Kelas : Bahasa 03
1. Teori Piaget
(Marinda, 2020)
Tahap perkembangan kognitif pada anak usia 14 tahun termasuk kedalam
tahap operasional formal berdasarkan teori piaget. Pada tahap ini, individu bergerak
melampaui penalaran hanya tentang pengalaman konkret dan berpikir dengan cara
yang lebih abstrak, idealis, dan logis. Lalu, pada usia ini anak telah mampu
melakukan self-reflection, membayangkan peran orang dewasa dan juga menyadari
dan memperhatikan kepentingan masyarakat.
Autonomy versus Doubt and Shame 1. Setelah orang yang mengasuhnya berhasil
(Bayi – 3 tahun) menanamkan rasa percaya pada bayi, bayi mulai
mengenali bahwa identitas mereka berasal dari
sikap yang mereka berikan.
2. Mereka mulai ingin untuk mandiri atau yang
disebut otonomi.
3. Mereka mengetahui apa yang mereka angankan,
rasa malu atau ragu-ragu akan muncul saat
anak dibatasi atau diberi
hukuman yang keras
Initiative versus Guilt 1. Anak pra sekolah akan mengalami lebih banyak
(4-5 tahun) tantangan dibanding tahap-tahap sebelumnya
karena mereka mulai memasuki dunia sosial
yang lebih luas.
2. Dalam hal ini, anak harus memiliki perilaku
yang proaktif serta bertanggungjawab terhadap
badan, sikap, mainan, serta hewan
peliharaan mereka. Hal tersebut bertujuan
untuk meningkatkan sikap tanggungjawab serta
inisiatifnya.
3. Di sisi lain anak akan merasa bersalah jika ia
merasa tidak bisa bertanggungjawab.
4. Menurut Erikson individu yang berada pada
tahap ini akan memiliki pemikiran positif
sehingga sebagian besar rasa bersalah akan
cepat digantikan dengan
inisiatif untuk berprestasi
Kerja keras versus rasa inferior 1. Anak akan berhubungan dengan lebih banyak
(industry versus inferiority) pengalaman baru.
(7-12 tahun) 2. Anak memusatkan tenaga untuk mengasah
kemampuan pengetahuan serta keahlian
intelektual.
3. Anak akan memiliki semangat tinggi dalam
belajar dibanding periode pra sekolah yang
cenderung dipenuhi oleh imajinasi.
4. Anak cenderung mudah merasa inferior atau
merasa tidak berkompeten serta tidak produktif.
5. Dalam hal ini, peran tenaga pendidik dan
orangtua sangat penting untuk bersikap lembut
namun tetap tegas untuk mengajak anak berpikir
bahwa seseorang bisa belajar untuk menggapai
sesuatu hal yang tidak
dapat dibayangkan sebelumnya.
Bukti Diri versus Kebimbangan 1. Individu dihadapkan pada penemuan jati diri
Bukti Diri (Identity versus Identity dengan menjawab “siapa diri mereka
Confusion) sesungguhnya”, serta “kemana mereka
(12-21 tahun) hendak melangkah dalam hidup ini”.
2. Dalam hal ini, peran yang harus ditemukan
remaja mencakup aspek kedewasaan, pekerjaan,
serta cinta.
3. Orangtua hendaknya membolehkan anaknya
untuk mengambil jalan yang berbeda untuk
setiap kedudukannya dan juga untuk menjelajahi
peran-peran yang ada.
4. Apabila seorang remaja tidak mendapatkan
kebebasan dari orang tua, maka ia akan
mengalami permasalahan. Permasalahan yang
terjadi harus segera diatasi, karena jika tidak
maka anak akan dihadapkan pada kebimbangan
kedudukan maupun kekacauan yang bisa
menimbulkan perasaan terisolasi, takut,
kosong atau
hampa serta bingung pada anak.
Keintiman versus Isolasi (Intimacy Terbentuk ikatan akrab dengan orang lain. Dalam
versus Isolation) hal ini, jika individu tidak bisa mencapai
(Masa Dewasa Awal: 18-40 tahun) keintiman maka dampaknya adalah mengisolasi
diri dari lingkungan luar.
Generativitas versus Stagnasi (Masa 1. Menolong serta mengarahkan kehidupan
Dewasa Tengah) generasi yang lebih muda, sehingga muncul
perasaan bermanfaat. Perasaan bermanfaat itulah
yang disebut sebagai generativitas.
2. Jika individu di masa ini memiliki perasaan
bermanfaat yang lemah, maka individu tersebut
akan merasa tidak berharga atau disebut sebagai
stagnasi
(Mariyati dan Rezania, 2021)
Kognitif Piaget
Pada tahap ini anak usia 14 tahun telah mampu mengkomunikasikan dan mengutarakan
pendapat mengenai hal yang dipahami dalam pembelajaran di kelas secara logis
berdasarkan masalah. Kemudian, karena pada usia tersebut merupakan masa peralihan
menuju dewasa maka terkadang anak usia tersebut memiliki emosi yang labil dan ingin
pengakuan diri. Anak usia ini juga mulai mampu menunjukkan sikap terhadap sesuatu
baik yang disukainya ataupun tidak.
Teori Perkembangan Sosial-Emosional Bronfenbrenner
Menurut teori perkembangan sosial-emosional Bronfenbrenner tumbuh kembang anak
dipengaruhi oleh banyak hal terutama konteks lingkungan sosial yang dapat
mempengaruhi cara hidup. Pada usia 14 tahun anak mulai melihat dan memperhatikan
lingkungan sekitarnya. Jika lingkungannya baik, maka anak tersebut akan berpotensi
untuk memiliki karakter yang baik, dan jika lingkungannya buruk, maka anak akan
berpotensi untuk memiliki karakter buruk. Sebagai contoh pengalaman saya, pada usia
ini banyak teman – teman saya yang mulai mengikuti atau bergabung ke perkumpulan.
Beberapa diantaranya yaitu perkumpulan sepeda motor, sanggar tari dan paduan suara.
Saya melihat bahwa pengaruh lingkungan di perkumpulan sepeda motor sangat tidak
baik, banyak siswa yang sering bolos sekolah, merokok dan melakukan balap sepeda
motor setelah sekolah. Sedangkan siswa yang bergabung pada kelompok tari atau
paduan suara, mereka aktif dalam mengikuti perlombaan.
Cara mengembangkan secara kognitif dan sosial-emosional:
1. Membangun cara berpikir pesera didik
Mengembangkan fungsi kognitif pada anak SMP harus berorientasi pada teori
konstruktivisme dengan membangun cara berpikir peserta didik terhadap suatu
permasalahan karena usia peserta didik SMP berada pada tahap operasional formal.
Karena pada tahap ini individu sudah dapat berpikir lebih abstrak, idealis, dan logis.
Kegiatan belajar yang pendidik dapat terapkan yaitu dengan melakukan belajar sambil
bermain seperti aktivitas bermain biasa tetapi sebenarnya berfungsi mengembangkan
aspek kognitif pada anak.
2. Memberikan kesempatan mereka untuk bereksplorasi
Siswa SMP (13-16 tahun) memasuki tahapan perkembangan sosio- emosional tahap
identity vs Role-conclution. Menurut Erikson, pada tahapan tersebut mereka mulai
mencari tau siapa mereka, apa yang mereka mau sehingga mereka perlu
mengeksplorasi jalan yang berbeda untuk mencapai identitas yang sehat. Jika mereka
tidak cukup mengeksplorasi peran yang berbeda maka mereka akan bingung mengenai
identitas mereka dengan pengawasan dari orang tua dan peserta didik. Peran pendidik
dibutuhkan untuk mengembangkan sosio-emosional anak SMP yaitu dengan
memasukkan pendidikan karakter profil pelajar pancasila (beriman bertakwa kepada
tuhan YME, Mandiri, Bernalar Kritis, Kreatif, Bergotong Royong, Berkebhinekaan
Global).