Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nurmala Hayati

Kelas : Bahasa 03

 Anak usia 14 tahun


Daftar karakteristik anak tersebut menurut teori:

1. Teori Piaget

Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skema sensorimotor, yang


memberi kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya. Piaget
mengajukan teori tentang perkembangan kognitif anak yang melibatkan proses-proses
penting yaitu skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, dan ekuilibrasi (Ibda,2015).
Dalam teorinya, perkembangan kognitif terjadi dalam urutan empat tahap yaitu:

Tahap Perkembangan Kognitif (Piaget, 1954) Karakteristik


Tahap Sensori Motorik Pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan,
(lahir - 2 tahun) pendengaran, pergeseran dan persentuhan
serta selera.
Tahap Pra Operasional 1. Anak mulai merepresentasikan dunia
(2 - 7 tahun) dengan kata-kata dan gambar-gambar.
2. Cara berpikir anak pada tingkat ini bersifat
tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak
logis
Tahap Operasional 1. Pada tahap ini akan dapat berpikir secara
Konkrit (7 - 11 tahun) logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkrit dan mengklasifikasikan benda-
benda ke dalam bentuk-bentuk yang
berbeda
2. Kemampuan untuk mengklasifikasikan
sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa
memecahkan problem-problem abstrak.
3. Sebagian besar anak telah memiliki
kemampuan untuk mempertahankan
ingatan tentang ukuran, panjang atau
jumlah benda cair.
Tahap Operasional 1. Sudah mampu berpikir abstrak
Formal (11 tahun-dewasa) 2. Mampu melakukan self-reflection
3. Membayangkan peran orang dewasa

(Marinda, 2020)
Tahap perkembangan kognitif pada anak usia 14 tahun termasuk kedalam
tahap operasional formal berdasarkan teori piaget. Pada tahap ini, individu bergerak
melampaui penalaran hanya tentang pengalaman konkret dan berpikir dengan cara
yang lebih abstrak, idealis, dan logis. Lalu, pada usia ini anak telah mampu
melakukan self-reflection, membayangkan peran orang dewasa dan juga menyadari
dan memperhatikan kepentingan masyarakat.

2. Teori Perkembangan Sosial-Emosional Bronfenbrenner


Teori ekologi memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh
konteks lingkungan yaitu hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan
yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut (Mujahidah, 2015).
Bronfenbrenner mengungkapkan bahwa individu akan dipengaruhi oleh lima sistem
lingkungan yang berasal dari interaksi interpersonal terbuka hingga pengaruh berbasis
luas budaya. Adapun 5 konsep tersebut yaitu:

Mikrosistem (microsystem) 1. Mengenai setting lingkungan dimana seseorang


hidup.
2. Cakupan setting tersebut adalah lingkungan
sekolah, teman dan sahabat sebaya, keluarga dan
juga individu sendiri
3. Contohnya dengan orang tua, sahabatnya, dan
juga guru disekolah.
4. Individu dipandang sebagai seseorang yang
membangun setting dan tidak hanya sebagai
penerima pengalaman pasif.
Mesosistem (mesosystem) 1. Mesosistem disusun oleh beberapa mikrosistem.
2. Contohnya, pengalaman yang disusun dari
hubungan antara pengalaman di lingkungan
keluarga serta pengalaman dengan teman
sebaya, pengalaman sekolah serta pengalaman
lingkungan warga setempat.
3. Misalnya, anak yang kurang mendapat
pengakuan dari orangtua akan memiliki rasa
percaya diri rendah di kalangan teman
sebaya.

Eksosistem (exosystem) 1. Eksosistem melibatkan pengalaman yang


termasuk kepada setting sosial lain yang pada
setting sosial tersebut seseorang tidak
mempunyai andil utama yang aktif dalam
mempersuasi orang lain.
3. Teori Perkembangan Sosial-Emosional Erikson
Trust versus Mistrust 1. Perasaan yakin akan tumbuh dengan adanya
(Tahun awal masa hidup manusia) perasaan aman secara fisik dan tidak adanya
kecemasan mengenai masa depan.
2. Rasa kepercayaan yang dialami bayi akan
menumbuhkan keyakinan bahwa dunia adalah
tempat yang baik dan nyaman untuk
ditempati.

Autonomy versus Doubt and Shame 1. Setelah orang yang mengasuhnya berhasil
(Bayi – 3 tahun) menanamkan rasa percaya pada bayi, bayi mulai
mengenali bahwa identitas mereka berasal dari
sikap yang mereka berikan.
2. Mereka mulai ingin untuk mandiri atau yang
disebut otonomi.
3. Mereka mengetahui apa yang mereka angankan,
rasa malu atau ragu-ragu akan muncul saat
anak dibatasi atau diberi
hukuman yang keras
Initiative versus Guilt 1. Anak pra sekolah akan mengalami lebih banyak
(4-5 tahun) tantangan dibanding tahap-tahap sebelumnya
karena mereka mulai memasuki dunia sosial
yang lebih luas.
2. Dalam hal ini, anak harus memiliki perilaku
yang proaktif serta bertanggungjawab terhadap
badan, sikap, mainan, serta hewan
peliharaan mereka. Hal tersebut bertujuan
untuk meningkatkan sikap tanggungjawab serta
inisiatifnya.
3. Di sisi lain anak akan merasa bersalah jika ia
merasa tidak bisa bertanggungjawab.
4. Menurut Erikson individu yang berada pada
tahap ini akan memiliki pemikiran positif
sehingga sebagian besar rasa bersalah akan
cepat digantikan dengan
inisiatif untuk berprestasi
Kerja keras versus rasa inferior 1. Anak akan berhubungan dengan lebih banyak
(industry versus inferiority) pengalaman baru.
(7-12 tahun) 2. Anak memusatkan tenaga untuk mengasah
kemampuan pengetahuan serta keahlian
intelektual.
3. Anak akan memiliki semangat tinggi dalam
belajar dibanding periode pra sekolah yang
cenderung dipenuhi oleh imajinasi.
4. Anak cenderung mudah merasa inferior atau
merasa tidak berkompeten serta tidak produktif.
5. Dalam hal ini, peran tenaga pendidik dan
orangtua sangat penting untuk bersikap lembut
namun tetap tegas untuk mengajak anak berpikir
bahwa seseorang bisa belajar untuk menggapai
sesuatu hal yang tidak
dapat dibayangkan sebelumnya.
Bukti Diri versus Kebimbangan 1. Individu dihadapkan pada penemuan jati diri
Bukti Diri (Identity versus Identity dengan menjawab “siapa diri mereka
Confusion) sesungguhnya”, serta “kemana mereka
(12-21 tahun) hendak melangkah dalam hidup ini”.
2. Dalam hal ini, peran yang harus ditemukan
remaja mencakup aspek kedewasaan, pekerjaan,
serta cinta.
3. Orangtua hendaknya membolehkan anaknya
untuk mengambil jalan yang berbeda untuk
setiap kedudukannya dan juga untuk menjelajahi
peran-peran yang ada.
4. Apabila seorang remaja tidak mendapatkan
kebebasan dari orang tua, maka ia akan
mengalami permasalahan. Permasalahan yang
terjadi harus segera diatasi, karena jika tidak
maka anak akan dihadapkan pada kebimbangan
kedudukan maupun kekacauan yang bisa
menimbulkan perasaan terisolasi, takut,
kosong atau
hampa serta bingung pada anak.
Keintiman versus Isolasi (Intimacy Terbentuk ikatan akrab dengan orang lain. Dalam
versus Isolation) hal ini, jika individu tidak bisa mencapai
(Masa Dewasa Awal: 18-40 tahun) keintiman maka dampaknya adalah mengisolasi
diri dari lingkungan luar.
Generativitas versus Stagnasi (Masa 1. Menolong serta mengarahkan kehidupan
Dewasa Tengah) generasi yang lebih muda, sehingga muncul
perasaan bermanfaat. Perasaan bermanfaat itulah
yang disebut sebagai generativitas.
2. Jika individu di masa ini memiliki perasaan
bermanfaat yang lemah, maka individu tersebut
akan merasa tidak berharga atau disebut sebagai
stagnasi
(Mariyati dan Rezania, 2021)

Daftar karakteristik terkait anak pengalaman masa kecil anda sendiri

 Kognitif Piaget
Pada tahap ini anak usia 14 tahun telah mampu mengkomunikasikan dan mengutarakan
pendapat mengenai hal yang dipahami dalam pembelajaran di kelas secara logis
berdasarkan masalah. Kemudian, karena pada usia tersebut merupakan masa peralihan
menuju dewasa maka terkadang anak usia tersebut memiliki emosi yang labil dan ingin
pengakuan diri. Anak usia ini juga mulai mampu menunjukkan sikap terhadap sesuatu
baik yang disukainya ataupun tidak.
 Teori Perkembangan Sosial-Emosional Bronfenbrenner
Menurut teori perkembangan sosial-emosional Bronfenbrenner tumbuh kembang anak
dipengaruhi oleh banyak hal terutama konteks lingkungan sosial yang dapat
mempengaruhi cara hidup. Pada usia 14 tahun anak mulai melihat dan memperhatikan
lingkungan sekitarnya. Jika lingkungannya baik, maka anak tersebut akan berpotensi
untuk memiliki karakter yang baik, dan jika lingkungannya buruk, maka anak akan
berpotensi untuk memiliki karakter buruk. Sebagai contoh pengalaman saya, pada usia
ini banyak teman – teman saya yang mulai mengikuti atau bergabung ke perkumpulan.
Beberapa diantaranya yaitu perkumpulan sepeda motor, sanggar tari dan paduan suara.
Saya melihat bahwa pengaruh lingkungan di perkumpulan sepeda motor sangat tidak
baik, banyak siswa yang sering bolos sekolah, merokok dan melakukan balap sepeda
motor setelah sekolah. Sedangkan siswa yang bergabung pada kelompok tari atau
paduan suara, mereka aktif dalam mengikuti perlombaan.
Cara mengembangkan secara kognitif dan sosial-emosional:
1. Membangun cara berpikir pesera didik
Mengembangkan fungsi kognitif pada anak SMP harus berorientasi pada teori
konstruktivisme dengan membangun cara berpikir peserta didik terhadap suatu
permasalahan karena usia peserta didik SMP berada pada tahap operasional formal.
Karena pada tahap ini individu sudah dapat berpikir lebih abstrak, idealis, dan logis.
Kegiatan belajar yang pendidik dapat terapkan yaitu dengan melakukan belajar sambil
bermain seperti aktivitas bermain biasa tetapi sebenarnya berfungsi mengembangkan
aspek kognitif pada anak.
2. Memberikan kesempatan mereka untuk bereksplorasi
Siswa SMP (13-16 tahun) memasuki tahapan perkembangan sosio- emosional tahap
identity vs Role-conclution. Menurut Erikson, pada tahapan tersebut mereka mulai
mencari tau siapa mereka, apa yang mereka mau sehingga mereka perlu
mengeksplorasi jalan yang berbeda untuk mencapai identitas yang sehat. Jika mereka
tidak cukup mengeksplorasi peran yang berbeda maka mereka akan bingung mengenai
identitas mereka dengan pengawasan dari orang tua dan peserta didik. Peran pendidik
dibutuhkan untuk mengembangkan sosio-emosional anak SMP yaitu dengan
memasukkan pendidikan karakter profil pelajar pancasila (beriman bertakwa kepada
tuhan YME, Mandiri, Bernalar Kritis, Kreatif, Bergotong Royong, Berkebhinekaan
Global).

Penyesuaian yang dibutuhkan agar berinteraksi secara efektif sebagai berikut:


1. Pendidik harus mengenak karakter, gaya belajar, minat dan bakat peserta didik.
2. Senantiasa memberikan apresiasi akan segala usaha yang dilakukan peserta didik.
3. Pendidik harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi peserta didik.
4. Pendidik mampu membangun kepercayaan peserta didik terhadapnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ibda, F. 2015. Perkembangan Kognitif : Teori Jean Piaget. Intelektualita, Volume 3,


No.1.
Mujahidah, 2015. Implementasi Teori Ekologi Bronfrenbrenner dalam Membangun
Pendidikan Karakter yang Berkualitas. Jurnal Lentera. Vol. IXX, No. 2.
Marinda, L. 2020. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematikanya pada
Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Kajian Perempuan & Keislaman. 13 (1). 116-
152.
Mariyati, L. I., Rezania V. 2021. Buku Ajar Psikologi Perkembangan Manusia I. Umsida
Press, Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai