Anda di halaman 1dari 24

TEORI BELAJAR

PAVLOV, SKINNER, THORNDIKE

Disusun Oleh :

Tiara Astika

1335151624

PLB A 2015

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016

Teori-Teori Belajar
1. Ivan Petrovich Pavlov
A. Biografi Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu
desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta.
Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov
lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada Institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi
pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang
Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian
sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya tulisnya
adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes
(1927).Ia meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936.
Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau
disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal
yang fanatik.Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu
faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang
ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari
konsep-konsep meupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian,
peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya
mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan
aliran psikologi behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis
sebenarnya tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka.
Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup
mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula
dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak
mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh
J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah
mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
B. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik
terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini
yang dikenang darinya hingga kini. Classic conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.

Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti


sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan
hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya.
Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang
benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang di inginkan.Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena
ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun
demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda
dengan binatang.
Eksperimen Pavlov:

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar


diatas:
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS)
maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak
merespon atau mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah
makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga
anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulangulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan
makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa
keluarnya air liur dari mulutnya (CR).

Dalam eksperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku


anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan
mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada
awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar
bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi
bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah
berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk
menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan
extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang
melalui
kemampuan
bawaan
dapat
menimbulkan
refleks
organismik. Contoh: makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat
netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh:
Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan
stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan
secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air
liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat
dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku
sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleksrefleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning
process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan
rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan
rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat
dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan
demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar
(unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat
dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)keluar air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi
tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang
salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.

2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang


dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu.
Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya
latihan-latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm
teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.
Menilik psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan
ekperimental, refleksiologis objektif Pavlov tetap merupakan model yang
luar biasa dan tidak tertandingi.
C. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar
menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan
2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah,
tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri
maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada
hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan.

Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang


kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang
berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada
hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar
karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai
dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa
memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi
dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini
juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral,
bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru
dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif.
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap
bahwa belajar itu hanyalah terjadi secarab otomatis, keaktifan dan
penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan atau
kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa dalam
bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung
kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang
peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang
akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita
hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya
dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam
belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan
mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.

2. B.F Skinner
A. Biografi B.F Skinner
B.F. Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di sebuah kota kecil
bernama Susquehanna, Pennsylvania. Ayahnya adalah seorang pengacara
dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Ia merefleksikan
tahun-tahun awal kehidupannya sebagai suatu masa dalam lingkungan
yang stabil, di mana belajar sangat dihargai dan disiplin sangat kuat.
Skinner mendapat gelar BA-nya dalam sastra bahasa inggris pada tahun
1926 dari Presbyterian-founded Humilton College. Setelah wisuda, ia
menekuni dunia tulis menulis sebagai profesinya selama dua tahun.
Pada tahun 1928, ia melamar masuk program pasca sarjana psikologi
Universitas Harvard. Ia memperoleh MA pada tahun 1930 dan Ph.D pada
tahun 1931. Pada tahun 1945, dia menjadi kepala departemen psikologi
Universitas Indiana. Kemudian 3 tahun kemudian, tahun 1948, dia
diundang untuk datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas
tersebut dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang
aktif dalam berbagai kegiatan, seperti melakukan berbagai penelitian,
membimbing ratusan calon doktor, dan menulis berbagai buku. Meski
tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi, ia menjadi salah satu
penulis psikologi terbaik. Salah satu karyanya yang terkenal adalah
Walden II.Pada tanggal 18 Agustus 1980, Skinner meninggal dunia karena
penyakit Leukemia.
B. Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan B.F Skinner
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an,
pada waktu keluarnya teori S-R. Waktu itu model kondisian klasik dari
Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuatpada pelaksanaan
penelitian. Istilah-istilah seperti cues (pengisyratan), purposive behavior
(tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan)
dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk
memunculkan atau memicu suatu respon tertentu.
Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex
bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak
mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya
perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana
organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu, banyak
tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan
yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu
mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.
Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang
didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu
ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi.

Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari


kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov
dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu
paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan
mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya
respons atau tingkah laku operan.
C. Teori Belajar Skinner
Teori Skinner sering juga

disebut

dengan

operant

conditioning.

Dinamakan teori Skinner karena penelitian pada teori ini dilakukan oleh
seorang ilmuan bernama lengkap Burhuss Frederic Skinner. Dia lahir
pada tanggal 20 Maret 1904 di sebuah kota kecil bernama Susquehanna,
Pennsylvania. Ayahnya adalah seorang pengacara dan ibunya adalah
seorang ibu rumah tangga yang baik. Ia merefleksikan tahun-tahun awal
kehidupannya sebagai suatu masa dalam lingkungan yang stabil, dimana
belajar sangat dihargai dan disiplin sangat kuat. Sebelum membahas lebih
mendalam mengenai Teori Skinner ini, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai Teori Conditioning.
Mula-mula teori Conditioning ini dipelopori oleh Ivan Pavlov (1927),
kemudian dikembangkan oleh Watson (1970). Percobaan yang dilakukan
Pavlov terhadap anjingnya menggambarkan bahwa belajar dilakukan
dengan mengasosiasikan suatu ganjaran (reward) dengan rangsangan
(stimulus) yang mendahului ganjaran itu. Perangsang bersyarat dan
perangsang tidak bersyarat merupakan pengkondisian (conditioning) di
dalam proses pembentukan perilaku. Watson mengembangkan teori ini
melalui percobaan tentang gejala takut pada anak, dengan menggunakan
tikus putih. Menurut teori ini, belajar adalah suatu proses yang disebabkan
oleh adanya syarat tertentu yaitu berupa rangsangan. Pengkodisian
(conditioning) dalam bentuk rangsangan dan pembiasaan mereaksi
terhadap perangsang tertentu menimbulkan proses belajar.
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku
sebagai hubungan antara perangsang dan respons, tetapi berbeda
dengan kedua ilmuan yaitu Pavlov dan Watson. Skinner kurang setuju
dengan teori dari Pavlov. Skinner menyatakan bahwa teori Pavlov hanya
berlaku bagi interaksi antara stimulus dan respons yang sederhana saja.

Padahal manusia dalam menjalankan fungsinya memerlukan prilaku yang


kompleks yang mempersyaratkan terjadinya interaksi stimulus dan
respons yang kompleks pula. Dengan demikian, interaksi stimulus-respons
dalam diri seorang individu tidaklah sesederhana itu.
Menurut Skinner, kunci untuk memahami perilaku individu terletak
pada pemahaman terhadap hubungan antara stimulus satu dengan
stimulus

lainnya,

respons

yang

dimunculkan,

dan

juga

berbagai

konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut. Skinner setuju


dengan pendapat Watson yang mengatakan bahwa belajar merupakan
proses perubahan perilaku.
Ada enam asumsi dasar dari teori Operant Conditioning ini, yaitu :
1) Hasil belajar merupakan perilaku yang dapat diamati
2) Perubahan perilaku sebagai hasil belajar secara fungsional
berhubungan dengan perubahan situasi dalam lingkungan atau
suatu kondisi
3) Hubungan antara perilaku dan lingkungan dapat ditentukan hanya
jika elemen-elemen perilaku dan kondisi percobaan diukur secara
fisik dan diamati perubahannya dalam situasi yang terkontrol ketat
4) Data yang dihasilkan oleh percobaan-percobaan trhadap perilaku
merupakan satu-satunya data yang dapat dipergunakan untuk
mengkaji alasan munculnya suatu perilaku.
5) Sumber data yang paling tepat adalah perilaku dari masing-masing
individu.
6) Dinamika interaksi antara individu dengan lingkungannya bersifat
relatif sama untuk semua jenis makhluk hidup.
Skinner mengembangkan teori operant conditioning ini melalui
percobaan terhadap burung dan kotak yang dilengkapi pengungkit.
Apabila pengungkit itu kena tekanan maka ia dapat mengeluarkan
makanan. Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
1) Respondent response (reflexive response), yaitu respons yang
ditimbulkan oleh prangsang-perangsang tertentu. Perangsangperangsang yang demikian itu, yang disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respons-respons yang secara relatif tetap, misalnya
makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons
yang ditimbulkannya.
2) Operant Response (instrumental response), yaitu respons
yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangperangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut
reinforcing stimuli atau reinforceri, karena perangsang-perangsang
tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme.

Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti (dan karenanya


memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan.
Jika seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu
mendapat hadiah, maka dia akan menjadi lebih giat belajar
(responsnya menjadi lebih intensif/kuat).

Dalam kenyataannya, respons jenis pertama itu (respondent response


atau respondent behavior) sangat terbatas adanya pada manusia dan
karena adanya hubungan yang pasti antara stimulus dan respons
kemungkinan untuk memodifikasikannya adalah kecil. Sebaliknya,
operant response atau instrumental behavior merupakan bagian terbesar
daripada
tingkah
laku
manusia,
dan
kemungkinannya
untuk
memodifikasi \boleh dikatakan tak terbatas. Fokus teori Skinner adalah
pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini; soalnya ialah
bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasikan tingkah
laku tersebut. Jika disederhanakan prosedur pembentukan tingkah laku
dalam operant conditioning itu adalah sebagai berikut :

1) Dilakukan identifikasi mengenai hal apa yang merupakan reinforcer


(hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu.
2) Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil
yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponenkomponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju
kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.

3) Dengan mempergunakan secara urut komponen-komponen itu


sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer
(hadiah) untuk masing -masing komponen itu.
4) Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan
komponen-komponen yang telah tersusun itu. Kalau komponen
pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan
mengakibatkan komponen itu makin cenderung untuk sering
dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk, dilakukannya komponen kedua
yang diberi hadiah (komponen pertama tidak lagi memerlukan
hadiah); demikian berulang-ulang, sampai komponen kedua
terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,
keempat, dan selanjutnya, sampai seluruh tingkah laku yang
diharapkan terbentuk.
Dalam kenyataan, prosedur penyederhanaan operant conditioning
banyak variasi dan lebih kompleks.Komponen proses belajar menurut
Skinner terdiri dari stimulus yang diskriminatif (discriminative stimulus)
dan penguatan (positif, negatif, dan hukuman) untuk menghasilkan
respons (perubahan tingkah laku). Stimulus yang diskriminatif menurut
Skinner merupakan stimulus yang selalu hadir untuk pemunculan suatu
respons. Kunci berwarna merah merupakan stimulus yang diskriminatif
dalam percobaan Skinner terhadap burung merpati. Jika merpati mematuk
kunci merah maka merpati akan memperoleh makanan. Setelah beberapa
kali pengulangan, jika kunci diganti warna maka merpati tidak akan
mematuk. Makanan dalam hal ini berfungsi sebagai faktor penguatan.
Kemungkinan pemunculan respons dapat dimaksimalkan dengan
kehadiran stimulus yang diskriminatif. Jika ada stimulus lain yang memiliki
persamaaan dengan stimulus diskriminatif maka respons dapat
dimunculkan kembali
Skinner juga membuat eksperimen dalam laboratoriumnya dengan
memasukkan tikus kedalam kotak yang disebut Skinner Box. Kotak ini
sudah dilengkapi dengan berbagi perlengkapan yaitu tombol, alat pemberi
makan, penampung makanan, lampu yang diatur nyalanya dan lantai
yang dialiri oleh listrik. Karena dorongan lapar sang tikus (hunger drive),
si tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.
Selama tikus itu bergerak kesana-kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja tikus itu menekan tombol sehingga makanan keluar. Secara
terjadwal, diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan
perilaku yang di tunjukkan oleh tikus tersebut, sehingga proses ini disebut
shapping. Tujuan dari eksperimen ini sendiri adalah bahwa unsur
terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah
pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan
semakin kuat bila diberi penguatan. Selain itu menghasilkan hukumhukum dari teori belajar yaitu:

1) Law of operant conditioning, yaitu jika timbulnya perilaku yang


diiringi dengan stimulus penguat, maka perilaku itu menguat.
2) Law of operant of extinction, yaitu jika timbulnya operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat , maka perilaku itu akan menurun.(John W. satrock, 2007).

Jika
dalam
teori
Thorndike dikenal konsep reward, maka dalam teori Skinner menganggap
reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Reinforcement
(penguatan) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa
suatu perilaku akan terjadi. Dan Punishment (hukuman) adalah
konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Penguatan boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Secara
umum reinforcement (penguatan) dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
a. Dari Segi Jenisnya, reinforcement dibagi menjadi dua kategori,
yaitu:
Reinforcemen primer yaitu reinforcemen yang berupa
kebutuhan dasar manusia seperti; makanan, air, keamanan,
dan kehangatan.
Reinforcemen sekunder yaitu reinforcemen yang diasosiasikan
dengan reinforcemen primer, seperti; uang mungkin tidak
mempunyai nilai bagi anak kecil sampai ia belajar bahwa uang
itu dapat digunakan untuk membeli kue kesukaannya.
b. Dari Segi Bentuknya, reinforcement dibagi menjadi dua, yaitu:
Penguatan Positifadalah penguatan berdasarkan prinsip
bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk
penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado,

makanan, dll) dan berupa perilaku (senyum, menganggukkan


kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol, atau penghargaan).
Penguatan Negatifadalah penguatan berdasarkan prinsip
bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan
stimulus
yang
merugikan
(tidak
menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara
lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan
tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa, dll).
c. Waktu pemberian reinforcemen, ada empat macam pemberian
jadwal reinforcemen, yaitu:
Fixed Rtio (FR) adalah salah satu skedul pemberian
reinforcemen ketika reinforcemen diberikan setelah sejumlah
tingkah laku. Misalnya, seorang guru mengatakan kalau
kalian dapat menyelesaikan sepuluh soal matematika dengan
cepat dan benar, maka kalian boleh pulang dahulu.
Variabel-Ratio (VR) adalah sejumlah prilaku yang dibutuhkan
untuk berbgai macam reinforcemen, dari reinforcemen satu ke
reinforcemen yang lain.
Fixed Interval (FI), yang diberikan ketika seorang
menunjukkan prilaku yang diinginkan pada waktu tertentu.
Variabel Interval (VI) yaitu reinforcemen yang diberikan
tergantung pada waktu dan sebuah respons. Tetapi antara
waktu dan reinforcemen bermacam-macam.
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif
dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu
yang ditambahkan atau diperoleh. Dan rangsangannya makin
memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Dalam penguatan
negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan serta menghindari
suatu tindak balas tertentu yang tidak memuaskan. Adalah mudah
mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak
rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas
terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas
terjadinya perilaku. Skiner menekankan bahwa hukuman dapat
menghasilkan tiga dampak yang tidak diharapkan, yaitu hukuman hanya
bersifat sementara dalam menghilangkan respons yang tak diinginkan,
hukuman
dapat
mengakibatkan
timbulnya
perasaanyang
tidak
mengenakkan, sepert malu, rasa bersalah, dll, dan hukuman dapat
meningkatkan pemunculan perilaku yang dianggap mengurangi hadirnya
stimulus yang tidak menyenangkan. Secara umum, hukuman tidak
menghasilkan perilaku yang positif. Oleh karena itu, Skinner lebih

menganjurkan penggunaan penguatan daripada hukuman jika ingin


memperoleh respons yang benar.
Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan
hukuman. Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan
hukuman( John W. Satrock, 2007).

Perilaku
Murid mengajukan
pertanyaan yang
bagus

Penguatan positif
Konsekuensi
Prilaku kedepan
Guru
menguji Murid mengajukan
murid
banyak pertanyaan

lebih

Penguatan negatif
Perilaku
Konsekuensi
Prilaku kedepan
Murid menyerahkan PR Guru berhenti
Murid
makin
sering
tepat waktu
menegur murid menyerahkan
PR
tepat
waktu
Hukuman
Perilaku
Konsekuensi
Prilaku kedepan
Murid menyela guru
Guru
mengajar Murid berhenti menyela
murid langsung guru
Penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk
itu,
konsekuensi
meningkatkan
prilaku.
Dalam
hukuman,
perilakunya berkurang.
Teori Skinner tidak hanya mencakup penjelasan terhadap proses
belajar sederhana, namun juga proses belajar yang kompleks, yang
dikenal dengan nama shaping (pembentukan). Proses shaping yang
dilakukan secara bertahap akan menghasilkan penguasaan terhadap
perilaku yang kompleks melalui perancangan (manipulasi) stimulus yang
diskriminatif dan penguatan. Menurut Skinner, proses shaping dapat
menghasilkan perilaku yang kompleks yang tidak memiliki kemungkinan
untuk diperoleh secara alamiah atau dengan sendirinya. Shaping yang
berkelanjutan yang dilakukan untuk memperoleh perilaku kompleks,
disebut dengan program oleh Skinner. Dari serangkaian percobaan yang
dilakukan oleh Skinner dapat disimpulkan bahwa :
a) Setiap langkah dalam proses belajar perlu dibuat pendek-pendek,
berdasarkan tingkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya.
b) Untuk setiap langkah yang pendek tersebut disediakan penguatan yang
dikontrol dengan hati-hati.

c) Penguatan harus diberikan sesegera mungkin setelah respons yang


benar dimunculkan.
d) Stimulus diskriminatif perlu dirancang sedemikian rupa agar dapat
diperoleh perampatan stimulus dan peningkatan keberhasilan belajar.
Dasar teori Skinner dan perkembangan teorinya selanjutnya
menjadikan Skinner seorang penganut aliran perilaku yang mempunyai
nama dan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan teori
belajar dalam aliran perilaku. Teori Operant Conditioning dari Skinner
percaya bahwa setiap individu harus diidentifikasi karakteristik maupun
perilaku awalnya untuk suatu proses shaping. Skinner menyatakan, bahwa
perilaku dapat dibentuk (dan juga dihilangkan) sehingga (hampir) semua
orang yang memperoleh latihan yang layak akan dapat memiliki perilaku
tertentu yang diinginkan. Juga pengkondisian suatu respons sangat
tergantung kepada penguatan yang dilakukan berulang-ulang secara
berkesinambungan. Skinner juga mengemukakan bahwa manusia dapat
diajar untuk berpikir atau menjadi kreatif melalui metode pemecahan
masalah yang melibatkan proses identifikasi masalah secara tepat
(labeling), dan proses mengaktifkan strategi (rule and or sequence) untuk
memanipulasi variabel dalam masalah tersebut sehingga diperoleh
pemecahan masalahnya.
D.

Implementasi Teori Belajar B.F. Skinner dalam Pembelajaran


Penggunaan teori Skinner ini diimplementasikan dalam proses
pembelajaran dikelas sebagai berikut :
1. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
2. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan dan jika benar diperkuat.
3. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
5. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
7. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk
mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
9. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
10. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
11. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin
meningkat mencapai tujuan.
12. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
13. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku
operan.
14. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
15. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara
tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-

beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang
berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
3. Edward L. Thorndike
A

Biografi Edward Lee Thorndike


Edward Lee Thorndike meski secara teknis seorang fungsionalis,
namun ia telah membentuk tahapan behaviorisme Rusia dalam versi
Amerika. Thorndike (1874-1949) mendapat gelar sarjananya dari
Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895, dan master dari
Hardvard pada tahun 1897.ketika disana, dia mengikuti kelasnya
Williyams James dan merekapun cepat menjadi akrab. Dia menerima
beasiswa di Colombiadan mendapatkan gelar PhD-nya tahun 1898.
Kemudian dia tinggal dan mengajar di Colombia sampai pensiun pada
tahun 1940.
Dan dia menerbitkan suatu buku yang berjudul Animal intelligence,
An experimental study of associationprocess in Animal. Buku ini yang
merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis
hewan seperti kucing, anjing, dan burungyang mencerminkan prinsip
dasar dari proses belajar yang dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar
dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi, suatu
stimulus akan menimbulkan suatu respon tertentu.
Teori ini disebut dengan teori S-R.Dalam teori S-R dikatakan bahwa
dalam proses belajar, pertama kali organisme (Hewan atau Orang) belajar
dengan cara coba salah (Trial end Error). Kalau organisme berada dalam
suatu situasi yang mengandung masalah maka organisme itu akan
mengeluarkan serentakan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang
ada padanya untuk memecahkan masalah itu.
Berdasarkan pengalaman itulahmaka pada saat menghadapi
masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yang
harus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah.Ia mengasosiasikan
suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing
misalnya, yang dimasukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak,
berjalan, meloncat, mencakar, dan sebagainya sampai suatu saat secara
kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang
itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia
dimasukkan dalam kandang yang sama
B

Teori Belajar dan Eksperimen Edward Lee Thorndike

Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di


dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949) teori belajar
Thorndike di sebut Connectionism karena belajar merupakan proses

pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering


juga disebut Trial and error dalam rangka menilai respon yang terdapat
bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil
penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing,
dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Teori
koneksionisme
adalah
teori
yang
ditemukan
dan
dikembangkan oleh Edwar L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia
lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan
terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk
kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit,
gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan
gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga
memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di
depan sangkar tadi.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki)
itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi
melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mulamula kucing tersebut mengeong, mencakardan berlari-larian, namun
gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada di
depannya.Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu
berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut.
Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan namainstrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai
instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang
dikehendaki.

Berdasarkan
eksperimen di atas,
Thorndike
berkesimpulan bahwa
belajar
adalah
hubungan
antara
stimulus dan respon.
Menurut
Thorndike,
belajar adalah proses
interaksi
antara
stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa
yang
merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.Jadi perubahan tingkah
laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat
diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan (Slavin, 2000).
.
Itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut S-R Bond Theory
dan S-R Psycology of learning selain itu, teori ini juga terkenal dengan
Trial and Error Learning. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu
atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila
kita perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi akan
kita dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar
Eksperimen Eksperimen Thorndike
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan
mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya. Dengan
konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau
kucing menyentuh tombol tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka
dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan ( daging ) yang
ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi
kucing
yang
lapar
tersebut.
Thordike menafsirkan bahwa kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara
membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan
( mempertahankan ) respon respon yang benar dan menghilangkan atau
meninggalkan respon respon yang salah.Eksperimen Thorndike
tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi
( human ).

Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu


kenyang, sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan,
barangkali ia akan tidur saja dalam puzzle box yang mengurungnya.
Dengan kata lain, kucing itu tidak akan menampakkan gejala belajar
untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa
motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam
belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan
efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian
menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect.
Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan,
hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon,
semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.Percobaan
yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa perubahan
yaitu:
1 Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah
singkat.
2 Kesalahan-kesalahan (reaksi yang tidak relevan) semakin
berkurang dan malah akhirnya kucing sama sekali tidak
berbuat kesalahan lagi, begitu dimasukkan ke dalam kotak,
kucing langsung menyentuh engsel.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal
dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk
merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi
sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu
reaksi dengan stimulasinya.Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1 Ada motif pendorong aktivitas
2 Ada berbagai respon terhadap situasi
3 Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4 Ada
kemajuan
reaksi-reaksi
mencapai
tujuan
dari
penelitiannya itu.
Teori belajar koneksionisme ini ada juga keberatan-keberatannya antara
lain:
a Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis. Bila diberikan S dengan
sendirinya atau secara mekanis/otomatis timbul R. Latihan-latihan
ujian banyak berdasarkan pendirian ini.
b Pelajaran bersifat teacher-centered. Yang terutama aktif adalah
guru. Dialah yang melatih anak-anak dan yang menentukan apa
yang harus diketahui oleh anak-anak.
c Anak-anak pasif artinya kurang didorong untuk aktif berfikir, tak
turut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.

d Teori ini membutuhkan pembentukan meteril, yaknimenumpuk


pengetahuan,
dank
arena
itu
sering
menjadi
intelektualis.Pengetahuan dianggap berkuasa.
Kemudian menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari
seara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses
belajar. Menurutnya mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak
diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan, respon apa yang
akan diharapkan dan kapan harus memberi hadiah/ reward.
Ada beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan
pengajaran, yaitu:
1. Perhatikan situasi murid
2. Perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut
3. Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan
mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
4. Situasi situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat
memutuskan hubungan tersebut
5. Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat
hubungan hubungan lain yang sejenis
6. Buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan
nyata
7. Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
dalam kehidupan sehari hari
C.Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike
Adapun dari hasil percobaan Thorndike maka dikenal 3 hukum pokok,
yaitu :
1. Hukum Latihan (Law or Exercise)
Hukum ini mengandung 2 hal yaitu :
1. The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau
koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila sering
digunakan. Dengan kata lain bahwa hubungan antara stimulus dan
respon itu akan menjadi kuat semata-mata karena adanya latihan.
2. The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa
hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi
lemah bila tidak ada latihan.
Prinsip ini menunjukkan bahwa ulangan merupakan hak yang
pertama dalam belajar.Makin sering suatu pelajaran yang diulang makin
mantaplah bahan pelajaran tersebut dalam diri siswa.Pada prakteknya
tentu diperlukan berbagai variasi, bukan ulangan sembarang ulangan.Dan
pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan hasil
belajar.

2. Hukum Akibat (Law of Effect)


Hukum ini juga berisikan 2 hal, yaitu : suatu tindakan/perbuatan
yang menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan cenderung diulang,
sebaliknya suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas
(tidak menyenangkan) akan cenderung tidak diulang lagi. Hal ini
menunjukkan bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi perbuatan itu
sendiri.Dalam pendidikan, hukum ini diaplikasikan dalam bentuk hadiah
dan hukuman.Hadiah menyebabkan orang cenderung ingin melakukan
lagi perbuatan yang menghasilkan hadiah tadi, sebaliknya hukuman
cenderung menyebabkan seseorang menghentikan perbuatan, atau tidak
mengulangi perbuatan.
3. Hukum Kesiapan (The law of readiness)
Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam melakukan
sesuatu.Yang dimaksud dengan kesiapan adalah kecenderungan untuk
bertindak. Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya, maka
diperlukan adanya kesiapan organisme yang bersangkutan untuk
melakukan belajar tersebut. Ada 3 keadaan yang menunjukkan
berlakunya hukum ini.Yaitu :
1 Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau
berprilaku, dan bila organisme itu dapat melakukan kesiapan
tersebut, maka organisme akan mengalami kepuasan.
2 Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau
berperilaku, dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan
kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.
3 Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan
organisme itu dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan
menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di
atas, konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah
yang dinamakan Transfer of Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa
yang pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk
hal lain di masa yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep
transfer of training merupakan hal yang sangat penting, sebab
seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajari tidak
akan bermakna.
Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus
berguna dan dapat dipergunakan di luar sekolah. Misalnya, anak belajar
membaca, maka keterampilan membaca dapat digunakan untuk
membaca apapun di luar sekolah, walaupun di sekolah tidak diajarkan
bagaimana membaca koran, tapi karena huruf-huruf yang diajarkan di
sekolah sama dengan huruf yang ada dalam koran, maka keterampilan

membaca di sekolah dapat ditransfer untuk membaca koran, untuk


membaca majalah, atau membaca apapun.
Selain ketiga hukum pokok di atas, Thorndike mengemukakan
adanya 5 hukum tambahan, yaitu :
1. Law of Multiple response, yaitu individu mencoba berbagai respon
sebelum mendapat respon yang tepat.
2. Law of attitude, yaitu proses belajar dapat berlangsung bila ada
kesiapan mental yang positif pada siswa.
3. Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi secara selektif
terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.
Individu dapat memilih hal-hal yang pokok dan mendasarkan tingkah
lakunya kepada hal-hal yang pokok, dan meninggalkan hal-hal yang
kecil.
4. Law of response by analogy, yaitu individu cenderung mempunyai
reaksi yang sama terhadap situasi baru, atau dengan kata lain individu
bereaksi terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang dihadapinya
waktu yang lalu.
5. Law of assciative shifting, yaitu sikap respon yang telah dimiliki individu
dapat melekat stimulus baru.
Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba.
Mencoba-coba ini dapat dilakukan manakala seseorang tidak tahu
bagaimana harus memberikan respon. Karakteristik belajar secara
mencoba-coba adalah sebagai berikut :
a Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
sesuatu.
b Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka
memenuhi motif-motifnya.
c Respon-respon yang dirasakan tidak sesuai dengan motifnya akan
dihilangkan.
d Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Thorndike juga mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu :
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang bagi dia
termasuk baru, berbagai ragam respon maka akan ia lakukan. Respon
tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan
memperoleh respon yang benar.
b. Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman,
kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya turut
menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untu mengadakan
seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau tidak
penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang
sama.

e. Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan


situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan
situasi tersebut mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif lebih mudah
untuk dipelajari.

c
d
e
f
g
h

D. PENERAPAN TEORI THORNDIKE


Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus
diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah
atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pendidikan harus
dirumuskan dengan jelas.
Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar
peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga
guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi.
Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus
bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting
adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan
bila belum baik harus segera diperbaiki.
Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan
kehidupan dalam masyarakat.
Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan
anak kelak setelah keluar dari sekolah.
Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan
meningkatkan kemampuan penalarannya.

Daftar Pustaka :
Arie
Asnaldi,
2005.
Teori
http://asnaldi.multiply.com/journal/item/

Teori

B.F.
Skinner
and
radical
http://en.wikipedia.org/wiki/Behaviorism#column-one

belajar.
behaviorism,

Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.
Prasetya Irawan, dkk, 1997. Teori belajar. Dirjen Dikti: Jakarta
Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (Online),
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/, diakses tanggal 27 september
2016).
http://www.Teori-Belajar-dan-Pembelajarn/Teori-Belajar-Ivan-PetrovichPavlovtwin's-blog.html.com

Anda mungkin juga menyukai