Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri

Lauster dalam Surya mendefinisikan kepercayaan diri sebagai


suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga
dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk
melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung jawab
atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain,
memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan
kekurangan diri sendiri. Terbentuknya kemampuan percaya diri
adalah suatu proses belajar bagaimana merespon berbagai rangsangan
dari luar dirinya melalui interaksi dengan lingkungannya.
Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang
penting pada seseorang. Kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa
seseorang mampu menanggulangi suatu masalah dengan situasi
terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan bagi
orang lain .Kepercayaan diri merupakan atribut yang sangat berharga
pada diri seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa adanya
kepercayaan diri akan menimbulkan banyak masalah pada diri
seseorang. Hal tersebutdikarenakan dengan kepercayaan diri,
seseorang mampu untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Kepercayaan diri merupakan urgen untuk dimiliki setiap individu.
Kepercayaan diri diperlukan baik oleh seseorang anak maupun orang
tua, secara individual maupun kelompok.
Lauster mendefinisikan bahwa kepercayaan diri di peroleh dari
pengalaman hidup, yang memiliki aspek kepribadian yang berupa
keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak
terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak,
gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab.

Maslow menyatakan bahwa percaya diri merupakan modal dasar


untuk pengembangan aktualis diri. Dengan percaya diri orang akan
mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu,
kurangnya, percaya diri akan menghambat pengembangan potensi
diri. Jadi orang yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang
yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk
menyampaikan gagasan, serta bimbang dalam menentukan pilihan
dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Dapat
di simpulkan bahwa percaya diri dapat diartikan bahwa suatu
kepercayaan akan kemampuan sendiri yang menandai dan menyadari
kemampuan yang dimiliki dapat di manfaatkan secara tepat.

Thantaway dalam kamus bimbingan dan konseling mengatakan


kepercayaan diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang
yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau
melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki
konsep diri negatif serta kurang percaya pada kemampuannya
sehingga ia sering menutup diri.
Menurut Mastuti dan Aswi, percaya diri dapat membuat individu
untuk bertindak dan apabila individu tersebut bertindak atas dasar
percaya diri akan membuat individu tersebut mampu mengambil
keputusan dan menentukan pilihan yang tepat, akurat, efisien, dan
efektif. Percaya diri akan membuat individu menjadi lebih mampu
dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta
melakukan berbagai inovasi sebagai kelanjutannya.
Hendra Surya mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah suatu
keyakinan bahwasanya akan berhasil dan mempunyai kemauan yang
keras di dalam berusaha serta menyadari dan mencari nilai lebih atas
potensi yang dimilikinya tanpa harus mendengarkan suara-suara
sumbang yang dapat melemahkan dirinya sehingga nantinya dapat
membuat perencanaan dengan matang.
Menurut rahmat, kepercayaan diri dapat diartikan sebgai suatu
kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh setiap orang
dalam kehidupannya serta bagaimana orang tersebut memandang
dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri. Rasa percaya
diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri.

Hakim bahwa kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu


keyakinan seseorang terhadap segala aspek kebutuhan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu
untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Kepercayaan
diri merupakan kemauan untuk mencoba sesuatu yang paling
menakutkan bagi individu, dan individu tersebut yakin akan mampu
mengelola apapun yang timbul sesuai yang diharapkan.
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa
manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan
berbuat sesuatu.Kepercayaan diri itu lahir dari kesadaran bahwa jika
memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus
dilakukan. Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran seorang
individu bahwa individu tersebut memiliki tekad untuk melakukan
apapun, sampai tujuan yang ia inginkan tercapai.
Kepercayaan diri bersifat internal, sangat relatif, dan dinamis,
dan banyak ditentukan oleh kemampuan untuk memulai,
melaksanakan, dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Orang yang
percaya diri memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan sistematis, terencana, efektif, dan efisien.Kepercayaan diri
juga selalu ditunjukkan oleh ketenangan, ketekunan, kegairahan, dan
kemantapan dalam melakukan pekerjaan. Dengan memiliki
kepercayaan diri, seseorang merasa dirinya berharga dan mempunyai
kemampuan menjalani kehidupan, mempertimbangkan berbagai
pilihan dan mampu membuat keputusan sendiri.Selanjutnya
ditegaskan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri dapat
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahap
perkembangannya dengan baik atau setidaknya memiliki kemampuan
untuk belajar cara-cara menyelesaikan tugas tersebut. Orang yang
percaya diri mempunyai keberanian dan kemampuan untuk
meningkatkan prestasinya sendiri.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik


kesimpulan kepercayaan diri adalah kesadaran individu akan kekuatan
dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini adanya rasa percaya
dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat
batiniah maupun jasmaniah, dapat bertindak sesuai dengan
kepastiannya serta mampu mengendalikannya dalam mencapai tujuan
yang diharapkannya.

2. Ciri-Ciri Individu Percaya Diri

Menurut Hakim percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri
seseorang terdapat proses tertentu di dalam pribadinya sehingga
terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar
terbentuknya rasa percaya diri yang kuat pada seseorang terjadi
melalui empat proses antara lain:

1. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses


perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.
2. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang
dimilikinya yang melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat
segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya.
3. Pemahaman dan reaksi-reaksi positif seseorang terhadap
kelemahan-kelamahan yang dilmilikinya agar tidak menimbulkan
rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri.
4. Pengalaman dalam menjalani bebrbagai aspek kehidupan dengan
menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

Menurut Lauster orang yang memiliki rasa percaya diri yang


positif memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif seseorang


tentang dirinya bahwa dia mengerti sungguh sungguh akan apa
yang dilakukannya.
2. Optimis, yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan
baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan
kemampuannya.
3. Obyektif, yaitu memandang permasalahan atau segala sesuatu
sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran
pribadi atau menurut dirinya sendiri.
4. Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung
segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
5. Rasional dan realistis, yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu
hal, maupun sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran
yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
6. Pendapat lain dijelaskan oleh Enung Fatimah mengemukakan
beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa
percaya diri yang proporsional adalah sebagai berikut:
7. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak
membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat
dari
8. orang lain.
9. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi
diterima oleh orang lain atau kelompok.
10. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani
menjadi
11. diri sendiri.
12. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya
stabil).
13. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah
menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau
mengharapkan bantuan orang lain).
14. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang
lain dan situasi di luar dirinya.
15. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga
ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif
dirinya dan situasi yang terjadi.
3. Memupuk dan Membangun Rasa Percaya Diri

Menurut Santrock yang menyebutkan ada empat cara


meningkatkan rasa kepercayaan diri yaitu:
1. Mengidentifikasi penyebab kurang kepercayaan diri dan
identifikasi domain-domain kompetensi diri yang penting.
Remaja memiliki tingkat rasa percaya diri yang tinggi ketika
mereka berhasil di dalam domaindomain kompetensi yang
penting, yaitu kompetensi dalam domaindomain diri yang penting
merupakan langkah yang penting untuk memperbaiki tingkat
kepercayaan diri.
2. Memberi dukungan emosional dan penerimaan sosial
Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk
konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh bagi rasa
kepercayaan diri remaja, seperti guru, teman sebaya dan keluarga.
3. Prestasi
Dengan membuat prestasi melalui tugas-tugas yang telah
diberikan secara berulang-ulang.
4. Mengatasi masalah
Menghadapi masalah dan selalu berusaha untuk
mengatasinya.Rasa kepercayaan diri dapat juga meningkat ketika
remaja mengalami suatu masalah dan berusaha untuk
mengatasinya, bukan hanya menghindarinya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi keperayaan diri pada


individu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang
dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal
1) Konsep diri. Terbentuknya percaya diri pada seseorang diawali
dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan
suatu kelompok. Konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya
sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya
mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya orang yang mempunyai
rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif.
2) Harga diri. Yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri.
Orang yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara
rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan
dengan individu lain. Orang yang mempunyai harga diri tinggi
cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya
bahwa usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana
menerima dirinya sendiri.
3) Kondisi fisik. Perubahan kondisi fisik berpengaruh pada percaya
diri. Penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga
diri dan percaya diri seseorang.
4) Pengalaman hidup. Pengalaman yang mengecewakan seringkali
menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri, lebih-lebih jika pada
dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang
dan kurang perhatian.

b. Faktor Eksternal

1) Pendidikan. Pendidikan mempengaruhi percaya diri seseorang.


Tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu
merasa di bawah kekuasaan yang lebih, sebaliknya individu yang
pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan
tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan
mampu memenuhi keperluan hidup denga rasa percaya diri dan
kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
2) Lingkungan dan pengalaman hidup. Lingkungan disini merupakan
lingkungan keluarga dan masyarakat. Dukungan yang baik yang
diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota keluarga yang
saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan
percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan lingkungan
masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh
masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang.
5. Aspek-Aspek Kepecayaan Diri

Menurut Rini orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi


akan mampu bergaul secara fleksibel, mempunyai toleransi yang
cukup baik, tidak mudah terpengaruh orang lain dalam bertindak serta
mampu menentukan langkah-langkah pasti dalam kehidupannya.
Individu yang mempunyai kepercayaan tinggi akan terlihat lebih
tenang, tidak memiliki rasa takut , dan mampu memperlihatkan
kepercayaan dirinya setiap saat.

Lauster mengemukakan aspek-aspek yang terkandung dalam


kepercayaan diri antara lain:

a. Keyakinan akan Kemampuan diri.

Sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti


sungguhsungguh akan apa yang dilakukannya.

b. Optimis .

Sikap positif seseorang yang slalu berpandangan baik dalam


menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuannya.

c. Objektif.

Orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala


sesuatu seseuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut
kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Bertanggung jawab.

Kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah


menjadi konsekuensinya.

e. Rasional.

yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian


dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai
dengan kenyataan.

Pendapat lain tentang aspek-aspek kepercayaan diri dari Afiatin


dan Martaniah, dalam Sapotro dan Sesono yang menjadi ciri maupun
indikator dari kepercayaan diri yaitu:

a. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini


didasari oleh adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan,
dan ketrampilan yang dimiliki. Ia merasa optimis, cukup abisius,
tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja
keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara
efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.
b. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini dilandasi oleh
adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan
sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain
menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani
mengemukakan kehendak atau ide-idenya secara bertanggung
jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.
c. Individu memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya
keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap
tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai
macam situasi.

Pendapat lain diungkapkan oleh Angelis dalam Suhardita yang


menguraikan bahwa dalam mengembangkan percaya diri terdapat tiga
aspek yaitu:

a. Tingkah laku, yang memiliki ciri percaya atas kemampuan diri


untuk: melakukan sesuatu, menindaklanjuti segala prakarsa secara
konsekuen, mendapat bantuan dari orang lain, dan menanggulangi
segala kendala.
b. Emosi, yang memiliki ciri percaya diri untuk: memahami perasaan
sendiri, mengungkapkan perasaan sendiri, menyatukan diri dengan
orang lain, memperoleh kasih sayang dan perhatian disaat
mengalami kesulitan, memahami manfaat apa yang dapat
disumbangkan kepada orang lain.
c. Spiritual, yang memiliki ciri: bahwa alam semesta adalah sebuah
misteri, meyakini takdir Tuhan, dan mengagungkan Tuhan.

Pendapat lain dijelaskan oleh Hendra Surya, menyebutkan aspek


psikologis yang mempengaruhi dan membentuk percaya diri, yaitu
gabungan unsur karakteristik citra fisik, citra psikologis, citra sosial,
aspirasi, prestasi, dan emosional, antara lain:

a. self-control (Pengendali diri).


b. suasana hati yang sedang dihayati.
c. citra fisik.
d. citra sosial.
e. self-image (citra diri) ditambah aspek keterampilan teknis, yaitu
kemampuan menyusun kerangka berpikir dan keterampilan berbuat
dalam menyelesaikan masalah.
6. Jenis-Jenis Kepercayaan Diri
Angelis mengemukakan ada tiga jenis kepercayaan diri, yaitu
kepercayaan diri tingkah laku, emosional dan spiritual.

a. Kepercayaan diri tingkah laku adalah kepercayaan diri untuk


mampu bertindak dan menyelesaikan tugas-tugas baik tugas-tugas
yang paling sederhana hingga yang bernuansa cita-cita untuk
meraih sesuatu.
b. Kepercayaan diri emosional adalah kepercayaan diri untuk yakin
dan mampu menguasai segenap sisi emosi.
c. Kepercayaan diri spiritual adalah keyakinan individu bahwa setiap
hidup ini memiliki tujuan yang positif dan keberadaannya kita
punya makna.

Pendapat lain menurut Lindefield dalam Kamil mengemukakan


bahwa kepercayaan diri terdiri dari dua jenis percaya diri batin dan
lahir.

a. Kepercayaan diri batin

Menurut Lidenfield ada empat ciri utama yang khas pada orang
yang mempunyai percaya diri batin yang sehat, yaitu:

1) Cinta diri

2) Pemahaman Diri

3) Tujuan yang jelas

4) Berfikir positif

b. Kepercayaan diri lahir

Untuk memberikan kesan percaya diri pada dunia luar, maka kita
perlu mengembangkan ketrampilan dalam empat bidang yang
berkaitan dengan kepercayaan diri lahir, yaitu:

1) Komunikasi

2) Ketegasan

3) Penampilan diri

4) Pengendalian Perasaan
B. Kecemasan Sosial
1. Pengertian Kecemasan

Menurut Barlow dan Durand kecemasan adalah keadaan suasana


hati yang ditandai oleh afek negative dan gejala-gejala ketegangan
jasmani dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya
bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan
khawatir. Kecemasan mungkin melibatkan perasaan, perilaku, dan
respon-respon fisiologis. Kecemasan menurut Greenberg dan Padesky
merupakan suatu keadaan khawatir, gugup, atau takut, ketika
berhadapan dengan pengalaman yang sulit dalam kehidupan
seseorang dan menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Menurut Daradjat kecemasan adalah manifestasi dari berbagai


proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang
mengalami takanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin
(konflik). Kecemasan itu memiliki segi yang disadari seperti rasa
takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa atau bersalah, terancam
dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan
tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu. Rasa
cemas itu terdapat dalam semua gangguan dan penyakit jiwa, da nada
bermacam-macam pula.

Kecemasan juga berarti suatu keadaan emosional yang mempunyai


ciri ketegangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan,
dan perasaan aprehensif (gelisah) bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi. Sedangkan menurut Muchlas kecemasan adalah suatu
pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan
tekanan yang menyertai konflik atau ancaman.

Dengan demikian kecemasan dapat disimpulkan yakni emosi yang


tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti
kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut karena menganggap bahwa
sesuatu buruk akan terjadi kepadanya.

2. Pengertian Kecemasan Sosial

Kecemasan sosial (Social Anxiety) atau fobia social biasa disebut


kecemasan social berlebihan. Kamu mengalami ketakutan yang begitu
ekstrem dalam suatu situasi sosial yang melibatkan performa tertentu.
Ini lebih sering terjadi pada situasi yang benar-benar asing atau
merasa diawasi dan dinilai oleh orang lain.

belakang atau hal utama yang mendasari seseorang mengalami


fobia sosial ini adalah ketakutan untuk diawasi, dinilai oleh orang
lain, atau ketakutan mempermalukan diri sendiri di mata umum.
Kamu dapat merasa begitu takut orang lain menilai kamu buruk, atau
berpikir kamu tidak bisa bekerja atau memberikan performa dengan
baik seperti yang mereka harapkan. 

Fobia sosial ini termasuk jenis kelainan kompleks. Pasalnya, ada


kemungkinan terjadi dampak yang sifatnya merusak hingga
melumpuhkan kehidupan seseorang yang mengalaminya. Bahkan,
gangguan ini bisa memengaruhi kepercayaan dan harga diri seseorang
serta mengganggu hubungan dan kinerja di sekolah maupun di tempat
kerja. 

Anxiety Disorder Tidak Sama dengan Pemalu .Namun, kamu harus


tahu bahwa  social anxiety disorder tidak sama dengan sifat pemalu.
Sayangnya, ini sudah menjadi kesalahpahaman masyarakat luas,
sehingga fobia sosial ini sering kali dibiarkan tanpa ada penanganan.
Pemalu masih bisa membuat kamu berinteraksi dengan orang lain,
bisa membuat kamu menjalin hubungan dengan pasangan tanpa
adanya ketakutan tersendiri. 

Berbeda dengan social anxiety disorder, yang membuat


pengidapnya cenderung menghindari semua hal yang memicu
datangnya rasa takut dan cemas berlebihan tersebut. Pengidap
cenderung tidak membina hubungan dengan orang lain dan
mengasingkan diri. Tidak jarang, kondisi ini membuat mereka
kesepian. Tidak hanya itu, pengidap juga sering mengidap kelainan
psikologi lainnya, termasuk depresi, PTSD, hingga gangguan makan
dan penyalahgunaan obat. 
Social anxiety disorder juga tidak bisa disebut antisosial atau
ansos. Pasalnya, interaksi sosial yang mereka jalani justru memicu
ketakutan dan kecemasan yang berlebihan. Secara sederhana,
keterlibatan pengidap dalam aktivitas sosial disinyalir bisa
menghadirkan ancaman bagi diri mereka sendiri. Tidak juga disebut
dengan introvert, karena mereka yang ‘tertutup’ cenderung lebih
senang jika tidak bersosialisasi, bukan menjadikan aktivitas tersebut
sebagai ancaman serius. 

3. Aspek-Aspek Kecemasan Sosial

La Grecadan Lopez (1998) mengemukakan ada tiga aspek


kecemasan social yaitu :

a. Ketakutan akan evaluasi negatif.


b. Penghindaran social dan rasa tertekan dalam situasi yang baru
atau berhubungan dengan orang asing maupun situasi baru.
c. Penghindaran social dan rasa tertekan yang dialami secara umum
ataupun dengan orang yang dikenal.

Selain itu, Palanci et al (dalam Baltaci dan Hamarta, 2013) aspek


kecemasan sosial yaitu:

a. Penghindaran pada situasi-situasi sosial.


b. Kecemasan bahwa ia akan dikritik oleh orang lain.
c. Perasaan diri bahwa ia tidak berharga yang dimiliki seseorang.

Pada penelitian ini, pengukuran kecemasan sosial sesuai dengan


aspek-aspek yang dikemukakan oleh La Greca dan lopez (1998) yang
mencakup aspek ketakutan akan evaluasi negative, penghindaran
social dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau berhubungan
dengan orang asing maupun situasi baru, penghindaran sosial dan rasa
tertekan yang dialami secara umum ataupun dengan orang yang
dikenal.

4. Penyebab Kecemasan Sosial

Fobia sosial atau social anxiety disorder bisa dipicu oleh situasi


yang baru atau hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya,
misalnya presentasi di depan umum atau menyampaikan pidato.
Meskipun penyebab pastinya belum diketahui, kondisi ini diduga
terkait dengan beberapa faktor berikut:
a. Peristiwa masa lalu

Fobia sosial bisa jadi muncul karena penderita pernah mengalami


peristiwa memalukan atau tidak menyenangkan, yang disaksikan
oleh orang lain.

b. Keturunan atau pola asuh

Fobia sosial cenderung diturunkan dalam keluarga. Namun


demikian, belum bisa dipastikan apakah hal ini dipicu oleh faktor
genetik atau karena pola asuh orang tua, misalnya terlalu
mengekang. Kemungkinan lainnya adalah anak meniru sikap
orang tua yang kerap merasa cemas saat berhadapan dengan orang
lain.

c. Struktur otak

Rasa takut sangat dipengaruhi oleh bagian otak yang


disebut amygdala. Amygdala yang terlalu aktif akan membuat
seseorang mengalami rasa takut yang lebih kuat. Kondisi ini dapat
meningkatkan risiko munculnya kecemasan secara berlebihan saat
berinteraksi dengan orang lain.

Selain beberapa faktor di atas, memiliki kondisi tubuh atau


penyakit tertentu, misalnya luka parut di wajah atau kelumpuhan
akibat polio, dapat meningkatkan risiko seseorang untuk menderita
fobia sosial.

5. Gejala Kecemasan Sosial

Gejala gangguan kecemasan sosial atau fobia sosial bisa tampak


khususnya dalam situasi berikut:

a. Berkencan
b. Bertatapan mata dengan orang lain
c. Berinteraksi dengan orang asing
d. Makan di hadapan orang lain
e. Bekerja atau bersekolah
f. Memasuki ruangan penuh orang
g. Menghadiri pesta atau acara pertemuan

Oleh karena itu, penderita biasanya akan menghindari sejumlah


situasi di atas.
Pengalaman setiap orang yang terkena gangguan ini mungkin
berbeda-beda. Karena apabila kamu mengalami gangguan kecemasan
sosial dan berada dalam situasi yang berat, maka hal tersebut juga
akan berdampak pada kondisi fisik kamu seperti:

a. Wajah memerah
b. Bicara terlalu pelan
c. Postur tubuh yang kaku
d. Otot menjadi tegang
e. Keringat berlebih
f. Mual
g. Pusing
h. Jantung berdebar (Palpitasi)
i. Sesak nafas
j. Sakit perut
k. Perut kembung
l. Keinginan buang air kecil terus
m.Sering Menguap

Gejala-gejala ini yang nantinya akan terus membayangi kamu


ketika kamu terserang gangguan kecemasan dalam situasi sosial.
Kamu akan merasa kesulitan dalam bertindak dan hanya
menghabiskan waktu untuk mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Ditambah lagi dengan stigma negatif dari masyarakat tentang masalah
gangguan kecemasan sosial akan lebih berdampak buruk terhadap
kondisi kesehatan mental kamu.

Diagnosis Fobia Sosial Dokter dapat menentukan seseorang


mengalami fobia sosial melalui gejala yang dialaminya. Dokter juga
akan melakukan pemeriksaan fisik, bila gejala-gejala tersebut
menyebabkan gangguan secara fisik, misalnya jantung berdebar atau
sesak napas. Selain itu, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan
lanjutan, seperti tes rekam jantung, bila diperlukan.

Gangguan kecemasan sosial dapat terjadi pada siapa saja. Beberapa


situasi umum yang dapat terjadi dan cenderung membuat orang
mengalami gangguan kecemasan sosial, seperti:

a. Berbicara di depan umum


b. Melakukan kontak mata
c. Makan atau minum di depan orang lain
d. Menggunakan toilet umum
e. Berbicara dengan orang asing
f. Memulai percakapan
g. Pergi ke suatu acara

6. Mengatasi Kecemasan Sosial

Terapi Kecemasan sosial


Untuk mengatasi kecemasan sosial, psikiater dapat menggunakan 2
metode, psikoterapi dan pemberian obat-obatan yang dijelaskan di
bawah ini:

a. Psikoterapi
Salah satu bentuk psikoterapi untuk mengatasi kecemasan sosial
adalah terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan untuk
mengurangi rasa cemas pada penderita. Penderita akan
dihadapkan pada situasi yang membuatnya cemas atau takut,
kemudian psikolog atau psikiater akan memberikan solusi untuk
menghadapi situasi tersebut.
Seiring waktu, diharapkan rasa percaya diri penderita akan
meningkat untuk menghadapi situasi ini, meskipun tanpa
pendampingan.
Terapi perilaku kognitif berlangsung selama 12 minggu, bisa
dilakukan hanya berdua dengan psikiater atau secara berkelompok
bersama pasien kecemasan sosial yang lain.
Psikiater juga akan memberikan pemahaman kepada keluarga
penderita mengenai gangguan ini, agar dapat memberikan
dukungan kepada penderita untuk sembuh.

b. Obat-obatan
Beberapa jenis obat juga dapat digunakan untuk mengatasi
kecemasan sosial. Psikiater akan memberikan obat dalam dosis
ringan terlebih dahulu, kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Sejumlah obat yang digunakan untuk fobia sosial adalah:

1) Obat anticemas atau antiansietas

Obat seperti benzodiazepine dapat mengurangi kecemasan


dengan cepat. Meski demikian, obat ini biasanya hanya
digunakan dalam jangka pendek karena dapat menyebabkan
kecanduan.
2) Obat antidepresan

Selain mengatasi depresi, obat antidepresan juga dapat


digunakan untuk mengatasi kecemasan sosial. Berbeda dengan
obat anticemas, obat antidepresan, seperti fluoxetine, tidak
dapat bekerja dengan cepat dan digunakan untuk jangka waktu
yang lama.

3) Obat penghambat beta

Obat ini bertujuan mengatasi gejala fisik yang muncul akibat


rasa takut atau cemas, yaitu palpitasi. Obat yang digunakan
antara lain adalah bisoprolol.

Hasil pengobatan untuk mengatasi kecemasan sosial tidak selalu


dapat segera terlihat. Terkadang, penderita bahkan perlu
mengonsumsi obat selama bertahun-tahun untuk mencegah
kekambuhan. Agar hasilnya optimal, lakukan pengobatan sesuai
anjuran dokter dan rutin berdiskusi dengan dokter mengenai
perkembangan kondisi penyakit.
Apabila tidak ditangani, kecemasan sosial akan menyebabkan
penderitanya:

a. Merasa rendah diri


b. Tidak dapat berinteraksi dengan orang lain
c. Tidak mampu bersikap tegas
d. Sangat sensitif pada kritikan

Kondisi seperti ini akan mengganggu prestasi dan produktivitas


penderita, baik di sekolah maupun tempat kerja. Lebih parahnya,
penderita dapat jatuh ke dalam kondisi kecanduan alkohol,
penyalahgunaan NAPZA, hingga percobaan bunuh diri.
C. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Sosial

Banyaknya stigma negatif di masyarakat tentang social anxiety


disorder atau gangguan kecemasan sosial dalam bersosialisasi membuat
mereka merasa terabaikan. Merasa takut akan pandangan orang lain
terhadap dirinya yang seringkali dianggap aneh. Kurangnya pengetahuan
masyarakat umum mengenai isu gangguan kecemasan sosial menjadikan
masyarakat cenderung menilai mereka aneh karena dilihat dari sifat,
keadaan dan kebiasaannya yang berbeda. Mungkin ada beberapa yang
menyadarinya bahkan merasakan sendiri gangguan kecemasan sosial
tersebut. Tapi ada juga yang menganggapnya sebagai hal sepele. Contoh
kasus yang sering terjadi adalah ketakutan seseorang saat bertemu dengan
orang baru sering kali dianggap wajar, karena hal tersebut merupakan
salah satu proses adaptasi. Padahal isu mengenai social anxiety disorder
bukanlah isu yang mudah untuk diabaikan, isu ini merupakan isu yang
cukup serius. Banyak orang di luar sana yang mengalami masalah ini dan
berharap untuk sembuh.

Social anxiety disorder atau gangguan kecemasan sosial adalah salah


satu gangguan kesehatan mental yang paling umum, tanpa disadari
mungkin banyak dari kita yang mengalaminya.

Ketakutan yang dimiliki seseorang dengan gangguan kecemasan


sosial sering terjadi secara tiba-tiba tak terprediksi, sehingga sangat sulit
untuk mengendalikannya. Misalnya pergi ke suatu acara mungkin menjadi
hal yang mudah apabila kamu dalam situasi normal, tetapi dalam situasi
tertentu, itu menjadi suatu hal yang sangat menakutkan.

Orang yang mengalami gangguan kecemasan sosial, akan merasakan


kekhawatiran berlebih karena dianggap menghindari situasi "normal" oleh
kebanyakan orang. Dampak dari hal tersebut yang membuat seseorang
pengidap gangguan kecemasan sosial semakin sulit untuk beradaptasi dan
diterima di masyarakat. Padahal seorang pengidap gangguan kecemasan
sosial memiliki alasan tersendiri untuk takut pada situasi tertentu.

Gangguan kecemasan sosial sangat berpengaruh bagi kesehatan


mental dalam menjalani hidup. Banyak aktivitas yang mengharuskan
kamu untuk menghadapi situasi secara normal. Tetapi karena masalah
gangguan kecemasan sosial, kamu merasa tidak sanggup untuk
melakukannya dan dianggap aneh. Ketika kamu terus menghindari situasi
sosial, maka hal itu akan mempengaruhi kepribadian kamu dan
menyebabkan kamu mengalami depresi, selalu berpikiran negatif, rendah
diri, sensitif terhadap kritikan serta pengalaman bersosialisasi kamu akan
buruk dan tidak meningkat.

Merasa tidak percaya diri pada momen-momen tertentu merupakan


hal yang wajar dan hampir setiap orang pernah mengalaminya, baik orang
dengan kepribadian introvert mau pun ekstrovert. Namun, orang dengan
kecemasan sosial merasa sangat tidak percaya diri yang mana bisa
menghalangi dirinya dari pengalaman hidup yang penting atau mungkin
yang memungkinkan bisa membawa dirinya ke tahap baru dalam
kehidupan.
Rasa tidak percaya diri juga bisa membuat Anda kehilangan
kesempatan untuk menyalurkan potensi-potensi yang ada dalam diri. Jika
hal ini dibiarkan terus menerus, bukan tidak mungkin Anda merasa
kecewa pada diri sendiri. Tentunya ini bukan hal yang baik untuk
kesehatan mental. Seperti mengikuti berbagai perlombaan dan kompetensi,
memerlukan Kepercayaan diri, keyakinan pada diri sendiri. Inilah yang
tidak dimiliki seorang penderita kecemasan sosial. Meskipun penderita
ingin mengikuti atau aktif dalam berbagai kegiatan, kecemasan selalu
menghalangi. Bahkan aktifitas yang mudah dan normal akan menjadi sulit
bagi seseorang dengan kecemasan sosial. Membayar ke kasir, bertanya
bila tersesat, membukakan pintu untuk tamu, mengikuti google meet atau
zoom, bertanya dalam grup chat, bermain ke mall, melakukan kontak mata,
mengangkat telepon, makan di rumah makan, mengacung saat diabsen,
dan banyak lainnya. Hal mudah bagi oranglain, sudah susah bagi
penderita, apalagi hal yang sulit bagi oranglain akan jauh terasa lebih sulit
bagi penderita. Seperti presentasi atau tampil depan penonton, meskipun
teman dekat, keluarga atau satu penonton saja pun sudah bisa
mengakibatkan penderita merasa lemas. Atau masuk kelas terlambat dan
murid murid lain menatap anda memasuki kelas.

Hal hal diatas terkadang menyebabkan serangan panik atau bahkan


pingsan bagi penderita yang kecemasan sosialnya sudah parah. Masyarakat
sudah seharusnya memandang sakit mental sama dengan sakit fisik. Tidak
terlihat sakit diluar bukan berarti tidak sakit.

Anda mungkin juga menyukai