Anda di halaman 1dari 8

Nama : Israwati Nafi

Kelas : IP-2 PGSD

Latihan.

1. Pilihlah usia peserta didik yang Anda harapkan bisa mengajarnya suatu hari nanti.
2. Buatlah daftar karakteristik anak tersebut menurut teori:
o Perkembangan kognitif Piaget,
o Teori perkembangan sosial-emosional Bronfenbrenner dan
o Teori perkembangan sosial-emosional Erikson.
3. Kemudian, buatlah daftar karakteristik terkait anak pengalaman masa kecil Anda sendiri.
4. Jika sudah, bandingkanlah kedua daftar yang telah anda buat.

 Jelaskan dengan cara apa anak bisa mengembangkan fungsi kognitifnya


serta sosio-emosionalnya?
 Penyesuaian yang seperti apa yang Anda butuhkan agar anak bisa
berinteraksi secara efektif bersama Anda? 

Jawaban :

1. Usia peserta didik kelas III Sekolah Dasar 9 Tahun


2. Daftar karakteristik berdasarkan:
a. Teori Perkembangan Kognitif
Menurut teori Piaget, kemampuan kognitif anak berkembang secara bertahap pada
rentang umur yang berbeda, termasuk dalam mengamati ilmu pengetahuan. Pemaksaan
terhadap kemapuan anak pada perkembangan yang tidak tepat menurut Piaget akan
menggangu periode emas si keci. Teori Piaget disebut juga dengan genetic epistemology,
sebab menjelaskan perkembangan kemampuan intelektual dalam masa pertumbuhan.
Karena teori Piaget menjelaskan perkembangan pengetahuan anak yang dipengaruhi oleh
interaksi dengan lingkungannya, ia kemudian digunakan pula dalam bidang psikologi
pendidikan. Piaget membagi masa perkembangan kognitif anak ke dalam empat tahap
periode, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap Pertama Sensorimtorik : saat masih berusia balita (0-2) tahun, anak
memiliki kemampuan sensori motoric untuk menangkap objek-objek disekitarnya.
Pada periode ini anak mengesplorasi lingkungannya untuk mendapatkan
pengetahuan skema, asimilasi, dan modifikasi dengan proses meniru.
Perkembangan intelektual anak pada usia balita merupakan respons reflex dan
kemampuan skemata.
2) Tahap kedua Pra-operasional: pada tahap pra-operasional (2-7) tahun, aktivitas
kognitif anak mulai dengan memahami realitas dengan symbol. Meskipun begitu,
system berpikirnya belum terorganisir serta tidak logis, sistematis, dan konsisten.
Pada tahap ini, anak juga bersifat egosentrisme, yang berarti anak melihat dunia
dengan kehendaknya sendiri dan belum mampu berpikir dengan perspektif lain.
3) Tahap ketiga (operasional konkrit): pada tahap ini, yang terjadi di usia 7-11 tahun,
anak telah dapat melakukan aktivitas pemikir logis dalam mengahadapi objek fisik.
Namun, direntang usia 7-11 tahun, anak belum dapat menarik kesimpulan secara
konkret, meski telah berhasil mengidentifikasi dan menghubungkan beberapa
dimensi dalam satu waktu.
4) Tahap keempat ( Operasional formal): pada tahap operasional formal (11-16)
tahun, anak telah ma pu berpikir secara abstrak dan mengembangkan hipotesis
dengan logis. Anak mampu memecahkan masalah dan membentuk argument karena
kompetensi operasionalnya berkembang menjadi lebih kompleks.

Sesuai dengan usia peserta didik di kelas III yang usianya kisaran 9 tahun, tahap
perkembangan anak berada tahap operasional konkrit. Pada tahap operasional konkrit di
peroleh karakteristik anak sebagai berikut :
a) Pengurutan : pengurutan adalah kemampuan untuk mengurutkan objek menurut
ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Sebagai contoh, anak diberi benda yang berbeda
ukuran. Ia dapat mengurutkannya dari ukuran paling besar ke benda terkecil.
b) Klasifikasi : klasifikasi adalah kemampuan memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda tampilan, ukuran, atau karakteristik lainnya. Klarifikasi juga
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda dapat menyertakan benda lainnya ke
dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa
animism, yakni tanggapan (pemikiran) bahwa semua benda hidup dan memiliki
perasaan. Contohnya, anak sudah mengetahui bentuk kubus, bola, dan silinder. Ia
hendak menyususn tiga benda tersebut dalam suatu rangkaian, tetapi bolanya
kurang satu. Maka, si anak mencari suatu benda berbentuk bulat untuk dimasukkan
ke dalam rangkaian.
c) Decentering : Decentering adalah kemampuan anak dalam mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu permasalahan agar mampu memecahkannya. Contohnya,
anak tidak akan lagi menganggap kelas A lebih lebar dari kelas B. Ia sudah bisa
mengatakan bahwa gelas A dapat lebih banyak menampung air daripada gelas B.
Sebab, gelas A lebih lebar dan tinggi disbanding gelas B.
d) Reversibility : reversibility ialah kemampuan anak untuk memahami bahwa suatu
jumlah atau benda dapat diubah sekaligus dapat dikembangkan pada keadaan
semula. Contohnya, tanah lempung berbentuk bulat dapat diubah menjadi bentuk
kubus, tetapi bisa dikembalikan ke bentuk bola seperti semula. Atau, anak
mengetahui bilangan 4 jika ditambah 4 sama dengan 8. Untuk mengembalikan ke
jumlah sebelumnya, ia akan mengurangi angka 8 dengan 4.
e) Konservasi : konservasi adalah kemampuan mamahami bahwa kuantitas, panjang,
atau jumlah benda-benda tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan.
Sebagai contoh, anak diberi dua gelas seukuran dan berisi air sama banyak. Bila air
digelas pertama dituang ke dalam ember, ia akan tahu bahwa air di dalam ember
sama banyaknya dengan air pada gelas kedua.
f) Penghilangan sifat egosentrisme adalah kemampuan untuk melihat suatu dari sudut
pandang orang lain, bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah.
Contohnya, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan kamar.
Kemudian, Baim masuk ke kamar Lala dan memindahkan boneka itu ke dalam laci.
Beberapa menit kemudian, Lala kembali ke kamarnya. Edi sebagai anak dalam
tahap operasional konkret akan mengatakan bahwa Lala akan menganggap boneka
itu ada di dalam kotak. Padahal, Edi mengetahui bahwa boneka itu sudah
dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.

b. Teori perkembangan sosial-emosional Bronfenbrenner


Teori ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang fokus utamanya
adalah pada konteks sosial di mana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi
perkembangan anak. Teori ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem lingkungan
yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas.
Bronfenbrenner menyebut sistem tersebut sebagai berikut:
1) Mikrosistem adalah setting. Dimana individu mengahabiskan banyak waktu. Beberapa
konteks dalam sistem ini antara lain keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga.
Dalam konteks mikrosistem ini, individu berinteraksi langsung dengan orang tua,
guru, teman seusia, dan orang lain. Menurut Bonfenbrenner peserta didik bukan
penerima pengalaman secara pasif didalam setting ini, tetapi peserta didik adalah
orang yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain, dan membantu
menkontruksi setting tersebut.
2) Mesosistem adalah kaitan antara mikrosistem. Contohnya hubungan antara
pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman disekolah dan antara keluarga dan
teman sebaya.
3) Ekosistem terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana peserta didik aktif)
mempengaruhi pengalaman peserta didik dan guru dalam konteks mereka sendiri..
ekosistem terdiri dari sub sistem tempat kerja orang tua, teman saudara, saudara di luar
rumah, dan peraturan sekolahh. Pada sistem ini anak tidak mengalami interaksi ecara
langsung, contohnya dengan koran dan telivisi, namun, dampak yang ditimbulkan dari
sistem tersebut memberikan pengaruh pada perkembangan karakter anak. Misalnya,
ketika ayah sedang ada masalah di tempat kerja, maka akan dilampiaskan pada anak di
rumah.
4) Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang mencakup
peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah konteks
terluas dimana peserta didik dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat istiadat
masyarakat. Salah satu aspek dari status sosioekonomi peserta didik adalah faktor
perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat mempengaruhi perkembangan
karakter anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar. Anal-anak yang
dilahirkan dari kelaurga miskin atau tidak mampu akan mengalami perkembangan
yang berbeda daripada anak yang tumbuh dari keluarga kaya, meskipun beberapa anak
di lingkungan yang miskin sangat ulet.
5) Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Kronosistem yaitu
perubahan yang merupakan kelanjutan lingkungan anak. Dimana dalamsistem ini
mencakup keseluruhan sistem dari waktu ke waktu sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan karakter anak (Purnama, 2016:131). Misalnya, oerkembangan zaman
yang diiringi dengan perkembangan teknologi seperti gadget, akan menjadikan anak
menggunakan gadget sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dari pendidikan maupun
hiburan. Sistem ini juga dapat memberikan dampak pada anakkarena suatu peristiwa
secara fisiologis pada individu seperti kematian.

Teori ekologi perkembangan Bronfenbrenner memandang bahwa perkembangan


karakter anak diperoleh dari interaksi antara individu anak dengan lingkungannya. Jika
lingkungannya baik, maka anak tersebut akan berpotensi untuk memiliki karakter yang
baik, dan jika lingkungannya buruk, maka anak akan berpotensi untuk memiliki karakter
buruk. Teori ekologi perkembangan mengkaji tentang hubungan timbal balik atau
interaksi antara anak dengan lingkungannya. Ekologi merupakan satu kajian ilmiah yang
bertujuan untuk memahami interaksi yang dinamis antara individu dan berbagai aspek
lingkungannya. Implikasi teori ekologi perkembangan dapat dilakukan melalui
pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan moral, akhlak,
dan budi pekerti anak yang dilakukan agar anak memiliki karakter positif. Adapun tujuan
dasar pendidikan karakter adalah sebagai gambaran pembentukan karakter anak agar
dapat berperilaku baik sesuai norma dan aturan yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pendidikan karakter sangat penting bagi perkembangan anak.

c. Teori Perkembangan Sosial-Emosional Erikson


Berdasarkan teori perkembangan Erikson , manusia berpotensi mengalami perkembangan
psikologi yang sehat dan mampu mengatasi kesulitan mengikuti masa dan pringkat
perkembangan tertentu. Terdapat delapan peringkat perkembangan emosi manusia yang
dikaji oleh Erikson. Setiap peringkat akan timbul tingkah laku positif dan negative yang
membawa masalah penyelesaian psikologikal karena konflik emosinya. Prinsip-prinsip
teori Erikson : (1) Manusia mempunyai keperluasan asas yang sama. (2) Perkembangan
individu bergantung kepada tindak balas terhadap keperluan-keperluan asas. (3)
perkembangan manusia mengikuti tahap-tahap yang tertentu. (4) Setiap tahap mempunyai
konflik dan konflik ini mesti diatasi sebelum individu dapat berfungsi dengan jayanya
pada tahap yang berikutnya. (5) Kegagalan mengatasi konflik pada suatu tahap akan
menjelaskan perkembangan tahap yang berikutnya.
Tahapan perkembangan psikososial berdasarkan teori Erikson
Erikson mengembangkan teori psikososial berdasarkan hasil penelitiannya, terkait
perkembangan jiwa dan sosial pada anak, serta pengaruhnya saat beranjak dewasa. Ada 8
tahapan psikososial menurut Erikson yaitu:
1) Membangun Kepercayaan (Trust vs Mistrust) (0-18 bulan)
Sejak bayi hingga 18 bulan merupakan tahap awal perkembangagn kepribadian anak.
Bayi belajar untuk mempercayai orang lain, terutama orang yang mengasuhnya. Jika
bayi merasa diperhatikan dengan baik, maka ia mengembangkan rasa percaya pada
orang lain dan merasa aman. Sebaliknya, saat bayi merasa diabaikan ia mungkin
meraa sulit untuk mempercayai orang lain, curiga, hingga cemas. Situai ini dapat
menyebabkan perkembangan rasa takut di masa mendatang.
2) Membangun otonomi ( Autonomy vs Shame and Doubt) (18 bulan-3 thn)
Pada tahap kedua, bayi sudah tumbuh menjadi anak-anak dengan kemapuan
pengendalian diri yang lebih besar. Anak-anak menjadi mandiri. Fase otonomi vs
rasa malu dan ragu ini cukup krusial. Hasil akhir dari proses ini terkait keinginan
atau kemauan. Jika berhasil, anak akan memiliki kendali atas dirinya. Jika gagal,
anak akan merasa malu dan penuh keraguan.
3) Berinisiatif vs rasa bersalah (Initiative vs Guilt) Pra sekolah (3-5 tahun)
Anak mulai mencoba mengembangkan inisiatif. Mereka cenderung banyak bertanya
dan mencoba hal-hal baru di sekitar mereka. Jika ras ingin tahu ini dipupuk, anak
bisa mengembangkan kepercayaan diri untuk mengambil inisiatif. Sebaliknya,
apabila anak sering anda larang atau kritik sehingga rasa ingin tahunya tak terpenuhi,
maka anak akan tumbuh dengan perasaan takut, ragu, dan tidak memiliki rasa
percaya diri untuk mengambil keputusan.
4) Meras Mampu pada Usian Sekolah (Industry vs Inferiority) (6-11 thn)
Melalui interaksi sosial, anak mulai merasa bangga saat sukses melakukan sesuatu.
Pada usia sekolah, mereka harus menghadapi tantangan sosial dan akademik. Dalam
fase industry vs Inferiority, mereka yang berhasil melewatinya akan merasa
kompeten dan akhirnya membentuk kepercayaan diri. Sementara yang gagal, tumbuh
dengan kepercayaan diri yang rendah dan kurang bisa menghargai diri sendiri.
5) Tahap Membangun Identitas (Identity vs Confusion) (12-18 Tahun)
Konflik identitas dan kebingungan peran terjadi pada usia remaja. Ini akan
mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Seorang remaja mungkin akan
mencoba peran yang berbeda untuk menemukan yang paling cocok. Jika berhasil, ia
akan mampu mempertahankan identitasnya secara konsisten. Bagaiman jika gagal?
Seorang remaja bisa mengalami krisis identitas dan bingung akan masa depan yang
ia inginkan. Selain itu, kegagalan bisa menimbulkan keraguan tentang kemampuan
sendiri.
6) Tahap Menjalin Kedekatan (Intimacy vs Isolation) (19-40 tahun)
Pada tahap psikososial ini manusia berfokus pada pengembangan hubungan dekat
dan penuh kasih dengan orang lain. anda akan mulai mengenal pacaran, pernikahan,
membangun keluarga, dan persahabatan. Ketika hubungan cinta dan menikmati
keintiman (hubungan yang sangat dekat). Sementara yang gagal akan merasa
terisolasi.
7) Tahap Dewasa (Generativity vs Stagnation) (40-65 Tahun)
Ditahap dewasa, anda akan berfokus pada kontribusi kepada masyarakat dan generasi
berikutnya, termasuk mebesarkan anak. Anda yang berhasil akan merasa berguna
karena bisa berkontribusi pada masa depan masyarakat. Sementara jika gagal, anda
akan merasa tidak berkontribusi apa-apa untuk dunia. Akhirnya, anda menjadi
stagnan dan merasa tidak prosuktif.
8) Tahap Kematangan (Integrity vs Despair) (65 tahun hingga meninggal)
Pada tahap ini, anda akan merefleksikan apa yang telah dilakukan saat menjalani
masa muda. Jika puas dengan pencapaian anda, maka anda akan merasa cukup. Akan
tetapi, saat tidak puas, anda akan merasa menyesal dan putus asa. Hasil akhir dari
tahap psikososial ini adalah kebijaksanaan.
Dalam usia anak kelas III maka tahapan perkembangan anak berada pada tahap Merasa
Mampu . Pada fase ini, pihak yang paling berperan adalah sekolah dan tetangga. Krisis
utama yang dialami adalah rasa percaya diri atau rendah diri di dalam kelompok-
kelompok sebaya. Mereka sangat aktif melakukan kegiatan fisik seperti olah raga, game,
dan lain-lain.

3.

Anda mungkin juga menyukai