Anda di halaman 1dari 11

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Psikologi Perkembangan I

LEARNING THEORY
(Pavlov, Watson, dan Skinner)

Disusun Oleh Kelompok 4:


MUH. ICHWAN RACHMAN (Q11112009)
ILHAM AWALUDDIN (Q11112011)
KARINA ALFISAH UTAMI (Q11112102)
ALFINA DEWI HERMANSYAH (Q11112254)
MUH. NOERUL AKBAR B. (Q11112282)
RIZKY AMALIA JAMIL (Q11112284)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012-2013

Perkembangan adalah perubahan sepanjang hayat, baik melalui proses pertumbuhan,


kematangan, belajar, maupun latihan. Hal yang juga menjadi catatan penting adalah bahwa
perkembangan merupakan suatu proses menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang
kembali.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa belajar juga merupakan
proses yang memengaruhi perkembangan manusia. Terkait dengan hal tersebut, teori dan
prinsip belajar dalam perkembangan ilmu psikologi banyak berasal dari pandanganpandangan behaviorisme.
Behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh dari lingkungan.
Olehnya itu, behaviorisme memusatkan hanya pada perilaku yang dapat diamati dan tidak
memperhitungkan pentingnya aktivitas mental, seperti berpikir, berhasrat, dan berharap.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori serta praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar.
Belajar itu sendiri terjadi akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini, hal yang penting dalam belajar adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya mendudukkan
seseorang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.
Berikut ini akan dijelaskan teori belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli teori
perilaku (behaviorisme), yaitu:

A. Pengondisian Klasik (Classical Conditioning)


1.

Pavlov
a) Riwayat Singkat
Bapak dari teori Classical Conditioning adalah Ivan Petrovich Pavlov. Lahir di
Ryazan, Rusia tahun 1849 dan meninggal pada tahun 1936. Beliau merupakan putra
seorang pendeta desa yang miskin. Pavlov merupakan seorang ahli ilmu faal. Selama
beberapa tahun ia memusatkan perhatiannya pada penelitian-penelitian dalam bidang
fisiologis. Ketika menginjak usia 50 tahun, dia memulai karyanya dalam bidang
reflek-reflek yang terkondisikan (conditioned refleks). Minat barunya ini menguat
melalui penemuan tak sengajanya tentang sifat air liur anjing.
b) Konsep Dasar
Pengondisian klasik (Classical conditioning) adalah pembelajaran dari sebuah
rangsangan netral yang diasosiasikan dengan rangsangan bermakna dan memiliki
kemampuan untuk menghasilkan respons yang sama. Dalam teori pembelajaran
dengan Classical Conditioning, Pavlov membuat sebuah percobaan di mana seekor
anjing akan belajar untuk mengeluarkan air liur ketika melihat lampu yang biasa
dinyalakan ketika waktu makan. Eksperimen ini merupakan dasar dari Classical
Conditioning.
Refleks mengeluarkan liur sebenarnya, menurut Pavlov, terdiri dari sebuah
stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus) dan sebuah respon yang tidak
terkondisi (unconditioned reponse). Sebuah stimulus yang tidak terkondisi
(unconditioned stimulusUCS) adalah sebuah rangsangan yang menghasilkan sebuah
respon tanpa pembelajaran sebelumnya. Dalam eksperimen Pavlov, makanan
merupakan ICS. Sebuah respon yang tidak terkondisi (unconditioned response
UCR) merupakan respons yang tidak dipelajari yang dihasilkan secara otomatis oleh
UCS. Dalam eksperimen Pavlov, air liur yang keluar dari mulut anjing sebagai
respons terhadap makanan merupakan UCR.
Dalam pengondisian klasik, rangasangan yang dikondisikan (conditioned
stimulusCS) adalah rangsangan yang sebelumnya netral yang kemudian
menghasilkan respons yang dikondisikan setelah dipasangkan (asosiasi) dengan UCS.
Rwspons yang dikondisikan (conditioned responseCR) ini adalah respons yang

dipelajari, yang muncul sebagai respons dari CS, saat sebelumnya terjadi asosiasi CSUCS (Pavlov, 1927; King, Laura A., 2010).
Dalam mempelajari respons anjing terhadap berbagai rangsangan yang
diasosiasikan dengan bubuk daging, Pavlov mencoba membunyikan bel sebelum
memberikan bubuk daging kepada anjingnya. Hingga saat eksperimen dilakukan,
bunyi bel tidak memiliki efek tertentu terhadap anjing, kecuali bahwa bunyi tersebut
dapat membangunkan anjing dari tidurnya. Bel tersebut pada awalnya merupakan
rangsangan netral. Namun, anjing mulai mengasosiasikan bunyi bel dengan makanan
dan mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi bel. Bel tersebut telah menjadi
rangsangan yang terkondisi (CS) dan mengeluarkan air liur telah menjadi sebuah
respons yang dikondisikan (CR).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa proses pembelajaran
menurut classical conditioning terjadi ketika sebuah stimulus netral (stimulus yang
tidak atau belum menghasilkan sebuah respon tertentu) dipasangkan secara teratur
dengan sebuah stimulus tidak terkondisi selama beberapa kali. Stimulus netral ini
kemudian akan berubah menjadi stimulus yang terkondisi (conditioned stimulus),
yang menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau respon terkondisi (conditioned
response) yang biasanya serupa dengan respon alamiah yang tidak perlu dipelajari.
Dalam eksperimen Classical Conditioning terdapat beberapa unsur yang perlu
dipahami, antara lain:
1) Unconditioned Stimulus (UCS), yaitu respon yang secara wajar dan otomatis
menimbulkan suatu respon pada organisme.
2) Unconditioned Responsae (UCR), yaitu respon yang secara wajar dan otomatis
ditimbulkan oleh unconditioned stimulus.
3) Conditioned Stimulus (CS), yaitu stimulus yang netral dan tidak menimbulkan
suatu respon wajar yang otomatis pada organisme.
4) Conditioned Response (CR), yaitu respons yang secara tidak wajar dan tidak
otomatis yang ditimbulkan oleh conditioned stimulus.
Melalui eksperimennya, Pavlov menemukan sejumlah prinsip pengondisian lain,
di antaranya:
1) Extenction (Kepunahan)
Sebuah stimulus yang dikondisikan, sekalipun diciptakan tidak mesti bekerja
selamanya. Bila setelah kondisioning terbentuk dan stimulus terkondisi terusmenerus disajikan tanpa stimulus yang tidak dikondisikan, maka respons yang
terkondisi akan menghilang, dan terjadilah extenction. Artinya, tanpa asosiasi

berkelanjutan dengan rangsangan yang tidak dikondisikan (UCS), rangsangan


yang dikondisikan (CS) akan kehilangan kekuatannya untuk menghasilkan
respons yang dikondisikan (CR).
2) Stimulus Generalization (Generalisasi Stimulus)
Setelah sebuah stimulus berubah menjadi stimulus terkondisi untuk responsrespons tertentu, maka stimulus-stimulus lain yang serupa dapat menghasilkan
reaksi yang sama.
3) Discrimination (Pemilihan)
Yang menghasilkan respon yang berbeda pada stimulus yang menyerupai
stimulus yang terkondisi yang sesungguhnya. Diskriminasi dalam pengondisian
klasik merupakan sebuah proses belajar untuk merespon beberapa rangsangan
tertentu dan tidak merespon yang lain.
4) Tingkat Pengkondisian yang Lebih Tinggi
Merupakan sebuah prosedur di mana stimulus netral menjadi stimulus terkondisi
melalui asosiasi dengan stimulus terkondisi yang telah lebih dahulu terbentuk.
2.

Watson
a) Riwayat Singkat
Tokoh yang tidak dapat dipisahkan dari Classical Conditioning adalah Watson.
Nama lengkapnya adalah John Broadus Watson, lahir di sebuah wilayah pertanian
dekat Grenville, South Carolina pada tahun 1878 dan meninggal pada tahun 1958.
Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani),
matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of
Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena
pengaruh Angell. Akhirnya ia memutuskan menulis disertasi dalam bidang psikologi
eksperimen dan melakukan studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun 1903 ia
menyelesaikan disertasinya. Tahun 1908 ia pindah ke John Hopkins University dan
menjadi direktur lab psikologi di sana. Pada tahun 1912 ia menulis karya utamanya
yang dikenal sebagai behaviorists manifesto, yaitu Psychology as the Behaviorists
Views it.

b) Konsep Dasar

Selain pavlov, tokoh behavioris lain yang melakukan eksperimen dengan


menggunakan prinsip pengkondisian Pavlov adalah Watson. Watson mendefinisikan
belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi,
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi
Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu
sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Watson percaya bahwa perbedaan perilaku tiap individu disebabkan oleh
pengalaman belajar yang berbeda.beda. Ucapan Watson yang terkenal adalah:
Berikan aku selusin bayi yang sehat dan tegap dan aku akan membesarkan
mereka dalam duniaku sendiri yang telah kutentukan. Akan kupilih satu dari
mereka secara acak dan melatihnya menjadi berbagai jenis spesialis yang telah
kutentukandokter, pengacara, artis, kepala dagang, dan ya, bahkan pengemis
dan pencuri, tanpa menghiraukan bakat, kegemaran, kecenderungan, kemampuan,
panggilan hati, dan ras keturunan mereka (Watson, 1925, hal. 104).
Menurut Watson, proses pengondisian klasikal dapat menjelaskan semua aspek
dalam psikologi manusia. Segala sesuatu, dari ucapan sampai respons emosional
hanyalah pola-pola stimulus dan respons. Watson sepenuhnya menyangkal keberadaan
pikiran (mind) atau kesadaran (consciousness) (Jarvis, Matt, 2012).
Watson kemudian mendemonstrasikan belajar melalui pengondisian klasik pada
manusia dengan melakukan eksperimen untuk melihat rasa takut yang irasional pada
seorang anak bernama Albert, yang ketika dieksperimen itu baru berusia 11 bulan.
Rasa takut merupakan salah satu bentuk emosi, dan pengkondisian emosi ini
merupakan salah satu minat utama Watson.
Watson mengklaim bahwa sejak dulu hanya ada 3 reaksi emosi yang belum
dipelajari yaitu rasa takut, rasa marah dan rasa cinta.
Rasa takut menurut Watson, bisa diamati ketika bayi tiba-tiba melompat, atau
dengan nafas memburu, tangannya menggenggam kuat-kuat, menutup mata, terjatuh
dan menangis.

Rasa marah awalnya adalah respons yang tidak dipelajari, terkait dengan
pergerakan tubuh. Perintah-perintah bisa menimbulkan kemarahan karena sudah
diasosiasikan dengan pembatasan fisik di dalam situasi tersebut.
Rasa cinta pada awalnya juga merupakan respons yang secara otomatis muncul
karena tekanan kecil di kulit, gelitikan, diguncang ringan, dan dielus. Bayi akan
merespons dengan senyuman, tertawa, mendekat atau merespons lainnya yang bisa
dikategorikan sebagai rasa sayang. Dengan demikian, perasaan-perasaan lembut atau
positif terhadap orang lain biasa dikatakan dipelajari anak melalui pengkondisian
tingkat kedua.
Dari ketiga emosi tersebut, maka dalam eksperimennya, Watson mencoba untuk
mengkondisikan Albert untuk takut pada kelinci putih.
Melalui penelitian ini, Watson menambahkan adanya asosiasi yang tetap dapat
menimbulkan generalisasi pada semua stimulus yang serupa. Jadi, yang dimaksud
generalisasi adalah kecenderungan organisme untuk memberikan respons tidak saja
pada stimulus khusus yang dilatih, tetapi juga terhadap stimulus lain yang
berhubungan atau yang hampir serupa.
B. Pengondisian Operan (Operant Conditioning)
1.

Skinner
a) Riwayat Singkat
Tokoh yang paling berpengaruh dalam Operant Conditioning ini adalah B.F
Skinner, lahir pada tahun 1905 dan meninggal pada tahun 1990. Dia adalah seorang
psikolog Amerika yang memformulasikan pengkondisian operan, paling sering
melakukan penelitiannya dengan subjek tikus dan burung dara, akan tetapi ia
berpendapat bahwa prinsip yang sama dapat diaplikasikan kepada manusia.
Ketertarikan Skinner terhadap tingkah laku manusia dan hewan menyababkan dia
masuk ke Harvard University dan di sinilah ia memulai riset dan merumuskan ideidenya tentang pembelajaran.
b) Konsep Dasar
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara

sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus


dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya, respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan
interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu,
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Skinner mengemukakan teori belajar, yaitu pengondisian operan/instrumental
(operant conditioning). Pengondisian operan merupakan sebuah bentuk dari
pembelajaran asosiatif saat konsekuensi dari sebuah perilaku mengubah kemungkinan
berulangnya perilaku. Jadi, jika pengondisian klasik bergantung pada pengembangan
asosiasi antara peristiwa-peristiwa, maka pengondisian operan meliputi belajar dari
konsekuensi perilaku.
Menurut Skinner, kebanyakan perilaku manusia bersifat operan (dipelajari
melalui penguatan positif atau negatif). Perilaku operan adalah perilaku hasil belajar
dan dilakukan secara spontan terhadap suatu situasi, bukan respons otomatis. Skinner
mengidentifikasi tiga bentuk respons atau operan yang mengikuti suatu perilaku,
yaitu:
1) Operan netral, yaitu respons dari lingkungan yang tidak dapat menambah atau
mengurangi probabilitas perilaku yang diulang-ulang.
2) Penguat (reinforcers), yaitu respons dari lingkungan yang menambah probabilitas
perilaku yang diulang-ulang.
3) Penghukum (punishers), yaitu respons dari lingkungan yang mengurangi
probabilitas perilaku yang diulang-ulang.
Pada eksperimen yang dilakukan Skinner mengenai tingkah laku operan, hewan
tidak terkekang di dalam kurungan seperti anjing Pavlov, tetapi bergerak bebas dan
beroperasi di lingkungannya. Untuk mempelajari pengondisian operan, Skinner

melakukan eksperimen dengan membuat sebuah alat yang kemudian dikenal dengan
kotak Skinner. Walaupun kotak itu kecil, namun di dalamnya hewan dapat
menjelajahinya dengan bebas.
Melalui hasil eksperimen tersebut, Skinner memperkenalkan konsep bahwa
dalam Operant Conditioning tingkah laku timbul karena konsekuensi dari tingkah
laku tersebut. Hal ini disebabkan karena ada reinforcement (penguat). Reinforcement
(penguat) merupakan stimulus yang memotivasi pengulangan perilaku yang
dikehendaki.
Reinforcement (penguat) dalam Operant Conditioning dapat bersifat positif
(positive reinforcement) dan dapat pula bersifat negatif (negative reinforcement). Pada
reinforcement positif, frekuensi dari suatu perilaku meningkat karena perilaku tersebut
diikuti oleh rangsangan ganjaran (membawa konsekuensi yang menyenangkan)
sedangkan pada reinforcement negatif frekuensi dari sebuah perilaku meningkat
karena perilaku tersebut diikuti oleh hilangnya rangsangan yang tidak menyenangkan.
Di dalam Operant Conditioning, ada beberapa prinsip yang harus dipahami:
1) Reinforcement and Extenction (penguatan dan kepunahan)
Tingkah laku manusia, dimulai sejak bayi bisa dikontrol dengan memperkuat
stimuli. Selain itu, tingkah laku operan bisa juga mengalami kepunahan.
2) Immediacy of Reinforcement (penguatan harus bersifat segera)
Skinner mengemukakan bahwa pada awalnya dia sanggup menciptakan respons
dengan kecepatan yang tinggi sewaktu dia terus memperkuat respons-respons
tersebut.
3) Discriminative Stimuli (stimuli pembeda)
Walaupun dalam Operant Conditioning tidak memiliki acuan apapun kepada
stimuli awal, namun tidak berarti stimuli itu tidak penting. Stimuli juga
mendahului respons bisa juga yang memperoleh kontrol.
4) Generalisasi
Di dalam pengkondisian operan, seperti halnya pada pengkondisian responden,
muncul proses generalisasi stimulus.
5) Pembentukan
Tingkah laku operant tidak langsung diperoleh dalam satu paket latihan. Biasanya
dia dipelajari secara bertahap, sedikit demi sedikit. Pembentukan merujuk pada
pemberian ganjaran kepada perilaku-perilaku yang mendekati perilaku yang
diinginkan.

6) Rantai Tingkah Laku


Meskipun tingkah laku bisa dibentuk sedikit demi sedikit, namun dia juga bisa
berkembang menjadi rantai respons yang lebih panjang dan terintegrasi.
7) Jadwal Penguatan
Skinner mengamati kalau tingkah laku kita sehari-hari jarang diperkuat secara
berkesinambungan/sepanjang waktu, malah sebaliknya, tingkah laku diperkuat
hanya sebentar-sebentar saja, umumnya dilakukan berdasarkan penjadwalan, di
mana organisme menerima penghargaan terhadap respons pertama setelah
periode waktu tertentu. Ini disebut penjadwalan fixed-interval.
8) Reinforcement Negatif dan Punishment

Penguatan

(reinforcement)

berarti

memperkuat

respons

(meningkatkan

kecepatannya). Reinforcement positif berarti memperkuat respons-respons


dengan menambahkan konsekuensi-konsekuensi positif: makan, pujian atau
perhatian. Namun respons bisa juga diperkuat dengan reinforcement negatif, yaitu
dengan menghilangkan stimuli yang tidak menyenangkan atau bersifat
menyerang.
Meskipun demikian, Skinner tetap merasa keberatan dengan hukuman, karena
bisa menghasilkan efek-efek samping yang tidak diinginkan. Karena itu, Skinner
merekomendasikan jika memang ingin menghukum, maka fokuskan saja kepada
pemunahan sikap-sikap tertentu. Pemunahan tingkah laku yang tidak diinginkan itu
dengan penguatan positif (reinforcement positif) bagi tingkah laku yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.TeoriBelajarBehavioristik.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/T
%20behaviouristik_0.pdf. Diakses pada 16 Februari 2013, pukul 10.00 WITA.
Anonim.TeoriBelajarBehavioristik.http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik.
Diakses pada 16 Februari 2013, pukul 10.25 WITA.
Crain, William, 2007. Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jarvis, Matt. 2012. Teori-teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum, Buku I. Jakarta: Salemba Humanika.
Mukhlis, Hirmaningsih, 2010. Teori-teori Psikologi Perkembangan. Pekanbaru: Psikologi
Press.
Wade, Carole, 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai