Anda di halaman 1dari 4

TEORI PENDEKATAN BEHAVIORISTIK

MENURUT JOHN B. WATSON

Diajukan sebagai tugas mata kuliah


Psikologi Umum 1

Disusun Oleh:

Yosafat Gatri W. N. 5161111090


Muhammad Iqbaliyansyah 5161111106
Ahmad Fajrur Rohman 5161111113
Fakhrudin Aly Amin 5161111120
Dina Ratna Sari 5161111132
Asyidani Ali Akbar A. 5161111134
Shalma Qhadyah 5161111138

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016
Teori dan Konsep Behavioristik dari Watson

Behavioristik adalah sebuah aliran yang didirikan oleh John Broadus Watson. John B.
Watson merupakan ahli psikolog yang berasal dari Amerika Serikat, lahir di Greenvile 9
Januari 1878 dan meninggal pada 25 September 1958 di Kota New York. Pandangan Watson
dapat diikuti dalam artikelnya yang berjudul “Psychology as the Behaviorist View It” dalam
Psychological Review tahun 1913. Dalam artikel tersebut Watson mengemukakan antara lain
tentang definisi psikologi, kritiknya terhadap strukturalisme dan fungsionalisme yang
dipandang sebagai psikologi lama tentang kesadaran. Menurut Watson dalam beberapa
karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui
adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode instropeksi. Watson juga berpendapat
bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam (natural
science). Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation,
conditioning, testing, dan verbal reports.
Watson mendefinisikan psikologi mempelajari stimulus dan respon (S-R Psychology),
namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Yang dimaksud dengan stimulus adalah
rangsangan yang datangnya dari luar diri individu atau semua obyek yang berada di
lingkungan. Respon apapun yang dilakukan merupakan jawaban terhadap stimulus. Respon
yang dilakukan bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk
dari rangsangan tadi. Dengan demikian respon dapat diamati secara langsung. Respon ada
yang positif dan ada pula yang negatif. Dengan begitu, perilaku manusia pun dapat
dikendalikan. Bahkan, menurut Watson, kepribadian manusia dapat dibentuk melalui
pemberian rangsangan-rangsangan tertentu. Salah satu ucapan Watson yang terkenal adalah,
“Berikan kepadaku selusin anak yang sehat, aku akan membuat mereka seperti yang aku
kehendaki, yaitu menjadi dokter, pemberani, bahkan menjadi penjahat atau pemalu”
(Sarwono, 1997:153). Watson berpendapat bahwa hampir semua perilaku merupakan hasil
dari pengkondisian, dan lingkungan membentuk perilaku kita dengan memperkuat kebiasaan
tertentu. Respons yang terkondisikan dipandang sebagai unit perilaku terkecil yang tidak
dapat dibagi lagi suatu “atom perilaku” dari tempat perilaku yang lebih rumit dapat dibangun.
Semua tipe perilaku kompleks yang berasal dari latihan atau pendidikan khusus, tidak berarti
lebih dari rangkaian respons terkondisikan.
Unsur selanjutnya adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari
pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespon. Apabila respon telah benar, maka
diberi penguatan agar individu merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respon seperti tadi
lagi. Contoh penguatan positif, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang
tuanya memberi hadiah pergi wisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya
dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi
pada semester depan dan seterusnya.
Dalam suatu ketika Watson melakukan eksperimen yang sangat terkenal,
eksperimennya dengan anak yang bernama Albert, yaitu anak yang berusia 11 bulan. Watson
ingin memberikan gambaran bagaimana reaksi emosional menjadi terkondisi dengan stimulus
yang netral. Watson dan Rosali Rayner istrinya, mengadakan eksperimen kepada albert
dengan menggunakan tikus putih dan gong beserta pemukulnya. Pada permulaan eksperimen,
Albert tidak takut pada tikus putih tersebut. Pada suatu waktu, pada saat Albert akan
memegang tikus, dibunyikan gong dengan keras. Dengan suara keras tersebut Albert merasa
takut. Keadaan tersebut diulangi beberapa kali, hingga akhirnya terbentuklah rasa takut pada
tikus putih pada diri Albert. Atas dasar eksperimen tersebutlah yang menguatkan Watson
terhadap pendapatnya bahwa reaksi emosional dapat dibentuk dengan kondisioning. Rasa
takut tersebut dapat dikembalikan lagi ke keadaan semula dengan cara menghadirkan tikus
tersebut dengan setahap demi setahap pada situasi yang menyenangkan, misalnya pada waktu
Albert makan, sehingga terjadilah experimental extinction seperti halnya pada eksperimen
pavlov.
DAFTAR PUSTAKA

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia


Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI

Anda mungkin juga menyukai