Anda di halaman 1dari 3

3.

Teori Hipotesis Generalisasi


Teori ini diperkenalkan oleh Anglin. Menurut Anglin, perkembangan
semantik anak-anak mengikuti satu proses generalisasi, yakni kemampuan
kanak-kanak melihat hubungan-hubungan semantik antara nama-nama benda
(kata-kata) mulai dari yang konkret sampai pada yang abstrak.

Menurut Abdul Chaer, pada tahap permulaan pemerolehan semantik ini


kanak-kanak hanya mampu menyadari hubungan-hubungan konkret yang khusus
di antara benda-benda itu. Bila usianya bertambah mereka membuat generalisasi
terhadap kategori-kategori abstrak yang lebih besar. Contohnya, pada awal
perkembangan pemerolehan semantik kanak-kanak mengetahui kata Paus dan
Hiu adalah sesuatu yang ada di Air melalui hubungan konkret. Pada tahap
berikutnya setelah mereka semakin matang, mereka akan menggolongkan kata
ini dengan butir leksikal yang lebih tinggi kelasnya atau superordinat melalui
generalisasi yaitu Ikan . Selanjutnya, setelah usia mereka semakin bertambah
umur atau semakin matang bahasanya, maka mereka akan memasukkan Ikan ke
dalam kelompok atau generalisasi yang lebih tinggi, yaitu Hewan.

4. Teori Primitif – Primitif Universal


Teori ini diperkenalkan oleh Postal pada tahun 1966, Menurut Postal
semua bahasa yang ada di dunia ini dilandasi oleh satu perangkat primitife-
primitif semantik universal (yang kira-kira sama dengan penanda-penanda
semantik dan fitur-fitur semantik), dan rumus-rumus untuk menggabungkan
primitif-primitif semantik ini dengan butir-butir leksikal. Sedangkan setiap
primitif semantik itu mempunyai satu hubungan yang sudah ditetapkan sejak awal
dengan dunia yang ditentukan oleh struktur biologi manusia itu sendiri.
Kemudian teori diatas dikembangkan lagi oleh Bierswich pada tahun 1970
dengan lebih terperinci, Ia menyatakan bahwa primitif semantik atau komponen-
komponen semantik ini mewakili kategori-kategori atau prinsip-prinsip yang
sudah ada sejak awal yang digunakan oleh manusia untuk mengolong-golongkan
struktur benda-benda atau situasi-situasi yang diamati oleh manusia itu.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa primitf-primitif atau fitur-fitur semantik ini
tidak mewakili ciri-ciri fisik luar dari benda-benda itu, tetapi mewakili keadaan-
keadaan psikologi berdasarkan bagaimana manusia memproses keadaan sosial
dengan fisiknya.Selajnjutnya ia menjelaskan bahwa dalam pemerolehan makna
kanak-kanak tidak perlu mempelajari kompponen-komponen makna itu karena
komponen-komponen itu telah tersedia sejak dia lahir. Yang dipelajari adalah
hubungan-hubungan komponen ini dengan “ milik-milik” fonologi dan sintaksis
bahasanya. Ini berarti bahwa manusia menafsirkan semua yang diamatinya
berdasarkan primitif-primitif semantik yang telah tersedia sejak dia lahir. Dengan
demikian hipotesisi primiti-primitif universal ini mau tidak mau harus
menghubungkan perkembangan semantik kanak-kanak dengan perkembangan
kognitif umum kanak-kanak itu.

Manusia dengan demikian menafsirkan semua yang diamatinya


berdasarkan primitif semantik yang telah tersedia sejak dia lahir. Dengan kata lain
teori ini menghubungkan perkembangan semantik kanak-kanak dengan
perkembangan kognitif umum kanak-kanak itu. Karenanya kanak-kanak yang
lahirnya di desa memiliki konsep-konsep alami yang ada di desa. Beberapa
kosakata itu misalnya sawah, batu, sungai, gubuk, ayah, ibu, kakak, kepala desa.
Bisa juga beberapa kata yang lebih bersifat natural atau yang alami seperti
matahari, bulan dan bintang.Kanak-kanak di pesisir, memperoleh konsep-konsep
makna seperti pantai, pasir, laut, nelayan, jaring angin, ikan, udang, bulan,
matahari, layar. Kanak-kanak di kota, memperoleh konssep-konsep dari
sekelilingnya. Seperti televisi, radio, sekolah, internet, teknologi, mal, sepatu,
kemeja, kaos, rompi. Pemerolehan semantik kanak-kanak yang berbeda
lingkungan sosialnya akan berbeda satu sama lain. Karena meskipun prinsip
alaminya sama, tetapi pada perkembangannya akan berubah sesuai perkembangan
kognitif dan sosial. Contohnya adalah malam tidak selamanya gelap bagi kanak-
kanak di kota besar. Ada lampu, ada mal, ada suasana yang ramai, nonton televisi.
Berbeda dengan di desa yang kalau malam hari gelap, sepi, tidur, bunyi jangkrik
dan lain-lain.
Sejak usia dini, bayi telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya.
Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada bayi untuk ikut dalam
komunikasi sosial, maka pada saat itulah bayi pertama kali mengenal sosialisasi
bahwa dunia ini adalah tempat orang saling berbagi rasa. Melalui bahasa pertama,
seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Bahasa pertama menjadi
salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian,
dalam bentukbentuk bahasa yang dianggap ada. Anak belajar pula bahwa ada
bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, anak tidak boleh
selalu mengungkapkan perasaannya secara terus terang.

Intinya, berdasarkan teori ini, konsep-konsep makna diperoleh kanak-


kanak berdasarkan fitur-fitur alami di sekitarnya. Semakin luas lingkungan
sosialnya berkembang semakin banyak pemerolehan semantik yang didapat.
Perangkat-perangkatnya sama, sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan manusia
tersebut.

Daftar Pustaka
Indah,P.S, Syahrul, R, & Yasnur, A. (2019). Pemerolehan Bahasa
Pertama pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,3(1),265-237.

Anda mungkin juga menyukai