Anda di halaman 1dari 15

TEORI KEPRIBADIAN J. B.

WATSON

J. B. Watson merupakan seorang psikolog yang terkenal dengan aliran


behaviourisme/behaviourism. Semasa hidupnya, J. B. Watson menghasilkan
kontribusi yang besar terhadap perkembangan ilmu psikologi. J. B. Watson
telah merumuskan teori kepribadian yang tebentuk dikarenakan pengaruh
dari aliran behaviorisme.

Conditioning Little “Albert”

Watson dan istri keduanya yaitu Rosalie Rayner Watson melakukan


eksperimen conditioning terhadap bayi yang berumur 9 bulan. Dalam
melakukan eksperimen tersebut, Watson juga menyediakan seekor tikus
putih, palu, dan lempengan besi. Pada mulanya, bayi Albert tidak takut
terhadap tikus putih yang ada di depannya bahkan berusaha mendekati dan
menyentuhnya. Di saat Albert ingin menyentuh tikus tersebut, Watson
kemudian memukulkan palu ke lempengan besi tersebut sehingga
menimbulkan bunyi suara yang berisik sehingga membuat bayi Albert kaget
dan tersungkur ke depan. Di saat bayi Albert berusaha kembali untuk
menyentuh tikus tersebut, Watson kemudian memukulkan palu ke
lempengan besi tersebut sehingga membuat bayi Albert menangis. Keadaan
emosional bayi Albert pada saat itu cukup terganggu sehingga percobaan
diberhentikan selama seminggu sehingga kondisi emosional bayi Albert
tidak terganggu.

Setelah seminggu kemudian, bayi Albert dihadapkan dengan seekor tikus


kembali tetapi respon yang dilakukan oleh bayi Albert saat ingin menyentuh
tikus tersebut menjadi hati-hati. Di saat dilakukan percobaan kembali dan
disandingkan dengan suara tertentu, hal tersebut membuat bayi Albert mulai
menangis dan menjauh dari tikus tersebut. Setelah percobaan tersebut, selain
tikus putih tersebut, bayi Albert juga menggeneraslisasikan ketakutannya
terhadap objek/benda yang mirip (warna) dengan tikus tersebut, seperti
kelinci, anjing, kain sutera, bahkan rambut putih Watson.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan tersebut, Watson menarik
kesimpulan bahwa bayi Albert ini telah belajar mengenai emosi dalam
percobaan tersebut yang didasarkan pada teori “Conditioning” oleh Pavlov.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka Watson menarik


kesimpulan bahwa:

1. Freud memiliki kesalahan mengenai hasrat seksual sebagai motif.


Watson berpikir bahwa “Conditioning History” yang seperti terjadi
pada bayi Albert dapat dijadikan sebuah acuan pembelajaran rasa
takut terhadap perkembangan kepribadian seseorang
2. Phobia dapat dijelaskan sesuai dengan prinsip “Conditioning” tanpa
ada kaitannya dengan hipotesis ketidaksadaran, harapan, dan
konflik. Phobia yang dialami oleh Albert merupakan hasil dari
pengalaman belajarnya.

Dasar Pemikiran J. B. Watson

1. Keberlangsungan evolusi : sebuah perilaku adalah sebuah perilaku,


yang membedakan antara manusia dan hewan adalah dalam segi
kompleksitasnya.
2. Reduksionisme : perilaku yang tampak merupakan sebuah hasil dari
proses kerja sistem saraf dan proses biokimia yang dapat ditelusuri
dalam tubuh individu
3. Determinisme : perilaku yang tampak bukan merupakan suatu hal
yang spontan, tetapi merupakan suatu fenomena yang sebab-akibat
atau yang dipelajari sebelumnya
4. Empirisme : hanya kejadian yang tampaklah yang dapat diukur
secara ilmiah

Desentisasi Sistematis

Selain penelitian yang telah dilakukan oleh Watson mengenai


“Conditioning” yang dilakukan oleh bayi Albert untuk menciptakan suatu
ketakutan. Seorang psikiater bernama Joseph Wolpe yang berasal dari
Afrika Selatan juga melakukan sebuah penelitian untuk menghilangkan rasa
takut pada seseorang yaitu dengan cara pengondisian terbalik “Counter
Conditioning”.

Jika dalam eksperimen Watson menciptakan kondisi untuk menimbulkan


rasa takut terhadap suatu hal, maka yang dilakukan oleh Wolpe yang
menciptakan sebuah respon yang baru seperti relaksasi untuk
menghilangkan ketakutan yang ditimbulkan sebelumnya. Hal tersebut terus
diperkuat sambil menghilangkan respon rasa takut menjadi sebuah respon
baru yang dapat menghilangkan respon sebelumnya.

Pendapat Watson mengenai Kepribadian

Kepribadian menurut Watson adalah sesuatu yang tampak dari sebuah


makhluk. Watson menolak hipotesis dari Freud bahwa kepribadian
terbentuk dari hasrat seksual terdalam manusia, harapan, ketidaksadaran,
dan lainnya. Watson berpendapat bahwa kepribadian terbentuk dari adanya
perkondisian klasik atau “Classical Conditioning” yang berdasarkan teori
dari Pavlov.

Radical Behaviourisme dan Psychopathology

Dalam teori kepribadian Watson berdasarkan aliran behaviourisme. Watson


telah melakukan penelitian terhadap perilaku abnormal dari seekor anjing.
Dalam penelitiannya ditemukan, mendapatkan beberapa aspek, yaitu:

1. Watson telah menggunakan hewan sebagai model dalam


psikopatologi bahwa perilaku abnormal terkait dengan
keberlangsungan evolusi
2. Salah satu aspek dari reduksionisme Watson bahwa perilaku yang
tampak merupakan sebuah hasil dari proses kerja sistem saraf dan
proses biokimia yang dapat ditelusuri dalam tubuh individu antara
seekor anjing yang mempelajari perilaku dan biologis yang
terbangun
3. Perilaku dari anjing yang nampak pada anjing yang sesuai dengan
konsep determinisme, dan merupakan perilaku yang terjadi karena
adanya konsep sebab-akibat
4. Berdasarkan konsep empirisme, bahwa perilaku yang tampaklah
yang dapat diukur, dan pada penelitian anjing tersebut, simptom
yang dapat diobservasi itu yang menjadi bagian dari psikopatologi.
KONSEP KEPRIBADIAN B.F. SKINNER

B.F. Skinner dilahirkan pada tanggal 20 Maret 1904 di Pennsylvania,


dan meninggla pada tanggal 18 Agustus 1990. Skinner sebenarnya
diharapkan untuk mengikuti jejak orangtuanya yang memiliki profesi dalam
masalah hukum. Namun, Skinner memiliki ketertarikan dalam bidang ilmu
sastra dan ingin menjadi seorang penulis novel. Tetapi kemampuan menulis
yang dimilikinya ternyata tidak terlalu bagus, dan ketertarikannya tersebut
lebih pada aktivitas menceritkan dan menggambarkan perilaku manusia
sehingga Skinner tertarik untuk mempelajari Psikologi.

Skinner adalah salah satu psikolog yang tidak sependapat dengan


Freud. Menurut Skinner meneliti ketidaksadaran dan motif tersembunyi
adalah suatu hal yang percuma karena ketidaksadaran tidak dapat diamati
dengan panca indra. Skinner tidak menerima konsep tentang self-
actualization dari Maslow dengan alasan hal tersebut merupakan ide yang
abstrak. Skinner memfokuskan penelitian tentang perilaku dan
menghabiskan kariernya untuk mengembangkan teori tentang
reinforcement. Dia mempercayai bahwa perkembangan kepribadian
seseorang atau perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari respons
terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita menjadi seperti
apa yang kita inginkan karena mendapatkan reward dari apa yang kita
inginkan.

Dalam teori kepribadian Skinner menolak banyak ide inti yang sudah
dipertimbangkan sejauh ini. Skinner menggunakan pendekatan di psikologi
yang dikenal sebagai Behaviorisme radikal.

A. Asumsi Dasar
Skinner bekerja dengan tiga asumsi dasar ini (Alwisol, 2009: 320)
yaitu:
1. Behavior is lawful (Tingkah laku itu mengikuti hukum
tertentu). Ilmu adalah usaha untuk menunjukkan bahwa peristiwa
tertentu berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain.
2. Behavior can be predicted (Perilaku dapat diramalkan). Perilaku
manusia (kepribadiannya) menurut Skinner ditentukan oleh
kejadian-kejadian di masa lalu dan sekarang. Dan memungkinkan
memprediksi suatu tingkah laku yang akan datang dan menguji
prediksi itu.
3. Behavior can be controlled (Perilaku manusia dapat dikontrol).
Perilaku dapat dijelaskan hanya berkaitan dengan kejadian atau
situas-situasi antaseden ( berada di lingkungannya) yang dapat
diamati. Bahwa kondisi sosial dan fisik di lingkungan sangat
penting dalam menentukan perilaku.

Skinner memahami dan mengontrol tingkah laku memakai teknik


analisis fungsional tingkahlaku (functional analysis of behavior): suatau
analisis tingkahlaku dalam bentuk hubungan sebab-akibat, bagaimana
suatu respon timbul mengikuti stimuli atau kondisi tertentu (Alwisol,
2009: 321).

B. Struktur Kepribadian B. F. Skinner


REINFORCEMENT: Dasar dari Perilaku
Pendekatan Skinner pada perilaku yang memiliki konsep sederhana. Ide
yang mendasarinya adalah perilaku dapat dikontrol oleh akibat yang
mengikuti perilaku tersebut. Skinner percaya bahwa binatang atau
manusia dapat dilatih menampilkan hampir semua tindakan dan jenis
reinforcement yang mengikuti perilaku tersebut adalah yang
bertanggung jawab menentukannya. Skinner membedakan antara dua
jenis perilaku: respondent behavior dan operant behavior.
1.  Tingkah laku responden (respondent behavior); respon yang
dihasilkan (elicited) organisme untuk menjawab stimulus secara
spesifik berhubungan dengan respon itu. Respon refleks
termasuk dalam kelompok ini, seperti mengeluarkan air liur
ketika melhat makanan, mengelak dari pukulan dengan
menundukkan kepala, merasa takut ketika ditanya guru atau
mersa malu ketika dipuji (Alwisol, 2009:321)
Respondent Behavior (Perilaku reflektif) merupakan tingkah
laku yang dihasilkan oleh stimulus tertentu. Perilaku responden
yang berwujud refleks seperti knee jerk adalah contoh perilaku
responden. Stimulus diberikan (ketukan pada lutut) dan respons
terjadi (kaki bergerak). Perilaku ini tidak dipelajari, namun
terjadi secara otomatis dan tidak disengaja. Kita tidak harus
terlatih atau terkondisi untuk membuat respons yang sesuai
(Schultz, 2015:375).
2. Tingkah laku operan (operant behavior); respon yang
dimunculkan (emitted) organisme tanpa adanya stimulus spesifik
yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Terjadinya proses
pengikatan stimulus baru dengan respon baru. Organisme
dihadapkan kepada pilihan-pilihan respon mana yang akan
dipakainya untuk menanggapi suatu stimulus. Keputusan respon
mana yang dipilih tergantung kepada efeknya terhadap
lingkungan (yang tertuju kepadanya) atau konsekuensi yang
mengikuti respon itu (Alwisol, 2009:321).
Operant Behavior (Perilaku efektif) merupakan perilaku yang
dimunculkan tanpa adanya stimulus spesifik yang mendorongnya
secara langsung. Menurut Skinner, respondent behavior tidak
sepenting operant behavior. Manusia terkondisi merespons
banyak stimuli dalam lingkungan secara langsung, tetapi tidak
semua perilaku dapat dijelaskan dengan cara ini. Perilaku
tersebut mencakup bertindak dengan cara yang tampak disengaja
bukan bereaksi secara tidak sengaja pada stimulus yang sudah
terkondisi (Schultz, 2015:375).

Sifat dan frekuensi operant behavior akan ditetapkan atau


dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikuti perikalu. Respondent
behavior tidak berdampak pada lingkungan. Dalam ekperimen Pavlov,
respons liur anjing pada bel yang berbunyi tidak mengubah bel atau
reinforcement (makanan) yang diberikan. Secara kontraks, operant
behavior beroperasi di lingkungan dan hasilnya mengubah lingkungan
(Schultz, 2015:375). Menurut Skinner, variabilitas intensitas tingkah
laku itu dapat dikembalikan kepada variabel lingkungan
(environmental variable). Orang yang lapar dan bersemangat makan
banyak bukan karena dorongan atau drive laparnya besar, tetapi karena
perutnya kosong, lama tidak makan, atau kondisi lainnya. Konsep
motivasi yang menjelaskan variabilitas tingkah laku dalam situasi yang
konstan, bukan fungsi dari keadaan energi, tujuan, dan jenis penyebab
sejenisnya. Konsep itu secara sederhana dijelaskan melalui hubungan
sekelompok respon dengan sekelompok kejadian. Penjelasan mengenai
motivasi ini juga berlaku untuk emosi (Alwisol, 2009: 321).

C. Dinamika Kepribadian B. F. Skinner


1. Kepribadian dan Belajar
Kepedulian utama dari Skinner adalah mengenai perubahan
tingkah laku. Jadi hakikat teori Skinner adalah teori belajar,
bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi
lebih terampil, menjadi lebih tahu. Kehidupan terus-menerus
dihadapkan dengan situasi eksternal yang baru, dan organisme harus
belajar merespon situasi baru itu memakai respon lama atau
memakai respon yang baru dipelajari. Dia yakin bahwa kepribadian
dapat dipahami dengan mempertimbangkan pertimbangan tingkah
laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan
lingkungannya. Cara efektif untuk mengubah dan mengontrol
tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan (reinforcement),
suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu
berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya pada masa yang akan
datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yakni bahwa semua
tingkah laku dapat dikontrol oleh konsekuensi tingkah laku itu.
(Alwisol,2009:322)

2. Pengondisian (conditioning)
Skinner mengemukakan dua jenis pengondisian dalam teorinya,
yaitu pengondisian klasik (classical conditioning) dan
pengondisian operan (operant conditioning).
a. Classical conditioning (Kondisioning Klasik)
Classical conditioning yaitu suatu stimulus netral
dipasangkan beberapa kali dengan suatu simulus yang tidak
dikondisikan hingga mampu membawa sebuah respon yang
sebelumnya tidak dikondisikan menjadi respon yang terkondisi.
Contohnya, seperti tingkah laku refleks, karena respon tidak
dipelajari, tidak bersifat sukarela, dan bersifat umum. Namun,
classical conditioning tidak hanya dapat dilakukan pada refleks
sederhana. Classical conditioning juga dapat bertanggungjawab
atas pembelajaran manusia yang lebih kompleks, seperti untuk
mengatasi fobia, ketakutan, dan kecemasan. Hal yang paling
penting dalam classical conditioning adalah dalam membuat
pasangan dari stimulus yang dikondisikan dengan stimulus yang
tidak dikondisikan hingga kehadiran stimulus yang dikondisikan
cukup untuk menimbulkan stimulus yang tidak dikondisikan.
b. Operant conditioning (Kondisioning Operan)
Operant conditioning, yaitu bentuk belajar yang menekankan
respon-rspon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh
konsekuen-konsekuennya. Proses operant conditioning
dijelaskan oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus
yang dikenal dengan Skinner Box. Tikus yang dimasukkan ke
dalam kotak tidak diberi makan untuk beberapa waktu, sehingga
tikus tersebut merasa lapar. Tikus tersebut bertingkah laku
secara spontan dan acak, dia menjadi aktif, mendengus,
mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku
ini bersifat sukarela (emitted) tidak dirangsang (elicited), dalam
arti respon tikus tersebut tidak dirangsang oleh stimulus tertentu
dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus tersebut secara
kebetulan menekan pengungkit yang terletak pada salah satu sisi
kotak, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak.
Makanan tersebut menjadi penguat (reinforcer) bagi tingkah
laku tikus menekan pengungkit. Tikus tersebut mulai menekan
pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering karena menerime
lebih banyak makanan. Tingkah laku tikus sekarang berada di
bawah kontrol reinforcement. Kegiatannya sekarang tidak lagi
bersifat spontan atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk menekan pengungkit dan kemudian makan.

Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa


operant conditioning lebih banyak membentuk tingkah laku daripada
classical conditioning karena kebanyakan respon-respon lebih
bersifat disengaja daripada yang bersifat refleks. Skinner
menjelaskan bahwa organisme cenderung mengulangi respon yang
diikuti oleh konsekuen (dampak) yang menyenangkan, dan mereka
cenderung tidak mengulang respon yang berdampak netral atau tidak
menyenangkan.

3. Pembentukan (shaping)
Pembentukan (shaping) yaitu suatu prosedur yang terjadi ketika
peneliti atau lingkungan menilai respon secara kompleks dan
kemudian menilainya lebih dekat lagi hingga akhirnya dapat
memperkuat respon akhir yang diinginkan. Sebagai contoh, seorang
ayah yang melatih anaknya untuk mengendarai mobil. Ketika anak
tersebut sudah mampu mengendarai mobil dengan lurus, ayahnya
memberikan pujian, dan pujian tersebut terus diberikan jika
kemampuan anaknya mengendarai mobil terus meningkat hingga
akhirnya anak tersebut mahir mengendarai mobil. Dalam kasus ini,
pujian terus menerus diberikan agar hasil akhir yang diharapkan,
yaitu mampu mengendarai mobil, dapat tercapai.
4. Penguatan (reinforcement)
Menurut Skinner, penguatan (reinforcement) memiliki dua
tujuan, yaitu untuk memperkuat perilaku dan untuk memberikan
penghargaan pada individu. Setiap perilaku yang meningkatkan
kemungkinan untuk bertahan hidup cenderung akan diberi
penguatan, sama halnya dengan perilaku yang dapat mereduksi atau
menghindari setiap kondisi yang bersifat merusak kemampuan
spesies untuk bertahan hidup juga akan diberi penguatan. Maka dari
itu, Skinner mengemukakan dua jenis reinforcement, yaitu:
a. Positive reinforcement
Positive reinforcement yaitu setiap stimulus yang dapat
meningkatkan kemungkinan suatu perilaku untuk diulangi.
Positive reinforcement merupakan stimulus yang cenderung
disenangi, sehingga selalu diusahakan agar stimulus tersebut
muncul. Sebagai contoh, orang tua yang memberikan pujian
ataupun permen kepada anak-anaknya karena saling berbagi
mainan. Jika hal tersebut selalu dilakukan, maka akan
meningkatkan perilaku anak-anaknya untuk dapat tetap saling
berbagi di masa depan.
b. Negative reinforcement
Negative reinforcement yaitu setiap stimulus yang dapat
memungkinkan suatu perilaku terjadi direduksi atau
dihilangkan. Sebagai contoh, seorang gadis yang selalu diejek
gemuk oleh temannya, maka gadis tersebut berusaha agar ejekan
tersebut dapat dicegah atau dihentikan dengan melakukan diet.
Penjadwalan Reinforcement
Merupakan pola atau rasio pemberian atau penahan reinforcement.
Skinner menguji schedule of reinforcement yaitu pola atau rasio
pemberian atau penahanan reinforcement sebagai berikut.
- Penguat berkelanjutan (continuous reinforcement; setiap kali
muncul tingkah laku yang dikehendaki diberikan reinforsemen.
- Fixed interval (pemberian reinforcement diberikan berdasarkan
interval waktu tertentu dan teratur).
- Fixed ratio (mengatur pemberian reinforcement sesudah respon
yang ditentukan muncul yang kesekian kalinya).
- Variable interval (pemberian reinforcement dalam waktu yang
tidak tentu, tetapi jumlah atau rata-rata penguat yang diberikan
sama dengan pengaturan tetap).
- Variabel ratio (pemberian reinforsemen secara acak, dengan rata-
ratasama dengan fixed ratio).

5. Penghukuman (punishment)
Skinner mengemukakan dua bentuk dari punishment, yaitu:
a. Positive punishment yaitu pemberian stimulus yang bersifat
tidak menyenangkan untuk menurunkan frekuensi atau
menghilangkan suatu respon.Positive punishment tidak sama
dengan negative reinforcement karena suatu perilaku melemah
bukan menguat. Sebagai contoh, orang tua yang menepis tangan
anaknya yang ingin meraih sebuah toples kaca akan
melemahkan perilaku anak untuk meraih toples tersebut.
b. Negative punishment yaitu pemberian hukuman yang
melibatkan penghapusan positive reinforcement. Sebagai
contoh, orang tua yang tidak memberikan uang jajan kepada
anaknya sebagai hukuman karena telah berbohong.

D. Tingkahlaku Kontrol Diri


Prinsip dasar pendekatan skinner adalah tingkahlaku disebabkan dan
dipengaruhi oleh variabel eksternal. Tidak ada sesuatu dalam diri
manusia, tidak ada bentuk kegiatan internal, yang mempengaruhi
tingkahlaku. Namun betapapun kuatnya stimulus dan penguat eksternal,
manusia masih dapat mengubahnya memakai proses kontrol diri (self
control). Tingkah laku tetap ditentukan oleh variabel luar, namun
dengan memakai cara kontrol diri berikut, pengaruh variabel itu dapat
diperbaiki-diatur atau dikontrol (Alwisol, 2009:329):
- Memindah / Menghindar (Removing/Avoiding)
Menghindar dari situasi pengaruh atau menjauhkan situasi
pengaruh sehingga tidak lagi diterima sebagai stimulus.
Pengaruh buruk teman sebaya yang jahat dihilangkan dengan
menghindar atau menjauh dari pergaulan dengan mereka. Orang
yang diet, membuang semua manisan sehingga tidak merangsang
dirinya untuk menyantap.
- Penjenuhan (Satiation)
Membuat diri jenuh dengan suatu tingkah laku, sehingga
tidak lagi bersedia melakukannya. Seoarang perokok menghisap
rokok secara terus menerus berlebihan, sampai akhirnya menjadi
jenuh, sigaret dan pemantik api tidak lagi merangsangnya untuk
menghisap rokok.
- Stimuli yang tidak disukai (Aversive stimuli)
Menciptakan stimulus yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan bersamaan dengan stimulus yang ingin dikontrol.
Pemabuk yang ingin menghidari alkohol atau orang yang
melakukan diet, mengumumkan keinginannya kepada teman
disekitarnya. Setiap kali ia minum alkohol atau ngemil dia akan
menanggung resiko dikritik lingkungan dan malu akan
kegagalannya.

- Memperkuat diri (Reinforce Oneself)


Memberi reinforsemen kepada diri sendiri, terhadap prestasi
dirinya. Janji untuk memberi celana baru atau nonton film
(dengan uang tabungan sendiri) kalau ternyata dapat belajar dan
prestasi. Kebalikan dari memperkuat diri adalah menghukum diri
(self punishment), bisa berwujud mengunci diri dalam kamar
sampai memukulkan kepala ke dinding berulang kali.

KELEBIHAN:
- Dengan memberikan penguatan maka orang-orang akan
bersemangat/termotivasi untuk mengikuti suatu proses pembelajaran
sehingga mempengaruhi keberhasilan.
- Operant conditioning dapat membantu banyak perilaku manusia dan
binatang.
- Melalui proses shaping yang dilakukan secara bertahap akan
menghasilkan penguasaan terhadap perilaku yang kompleks melalui
perancangan (manipulasi) stimulus yang diskriminatif dan
penguatan.
KEKURANGAN:
- Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah
penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk pendisiplinan.
Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri
konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami
sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan
hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan,
cubitan, jeweran justru berakibat buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Edisi Revisi: Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Pers.

Cervone, D., Pervin, L. A. 2012. Kepribadian : Teori Dan Penelitian.


Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Monte, C. F., & Sollod, R. N. 2003. Beneath The Mask : An Introduction
To Theories Of Personality. United States of America: John Wiley &
Sons, Inc.

Rahman, A. A. 2017. Sejarah Psikologi: Dari Klasik Hingga Modern.


Depok: Rajawali Pers.

Schultz, S. E., & Schultz, D. P. 2015. Teori Kepribadian Edisi 10.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai