refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain
bernama I.M. Sechenov. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini,
kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh John B. Watson di Amerika
Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan
seperlunya (Syah, 2006).
Karya yang membuat Pavlov memiliki reputasi sebenarnya bermula
sebagai studi dalam pencernaan. Ia sedang mencari proses pencernaan pada
anjing, khususnya hubungan timbal balik antara air ludah dan kerja perut. Ia sadar
kedua hal itu berkaitan erat dengan refleks dalam sistem syaraf otonom. Tanpa air
liur, perut tidak membawa pesan untuk memulai pencernaan. Pavlov ingin melihat
bahwa rangsangan luar dapat memengaruhi proses ini, maka ia membunyikan
metronom dan di saat yang sama ia mengadakan percobaan makanan anjing.
Setelah beberapa saat, anjing itu yang sebelumnya hanya mengeluarkan liur, lalu
saat mereka melihat dan memakan makanannya anjing akan mulai mengeluarkan
air liur saat metronom itu bersuara, malahan jika tiada makanan ada (Purwanto,
2004).
Pada 1903 Pavlov menerbitkan hasil eksperimennya dan menyebutnya
"refleks terkondisi," berbeda dari refleks halus, seperti. Pavlov menyebut proses
pembelajaran ini (sebagai contoh, saat sistem syaraf anjing menghubungkan suara
metronom dengan makanan) "pengkondisian". Ia juga menemukan bahwa refleks
terkondisi akan tertekan bila rangsangan ternyata terlalu sering "salah". Jika
metronom bersuara berulang-ulang dan tidak ada makanan, anjing akan berhenti
mengeluarkan ludah (Syah, 2005).
Pavlov lebih tertarik pada fisiologi ketimbang pdikologi. Ia melihat pada
ilmu psikiatri yang masih baru saat itu sedikit meragukan. Namun ia sungguhsungguh berpikir bahwa refleks terkondisi dapat menjelaskan perilaku orang gila.
Sebagai contoh, ia mengusulkan, mereka yang menarik diri dari dunia bisa
menghubungkan semua rangsangan dengan luka atau ancaman yang mungkin.
Gagasannya memainkan peran besar dalam teori psikologi behavioris,
diperkenalkan oleh John Watson sekitar 1913 (Brennan, 2006).
Ivan Pavlov adalah seorang ahli psikologi refleksologi dari rusia yang
mengadakan percobaan pada anjing . moncong anjing dibedah sehingga kelenjar
ludahnya berada di luar pipinya dan dimasukkan di kamar gelap serta ada sebuah
lubang di depan moncong empat menyodrkan makanan atau menyemprotkan
cahaya . pada moncng yang dibedah dipasang selang yang dihubungkan dengan
tabung di luar kamar sehingga dapat diketahui keluar atau tidaknya air liur pada
waktu percobaan. Hasil percobaan mengatakan bahwa gerakan reflek itu juga
dapat dipelajari dan dapat berubah karena mendapat latihan, sehingga dapat
dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks bersyarat/refleks yang dipelajari, yaitu
keluarnya air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau
terhadap suatu bunyi tertentu (Brennan, 2006).
Teori di atas juga disebut dengan teori classical, yang merupakan sebuah
prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum
terjadinya refleks tersebut. Disebut classical karena yang mengawali nama teori
ini untuk menghargai karya ivan Pavlov yang paling pertama di bidang
conditioning (upaya pembiasan) , serta untuk membedakan dari teori lainnya.
Teori ini disebut juga respondent conditioning (pembiasan yang dituntut). Teori
ini sering disebut juga contemporary behaviorists atau juga disebut S-R
psychologists yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan
stimulasinya. Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa lalu dan pada masa
sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka
merupakan hasil belajar. Teori ini menganalis kejadian tingkah laku dengan
mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku
tersebut (Djaali, 2008).
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih.
Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada
manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak
disadari manusia. Eksperimen yang dilakukan oleh pavlov menggunakan anjing
sebagai subjek penelitian. Berikut adalah gambar dari experimen Pavlov
(Sarlito&Sarwono, 2002).
eksperimen
dengan
menggunakan
anjing,
Pavlov
lain, seperti
lonceng, tidak akan menghasilkan air liur. Karena tidak mempenyuai dampak
pada tanggapan tersebut, rangsangan ini disebut rangsangan netral (Slavin, 2011).
Eksperimen Pavlov memperlihatkan bahwa, apabila rangsangan netral
sebelumnya dipasangkan dengan rangsangan tanpa pengkondisian, rangsangan
netral tersebut menjadi rangsangan pengkondisian dan memperoleh kekuatan
untuk mendorong tanggapan yang mirip dengan apa yang dihasilkan rangsangan
tanpa pengkondisian tadi. Dengan kata lain setelah lonceng dan daging disodorkan
bersama-sama, bunyi lonceng itu sendiri mengakibatkan anjing mengeluarkan air
liur.. proses ini disebut pengkondisian klasik (Slavin, 2011).
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap
bahwa belajar itu hanyalah terjadi secarab otomatis, keaktifan dan penentuan
pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu
ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat
sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku
atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan
perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang
tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini
hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar
yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan
pada abak-anak kecil (Slavin, 2011).
B. Deskripsi Karakter Teori Ivan Pavlov
Dalam istilah yang lebih umum, kondisioning klasik berlangsung sebagai
berikut (Djaali, 2008):
1. Dimulai dengan asosiasi stimulus-respons yang telah ada sebelumnya, dengan
kata lain, sebuah asosiasi stimulus respons tak terkondisi (unconditioned).
Anjing Pavlov mengeluarkan liur secara otomatis setiap kali mencium baud
aging dan alan merasa cemas dan menghindar setiap kali menjumpai stimulus
yang menyakitkan.: tidak ada pembelajaran pada kedua kasus ini. Ketiak
sebuah stimulus mengarah pada sebuah respons khusus tanpa ada pembelajaran
sebelumnya (prior learning), kita mengatakan bahwa sebuah stimulus tak
terkondisi menimbulkan sebuah respons tak terkondisi pula, respon tak
membuat respons terkondisi terhadap suatu stimulus yang serupa dengan stimulus
terkondisi (Ormrod, 2008).
Ketika orang mempelajari respons terkondisi terhadap stimulus baru,
respon yang sama terhadap stimulus yang serupa juga bisa terjadi fenomena ini
dikenal dengan nama generalisasi. Sebagai contoh, seorang anak laki-laki yang
merasa cemas dengan soal pembagian panjang dapat menggeneralisasikan
kecemasannya pada aspek-aspek lain dari pelajaran matematika. Dan seorang
anak perempuan yang mengalami penghinaan di sebuah kelas dapat
menggeneralisasikan rasa malunya di kelas lainnya. Dalam teori perilsku,
generalisasi adalah alat utama dimana pembelajar mentransfer apa yang telah
mereka pelajari dalam satu situasi ke situasi yang baru. Di sini kita melihat satu
alasan lagi mengapa siswa seharusnya mengaitkan (asociate) perasaan-perasaan
yang menyenangkan dengan materi peljaran di kelas. Reaksi-reaksi siswa
terhadap topik pelajaran, kegiatan, atau konteks tertentu dapat digeneralisasikan
yaitu mereka mengalihkannya ke topic kegiatan, atau konteks yang serupa.
b. Ekstinksi
Ekstinksi penghilangan secara bertahap sebuah respons yang telah
diperoleh; dalam kondisioning klasik , hal itu merupakan hasil kehadiran secara
berulang dari stimulus terkondisi tanpa disertai kehadiran stimulus tak terkondisi.
Pavlov menemukan bahwa respoms terkondisi tidak bertahan selamanya. Dengan
memasangkan cahaya dan daging , Pavlov mengkondisikan seekor anjing supaya
air liur hanya terhadap cahaya. Tetapi selanjutnya, ketika Pavlov menyalakan
cahaya berulang-ulang tanpa dilanjutkan tanpa pemberian daging, air liur anjing
semakin berkurang. Pada akhirnya anjing tidak lagi mengeluarkan air liur ketika
melihat kilatan cahaya. Ketika stimulus terkondisi muncul berulang-ulang tanpa
disertai stimulus tak terkondisi misalnya ketika pelajaran matematika tidak pernah
lagi dihubungkan dengan kegagalan, atau ketika guru tidak pernah lagi
diasosiasikan dengan penghinaan, respons terkondisi akan berkurang dan pada
akhirnya menghilang. Dengan kata lain , ekstinksi telah terjadi (Ormrod, 2008).
Banyak respons terkondisi hilang seiring berjalannya waktu. Sayangnya
banyak respons lain yang bertahan. Ketakutan seorang anak terhadap air atau
kecemasan mengenai mata pelajaran matematika bisa terus bertahan selama
mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengalami stimulus itu bila
stimulus tak terkondisi yang awalnya berpasangan dengan stimulus itu tidak
ada/hadir. Akibatnya mereka tidak memiliki kesempatan belajar menjadi tidak
takut, tidak ada lagi kesempatan bagi respons itu untuk mengalami ekstinksi
(Purwanto, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Brennan, J. F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Ormrod, J.E. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Purwanto, N. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sarlito W. & Sarwono. 2002. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh
Psikologi. Surakarta: PT Bulan Bintang.
Slavin, R.E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks.
Syah, M. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Rosdakarya.
Syah, M. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.