Anda di halaman 1dari 12

ALBERT BANDURA

Lahir pada tahun : 1925

Seorang Professor Enteritus

Intitation Learning

 Dalam pemodelan pelajar harus; tertarik pada model; mengingat apa yang dilihat dan
mengekstraksi elemen-elemen penting; memproduksi ulang secara simbolis apa yang
telah dipelajari; termotivasi untuk melakukan aktivitas.

Vicarious Reinforcement

 Bandura memastikan bahwa perilaku yang kompleks dapat diperoleh dengan


mengawasi kinerja orang lain. Mengamati orang lain dapat mempengaruhi perilaku
pengamat.
 Ketika terpengaruh dari reinforcement yang bukan merupakan bagian dari
pengalaman langsung seseorang disebut sebagai vicarious reinforcement.

The Self System and The Environment : Recipcoral Determinism

 Sistem diri Bandura bukan anatom seperti freud, sistem diri tidak terisolasi dan
bukan bagian diri kecil dari seseorang.
 Dalam model Bandura, sistem diri adalah suatu kompleks proses dimana saling
berkegantungan dengan lingkungan sosial dari fisik seseorang.
 Bandura menyebut sudut pandang interaksionalnya yang timbal balik sebagai
determinisme timbal balik yang kompleks. Bandura menggambarkan determinisme
timbal balik sebagai triad interaktif.
Tiga elemen yang berinteraksi adalah :
(P) : Kesadaran dan pemikiran seseorang
(B) : Perilaku berkelanjutan seseorang
(C) : Lingkungan orang tersebut.
Proses tiga elemen diatas saling mempengaruhi karena perilaku seseorang bisa
mempengaruhi lingkungannya , kemudian lingkungan pada gilirannya
mempengaruhi perilaku orang tersebut , dan kesadaran serta pemikiran lingkungan
orang tersebut tentang saling ketergantungan memengaruhi perilaku lingkungan , dan
mengubah harapan.
 Ada 3 kelas utama proses pengaturan diri dalam sistem diri , yaitu :
1. Self Observation (pengamatan diri)
Proses pengaturan diri melibatkan pengamatan diri terhadap kualitas perilaku
seseorang.
2. Judgemental Process
Proses kedua yang membentuk sistem diri adalah penilaian keunggulan dan
kebaikan perilaku seseorang relatif terhadap perilaku orang lain dan kinerja masa
lalu seseorang
a. Gaya Individu yang menghubungkan tanggung jawab untuk tindakan dengan
diri atau penyebab eksternal.
b. Menyalahkan kegagalan yang dilakukan dengan diri sendiri memiliki efek
psikologis yang sangat berbeda dibandingkan dari kegagalan / kesalahan
yang disebabkan oleh penyebab eksternal.
3. Self Reaction
Proses terakhir adalah proses reaksi diri atau penghargaan diri atau hukuman.

The Importance of sense of self Efficacy

 Dalam konsep Bandura Self Efficacy memiliki 4 sumber yaitu :


1. Enactive Attainments / Performance Accomplishments (Pengalaman
Performansi).
Prestasi yang pernah dicapai masa lalu, menjadi pengubah Self efficacy paling
kuat.
2. Vicarious Experience
Diperoleh melalui model sosial. Self Efficacy akan meningkat ketika mengamati
keberhasilan orang lain, dan sebaliknya self efficacy menurun jika mengamati
orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal.

3. Verbal Persuasion (Persuasi Verbal)


Self Efficacy juga diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial.
Regulator Self Efficacy yang paling tidak kuat karena perkataan orang dapat saja
tidak akan sama dengan kinerja sebenarnya.

4. Physiological State (Keadaan Fusiologis)


Keadaan emosi yang akan mempengaruhi self efficacy seseorang. Emosi seperti
takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Sebaliknya, peningkatan
emosi yang tidak berlebihan dapat meningkatkan efikasi diri.

Self Efficacy : Dampak dalam Kehidupan Sehari-hari

 Tiga bidang yang dipertimbangkan; bagaimana seseorang mengatasi ancaman;


bagaimana intelektual dikembangkan; dan dampak penilaian efikasi diri pada
kesehatan fisik dan psikologis.
1. Coping with Threat, Revisrted (Mengatasi Ancaman)
Sebuah persepsi bahwa semakin seseorang percaya bahwa ia dapat mengatasi
pengalaman yang berpotensi berbahaya, semakin sedikit ancaman yang dialami,
semakin kecil kemungkinan orang tersebut menakut-nakuti diri sendiri dengan
kecemasan.

2. Motivating Intelektual Interest (Motivasi Minat Intelektual)


Proses dimana seseorang mengembangkan minat dalam kegiatan yang awalnya
ia tidak memiliki minat atau keterampilan yang diatur Self Efficacy.
Standar pribadi diri tentang yang berkontribusi dalam tiga cara :
1. Keterlibatan kegiatan untuk membangun komferensi.
2. Menguasai tantangan dalam kegiatan menghasilkan perasaan puas yang
akan memunculkan minat pada diri sendiri.
3. Penguasaan pada aktivitas yang memiliki minat dan keterampilan.

3. Biological Effect Of Self Efficacy In Health and Psychology (Fisik dan


Psikologis)
Keyakinan Self Efficacy yang tinggi akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan
psikologis seseorang. Apabila mereka percaya bisa menguasai ancaman dapat
mempertahankan tingkat tekanan darah, detak jantung, kadar hormone stress
yang rendah.

FASE PERKEMBANGAN SELF EFFICACY

1. Tahap perkembangan : infancy (Bayi)


 Dengan mengamati berulang kali bahwa peristiwa hanya terjadi ketika beberapa
tindakan telah dilakukan, bayi belajar bahwa tindakan menghasilkan efek.
Namun, mereka juga harus belajar untuk mengamati diri sendiri bahwanya
tindakan saya menghasilkan efek.
 Kejadian yang tidak terkait dengan perilaku mereka menyadarkan bayi bahwa
mereka tidak dapat sepenuhnya mengendalikan hidup mereka.
 Jika upaya bayi melakukan tindakan berujung tidak menimbulkan efek, bayi
akan tumbuh apatis dan kehilangan minat dalam mencoba melakukan kontrol
pribadi.
 Kompetisi Sosial, sebagian besar lingkungan sebagai mediasi pembelajaran
kompetisi awal bayi karena efek fisiknya langsung dan jelas. Selama berbulan-
bulan kemudian berlanjut hingga masa kanak-kanak, bayi yang kompeten belajar
untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada orang-orang penting di dunianya.
 Pengaturan dan Diferensiasi Diri, Bayi sudah mampu menerapkan label verbal
kepada dirinya saat usia 18 bulan untuk tipikal bayi yang memiliki kemampuan
bahasa yang cukup mereka sadar atas dirinya dengan beberapa tindakan misalnya
: “saya tidak melakukannya. Tidak ada yang melihat saya melakukannya.” “anda
tidak dapat membuktikan apa?”
 Bandura menekankan bahwa semua pembelajaran komperansi dilakukan antara
anak dengan lingkungan.

2. Tahap Perkembangan : Childhood (Anak-anak)


 Perbandingan saudara
Anak pertama lahir lebih memiliki perhatian ekstrem dari orang tua mereka
terutama dalam pemberian pengalaman penguasaan yang memungkinkan saling
memuaskan. Anak kedua sering kali memiliki lebih sedikit waktu yang diberikan
orang tuanya, tetapi anak kedua sering membandingkan dirinya dengan saudara
yang paling dekat dengannya.
 Perbandingan Validasi Teman Sebaya
Interaksi teman sebaya menggantikan interaksi saudara kandung sebagai sumber
kompetisi dan perbandingan yang penting. Anak-anak disini tidak memilih teman
sebaya yang acak, mereka bergaul sesuai dengan yang sama memiliki minat,
nilai, jenis kelamin, dan pengalaman anak.
Ketika usia anak sudah lebih dari 6 tahun perbandingan lebih terfokus pada
atribut aksi sosial dan psikologis. Anak-anak 7-8 tahun belajar membandingkan
diri dengan anak-anak yang serupa. Anak-anak cepat meniru model yang
dikagumi olehnya.

3. Usia Sekolah
 Enobling vs Discovraging Schools
Tujuan ini menghadiri sekolah untuk menguji dan mengetahui
pengetahuan dan keterampilan anak. Sekolah dan dikelas diberikan
bervariasi pengalaman dimana sudah mulai ditanamkan self efficacy,
harapan, dan kegagalan.
 Student Reputation
Gaya mengajar di kelas sangat berpengaruh kuat bagi atas
pengakuan efikasi diri realistis anak. Ketika reputasi seorang anak diantara
teman-temannya baik, buruk atau menengah dan sudah melekat pada dirinya
maka sulit unttuk mengubahnya.

 Social Qonsequences of School Efficacy Learning


Ada dampak interaksi social yang berasal dari kepercayaan anak
pada kekuatannya untuk menguasai tantangan akademik. Seorang anak yang
kurang percaya diri pada teman sebayanya dan merasa kurang mampu
cenderung terlibat dalam prososial. cenderung terlibat dalam perilaku anti
social, dan akan menghambaat berbagai haal dihidupnya.

4. Masa Remaja
 Masa remaja memiliki perubahan Pendidikan dan akadekmik yang terkait dengan
kemajuan tingkat sekolah menengah; serta tekanan social dari orang tua ke
masyarakat untuk perubahan perilaku seperti orang dewasa.

 Comperance vs Social Changes at Puberty

Self-Efficacy, kontrol diri, dan penguasaan pribadi telah


memberdayakan remaja lebih berhaasil untuk mengalaahkaan traansisii dari
anak-anak menuju masa dewasa.

 Biologycal and Social Changes at Puberty


Pada waktu perubahan pubertas dapat berdampak pada masa Self-
Efficacy Remaja. Beberapa remaja laki-laki dan perempua sepat mengalami
perubahan pubertas dibandingkan dengan teman sebayanya. Perubaahan
yang dapat menariik perhatian, akan tetapi mereka belum siap akan hal
tersebut.

 Managing Adolescence Sexuality and Other High-Risk Behaviors


Aktivitas seksual pada remaja yang belum waktunya biasanya lebih
dekat terkait dengan remaja memiliki Pendidikan yang buruk. Selain seks,
remaja juga harus menghindari zat illegal, maaupun obaat-obatan.

Selective Activation of Self Cotrols

Pendelaian Diri
Bandura menggambarkan fleksibilitas ini sebagai aktivitas selektif dari
control internal dan ia mengembangkan 8 strategi, yaitu:
1.) Moral Justification (Pembenaran Moral)
2.) Euphemistic Labelling (Pelabelan Eufemistik)
3.) Advantageous Comporison (perbandingan yang menguntungkan)
4.) Displacement of Responsibility (pemindahan Tanggung jawab)
5.) Diffusion Of Responsibility (Difusi Tanggung Jawab)
6.) Disregarding or Distorting Consequences (mengabaikan/mengubah
konsekuensi)
7.) Dehumanization (Dehumanisasion)
8.) Attribution of Blame (Atribut Kesalahan)

5. Masa Dewasa
 Vocation
Siswa yang terstruktur selalu menerima konseling, nasihat, informasi
kanor, dan sudah mempunya tujuan masa depan yang jelaas. Orang yang
tidak melanjutkan Pendidikan sering mengikuti jalan yang lebih sulit dan
tidak terstruktur. Keyaakinan sseseorang tentaang kemampuan diri juga
merupakan prediktor yang sangat kuat untuk komunikasi.
Menurut Bandura, selain mempelajari keterampilaan terkait
pekerjaan tertentu, mereka paling membutuhkan persiapan keterampilan
untuk beradaptasi ke dunia maya.

 Middle Adulthood : Stability vs Crisis


Pada usia dewasa madya, masalah ekonomi dan interpersonal yang
terjadi terkadang mengurangi minat lagi pada hal yang baru. Karir yang
melibatkaan kekuatan fisik atau kecakapan tidak lagi akan dilakukan.

 Declining Opportunities, New Dreams


Karir yang melibatkaan kekuatan fisik atau kecakapan tidak lagi
akan dilakukan. Minat pada hal yang baru juga membuat semakin menurun.

Advanced Age
 Cognitive Changes
Beberapa fungsi intelektual atau kognitifnya sudah mengalami
perubahan. Kapasitas yang bergantung pada akumulasi pengetahuan dan
pengalaman-pemgalaman masalah, penalaaran, peramal dapat benar-benaar
baik pada usia lanjut.

 Maintaining a Sense of Control

Menjaga hubungan sosial adalah aspek yang sanagt penting dari


kemajuan adaptif menuju usia lanjut. Pandangan streotip orang dewasa yang
telah tua bahwa mereka selalu menjadi tergaantung dan tidak berfungsi. Tapi
adapun orang tua yang sekat secara fisik dan psikologis dapaat melakukan
kehidupan yang memuaskan di hari tuanya.

 Realistic Social Comparisons


Penuaaan tidak terjadi pada ruang hampa. Orang yang lebih tua
merasa lebih berkhasiat meskipun fungsi fisik dan psikologisnya menurun.
Karena ketika dibandingkan dengan usia muda atau dewas, lanjut usia lebih
banyyak memiliki pengalaman dan pengetaahuan yang lebih banyak.

JOHN DOLLARD NEAL E. MILLER

Lahir : 1900 Meraska Lahir : 1909 Milwauke

Wafat : 1980 New Haren Wafat : 2002 Hamden

STIMULUS – RESPON TRANSLATION OF ANXIETY AND REPRESSION

 Dollar dan Miller mengemukakan bahwa pertentangan antara paradigma


behavior dan psikoanalistik dapat menemukan titik temu. Mereka berusaha
menggabungkan kekuatan antara metedologi perilaku dan observasi
psikoanalistik.

Langkah pertama : Kecemasan Sebagai Sinyal Bahaya

 O. Hobarl Mowrer dan Neal Miller melakukan langkah pertama dalam


memahami konsep freundian menggunakan prinsip perilaku. Pendekatan Mowrer
menggunakan model Pavlovan yang disebut sebagai stimulus “traumatis”.
 Menurut Mowrer, sakit fisik adalah sebuah respon yang tidak dipelajari atau
tidak terkondisi menjadi stimulus berbahaya yang tidak terkondisi/ tidak
dipelajari.
 Setelah kecemasan menetap,perilaku defensive tertentu akan belajar melindungi
individu agar tidak mengalami kejadian yang berulang. Untuk melakukannya,
individu harus menghindari rangsangan yang mirip dengan pemicu kecemasan.
Contoh: Seorang anak yang pernah terkena uap panas akhirnya takut dengan
suara mendesing yang dikeluarkan oleh uap dan akhirnya menggunakan suara
tersebut sebagai sinyal untuk menghindari mesin pemanas. Bagi anak untuk
menghindari sinyal bahaya dari ruangan. Anak tidak hanya menghindari pemanas
ruangan yang mengeluarkan suara mendesing tetapi juga menghindari berada di
dekat suara mendesing karena sinyal dari kecemasan akan membangkitkan
pengalaman tidak menyenangkan.
 Mourer mengusulkan faktor kedua yaitu faktor penguat negative.
Setiap perilakuyang dapat mengurangi kecemasan dan mengantisipasi rasa
sakit secara fungsional akan berujung pada melarikan diri dari semua mesin
pemanas. Tetapi melarikan diri dari disini bukan lagi karena rasa sakit akibat
terkena uap dari mesin pemanas melainkan karena sinyal emosional yang tidak
menyenangkan dari rasa sakit emosional.
 Kecemasan merupakan bentuk pengkondisian dari reaksi atas rasa sakit, yang
mana akan memotivasi dan memperkuat perilaku yang cenderung menghindari
atau mencegah pengulangan stimulus berupa rasa sakit.

Langkah kedua : Rasa Takut Sebagai Dorongan Kecemasan

 Dalam uji cobanya, Miller menunjukkan bahwa ketakutan dibuat dari klasikal
kondisioning tikus akan kotak putih, rasa takut akan warna putih akan berfungsi
sebagai dorongan yang diperoleh untuk memotivasi melarikan diri yang baru.
 Dengan demikian, tikus mengembangkan katakutan sebagai dorongan atau
disebut juga kecemasan.
 Setelah respon awal untuk melarikan diri dari stimulus, tidak satupun lagi tikus
yang mengalami sengaaran listrik. Selanjutnya dalam mempelajari respon baru
berupa memutar roda di motivasi oleh ketakutan terhadap kotak putih bukan
karena rasa terkejut tetapi karena mengurangi kecemasan yang akan
membangkitkan pengalaman tidak menyenangkan.

Langkah Ketiga : Kesetaraan Fungsional Perkataan dan Pemikiran

 Eksperimen Miller menunjukkan bahwwa perilaku menghindari kecemasan-


motivaasi melekat menjadi stimulus abstrak misalnya perkataan.
 Secara umum, kecemasan melekat pada perkataaan yang akan menyebar ke
pemikiran dan di sampaikan dengan perkataaan, tidak tidak berfikir dan
menghindari mengucacpkan kata- kata contoh menghindar oleh freud yang
disebut resepssi.
 Moller meenunjukkan bahwa ada kesetaraan fungsional yang terjadi antara
mengucaapkan sepatah kata dan memikirkannya.
 Perilaku berfikir konten tertentu setidaknya sama efektifnya dengan memediasi
respon keccemasan seperti perilaku verbalisasi.

Langkah Keempat : Reprasi Sebagai “Not Thingking”

 Dollard dan Miller mengkonseptualkan ulang konsepp respresi Freundian dalam


kerangka tingkah laku. Berikut tiga cara dimana Dollard dan Miller berfikir
bahwa peertahanan represi Freundian dengan konsep tingkah laku, yaitu :

1. Prevention of Verbal Labeling a Drive


Secara seksual orang tergugah dalam suatu kondisi dimana ia dapat
menemukan pemicu seksualnya sseperti berada dihadapan istri teman.
Dengan melindungi diri sendiri oraang ini mungkin salah menyebuti gaairah
seksualnya sebagai “kegugupan” atau bahkan “kebosanan”. Mengakui sifaat
seksual dari perasaan mungkin membangkitkan kecamasan b erpikir bahwa
diri sendiri tidak bosan.

2. Preventation of Responses Producing a Drive


Seperti contoh sebelumnya orang yang terangsang secara seksual
akan mendeteksi geraknya sndiri dengan memperhatikan bahwa ia
mengalami ereksi. Respon tubuh ini berarti mau berhubungan seks dan
menirukannya dan harus dihindari. Persepsinyaa tentang respon tubuhnya
meningkatkan kecemasannya. Dia dengan cemas menegaskan
perhaatiaannya dari ereksi yang menyatakan bahwa ia lapar dan bersiap
untuk makan.
3. Inhibition of Responses of Mediating the Drive
Seseorang dapat mengotrol kecemasannya melalui tidak memikirkan
penghinaan,, untuk sekaranng itu bukan tentang penghinaan itu sendiri,
akan tetapi tentang pikiran yang menyebabkan kecemasan
Referensi :
Sollod, R. N., & Monte, C. F. (2008). Beneath the mask: An introduction to theories of
personality. John Wiley & Sons. New Jersey: Wiley.

Anda mungkin juga menyukai