari work adalah dengan menformalisasikan tujuan
defenisi ini, maka diperoleh 6 elemen kunci dari tim, mengidentifikasikan kelemahan tim dan
tim kerja mencakup: mendorong lebih baik dalam kerjasama dan
1) Ukuran: adalah salah satu elemen erat yang intregasi (Walgito, 2007). Konsep aspek-aspek
terkait dengan elemen yang lain. Dengan kerjasama tim menurut Robbins dan Judge
semakin sedikit orang yang berada dalam tim (2008) mencakup adanya kesatuan usaha-usaha
kerja, kesempatan untuk dapat mengadopsi individual untuk menghasilkan kinerja yang
pekerjaan yang sama adalah lebih besar dan lebih tinggi daripada jumlah output proses kerja
dianggap dapat dipertanggung jawab kan seputar tim. Dalam kerjasama tim melibatkan
secara mutual. adanya komitmen, kompetensi dan tujuan
2) Keahlian anggota, hal ini terkait dengan hal umum.
saling ketergantungan yang mutual, yang
mengimplikasikan pertukaran dua arah Experiential Learning
dengan dukungan yang mutual juga. Experiential Learning Theory (ELT) yang
3) Tujuan yang sama adalah berarti gabungan dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal
dari tujuan individual. Tujuan yang sama tahun 1980-an, yang menekankan pada sebuah
harus memiliki arti. model pembelajaran yang holistik dalam proses
4) Pendekatan umum yang mengandung 3 ele- belajar. Dalam experiental learning pengalaman
men yaitu individual, kelompok dan tugas. mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
Dalam bidang ini pendekatan berada dalam Dalam teori experiential learning, belajar meru-
review tetap yang dilakukan seiring dengan pakan proses dimana pengetahuan diciptakan
perkemba ngan tim. melalui transformasi pengalaman (experience)..
5) Tujuan-tujuan kinerja yang diinginkan dalam Experiential learning secara harfiah berarti
tim adalah menciptakan suatu tim yang belajar dari aktifitas mengalami dan mereflek-

240
Diva Widyaningtyas dan M. Farid

sikan apa yang telah dipelajari. Eksperiential dari perspektif yang berbeda dan mengandalkan
bukan sekedar mendengarkan tetapi lebih pada pada suatu pemikiran, perasaan dan judgement..
mensimulasikan situasi kehidupan nyata, misal- Abstract conceptualization (thinking) yakni
nya bermain peran, dan berpartisipasi dalam analisa logis dari gagasan-gagasan dan bertin-
permainan. Dalam eksperiential learning meli- dak sesuai pemahaman pada suatu situasi
batkan tubuh, pikiran, perasaan, dan tindakan. sehingga memunculkan ide-ide atau konsep-
Oleh karena itu merupakan pengalaman belajar konsep baru. Abstract conceptualization me-
pribadi yang utuh (Kolb, 1984) rupakan belajar dengan pemikiran yang tepat
Ada dua bentuk model pemahaman penga- dan teliti, menggunakan pendekatan sistematik
laman, yaitu pengalaman nyata (concrete expe- untuk menstruktur dan menyusun kerangka
rience) dan konsep abstrak (abstract concept- fenomena. Teknik instruksional antara lain
tualization). Selain itu ada pula dua bentuk konstruksi teori, lecturing and building models
model transformasi pengalaman, yaitu penga- and analogies.
matan reflektif (observation reflection) dan Active experimentation (doing) berarti ke-
pengalaman aktif (active experience). Tahapan- mampuan untuk melaksanakan berbagai hal
tahapan model pembelajaran experince learning dengan orang-orang dan melakukan tindakan
berdasarkan peristiwa termasuk pengambilan
resiko. Active experimentation merupakan bela-
jar melalui tindakan, menekankan pada aplikasi
praktis dalam konteks kehidupan nyata. Teknik
instruksional yang digunakan antara lain field-
work, laboratory work, games, drama dan
simulasi.
Dalam proses intervensi dengan metode
experiential learning, pengajar/ tutor berfungsi
sebagai seorang fasilitator, artinya pengajar
merupakan sebuah lingkaran sebagai berikut: hanya memberikan arah (guide) tidak membe-
rikan informasi secara sepihak dan menjadi
sumber pengetahuan tunggal. Setelah siswa
Bagan siklus model experiential learning melakukan suatu aktivitas, selanjutnya siswa
akan mengabstraksikan sendiri pengalamannya.
Concrete experience (feeling) berarti belajar Dengan demikian pembelajaran dengan metode
dari pengalaman-pengalaman yang spesifik, ini akan menciptakan suasana belajar yang
peka terhadap situasi. Concrete experience menyenangkan sehingga peserta didik lebih
merupakan tahap belajar melalui intuisi dengan memahami manfaat ilmu yang dipelajarinya.
menekankan pengalaman personal, mengalami Mengacu pada fakta di atas pengaruh Expe-
dan merasakan. Dalam tahap ini aktifitas yang riential Learning terhadap kepercayaan diri
mendukung misalnya diskusi kelompok kecil, dan kerjasama tim pada remaja perlu dilaku-
simulasi, games, role play, teknik drama, video kan, untuk mengetahui secara pasti pengaruh
atau film, pemberian contoh, dan cerita ketiga variabel ini dengan harapan hasilnya
(Kohonen, 2001). dapat digunakan untuk meningkatkan keper-
Reflective observation (watching) yakni cayaan diri dan kerjasama tim remaja.
mengamati sebelum membuat suatu keputusan
dengan mengamati lingkungan dari perspektif- Hipotesis
perspektif yang berbeda. Memandang dari ber-
bagai hal untuk memperoleh suatu makna. Pada Hipotesis penelitian adalah jawaban semen-
tahap ini merupakan belajar melalui persepsi. tara terhadap masalah penelitian, yang kebe-
Fokus pada memahami ide dan situasi dengan narannya masih harus diuji secara empiris.
observasi secara hati-hati. Learner mengaitkan Hipotesis juga merupakan jawaban terhadap
bagaimana sesuatu itu terjadi dengan melihat masalah penelitian yang secara teoritis dianggap
paling mungkin dan paling tinggi kebenarannya

241
Pengaruh Experiential Learning Terhadap Kepercayaan Diri Dan Kerjasama Tim Remaja

(Suryabrata, 2010). Berdasarkan paparan di HASIL PENELITIAN


atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada
pengaruh Experiential Learning terhadap Ke- Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan
percayaan Diri dan Kerjasama Tim Remaja kepercayaan diri antara kelompok eksperimen
yang mendapat treatment Experiential learning
METODE dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat
treatment pretest-post test (z = -2,537 ; p
Subjek Penelitian =0,011). Pada kerjasama tim ada perbedaan
kerjasama tim antara kelompok eksperimen
Subjek penelitian adalah adalah siswa-siswi
yang mendapat treatment Experiential learning
kelas VII di MTs Babussalam Kalibening
dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat
Mojoagung Jombang. Dimana metode peng-
treatment pretest-post test (t = 3,009 ; p =
ambilan samplingnya dilakukan dengan meto-
0,002). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
de random sampling artinya secara acak siswa
Experiential learning berpengaruh terhadap
akan diambil dari jumlah seluruh siswa,
kepercayaan diri dan kerjasama tim remaja.
diambil 60 siswa yang akan dikelompokkan
dalam kelom pok eksperimen dan kelompok
PEMBAHASAN
control
Berdasarkan hasil analisis untuk pengujian
Alat ukur hipotesis tentang pengaruh experiential lear-
Skala kepercayaan diri untuk mengumpulkan ning terhadap kepercayaan diri dan kerjasama
data perilaku kepercayaan diri remaja. Skala ini tim pada remaja, hasil analisis menunjukkan
dikembangkan berdasarkan konsep dari Lauser bahwa experiential learning berpengaruh pada
(2000), meliputi lima aspek yaitu : (1) Keya- kepercayaan diri dan kerjasama tim pada
kinan pada diri sendiri, (2) Rasa optimis, (3) remaja.
Kepedulian, (4) Memiliki sikap toleransi, (5) Remaja awal berada pada tahap usia 12-15
Ambisi yang terarah. Skala kepercayaan diri ini tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk di
dikembangkan dengan memuat kelima aspek bangku SMP. Remaja berusaha menemukan jati
sebagaimana disebutkan diatas dalam 46 aitem dirinya, remaja membutuhkan interaksi dengan
sahih yang memiliki rentang indeks diskri- orang lain dalam proses pencarian jati diri, yaitu
minasi aitem yang bergerak dari 0,307 s/d teman sebaya, sekolah, orang tua maupun
0,687. Dengan reliabilitas Alpha Cronbach masyarakat. Dalam kenyataannya untuk berinte-
sebesar 0,922. raksi maka individu harus mempunyai kebe-
Skala kerjasama tim untuk mengumpulkan ranian atau kepercayaan diri untuk menjalin
data perilaku kerjasama tim remaja. Skala ini interaksi dengan orang lain
dikembangkan berdasarkan konsep aspek-aspek Experiential learning, pada dasarnya meru-
kerjasama tim menurut Robbins dan Judge pakan pengembangan dari teori learning style
(2008) mencakup adanya kesatuan usaha-usaha (gaya belajar) dari David Kolb, yang menje-
individual untuk menghasilkan kinerja yang laskan bahwa pembelajaran didasarkan dengan
lebih tinggi daripada jumlah output proses kerja menjalani aktivitas secara langsung (learning by
seputar tim. Dalam kerjasama tim melibatkan doing). Pengaruh experiential learning pada
adanya komitmen, kompetensi dan tujuan kepercayaan diri, bisa jadi juga mengacu pada
umum. Skala kerjasam tim ini dikembangkan pengamatan terhadap aktivitas orang lain
dengan memuat ketiga aspek sebagaimana sebagai bekal untuk mempraktikan kegiatan
disebutkan diatas dalam 41 aitem sahih yang yang akan dilakukan seseorang, terutama untuk
memiliki rentang indeks diskriminasi aitem kegiatan-kegiatan yang bersifat konkrit yang
yang bergerak dari 0,302 s/d 0,776. Dengan akan memberikan pengalaman nyata (concrete
reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,929. experience) (Kolb, 1984). Sebaliknya kegiatan-
kegiatan yang bersifat abstrak, khususnya yang
membutuhkan kemampuan khusus yangg harus

242
Diva Widyaningtyas dan M. Farid

dilatih secara kontinyu maka pengaruh pembe- untuk terus tumbuh serta mengubah masalah
lajaran melalui pengalaman (experiential lear- menjadi tantangan.
ning) yang hanya sepintas tidak akan memberi Dengan adanya experiential learning akan
pengaruh pada peningkatan kepercayaan diri, menyebabkan seseorang mampu tampil dan
mengingat bahwa transformasi pembelajaran berkarya tanpa adanya rasa takut akan kesa-
membutuhkan pengulangan kegiatan untuk me- lahan, takut akan cemoohan dan pikiran- pikiran
nguatkan pengalaman aktif (active experience). lain yang menyebabkan seseorang kehilangan
Dalam hal ini kepercayaan diri akibat rasa percaya diri. Hal tersebut dimungkinkan
pengaruh dari experiential learning, memiliki karena dalam experiential learning tidak ada
konsep yang setara dengan self-efficacy, dimana batasan strata dan status sosial. Mereka yang
pada self efficacy merupakan keyakinan diri mengikuti experiential learning adalah sama
individu pada situasi tertentu, dan tidak bersifat dalam perlakuan. Sehingga secara sadar atau
general. Menurut Kolb (1984) concrete expe- tidak sadar tidak sadar mereka akan mampu
rience (feeling) yang menjadi bagian dari meningkatkan rasa percaya diri mereka tanpa
experiential learning berarti belajar dari penga- mereka sadari.
laman-pengalaman yang spesifik dan peka Pengaruh experiential learning terhadap
terhadap situasi, hal ini menjelaskan bahwa kerjasama tim yang sangat signifikan, hal ini
experiential learning hanya akan berpengaruh berkaitan dengan kejelasan dari tujuan kegiatan.
pada situasi-situasi tertentu sesuai dengan hasil Kerjasama dalam sebuah tim merupakan penga-
pembelajaran dari pengalaman tertentu, dan laman konkrit dengan tujuan yang sama dan
tidak berlaku untuk situasi yang bersifat demi kepentingan bersama, sehingga expe-
general/umum. riential learning memberikan pengaruh yang
Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri nyata dalam pengemba ngan kerjasama. Dalam
seseorang untuk dapat menangani segala se- siklus experiential learning, Kolb (1984)
suatu dengan tenang. Percaya diri merupakan menjelaskan lima langkah sebagai berikut:
keyakinan dalam diri yang berupa perasaan dan Experience (melakukan aktivitas) – share
anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik (memberi reaksi dari pengamatan umum) –
sehingga memungkinkan individu tampil dan process (melakukan analisis pada apa yang
berperilaku dengan penuh keyakinan. Sebalik- dialami) – generalize (menghubungkan penga-
nya orang yang kepercayaan diri bagus memi- laman pada contoh dunia nyata) – apply (apa
liki perasaan positif terhadap dirinya, punya yang telah dipelajari untuk suatu situasi praktis
keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya yang berbeda atau serupa). Mengacu pada
pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang siklus experiential learning tersebut, maka
dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri pengaruhnya pada kerjasama tim tampak nyata
bagus bukanlah orang yang hanya merasa pada kegiatan lain yang membutuh kerjasama.
mampu melainkan adalah orang yang menge- Secara aplikatif pengetahuan yang diperoleh
tahui bahwa dirinya mampu berdasarkan penga- dari pengalaman suatu kerjasama tidak akan
laman dan perhitungannya. Untuk menumbuh- selalu sama persis dengan kegiatan-kegiatan
kan rasa percaya diri yang proporsional, maka kerjasama lainnya, namun bentuk kerjasama
individu harus memulainya dari dalam diri apapun pasti ada aspek-aspek lain yang memi-
sendiri. liki kemiripan dalam penerapannya.
Percaya diri merupakan dasar dari motivasi Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak
diri untuk berhasil. Agar termotivasi seseorang adanya pengukuran awal pada variabel-variabel
harus percaya diri. Seseorang yang menda- dependen yang dikaji, sehingga pengaruh expe-
patkan ketenangan dan kepercayaan diri harus- riential learning terhadap kepercayaan diri
lah mengingin kan dan termotivasi dirinya. subyek maupun kerjasama kurang didapatkan
Banyak orang yang mengalami kekurangan informasi yang akurat. Faktor lain yang juga
tetapi bangkit melampaui kekurangan sehingga dapat berpengaruh pada hasil penelitian ini
benar benar mengalahkan kemalangan dengan adalah tidak adanya kontrol pada variabel
mempunyai kepercayaan diri dan motivasi kecerdasan, karakteristik kepribadian subyek

243
Pengaruh Experiential Learning Terhadap Kepercayaan Diri Dan Kerjasama Tim Remaja

maupun pengalaman keorganisasian subyek Fatimah, E. (2008). Psikologi Perkembangan:


penelitian. Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
Pustaka Setia.
DAFTAR PUSTAKA
Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial.
Afiatin, T dan Martaniah, S. M. (1998). Bandung: Penerbit Eresco.
Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Hadari, N. (1984). Administrasi Pendidikan.
Melalui Konseling Kelompok, Junal Psiko- Jakarta: Prenhalindo.
logika Nomor 6 Tahun III 1998.
Hadi, S. (2000). Statistik Jillid 2. Yogjakarta:
Ahmadi, A. (1984). Administrasi Pendidikan. Andi Offset.
Jakarta : Gunung Agung
Hakim, T. (2005). Mengatasi Rasa Tidak
Ancok, D. (2002). Outbound Management Percaya Diri. Jakarta: PuspaSwara.
Training. Yogyakarta: UII Press.
Hurlock, E.B. (2007). Psikologi Perkem-
Anwar, S. (2004). Dasar-dasar Perilaku bangan, Pendekatan Sepanjang Rentang
Organisasi. Yogjakarta: UII Press. Kehidupan. Penterjemah : dr. Med. Meita-
Apollo. (2008). Hubungan Antara Keper- sari Tjandrasa Edisi ke 8. Jakarta : Penerbit
cayaan Diri dan Perilaku Asertif dengan Erlangga.
Kecemasan Komunikasi Lisan pada Ignoffo, M. (1999). Everything you need to
Remaja, Jurnal Arkhe Th. 13/No.2/ 2008 : know about self confidence. (Revised Edi-
78 – 87 tion). New York: The Rosen Publishing
Group, Inc.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Illeris, K. (2002). The Three Dimensions of
Cipta. Learning. Florida: Krieger Publishing .
Azwar, S. (1997). Validitas dan Reliabilitas. Johnson, D. W. & Johnson, F. P. (2000).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joining together: group theory and group
skill. New York : Pearson Education Com-
Azwar, S. (2000). Sikap Manusia, Teori dan
pany.
Pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Khusnia, S dan Rahayu, S. A. (2010).
Hubungan Antara Dukungan Sosial dan
Bactiar. (2004). Manajemen Sumber Daya
Kepercayaan Diri Remaja Tuna Netra,
Manusia. Batam : Interaksara.
Jurnal Penelitian Psikologi 2010,Vol. 01,
Beard, C. (2010). The Experiential Learning No. 01 : 40-47.
Toolkit: Blending Practice with concepts.
Kohonen, T. (2001). Self Organizing Maps. 3rd
London: Kagan Page.
Edition. Berlin: Springer.
Branden, M. (1991). The Psof Self Esteem.
Kolb, D.A. (1984). Experiential Learning.
New York: Banton Books.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Clegg, B. (2001). Instan Teamwork. Jakarta :
Kumara, A. (1988). Studi Pendahuluan ten-
Erlangga.
tang Validitas dan Reliabilitas (The Test of
Coleman, J. (2000). Psikologi Kepribadian. Self Confidence). Laporan penelitian.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Yogyakarta: Fakultas Psiklogi UGM.
De Angelis, B. (1997). Confidence: Percaya Kushartanti, A. (2009). Perilaku menyontek
Diri Sumber Sukses dan Kemandirian. Ditinjau Dari Kepercayaan Diri, Indi-
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. genenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi
Faisal, S. (2003). Format-format Penelitian Vol. 11, No 2 Nopember 2009 : 34 – 46.
Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lauster, P. (2002). Tes Kepribadian. Alih

244
Diva Widyaningtyas dan M. Farid

Bahasa: D.H Gulo. Edisi Bahasa Indonesia. Robbins, S.P dan Judge, T.A. (2008). Perilaku
Cetakan Ketigabelas. Jakarta: Bumi Aksara. Organisasi, Edisi ke 12. Penerbit Jakarta:
Salemba Empat.
Loekmono, L. (1983). Rasa Percaya Diri
Sendiri. Salatiga: Pusat Bimbingan UKSW. Santrock, J.W. (2003). Adolence: Perkem-
bangan Remaja Edisi Keenam, Jakarta :
Marliani, R. (2013). Psikologi Eksperimen.
Erlangga.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Sofo, F. (2003). Pengembangan Sumber Daya
Maslow, A. H. (1993). Motivasi dan Kepri-
Manusia, Edisi Pertama. Surabaya: Penerbit
badian Jilid 2. Penterjemah: Nurul Imam.
Airlanga University Pres.
Jakarta : PT. Midas Surya Grafindo.
Sudjana. (1994). Desains dan Analisis Ekspe-
Monks, F.J. Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R.
rimen. Bandung: Penerbit Transito.
(2002). Psikologi Perkembangan: Pengan-
tar dalam Berbagai Bidang. Yogyakarta: Suryabrata, S. (2010). Metodologi Penelitian.
Gadjah Mada University Press. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Neill, J. (2005). Wellness and Outdoor Edu- Syani, A. (1994). Sosiologi Skematika: Teori
cation. Keynote, Workshop Presentation to dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
the Victorian Outdoor Education Confe- Walgito, B. (2007). Psikologi Kelompok.
rence: Essential learning for student well- Yogyakarta: Andi Offset.
being. Geelong Conference Centre, Gee-
long, Australia, May 26-27. West, M. (2002). Kerja Sama yang Efektif.
Cetakan Kelima, Penerjemah: Srikandi
Puspitasari, D dan Siswanto. (2009). Efek- Waluyo. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
tivitas Graphotherapy terhadap Peningkatan
Kepercayaan Diri pada Remaja Panti Yulianto, F dan Nashori, F. (2006). Keper-
Asuhan Anak Eklesi Ambarawa, Jurnal cayaan Diri dan Prestasi Atlet Tae Kwon
Psikomedia Vol. 8 No. 1, Januari – Juni Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
2009 : 90 – 98 Psikologi Universitas Diponegoro Vol. 3
No. 1, Juni 2006.
Rikasusanti, F. (2008). Hubungan Antara
Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Diri
Siswa Kelas VII SMP Santa Maria Fatima,
Jurnal Psiko Edukasi Vol 6: 21– 33

245
Pengaruh Experiential Learning Terhadap Kepercayaan Diri Dan Kerjasama Tim Remaja

246

Anda mungkin juga menyukai