Anda di halaman 1dari 15

FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

NAMA : NOVIA WIDIYANTI PUTRI


NIM : 7101022003
PRODI : PPG PRAJABATAN (EKONOMI B)

1. Telaah kritis tahapan wiraga, wirama, dan wirasa berdasarkan tahapan perkembangan anak teori
Jean Piaget.
Jean Piaget menjelaskan bahwa pendidikan merupakan penghubung antara individu yang
sedang tumbuh serta mempunyai nilai social, moral, intelektual yang harus ditingkatkan supaya
individu bisa berkembang. Piaget lebih menekankan pentingnya struktur kognitif. Ia membahas
dan menerbitkan pokok bahasan perkolasi kognitif ini dari tahun 1927 hingga 1980. Berbeda
dengan psikolog generasi sebelumnya. Piaget menegaskan bahwa pola pikir anak yang kurang
pengetahuan dan kurang matang dibanding dengan orang dewasa secara kualitatif.
Berdasarkan penelitiannya, tahap-tahap individuasi intelektual perkembangan serta
perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individuasi mengamati ilmu pengetahuan.
Piaget menguraikan penjelasan struktur kognitif tentang bagaimana anak-anak mengembangkan
pemahaman mereka tentang dunia di sekitar mereka.

Menurut Piaget ada 4 tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu:

No Periode Usia Deskripsi


1. Sensorimotor 0-2 tahun Anak mulai bisa melakukan gerakan sederhana, baik
menggenggam maupun menghisap. Pendidikan anak
didapat dari interaksi fisik baik dengan orang maupun
benda lain. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat
tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini
ditandai dengan ciri-ciri:
a) Transductive reasoning, yaitu polapikir yang tidak
induktif ataupun deduktif namun tidak logis
b) Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak
mengetahui hubungan sebab akibat secara tidak
logis
c) Animisme, yaitu beranggapa bahwa seluruh benda
bisa hidup seperti dirinya
d) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa semua
yang ada di lingkungan memiliki jiwa seperti
manusia
e) Perceptually bound, yaitu ketika seorang anak
mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan apa yang
dilihat atau didengarnya,
f) Mental experiment yaitu anak berusaha
menghasilkan sesuatu dalam menghasilkan
jawaban dari masalah yang dihadapinya.
g) Centration, adalah ketika anak memfokuskan
perhatiannya pada sebuah ciri yang paling menarik
dan mengesampingkan ciri lainnya
h) Egosentrisme, ialah ketika anak melihat dunia
sekitarnya berdasarkan kemauan dirinya.
2. Pra- 2-6 tahun Dengan membuat symbol-simbol anak secara kognitif
operasional mulai menggambarkan dunianya. Berupa kata-kata atau
bilangan yang bisa menggambarkan objek, peristiwa atau
aktivitas yang terlihat.
3. Operasi 6-11 tahun Anak bisa membuat operasi-operasi mental terhadap
Konkret pengetahuan yang dipunya. Anak bisa menambah,
mengurangi maupun merubah. Dalam tahap ini anak
dimungkinkan bisa menyelesaikan permasalahan dengan
logis. Anak sudah hilang kecondongan terhadap animism
dan articialisme pada tahap ini. Egosentrisnya berkurang
dan keahliannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi
lebih baik. Tetapi, dalam tahap ini anak masih
membutuhkan objek fisik di hadapan mereka, dalam tahap
operasional kongkrit anak masih mengalami kesulitan
besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4. Operasi Formal 11 tahun Tahap ini adalah tahap operasi mental tingkat tinggi. Anak
sampai (remaja) telah bisa bersinggungan dengan peristiwa
dewasa hipotesis/abstrak,tak hanya dengan objek-objek nyata.
Serta memiliki pola pikir abstrak, dan menyelesaikan
permasalahan dengan menguji seluruh alternative yang
ada. Anak memiliki kemajuan pada anak selama periode
dalam tahap ini dimana ia tidak harus berpikir dengan
bantuan benda maupun peristiwa konkrit, anak memiliki
keahlian untuk berpikir abstrak. Anak-anak bisa
memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh
sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal.

Tingkat perkembangan intelektual:


a) Kedewasaan
Perkembangan kognitif dapat dipengaruhi sistem saraf sentral yaitu otak, koordinasi motorik
dan manifestasi fisik lainnya. Kedewasaan atau bisa disebut maturasi yaitu faktor penting
dalam perkembangan intektual.
b) Penalaran Moral
Anak menggunakan interaksi dengan lingkungan fisik guna mengabstrakkan berbagai sifat
fisik benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa
benda itu pecah atau bila ia menempatkan benda itu dalam air, kemudian ia melihat bahwa
benda itu terapung ia sudah terlibat dalam proses abstraksi sederhana atau abstraksi empiris.
Pengalaman ini disebut pengalaman fisik untuk membedakannya dengan pengalaman logika-
matematika, tetapi secara paradoks pengalaman fisik ini selalu melibatkan asimilasi pada
struktur-struktur logika-matematika. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan
perkembangan anak sebab observasi benda-benda serta sifat-sifat benda itu menolong
timbulnya pikiran yang lebih kompleks.
c) Pengalaman Logika Matematika
Pengalaman yang dibangun oleh anak, yaitu ia membangun atau menkonstruks hubungan-
hubungan antara objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang menghitung
beberapa kelereng yang dimilikinya dan ia menemukan “sepuluh” kelereng. Konsep
“sepuluh” bukannya sifat kelereng-kelereng itu, melainkan suatu kontruksi lainyang serupa,
yang disebut pengalaman logika-matematika.
d) Transmisi Sosial
Dalam tansmisi sosial, pengetahuan itu datang dari orang lain, seperti pengaruh bahasa,
instruksi formal dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang
dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan.
e) Pengaturan Sendiri
Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali
keseimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequlibrium). Ekuilibrasi
merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif
yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi tingkat demi tingkat. Jika pengaturan
sendiri sudah dimiliki anak, ia mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari
lingkungannya, kondisi ini dinamakan equilibrium. Namun ketika anak menghadapi situasi
baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pengaturan diri yang sudah ada, anak mengalami
sensasi disequlibrium yang tidak menyenangkan. Secara naluriah, kita disarankan untuk
memperoleh pemahaman tentang dunia dan menghindari disequlibrium.
Wiraga,wirama,dan wirasa merupakan unsur keindahan dalam seni tari.
1) Wiraga adalah kemampuan pergerakan tubuh misalnya kecapakan kelenturan
gerak,kecakapan ruang, dan sebagai ungkapan gerak yang miliki tenaga, yaitu sebuah
usaha untuk bisa mengontrol gerak dari awal hingga akhir.
Pada tahap ini berdasarkan teori Piaget dapat dikategorikan pada tahap sensorimotor dan
pra-operasional dimana anak memperoleh pengetahuan tentang dunia melalui koordinasi
proses mental indra mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan keterampilan
motorik mereka (meraba, menyentuh). Anak tidak dapat menggunakan logika atau
mengubah, menggabung, atau memisah sebuah ide atau pikiran.
2) Wirama merupakan gerakan agar selaras untuk mencapai keharmonisan. Tahap ini dapat
digolongkan kedalam tahap operasi konkret berdasarkan teori Jean Piaget dimana
perkembangan anak yang terjadi antara usia 11 sampai 14 tahun mencakup kemampuan
mengokordinasikan dua kemampuan kognitif baik secara serempak dan secara runtut.
Misalnya, kapasitas dapat menekankan hipotesis serta menerapkan prinsip-prinsip
abstrak. Dengan kapasitas yang memadai, anak dapat memecahkan masalah dengan
menggunakan pandangan dasar terkait dengan lingkungan setempat. Sebaliknya, melalui
kemampuan menggunakan prinsip-prinsip abstrak, anak dapat mempelajari mata
pelajaran abstrak seperti agama, matematika, dan mata pelajaran lainnya.
3) Wirasa ialah penjiwaan, penghayatan, dan pengekspresian gerak. Menurut Jean Piaget
bentuk perkembangan anak sudah bebas memiliki kapasitas untuk menggunakan logika
untuk memecahkan masalah, mengekstrak makna dari informasi yang diperoleh, dan
merencanakan masa depannya sendiri.

Referensi:

Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektualita, 3, 27–38.

Marinda, L. (2015). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematikanya Pada Anak
Usia Sekolah Dasar. Pusat Studi Gender Dan Anak IAIN JEMBER, 116–152.

Piaget, Jean. (2002). Tingkat Perkembangan Kognitif. Jakarta: Gramedia.

https://media.neliti.com/media/publications/64125-ID-perubahan-perilaku-kecerdasan-
emosional.pdf

http://lib.unnes.ac.id/34614/1/1401415202_Optimized.pdf
2. Telaah kritis tahapan wiraga, wirama, dan wirasa berdasarkan tahapan perkembangan anak teori
Albert Bandura.
Prinsip-prinsip perkembangan anak teori sosial kognitif Abert Bandura menyatakan bahwa
seorang anak mendapatkan informasi dan kemampuan dari melangsungkan pengamatan terhadap
perilaku orang lain dilingkungannya. Pengamatan boleh dilakukan dengan tidak secara langsung,
pengamatan bisa melalui cerita fiksi pada buku, film atau dari pembelajaran sosial. Sesuai dengan
teori belajar sosial Bandura, pembelajaran berlangsung selama periode waktu tertentu baik dengan
imitasi (tiruan) atau pemodelan yang bisa disebut pembelajaran tidak langsung. Artinya, anak tidak
perlu mendapat pengalaman secara langsung, anak mengamati pengalaman orang lain sebagai
pembelajaran.

Komponen kunci dari proses peniruan atau pemodelan adalah pertimbangan aktif dari
perilaku yang bersangkutan dan jumlah peniruan yang akan dilakukan. Proses peniruan saat ini
melibatkan komponen kognitif yang relevan, seperti kemampuan untuk memahami dan
mengartikulasikan apa yang telah diamati anak. Modeling melibatkan proses-proses kognitif jadi
tidak hanya meniru, tetapi menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dan menyimpannya
untuk digunakan di masa depan. Seorang anak biasanya menyukai model yang statusnya lebih
tinggi daripada orang lain, pribadi yang lebih berkompeten daripada orang lain dan pribadi yang
lebih kuat daripada pribadi yang lain, sehingga proses modeling ini menjadi penting karena
memberikan efek bagi pengamatnya. Anak bertindak dengan kesadaran bagian apa yang bias ditiru
atau tidak bias ditiru, maka penting bagi anak belajar dari model yang memberikan manfaat.

Proses yang mengatur pembelajaran modeling yaitu:


a) Perhatian.
Terkait suatu hal yang mengatur perhatian yaitu mengamati model yang pada akhirnya
seseorang akan mengasosiasikan diri. Model yang aktif cenderung lebih terlihat dan sering
menjadi pusat perhatian. Ini benar karena model memiliki seperangkat keterampilan yang
unik. Untuk dapat melakukan peniruan, seseorang harus dapat memusatkan perhatiannya
pada satu model, termasuk kejadian dan unsurnya, antara lain. Sebaliknya, cukup sulit
untuk melakukan penelitian jika seseorang memperhatikan banyak model. Dalam proses
pertimbangan ini, faktor terpenting adalah banyaknya faktor penguatan, kapasitas indrawi,
dan kompleksitas model kejadian.
b) Representasi.
Agar pengamatan menerima respons baru, pola-pola tersebut perlu dibentangkan secara
simbolis dalam pikiran. Proses menyimpan merupakan ciri-ciri terpenting dari suatu
kejadian sehingga bisa diulas kembali dan digunakan ketika diperlukan.Ciri-ciri yang ada
dapat berupa pengkodean yang membantu seseorang mempelajari cara membuat isyarat
simbolik.
c) Produksi perilaku.
Pengamatan pada orang lain mempunyai efek, baik sudut pandang, sikap maupun perilaku.
Dengan menggunakan pemodelan (peniruan) dari orang lain, ada kemungkinan bahwa
hasil pengamatan akan mencakup perolehan perhatian orang. Selain belajar tentang
tindakan, anak kecil juga mempelajari berbagai objek yang terlihat. Ketika seorang anak
melihat seorang guru di halaman sekolah, misalnya, mereka akan melihat kegiatan guru
tersebut serta siapa sebenarnya yang terlibat dalam kegiatan tersebut, bagaimana guru
berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik itu dengan orang atau lingkungan pada
umumnya, dan bagaimana guru mengelola kelas. Meskipun tidak dapat berbicara dalam
kalimat utuh, sebagian besar anak senang bermain dengan mainan. Dalam situasi ini,
penting untuk diingat bahwa ini adalah tanda bahwa kemampuan kognitif anak sedang
berkembang sebagai sarana untuk menentukan apakah model dunia itu benar atau salah.
Menjadi terdidik dengan menggunakan pengamatan jelas merupakan metode pendidikan
yang kompleks.
d) Motivasi dan Reinforcement.
Pembelajaran melalui suatu pengamatan merupakan metode yang sangat efektif jika subjek
belajar memperoleh motivasi dari perilaku model, melalui pengamatan kepada orang lain
bisa mengajarkan seseorang melakukan suatu hal. Reinforcement bisa memiliki peran
dalam modeling. Seseorang akan melakukan peniruan lebih banyak dan serupa jika
menerima penguatan.
Adapun beberapa kemungkinan hasil pengamatan berupa:
 Mengarahkan perhatian, melalui modeling (peniruan) orang lain, seorang anak tidak
hanya belajar tentang tindakan-tindakannya tetapi juga melihat berbagai objek yang
ada dalam tindakan-tindakan yang bersangkutan.Menyempurnakan perilaku yang
sudah dipelajari. Modeling menunjukkan perilaku mana yang sudah dipelajari
digunakan dalam aktivtas sehari-hari.
 Memperkuat dan memperlemah hambatan. Peniruan bisa diperkuat maupun
diperlemah tergantung pada konseuensi yang dialami. Jika model memperlihatkan
pengalaman tertentu, anak akan bereaksi terhadap apa yang telah diamati sehingga
anak dapat menentukan apakah wawasan itu berguna atau tidak. Anak tidak akan
terlibat dalam pemodelan jika mereka merasa pengalaman itu tidak berharga.
Demikian pula, jika seorang anak menerima nilai dan manfaat, mereka akan memulai
proses pemodelan dan akan mengimplementasikan pada dirinya dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari mereka, baik sekarang atau di masa depan.
 Mengajarkan perilaku baru. Jika model memberikan tata cara baru dalam melakukan
sesuatu, maka terjadi efek pemodelan, anak akan cenderung menyimpan hal baru yang
bagi mereka adalah suatu hal yang menarik.
 Membangkitkan emosi. Dengan modeling orang bisa mengembangkan reaksi. Teori
pembelajaran Albert Bandura didasarkan pada prinsip-prinsip mengamati dan
bertindak. Mengingat performa model untuk direpresentasikan dalam ingatan,
melakukan aktual perilaku dan menjadi termotivasi. Mengamati melalui proses
peniruan yang mencakup pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas yang satuai.
Pembelajaran dengan bertindak akan membentuk pola-pola baru perilaku dalam
memikirkan perilaku ini.

Implementasi teori belajar Albert Bandura adalah seseorang atau anak yang
mengungkapkan perasaan dan konsekuensi dari tindakan mereka, terlibat dalam percakapan,
membantu anak menemukan solusi baru untuk suatu masalah, mendorong anak untuk berbagi
pemikiran, membantu anak mengeksplorasi ide-ide yang saling berhubungan, dan membantu anak
meningkatkan pemahaman mereka. Dalam kaitan dengan pembelajaran, ada tiga macam model
yaitu:
1) Live model (model hidup) merupakan model yang berasal dari kehidupan nyata yang
bersumber dari kehidupan sehari-hari, seperti perilaku anak muda di rumahnya, perilaku
seorang guru, teman sebaya, atau perilaku yang terlihat setiap hari di pedesaan. Kehidupan
sehari-hari melibatkan seseorang yang mengonsumsi informasi dari jejaring social.
2) Symbolic model (model simbolik) merupakan model-model yang berasal dari gambaran
tingkah laku dalam pikiran. Misalnya dari informasi di radio, televisi, film, atau berbagai
acara lainnya. Dalam populasi generasi ini, media berfungsi sebagai model yang setara
dengan top model. Seseorang dapat belajar tentang situasi sosial yang kompleks melalui
media masa kini.
3) Verbal description model (deskripsi verbal) merupakan model yang berbentuk dalam
bahasa verbal tertentu (kata-kata), atau model yang tidak hanya tingkah laku melainkan
memberikan instruksi yang jelas. Misalnya, petunjuk atau arahan untuk melakukan
sesuatu, seperti resep yang menginstruksikan arahan tentang cara menyiapkan hidangan
tertentu. Proses peniruan model ini akan dipengaruhi oleh faktor kualitas model itu sendiri
dan kualitas individu.
Model-model yang akan ditiru ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
a. Ciri-ciri model yaitu model yang memiliki ciri-ciri yang bersesuaian dengan individu
akan lebih mungkin ditiru dibanding dengan model yang kurang bersesuaian.
Misalnya, pakaian baju kurung akan lebih banyak dijadikan model oleh orang-orang
Islam karena banyak bersesuaian, lagu-lagu popular lebih banyak diminati oleh kaum
remaja karena bersesuaian dengan ciri-ciri remaja.
b. Nilai prestise dari pada model yaitu model yang memberikan prestise. Misalnya, para
penyanyi, bintang film, pemimpin, orang terkenal, pahlawan, pakar, para juara adalah
tokoh-tokoh yang memiliki prestise tinggi sehingga akan lebih mungkin dijadikan
sebagai model untuk ditiru. Meniru cara berpakaian seperti Lady Diana akan merasa
lebih berprestise.
c. Peringkat ganjaran intrinsik artinya kualitas rasa kepuasan yang diperoleh dengan
meniru suatu model. Misalnya menonton teelevisi akan memberikan rasa kepuasan di
samping dapat meniru modelyang ada di acara televisi. Sedangkan dari factor pribadi,
peniruan banyak tergantung pada kualitas individu. Individu yang kurang memiliki
rasa percaya diri akan lebih banyak melakukan peniruan, sedangkan individu yang
memiliki rasa percaya diri akan melakukan peniruan secara selektif. Berdasarkan
deskripsi diatas, maka kaitannya dengan pembelajarannya, guru hendaknya menjadi
tokoh model bagi peserta didik.
Proses kognitif peserta didik baiknya memberikan dukungan untuk proses belajar, dan
guru membantu siswa maju melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran
memiliki dampak langsung pada masyarakat; oleh karena itu, segala sesuatu yang
dilakukan selama pendidikan dan pelatihan memiliki hubungan dengan kehidupan
sosial masyarakat umum.
Menerapkan teori pendidikan Albert Bandura adalah orang atau anak yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka, terlibat dalam diskusi, membantu
mereka menemukan solusi baru untuk suatu masalah, mendorong mereka untuk
berbagi ide-ide mereka, membantu mereka mengeksplorasi ide-ide yang saling
berhubungan, dan membantu mereka meningkatkan kapasitas intelektual mereka.

Referensi:
Bandura, A. (1957). Review of case studies in childhood emotional disabilities (Vol.2) by
G.Gardner. Contemporary Psychology, 2, 14-15.
Laila, Qumruin N. 2015. Pemikiran Pendidikan Moral Albert Bandura. Jurnal. Vol 3. No.1(29).

Lesilolo, Herly Janet. (2018). Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura dalam Proses Belajar
Mengajar di Sekolah. KENOSIS. Vol. 4(2) 2018.

Yanuardianto, Elga. (2019). Teori Kognitif Sosial Albert Bandura. Jurnal Auladuna. Vol 1 (02)
2019.
3. Telaah kritis saudara mengenai tahapan wiraga, wirama, dan wirasa berdasarkan tahapan
perkembangan anak teori Erick Erickson.
Sudut pandang sosial mempengaruhi teori Erickson dengan menyebut pendekatannya
menjadi pendekatan Psikososial atau Psikohistoris. Erikson berusaha menerangkan bahwa terdapat
hubungan timbal balik antara pribadi dan kebudayaan hingga orang yang bersangkutan menjadi
dewasa. Disini terlihat bahwa lingkungan hidup seseorang dari awal sampai akhir dipengaruhi oleh
sejarah seluruh masyarakat karena perkembangan hubungan antara sesama manusia, masyarakat,
serta kebudayaan sema saling terkait. Artinya setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu diubah oleh orang atau lembaga lain agar
dianggap sebagai sumber daya yang berharga bagi pertimbangan kebudayaan yang berkelanjutan.
Erikson mencoba memahami pengaruh psikologis ego melalui berbagai organisasi sosial dalam
suatu kelompok atau kebudayaan yang bersangkutan. Ia bersedia untuk mempromosikan
kolaborasi antara kesehatan masyarakat, pendidikan, dan keadaan darurat kesejahteraan umum.
Dalam analisisnya, Erikson sampai pada kesimpulan bahwa masyarakat umum atau budaya
dapat membantu anak mengembangkan egonya dalam berbagai konteks sosial dengan
memanfaatkan mekanisme seperti biasaan mengasuh anak, struktur keluarga tertentu, atau susunan
kelembagaan. Menurut Erikson, setiap manusia mengalami beberapa jenis kesulitan selama hidup
mereka, dari lahir hingga dewasa. Perkembangan sepanjang hayat ini dihadapi dengan delapan
tahapan yang masing-masing memperoleh nilai kekuatan yang membentuk karakter positif atau
sebaliknya, mengembangkan sisi kelemahan sehingga karakter negatif yang mendominasi
pertumbuhan seseorang. Erikson menggambarkan setiap peristiwa ini sebagai krisis atau konflik
yang memiliki dasar sosial dan psikologis yang sangat berarti bagi kelangsungan perkembangan
di masa depan.
Tahap-tahap perkembangan anak menurut Erik Erikson
No. Periode Usia Deskripsi
1 Tahap I 0-2 Tahun Titik awal pembentukan kepribadian pada masa bayi atau tahun
pertama. Bayi belajar bagaimana memperlakukan orang lain
dengan hormat agar kebutuhan dan keinginan mereka terpenuhi.
Peran ibu dan orang terdekat seperti pengasuh yang dapat
menciptakan keakraban dan kepedulian dapat mengembangkan
kepercayaan dasar. Persepsi yang salah kepada diri anak tentang
lingkungannya karena dari orangtua atau pengasuh tumbuhnya
perasaan tidak percaya sehingga melihat dunia sekelilingnya
seperti tempat-tempat yang jahat. Saat ini kebutuhan primer anak
yang harus dipenuhi adalah harapan..
2 Tahap 2-3 Tahun Konflik yang dialami anak dalam tahap ini antara otonomi vs rasa
II malu serta keragu-raguan. Poin kunci yang perlu dibuat adalah
bahwa belajar harus mengubah seorang anak menjadi bebas untuk
mempertajam kemandirian. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi
melalui bujukan untuk melaksanakan tugas yang ada, seperti
belajar cara makan atau menggunakan tangan sendiri, berbicara,
bergerak, atau memperoleh jawaban atas pertanyaan.
3 Tahap 3-6 Tahun Anak belajar tentang bagaimana membedakan antara sumber
III daya internal dan tujuan atau sasaran. Inilah alasan mengapa anak
cenderung meremehkan potensi diri tanpa disadari. Konflik yang
terjadi baik konflik yang disengaja maupun eskalasi yang tidak
disengaja dari konflik yang sedang berlangsung. Ketika
lingkungan sosialnya lemah, maka inisiatif seorang anak juga
lemah.
4 Tahap 6-12 Konflik saat ini antara melakukan pekerjaan aktif dan tidak
IV Tahun melakukan apa-apa karena ada berbagai keterampilan yang perlu
dikembangkan. Mengukur kemampuan sendiri terhadap sesama
siswa terjadi pada saat ini. Anak belajar tentang batas-batas
interpersonal dan akademik melalui persaingan yang sehat dengan
kelompok sebayanya. Ketika anak mengenali perasaan mereka
yang sebenarnya, mereka mengalami penerimaan diri, sebaliknya,
ketika mereka menyadari kekurangan mereka, mereka mengalami
inferioritas.
5 Tahap 12-20 Anak bergerak ke lingkungan yang matang di mana identitas
V Tahun mereka, baik dalam lingkungan sosial atau di tempat kerja,
berkembang. Bisa dikatakan bahwa masa Remaja merupakan awal
dari pemerintahan sendiri sehingga anak hadir di persimpangan
masa kanak dan dewasa. Konflik utama yang terjadi adalah
identitas vs. kekaburan peran, sehingga diperlukan komitmen
yang jelas untuk membina kepribadian yang kuat agar bisa
digunakan untuk memahami diri sendiri.
6 Tahap 20-40 Munculnya konflik antara keintiman atau keakraban vs
VI Tahun keterasingan atau kesendirian, prinsip dasar yang dibutuhkan saat
ini adalah kasih. Pada saat ini, agen sosial adalah seseorang seperti
kekasih, suami, atau isteri, serta anggota kelompok yang mampu
menciptakan kelompok sosial apa pun untuk menumbuhkan
perasaan kekeluargaan dan persahabatan. Jika kebutuhan tidak
terpenuhi, akan timbul perasaan kesepian, kesepian, dan tidak
berharga.
7 Tahap 40-65 Tujuan utama setiap orang saat ini adalah untuk menjadi lebih
VII Tahun produktif dalam pekerjaan mereka, dan berhasil mendidik
keluarga serta melatih generasi penerus. Konflik utama tahap ini
yaitu antara pertumbuhan dan stagnasi, maka kekuatan yang
diperlukan adalah kepedulian. Di zaman sekarang ini, kurangnya
gerakan dapat menyebabkan stagnasi atau pertumbuhan yang
lambat.
8 Tahap 65 Tahun - Seseorang yang sudah memasuki usia lanjut mulai mengalami
VIII kematian penurunan fungsi-fungsi kesehatan. Demikian pula terkait
pengalaman masa lalu baik keberhasilan atau kegagalan menjadi
perhatiannya sehingga kebutuhannya adalah untuk dihargai.
Konflik utama tahap ini ialah integritas ego vs keputusasaan
dengan kekuatan utama yang perlu dibentuk ialah pemunculan
hikmat atau kebijaksanaan. Fungsi pengalaman hidup terutama
yang bersifat sosial, memberi makna tentang kehidupan.

1) Tahap I Usia 0-2 Tahun


Tahap ini bisa dikategorikan sebagai tahap dimana hanya terjadi pertumbuhan fisik
seperti bertambah berat, tinggi badan bertambah, melakukan gerakan yang dirancang oleh
orang dewasa, dan tidak adanya perkembangan rohani pada anak. Situasi ini anak sangat
membutuhkan peran orang tua karena anak kecil membutuhkan usaha untuk memenuhi
setiap kebutuhannya, mereka tidak dapat berkomunikasi dan menyelesaikan tugas
sendirian.
2) Tahap II, Usia 2-3 Tahun
Sebagai hasil dari pembelajaran anak sudah bisa melakukan gerakan halus dan
kasar serta mengalami jasmani tumbuhan yang lebih signifikan, tahap ini dapat
dihubungkan dengan tahap Wiraga, di mana seorang anak dapat belajar berkomunikasi
dan melakukan gerak berjalan walaupun masih tertatih. Meskipun banyak gerakan-
gerakan yang diarahkan oleh orang tua, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anak-anak
juga terus berkembang.
3) Tahap III, Usia 3-6 Tahun
Tahap ini bisa dikategorikan sebagai pada tahap wiraga yang mana anak mulai
dapat melakukan berbagai gerak dasar seperti berjalan dan berbicara dengan lebih baik.
Pada tahap ini pula kegiatan yang harus dilakukan oleh anak lebih banyak diluar ruangan
untuk membantu merangsang perkembangan anak mengenal lingkungan dan berteman
dengan anak-anak yang ada dilingkungan sekitar. Anak pada tahap ini meniru dengan
handal apa yang dibicarakan dan dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitarnya
sehingga pengaruh lingkungan yang baik sangat diperlukan anak untuk mencapai
perkembangan yang semestinya.
4) Tahap IV, Usia 6-12 Tahun
Ini adalah langkah transisi dari Tahap Wirama yang lebih serius ke Tahap Wiraga
yang lebih serius. Saat ini, seorang anak dapat melakukan tugas apa pun yang perlu
dilakukan secara mandiri dan dapat diberikan tugas oleh orang dewasa yang tepercaya.
Namun, sebelum melakukan tugas apa pun, seperti membeli karangan bunga dari toko
atau melakukan pekerjaan rumah tangga seperti merapikan rumah, orang tua harus
memberi anak petunjuk yang jelas tentang tujuan dan manfaatnya. Bahkan ketika itu tidak
sepenuhnya murni, anak itu tetap mampu melakukan tugas ini.Tahap V, Usia 12-20 Tahun
5) Tahap VI, Usia Antara 20-40 Tahun
Tergolong tahap wirasa yang mana pertumbuhan secara fisik sudah tidak terjadi
dan perkembangan secara kognitif lebih menonjol. Hal-hal yang selama tahap wiraga dan
wirama dilakukan secara kontinyu sudah menjadi kebiasaan yang mengakar pada diri
anak. Anak sudah mampu mengatur dirinya sendiri untuk tampil dan unjuk gigi dalam
dunia masyarakat dan mulai siap menghadapi hidup.
6) Tahap VII, Usia 40-65 Tahun
Pada tahap ini dapat digolongkan pada tahap wirasa dimana seseorang telah
menunjukkan bahwa mereka mampu menjalani kehidupan yang sejahtera bagi diri mereka
sendiri dan masyarakatnya.
7) Tahap VIII, Usia 65 Tahun-Kematian
Tahap ini bisa dikategorikan tahap wirasa yang merujuk pada saat ketika seseorang
telah mencapai titik dalam hidup mereka yang telah dilewati di mana mereka mampu
memimpin kehidupan yang sukses untuk diri mereka sendiri dan komunitas mereka.

Referensi:
Erikson, E. H. (1989). Identitas dan Siklus Hidup Manusia.

Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektualita, 3, 27–38.

Marinda, L. (2015). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematikanya Pada Anak
Usia Sekolah Dasar. Pusat Studi Gender Dan Anak IAIN JEMBER, 116–152.

Mokalu, V. R., & Boangmanalu, C. V. J. (2021). Teori Psikososial Erik Erikson : Implikasi Bagi
Pendidikan Agama Kristen di Sekolah. VOX EDUKASI : Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan,
12, 180–192.

Oktari, S., Afriyeni, N., Purna, R. S., & Pratama, W. (2022). Gambaran Pengetahuan Orang Tua
Terkait Tahapan Perkembangan Anak Usia 0-2 Tahun. Jurnal Pendidikan Tambusi, 6, 1602–
1606.

Rerung, A. E. (2021). Menciptakan Self-Efficacy Pada Anak Usia 19-22 Tahun Dengan
Menggunakan Pola Asuh Teori Psikososial Erik Erikson Di Gereja Toraja Jemaat Sion
Lestari Klasis Wotu. Masokan : Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 1(2), 91–109.

Anda mungkin juga menyukai