Anda di halaman 1dari 31

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori

pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini yang dikenang darinya hingga kini. Classic
conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov
melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan
stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar
untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli
lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling
sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah
lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia
berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan.
Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Eksperimen Pavlov:

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:


Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom
anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).

Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan
air liur.

Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah
diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR)
akibat pemberian makanan.

Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing
mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan
respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).

Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di
berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan.
Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.

Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian
mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan
stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut
dengan extinction atau penghapusan.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan
sebagai berikut:

1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan
bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan

2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan
dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di
pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.

3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau
dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur

4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS
dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain
daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses
kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan
rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar
(unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat
atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau bereaksi
terhadap suara bunyi tertentu.

https://oktavianipratama.wordpress.com/makalah-makalah/teori-belajar-ivan-petrovich-pavlov/

Dapat dikatakan bahwa pelopor teori coditioning adalah Ivan Petrovich Pavlov, seorang
ahli psikolog-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan anjing.
Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat kita uraikan sebagai

Pavlov meneliti apakah bunyi bel sebagai stimulus berkondisi dapat menimbulkan air liur
sebagai respon berkondisi pada anjing, dan hasilnya adalah :
a) Apabila daging disajikan maka anjing mengeluarkan air liur (alami)
b) Apabila bunyi bel disajikan secara bersamaan dengan daging maka air liur tidak keluar
c) Apabila perlakuan pada poin b) dilakukan secara berulang-ulang maka air liur anjing dapat
keluar
d) Apabila bunyi bel diganti dengan bunyi sirine maka anjing tetap mengeluarkan air liur
e) Apabila bunyi bel disajikan sacara terus menerus tanpa diikuti oleh daging maka lama-lama air
liur tidak keluar hal ini disebut extinction (kepunahan)
f) Apabila stimulus disajikan secara bervariasi yaitu dengan penguatan berupa lampu merah
disertai daging dan lampu hijau tidak disertai daging dan diberikan secara berulang-ulang maka
anjing akan mengeluarkan air liur ketika melihat lampu merah walaupun tidak disertai daging
karena sudah terbentuk respon berkondisi.

Kesimpulan penelitian Pavlov adalah bahwa dalam diri anjing akan terjadi penglondisian selektif
berdasar penguatan selektif artinya anjing dapat membedakan stimulus yang disertai penguatan
dan yang tidak disertai penguatan. Teori Pavlov ini disebut Classical Conditioning

Selain itu, percobaan pada seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga
kelenjar ludahnya berada diluar pipinya, dimasukkan ke kamar yang gelap. Di kamar itu hanya
ada sebuah lubang terletak didepan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau
menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada moncongnya yeang telah
dibedah dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar.
Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing oitu pada waktu
diadakan percobaan-percobaan. Alat-alat yang digunakan dalam percoban-percobaan itu ialah
makanan, lampu senter untuk menyorot bermacam-macam warna, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan
bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan.
Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar
(unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat
atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau bereaksi
terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suara bunyi tertentu.
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi
(response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan
yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.
http://sinau-ok.blogspot.co.id/2014/11/teori-belajar-pavlov.html
3.

John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari 1878 dan wafat di New
York City pada tanggal 25 September 1958.Ia mempelajari ilmu filsafat di University of Chicago
dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1903 dengan disertasi berjudul Animal Education.
Watson dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan tentang psikologi
binatang.

Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalam psikologi eksperimenal dan psikologi komparatif di
John Hopkins University di Baltimore dan sekaligus menjadi direktur laboratorium psikologi di
universitas tersebut. Antara tahun 1920-1945 ia meninggalkan universitas dan bekerja dalam
bidang psikologi konsumen.

John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang
paling dikenal adalah Psychology as the Behaviourist view it (1913). Menurut Watson dalam
beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak
mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson juga
berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu
alam. Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-penyelidikan
tentang tingkahlaku yang nyata saja. Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson, namun
harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting, karena melalui dia berkembang
metode-metode obyektif dalam psikologi.

Peran Watson dalam bidang pendidikan juga cukup penting. Ia menekankan pentingnya
pendidikan dalam perkembangan tingkahlaku. Ia percaya bahwa dengan memberikan
kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak
mempunyai sifat-sifat tertentu. Ia bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk
mendukung pendapatnya tersebut, dengan mengatakan: Berikan kepada saya sepuluh orang
anak, maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya.

1. B. Pandangan utama Watson

Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia
dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya.

Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah
satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi.
Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.

Beberapa pandangan utama Watson:


1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan
stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam
tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai
dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon
ada yang overt dan covert, learned dan unlearned

2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku


manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Dengan demikian
pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor
eksternal, bukan berdasarkan free will.

3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin
saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan
ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui
body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah
ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama
kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan
mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun
dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.]

4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation,
conditioning, testing, dan verbal reports.

5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai
refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya
ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.

6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga
bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil
belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson
mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka
habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan
phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak
kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James.


Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu
digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang
menentukan adalah kebutuhan.

8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya
proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan
proses bicara yang tidak terlihat, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus
seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol
dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan
meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada
situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga
membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan
bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.

1. C. Teori dan Konsep Behaviorisme dari Watson

Teori belajar S-R (stimulus respon) yang langsung ini disebut juga dengan koneksionisme
menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam perkembangan besarnya
koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik.

Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang
tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan
apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi demikian, dapat
diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.

Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia
sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan
sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.Behaviorisme tidak
bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong
baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku
manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa
diamati dari luar.

Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara
stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu
akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R
singkatan dari Respons.

Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang
manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya.
Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika
stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat
berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang
obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat
tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya
adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis
obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara
higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya : Syarat terjadinya proses belajar
dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus),
respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan
dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak
merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan
tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau
bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang
kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.

Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan
tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara
lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang
gadis cantik dengan bikininya yang ketat.

Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan
terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang
diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak
tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa
merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang
masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit
humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.

Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan.
Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk
dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah
yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar.
Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya
ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai
dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi
justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.

Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak
luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi
penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi
lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak
dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan
sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun
akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku
karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau
bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak
terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan
lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang
halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya.
Misalnya, Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus.

Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya
penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di
sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik,
atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan
rankingnya tadi pada masa yang akan datang.
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang
menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan
tanpapenguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan
(conditioning through reinforcemant). Ada satu lagi teori belajar yang masih menganut paham
behaviorisme ini adalah teori belajar sosial dari Bandura.

https://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/teori-belajar-behavioristik-john-watson-1878-1958/

Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 1958) yang di Amerika dikenal sebagai bapak
Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara
langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia
sekelilingnya. Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan
oleh adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak
balas pun dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct)
dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan
stimulus - respons.
Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert,
seorang bayi berumur sebelas bulan. Pada mulanya Albert adalah bayi yang gembira dan tidak
takut bahkan senang bermain-main dengan tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimennya,
Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah
palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama
kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua
benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang berjanggut putih. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara
nyata.
Seorang behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil
respons tertentu yang dikuatkan. Respons itu akan menjadi kebiasaan atau terkondisikan, baik
respons yang berupa pemahaman atau respons yang berwujud ujaran. Seseorang belajar
memahami ujaran dengan mereaksi stimulus secara memadai dan memperoleh penguatan
untuk reaksi itu

http://eri-s-unpak.blogspot.co.id/2009/05/teori-belajar-bahasa.html

5. Edward L. Thorndike 1874-1949 Connectivism

Edward Thorndike (1874 - 1949) terkenal dalam psikologi untuk karyanya pada teori belajar
yang mengarah pada pengembangan pengkondisian operan dalam behaviorisme .

Sedangkan pengkondisian klasik tergantung pada pengembangan asosiasi antara peristiwa,


pengkondisian operan melibatkan belajar dari konsekuensi dari perilaku kita. Skinner bukan
psikolog pertama yang mempelajari belajar dengan konsekuensi. Memang, teori Skinner dari
pengkondisian operan dibangun pada ide-ide dari Edward Thorndike.

Thorndike (1898) belajar belajar pada hewan (biasanya kucing). Ia merancang percobaan klasik
di mana ia menggunakan kotak teka-teki (lihat gbr. 1) untuk secara empiris menguji hukum
pembelajaran.
Gambar 1: Sederhana grafik hasil kotak puzzle percobaan.

Dia menempatkan kucing dalam kotak teka-teki, yang mendorong untuk melarikan diri untuk
mencapai secarik ikan ditempatkan di luar. Thorndike akan menempatkan kucing ke dalam kotak
dan waktu berapa lama waktu untuk melarikan diri. Kucing bereksperimen dengan berbagai cara
untuk melarikan diri dari kotak teka-teki dan mencapai ikan.

Akhirnya mereka akan tersandung pada tuas yang dibuka kandang. Ketika telah melarikan diri
itu dimasukkan ke dalam lagi, dan sekali lagi waktu yang dibutuhkan untuk melarikan diri
tercatat. Dalam uji coba berturut kucing akan belajar bahwa menekan tuas akan memiliki
konsekuensi yang menguntungkan dan mereka akan mengadopsi perilaku ini, semakin cepat
pada menekan tuas.

Edward Thorndike mengajukan "Hukum efek" yang menyatakan bahwa setiap perilaku yang
diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan cenderung diulang, dan setiap perilaku yang
diikuti oleh konsekuensi yang tidak menyenangkan mungkin akan berhenti.

http://www.simplypsychology.org/edward-thorndike.html

Edward Thorndike adalah salah satu teori belajar yang besar sepanjang masa. Dia percaya
instruksi yang harus mengejar tertentu, tujuan sosial yang berguna. Pada tahun 1928 studi
klasiknya, Belajar Dewasa, ia mengemukakan bahwa kemampuan untuk belajar tidak menurun
sampai usia 35, dan kemudian menurun hanya 1 persen per tahun, sehingga akan melawan arus
waktu yang "Anda tidak bisa mengajar tua anjing trik baru. "Namun, itu kemudian menunjukkan
bahwa kecepatan belajar, bukan kekuatan untuk belajar, menurun dengan usia. Thorndike juga
merumuskan hukum efek, yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang
menyenangkan akan lebih mungkin diulang di masa depan.

Salah satu teori yang paling terkenal adalah "The Elements Teori Identik dari Transfer Pelatihan"
di mana jumlah transfer antara situasi akrab dan satu asing ditentukan oleh jumlah elemen yang
dua situasi memiliki kesamaan. Ini menentang lama dipegang pandangan "Disiplin Formal"
(sebagian besar didiskreditkan sekarang) di mana pikiran manusia terdiri dari beberapa kekuatan
seperti penalaran, perhatian, penilaian, dan memori yang memperkuat dengan praktek. Misalnya,
studi Latin dan matematika memperkuat penalaran dan memori fakultas. Hal ini juga dikenal
sebagai "Pendekatan Muscle Mental" sejak mengklaim bahwa pikiran dibuat lebih kuat dengan
latihan hanya sebagai salah satu akan memperkuat otot bisep mereka.

Dia juga salah satu pelopor pertama pembelajaran aktif di bahwa ia memegang pendapat rendah
kuliah. Dia pernah menyatakan:

Kuliah dan demonstrasi metode merupakan suatu pendekatan ke ekstrim membatasi di mana
guru memungkinkan siswa mengetahui apa-apa yang dia bisa mungkin diberitahu atau
ditampilkan. . . Mereka bertanya tentang dia hanya bahwa ia menghadiri, dan melakukan yang
terbaik untuk memahami, pertanyaan yang dia tidak sendiri bingkai dan jawaban yang dia tidak
sendiri berhasil.

Thorndike didukung Dewey fungsionalisme dan menambahkan komponen stimulus-respon dan


menamainya koneksionis. Teorinya menjadi kebutuhan pendidikan selama lima puluh tahun ke
depan.

Thorndike ditetapkan tiga kondisi yang dimaksimalkan belajar:

Hukum efek menyatakan bahwa kemungkinan terulangnya respon umumnya


diatur oleh konsekuensi atau efek pada umumnya dalam bentuk hadiah atau
hukuman.

Hukum kemutakhiran menyatakan bahwa respon terbaru kemungkinan untuk


memerintah kambuh.

Hukum latihan menyatakan bahwa asosiasi stimulus-respon diperkuat melalui


pengulangan.

http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/history/thorndike.html

6. Edwin Guthrie 1886-1959 Contiguity Theory

Persentuhan teori Guthrie menetapkan bahwa kombinasi dari stimulus yang telah menyertai
suatu gerakan akan di rekurensinya cenderung akan diikuti oleh gerakan itu. Menurut Guthrie,
mempelajari semua merupakan konsekuensi dari hubungan antara stimulus dan respon tertentu.
Selain itu, Guthrie berpendapat bahwa rangsangan dan tanggapan tertentu mempengaruhi pola
motor sensorik, apa yang dipelajari adalah gerakan, bukan perilaku.

Dalam teori kedekatan, penghargaan atau hukuman tidak memainkan peran penting dalam
belajar karena mereka terjadi setelah hubungan antara stimulus dan respon telah dibuat. Belajar
terjadi dalam percobaan tunggal (semua atau tidak ada). Namun, karena masing-masing pola
stimulus sedikit berbeda, banyak pencobaan mungkin diperlukan untuk menghasilkan respon
umum. Satu prinsip yang menarik yang muncul dari posisi ini disebut postremity yang
menentukan bahwa kita selalu belajar hal terakhir yang kita lakukan dalam menanggapi situasi
rangsangan tertentu.

Teori kedekatan menunjukkan bahwa lupa adalah karena gangguan daripada berlalunya waktu;
rangsangan menjadi terkait dengan tanggapan baru. Pengkondisian sebelumnya juga dapat
diubah dengan dikaitkan dengan tanggapan penghambat seperti rasa takut atau kelelahan. Peran
motivasi adalah untuk menciptakan keadaan terangsang dan kegiatan yang menghasilkan respon
yang dapat dikondisikan.
Lingkup / Aplikasi

Teori kedekatan ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah teori umum pembelajaran, meskipun
sebagian besar penelitian yang mendukung teori ini dilakukan dengan hewan. Guthrie tidak
menerapkan kerangka kerja untuk gangguan kepribadian (misalnya Guthrie, 1938).
Contoh

Paradigma eksperimental klasik untuk teori kedekatan adalah kucing belajar untuk melarikan diri
dari kotak teka-teki (Guthrie & Horton, 1946). Guthrie menggunakan kotak kaca berpanel yang
memungkinkan dia untuk memotret gerakan yang tepat dari kucing. Foto-foto ini menunjukkan
bahwa kucing belajar untuk mengulang urutan yang sama gerakan yang terkait dengan melarikan
diri sebelumnya dari kotak. Perbaikan muncul karena gerakan yang tidak relevan terpelajar atau
tidak termasuk dalam asosiasi berturut-turut.
Prinsip

1. Dalam rangka untuk pengkondisian terjadi, organisme harus menanggapi secara aktif (yaitu,
melakukan hal-hal).
2. Sejak belajar melibatkan pengkondisian gerakan tertentu, instruksi harus memberikan tugas
yang sangat spesifik.
3. Paparan banyak variasi dalam pola stimulus yang diinginkan dalam rangka untuk
menghasilkan respon umum.
4. Tanggapan terakhir dalam situasi pembelajaran harus benar karena itu adalah salah satu yang
akan terkait.

https://arjunabelajar.wordpress.com/2011/12/03/contiguity-theory-edwin-
guthrie/

Teori Contiguity dari Edwin R. Guthrie

Teori Contiguity dari Edwin R. Guthrie (1886-1959) dikenal juga dengan nama teori
Contiguous Conditioning. Teori ini berangkat dari dua teori dasar dalam aliran
perilaku, yaitu teori Thorndike dan teori Pavlov, namun juga sangat dipengaruhi
oleh teori Watson.
Menurut Thorndike ada dua jenis proses belajar, yaitu: 1) proses pemilihan respons
(respons selection) dan mengaitkannya dengan stimulus, sesuai dengan dalil sebab
akibat, dan 2) perampatan stimulus (associative shifting) di mana respons terhadap
stimulus yang satu akan dimunculkan terhadap stimulus lain yang dipasangkan
bersama. Bagi Thorndike prinsip utama adalah proses pemilihan respons dan
pengaitan dengan stimulus yang terjadi dalam proses coba-coba, sedangkan proses
perampatan merupakan prinsip tambahan saja. Namun, bagi Guthrie, proses
perampatan stimulus justru menjadi titik fokus utama dalam teorinya. Guthrie relatif
tidak menerima dalil sebab akibat sebagaimana pandangan Thorndike. Hal-hal
tersebut yang menjadi perbedaan utama antara teori Thorndike dan teori Guthrie.
Watson menggunakan percobaan-percobaan Pavlov sebagai paradigma dalam
proses belajar, dan mengadopsi refleks terkondisi sebagai bagian da:-; pembiasaan.
Guthrie, di sisi lain, memulai asumsinya dengan prinsip pengkondisian
(conditioning) atau perampatan stimulus (associative learning), namun semata-
mata bukan hanya dilandaskan pada prinsip percobaan pengkondisian dari Pavlov,
Dalil Guthrie yang pertama tentang proses belajar adalah kombinasi stimulus yang
diikuti dengan suatu gerakan, pad a saat pengulangan berikutnya cenderung diikuti
lagi oleh gerakan tersebut Dalil yang kedua menyatakan bahwa pola stimulus
mempunyai korelasi dan atau keterkaitan yang tinggi dengan respons yang
ditimbulkannya pertama kali. Dalil-dalil tersebut menjadi landasan bagi prinsip
kemutakhiran (recency principle), yang menyatakan bahwa jika belajar terjadi
dalam suatu proses coba-coba maka proses yang terakhir terjadi yang akan muncul
(terulang) lagi seandainya kombinasi stimulus yang sama dihadirkan kembali.
Berdasarkan teori Contiguity dari Guthrie, setiap individu mempunyai kapasitas
belajar yang berbeda. Dari hasil penelitiannya terhadap sejumlah binatang, Guthrie
menyatakan bahwa tidak semua binatang mempunyai tingkat sensitivitas yang
sama terhadap satu stimulus, dan tidak semua binatang memiliki indra yang sama
untuk menerima informasi. Di samping itu, menurut Guthrie, latihan akan
mengakomodasikan ataupun menghilangkan respons-respons tertentu sehingga
atas kombinasi sti;nulus yang muncul dapat dihasilkan suatu respons yang
menyeluruh sebagaimana yang diharapkan - yang dapat disebut sebagai suatu
kinerja yang berhasil. Guthrie percaya bahwa keterampilan mewakili sejumlah
kebiasaan, oleh karena itu belajar dapat dicapai sebagai akumulasi dari
pengulanganpengulangan. Guthrie juga menyatakan bahwa motivasi
mempengaruhi belajar secara tidak langsung, yang terlihat melalui penyebab atau
alasan individu melakukan sesuatu (merespons). Reward atau penghargaan/pujian
menurut Guthrie merupakan prinsip yang sekunder. Penghargaan dapat berhasil
dengan baik jika binatang memang tidak dihadapkan pada sifuasi lain selain yang
akan menghasilkan respons yang benar. Penghargaan juga tidak memberi
penguatan terhadap respons yang benar, tetapi diakui bahwa penghargaan
menghindari terjadinya pengurangan respons yang benar. Sama dengan penguatan,
hukuman juga berpengaruh terhadap belajar, dan sangat ditentukan oleh alasan
individu melakukan sesuatu. Secara umum, Guthrie percaya bahwa alat prediksi
yang paling baik terhadap belajar adalah respons yang muncul terhadap stimulus
dalam suatu proses yang terakhir terjadi. Oeh karena itu proses belajar dapat
dijelaskan melalui reaksi terkondisi yang akan muncul berdasarkan pengalaman
masa lalu, dan sesuai dengan prinsip asosiasi.
Perampatan belajar dapat terjadi dalam situasi yang baru karena adanya kesamaan
elemen atau komponen antara situasi/stimulus yang lama dengan situasi/stimulus
yang baru. Penekanan Guthrie terhadap konsep yang dikenal dengan nama
"movement-produced stimuli" atau stimulus yang menghasilkan gerakan terkondisi
merupakan modifikasi dari teori Thorndike. Namun demikian, menurut Guthrie, hasil
belajar yang diperoleh dipercaya bersifat permanen, sampai terjadi proses belajar
yang baru. Oleh karena itu, lupa dapat terjadi karena respons yang muncul dalam
proses beJajar yang baru menggantikan hasil belajar yang sebelumnya. Proses lupa
ini terjadi secara bertahap, sama seperti hasil belajar juga diperoleh secara
bertahap melalui serangkaian proses belajar yang berulang.
Satu hal yang menjadi kritik terhadap teori Guthrie adalah bahwa Guthrie mencoba
memberikan jawaban yang relatif bersifat pasti terhadap segala permasalahan
dalam belajar, tanpa ada perubahan selama hampir lima puluh tahun. Dengan kata
lain, teori Guthrie lebih merupakan teori klasik yang tidak berkembang. Walaupun
demikian, harus diakui bahwa teori Guthrie memiliki kemampuan untuk
menjelaskan beragam fenomena belajar secara luas.

https://emakalahonline.blogspot.co.id/2013/04/perkembangan-teori-belajar.html

TEORI OPERANT CONDITIONING - SKINNER

Walaupun menganut aliran perilaku, B.F. Skinner sama sekali tidak setuju dengan
teori reflek terkondisi dalam hubungan antara StimulusRespons dari Pavlov.
Menurut Skinner, penjelasan Pavlov atas hubungan antara stimulus dan respons
yang menghasilkan perubahan tingkah laku merupakan penjelasan yang tidak
lengkap. Skinner menyatakan bahwa teori Pavlov hanya berlaku bagi interaksi
antara stimulus dan respons yang sederhana saja. Padahal manusia dalam
menjalankan fungsinya memerlukan perilaku yang kompleks yang
mempersyaratkan terjadinya interaksi stimulus dan respons yang kompleks pula.
Dengan demikian, interaksi stimulus - respons dalam diri seorang individu tidaklah
sesederhana itu. Pada dasarnya setiap stimulus yang dimunculkan akan berinteraksi
satu dengan lainnya, dan interaksi ini yang akhirnya mempengaruhi respons yang
dihasilkan. Respons yang dihasilkan tersebut juga memiliki berbagai konsekuensi
(akibat) yang akhirnya akan mempengaruhi lagi perilaku individu. Oleh sebab itu,
menurut Skinner, kunci untuk memahami perilaku individu terletak pada
pemahaman kita terhadap hubungan antara stimulus satu dengan stimulus lainnya,
respons yang dimunculkan, dan juga berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh
respons tersebut.
Sebagai penganut aliran perilaku, Skinner setuju dengan pendapat Watson yang
mengatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku. Ada enam
asumsi dasar dari teori Operant Conditioning, yaitu:
1. hasil belajar merupakan perilaku yang dapat diamati;
2. perubahan perilaku sebagai hasil belajar secara fungsional berhubungail dengan
perubahan situasi dalam lingkungan atau suatu kondisi;
3. hubungan antara perilaku dan lingkungan dapat ditentukan hanya jika elemen-
elemen perilaku dan kondisi percobaan diukur secara fisik dan diamati
perubahannya dalam situasi yang terkontrol ketat;
4. data yang dihasilkan oleh percobaan-percobaan terhadap perilaku merupakan
satu-satunya data yang dapat digunakan untuk mengkaji alasan.munculnya suatu
perilaku;
5. sumber data yang paling tepat adalah perilaku dari masing-masing individu;
6. dinamika interaksi antara individu dengan lingkungannya bersifat relatif sama
untuk semua jenis makhluk hidup.
Pada awalnya, asumsi-asumsi tersebut digunakan sebagai landasan dari penelitian-
penelitian yang dilakukan Skinner dalam bentuk serangkaian percobaan
menggunakan tikus dan merpati. Namun, pada akhirnya, keenam asumsi dasar
tersebut menjadi kesimpulan yang diambil oleh Skinner atas hasil percobaan yang
dilakukannya. Bahkan, Skinner menyatakan bahwa penelitian yang dilakukannya
dalam situasi laboratorium, ternyata dapat diaplikasikan kepada situasi perilaku
manusia secara umum.
Komponen proses belajar menurut Skinner terdiri dari stimulus yang diskriminatif
(discriminative stimulus) dan penguatan (positif dan negatif,serta hukuman) untuk
menghasilkan respons (perubahan tingkah laku). Stimulus yang diskriminatif
menurut Skinner merupakan stimulus yang selalu hadir untuk pemunculan suatu
respons. Kunci berwarna merah merupakan stimulus yang diskriminatif dalam
percobaan Skinner terhadap burung merpati. Jika merpati mematuk kunci merah
maka merpati akan memperoleh makanan. Setelah beberapa kali pengulangan, jika
kunci diganti warna maka merpati tidak akan mematuk. Makanan dalam hal ini
berfungsi sebagai faktor penguatan. Kemungkinan pemunculan respons dapat
dimaksimalkan dengan kehadiran stimulus yang diskriminatif. Jika ada stimulus lain
yang memiliki persamaan dengan stimulu~ diskriminatif maka respons dapat
dimunc!lfk.ar, kembali. Misalnya, merpati akan mematuk tongkat bercahaya merah,
dan lain-lain Hal ini yang sering disebut sebagai perampatan stimulus (stirrurlus
generalization).

Gambar 2.7.
Stimulus Diskriminatif dan Perampatan Stimulus

Jika dalam teori Thorndike dikenal konsep reward maka dalam teori Skinner
digunakan istilah penguatan (reinforcement) yang berarti segala konsekuensi yang
mengikuti pemunculan suatu perilaku. Konsekuensi ini memperkuat kemungkinan
munculnya perilaku yang diharapkan. Misalnya, jika merpati memperoleh makanap
sebagai akibat mematuk kunci maka merpati akan berusaha untuk selalu mematuk
kunci (frekuensi mematuk kunci akan meningkat). Untuk dapat menjadi efektif,
penguatan, menurut Skinner, harus diberikan langsung setelah pemunculan respons
yang diharapkan.
Setiap penguatan yang memperkuat pemunculan respons yang benar disebut
penguatan yang positif, menurut Skinner. Namun demikian, ada jenis-jenis
penguatan yang melalui penghilangannya, justru memperkuat pemunculan respons
yang -benar. Misalnya penguatan yang menggunakan kejut listrik, panas atau dingin
yang tinggi, dan juga tes mendadak di kelas. Tes mendadak di kelas diberikan
kepada siswa untuk meningkatkan proses belajar siswa. Jika tes mendadak tidak
diberikan lagi, dan pemahaman siswa terhadap pelajarari terus meningkat maka tes
mendadak tersebut berfungsi sebagai penguatan negatif.
Penggunaan penguatan negatif sering kali menghasiikan dampak pengiring berupa
emosi yang dikenal dengan nama anxiety (kecemasan) dan atau takut. Kecemasan
dan atau takut dapat diwujudkan secara operasional dengan hilangnya perhatian
dan minat terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, dan atau secara fisik pergi
atau lari dari situasi yang dihadapi. Misalnya anak yang selalu dimarahi karena tidak
merapikan mainannya menjadi cemas dan atau takut pada saat orang tuanya
pulang kerja.
Pengdatan positif merupakan stimulus yang merangsang pemunculan respons yang
benar, sedangkan penguatan negatif memperkuat pemunculan respons yang benar
melalui penghilangannya. Di samping penguatan, ada , hukuman, yang menurut
Skinner melibatkan proses pengurxngan/penghilangan penguatan positif, dan atau
penambahan penguatan negatif. Skinner menekankan bs;iwa hukuman dapat
menghasilkan tiga dampak yang tidak diharapkan, yaitu hukuman hanya bersifat
sementara dalam menghilangkan respons yang tak diinginkan, hukuman dapat
mengakibatkan timbulnya perasaan yang tidak mengenakan, seperti malu, rasa
bersalah, dan lain-lain, dan yang terakhir, hukuman dapat meningkatkan
pemunculan perilaku yang dianggap mengurangi hadirnya stimulus yang tidak
menyenangkan (Misalnya, anak kecil berpura-pura sakit karena tidak mau mengikuti
tes mendadak). Secara umum, hukuman tidak menghasilkan perilaku yang positif.
Oleh sebab itu, Skinner lebih menganjurkan penggunaan penguatan daripada
hukuman jika ingin memperoleh respons yang benar.

Teori Skinner tidak hanya mencakup penjelasan terhadap proses belajar sederhana,
namun juga proses belajar kompleks, yang dikenal dengan nama "shaping"
(pembentukan). Proses "shaping" yang dilakukan secara bertahap akan
menghasilkan penguasaan terhadap perilaku yang kompleks melalui perancangan
(manipulasi) stimulus yang diskriminatif dan penguatan. Menurut Skinner, proses
"shaping" dapat menghasilkan perilaku yang kompleks yang tidak memiliki
kemungkinan untuk diperoleh secara alamiah atau dengan sendirinya. "Shaping"
yang berkelanjutan yang dilakukan untuk memperoleh perilaku kompleks, disebut
sebagai "program" oleh Skinner.
Kesimpulan yang diperoleh Skinner setelah melakukan serangkaian percobaannya
ialah bahwa: 1) setiap langkah dalam proses belajar perlu tiibuat pendek-pendek,
berdasarkan tingkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya; 2) untuk setiap
langkah yang pendek tersebut disediakan penguatan yang dikontrol dengan hati-
hati; 3) penguatan harus diberikan sesegera mungkin setelah respons yang benar
dimunculkan; 4) stimulus diskriminatif perlu dirancang sedemikian rupa agar dapat
diperoleh perampatan stimulus dan peningkatan keberhasilan belajar.

Skinner kemudian melanjutkan upayanya dalam mengkaji perilaku manusia dalam


serangkaian penelitian tentang teaching machine dan programmed instruction
(pembelajaran terprogram). Menggunakan konsep pembelajaran terprogram,
Skinner juga meneliti proses pembelajaran bagi anak-anak dengan keterbelakangan
mental dan proses pembelajaran bahasa. Dalam konsep pembelajaran terprogram
implisit adalah konsep kontrol yang oleh Skinner diupayakan agar berada di tangan
anak yang belajar. Oleh karena itu, bagi Skinner, konsep self-attriGutiorea dan self-
awareness (pengenalan diri sendiri - untuk kemudian dapat melakukan kontrol atas
program pembelajaran) menjadi sangat penting.
Dasar teori Skinner dan perkembangan teorinya selaniutnya menjadikan Skinner
seorang penganut aliran perilaku yang mempunyai nama dan pengaruh yang
sangat besar terhadap perk-embangan teori belajar dalam aliran perilaku. Teori
Operant Conditioning dari Skinner percaya bahwa setiap individu harus diidentifikasi
karakteristik maupun perilaku awalnya untuk suatu proses shaping. Skinner
menyatakan, bahwa perilaku dapat dibentuk (dan juga dihilangkan) sehingga
(hampir) semua orang yang memperoleh latihan yang layak akan dapat memiliki
perilaku tertentu yang diinginkan. Di samping itu, teori Skinner percaya bahwa
pengkondisian suatu respons sangat tergantung kepada penguatan yang dilakukan
berulang-ulang secara berkesirlambungan. Dengan demikian, latihan, termasuk
komponen penguatan di dalamnya, menjadi sangat penting dalam proses
pengkondisian.
Dalam hal motivasi, Skinner sangat percaya akan peran penguatan yang
memantapkan pemunculan suatu respons yang diharapkan dan juga peran
hukuman yang secara umum dapat menghilangkan pemunculan respons yang tidak
diharapkan. Skinner juga mengemukakan bahwa manusia dapat diajar untuk
"berpikir" atau "menjadi kreatif' melalui metode pemecahan masalah yang
melibatkan proses identifikasi masalah secara tepat (labeling), dan proses
mengaktifkan strategi (rule and or sequence) untuk memanipulasi variabel dalam
masalah tersebut sehingga diperoleh pemecahan masalahnya. Terakhir, teori
Operant Conditioning dari Skinner juga sangat percaya akan proses perampatan
hasil belajar. Dengan menggunakan istilah induksi, Skinner menjelaskan bahwa
perampatan terjadi berlandaskan pada proses induksi terhadap stimulus yang
derajat kompleksitasnya dan karakteristiknya mempunyai kesamaan dengan
stimulus diskriminatif yang sudah dipelajari.

https://emakalahonline.blogspot.co.id/2013/04/perkembangan-teori-belajar.html

Burrhus Frederic Skinner lahir 20 Maret 1904, di kota kecil Pennsylvania Susquehanna. Konsep-
konsep yang dikemukakan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya.

Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus
yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi
respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena
itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan
bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi.

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1 Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2 Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan
behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya
yang berjudul The Behavior of Organism. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi
tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah The Experimental an Analysis of Behavior.
Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang
disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)

B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model
instruksi langsung (directed instruction) dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses
operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.

Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya
mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru
melalui pengulangan dan latihan.

Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak
memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu
proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner membuat
eksperimen sebagai berikut:

Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut
skinner box, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi
makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri
listrik. Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.
Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol,
makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan
perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.

Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah
pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah
laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dan lain-lain),
perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujuim bertepuk tangan, mengacungkan
jempol), atau penghargaan (nilai A, juara 1 dan sebagainya). Bentuk-bentuk penguatan negatif
antara lain: menunda / tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain).
Beberapa prinsip Skinner antara lain:

1 Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar
diberi penguat.
2 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

3 Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

4 Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untukmenghindari adanya hukuman.

5 Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.

6 Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.

7 Dalam pembelajaran digunakan shaping.

Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah
satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak
merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun fisik
seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti
penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran.
Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampun yang diperlihatkan sehingga
dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para
siswa; misalnya: penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau
olahraga.

https://pendidikanuntukindonesia.wordpress.com/2012/02/15/teori-belajar-skinner-1904-
1990/

1 William Kaye Estes 1919 - Stimulus Sampling Theory

Stimulus sampling theory (SST), first proposed by Estes in 1950, was an attempt to develop a
statistical explanation for learning phenomena. The theory suggested that a particular stimulus-
response association is learned on a single trial; however, the overall learning process is a
continuous one consisting of the accumulation of discrete S-R pairings. On any given learning
trial, a number of different responses can be made but only the portion that are effective (i.e.,
rewarded) form associations. Thus, learned responses are a sample of all possible stimulus
elements experienced. Variations (random or systematic) in stimulus elements are due to
environmental factors or changes in the organism.

A key feature of SST was the probability of a certain stimulus occurring in any trial and of being
paired with a given response. SST resulted in many forms of mathematical models, principally
linear equations, that predicted learning curves. Indeed, SST was able to account for a wide
variety of learning paradigms including: free recall, paired-associates, stimulus generalization,
concept identification, preferential choice, and operant conditioning. SST also formed the basis
for mathematical models of memory (e.g., Norman, 1970) and instruction (e.g., Atkinson).

http://www.instructionaldesign.org/theories/stimulus-sampling.html

Estes menyebutkan beberapa asumsi tentang teori belajar, yaitu :


Asumsi 1. Situasi belajar terdiri dari banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Stimuli-
stimuli itu bisa mencakup kejadian ekspermental seperti cahaya. Dan bisa juga mencakup stimuli
yang dapat diubah atau stimuli sementara seperti prilaku eksperimenter. Semua elemen stimulus
ini secara kolektif disimbolkan sebagai S. S adalah jumlah total dari stimuli yang mengiringi satu
percobaan dalam situasi belajar.

Asumsi II. Semua rsepons yang diberikan dalam situasi eksperimental dapat digolongkan
menjadi dua kategori. Jika responsnya adalah yang dicari oleh eksperimenter, maka dinamakan
respons A1. Jika resnsponsnya adalah bukan yang dicari oleh eksperimenter, ia adalah respons
yang keliru dan diberi label A2.

Asumsi III. Semua elemen di S dilekatkan dengan A1 atau A2. Dan disini adalah situasi all or
nothing . Semua unsur stimulus dalam S adalah dikondisikan ke respons yang diinginkan atau
benar (A1) atau ke respons yang tak relevan atau keliru (A2). Elemen yang dikondisikan ke A1
akan menimbulkan respons A1. Dan elemen yang dikondisikan ke A2 akan menimbulkan respons
A2. Pada awal eksperimen, hampir semua stimuli akan dikondisikan ke A2 dan akan
menimbulkan respons A2.

Asumsi IV. Pembelajar terbatas kemampuannya dalam mengalami S. pembelajar mengalami


hanya sebagian dari stimuli yang tersedia pada setiap percobaan belajar, dan besarnya sampel
diasumsikan tetap konstan disepanjang eksperimen. Proporsi konstan dari S yang dialami pada
awal setiap percobaan belajar dilambangkan dengan 0 (theta). Sesudah setiap percobaan, elemen
dalam 0 dikembalikan ke S. jadi teori Estes mengasumsikan sampling dengan penggantian.
Elemen-elemen yang dijadikan sanpel pada satu percobaan mungkin akan dijadikan sampel lagi
pada percobaan selanjutnya.

Asumsi V. Percobaan belajar berakhir ketika respons terjadi, jika repons A1 menghentikan
percobaan, elemen stimulus dalam 0 dikondisikan ke respon A1. Seperti Guthrie, Estes menerima
penjelasan belajar kontiguitas. Ketika respon A1 muncul, akan terbentuk asosiasi antara respons
itu dengan stimuli yang mendahuluinya. Yang kemudian Estes menyebutnya sebagai belajar.
State of the system (keadaan sistem) pada momen tertentu adalah proporsi dari elemen yang
dilekatkan ke respons A1 dan A2.

Asumsi VI. Karena elemen di 0 dikembalikan ke S pada akhir percobaan, dan karena 0 yang
dijadikan sampel pada awal percobaan belajar pada dasarnya adalah acak, proporsi elemen yang
dikondisikan ke A1 dalam S akan tercermin dalam elemen dalam 0 pada awal setiap percobaan
baru. Jika tak satupun dari elemen di S dikondisikan ke A1, maka 0 tidak akan memuat elemen
yang dikondisikan ke respons yang benar. Jika 50 persen dari elemen dalam S dikondisikan ke
A1, maka 50 persen dari elemen dalam sampel 0 random dari S dapat diperkirakan akan
dikondisikan ke A1.
Teori Estes yang disebut dengan teori belajar statistikal menyatakan bahwa probabilitas respons
A1 sama dengan proporsi elemen stimulus dalam 0 yang dikondisikan ke A1 pada awal
percobaan belajar, dan setiap 0 adalah sampel acak dari S, jika semua elemen dalam 0
dikondisikan ke A1. Dengan kata lain, probabilitas munculnya respons A1 bergantung pada
keadaan sistem.
Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas, kita dapat menurunkan pernyataan matematika
yang meringkaskan proses belajar seperti dikemukakan oleh Estes.

http://daribkuntukbk.blogspot.co.id/2012/04/makalah-teori-pembelajaran-
kaye-estes.html

2 Teori Belajar Edward C. Tolman


Teori Belajar Edward C. Tolman Tolman memperkenalkan penggunaan variable Intervening
(penyela atau perantara) dalam riset psikologis, dan Hull meminjam gagasan itu darinya.
Sehingga keduanya menggunakan variable intervening dengan cara yang serupa dalam
penelitiannya. Akan tetapi, Hull mengembangkan teori belajar yang lebih luas dan komprehensif
dari pada Tolman.

Berikut ini adalah sumsi-asumsi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar:[7]

1 Apa arti belajar?

Para tokoh behavioris seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan Hull, mengatakan bahwa asosiasi-
asosiasi stimulus respons itu yang dipelajari dan melibatkan hubungan S-R yang komplek. Atau
belajar adalah perubahan dengan tingkah laku sebagai dari interaksi antara lain stimulus dan
respons. Sedangkan Tolman banyak mengambil petunjuk atau pandangan awal dari teori-teori
Gestalt, yang mengatakan bahwa dalam belajar, hal yang utama adalah proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Organisme yang sampai pada ekplorasi, akan
menemukan bahwa peristiwa tertentu, akan menimbulkan peristiwa lain atau satu isyarat akan
menghasilkan isyarat lain. Oleh karena itu, Tolman lebih dikenal sebagai ahli teori S-S.
Pengetahuan bagi Tolman adalah suatu proses berkelanjutan yang tidak memerlukan motivasi
apapun. Dalam hal ini, Tolman sependapat dengan Guthrie dan bertentangan dengan Pavlov,
Skinner, dan Torndike. Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan bahwa motivasi adalah penting
bagi teori Tolman. Karena motivasi itu menentukan aspek-aspek lingkungan mana yang hendak
disertai oleh organisme tersebut. Misalnya, organisme yang lapar akan memakan makanan yang
ada di lingkungan itu.

Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi. Organisme belajar tentang sesuatu
yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke
kanan, ia temukan juga sesuatu yang lain. Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia
dapat membuat kesimpulan sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia
jika hanya dihafal. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar adalah merupakan pengorganisasian
perbuatan (tingkah laku) untuk meraih maksud.[8]

1 Konfirmation versus Reinforcement

Teori Belajar Edward C. Tolman Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement)


adalah tidak penting bagi Tolman sebagai variable pembelajaran. Akan tetapi, Tolman
menyebutkan hal tersebut sebagai konfirmasi, di mana behavioris menyebutnya Rinforcement.
Selama perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh
sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal
sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman
maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai. Sedangkan hipotesis yang
salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan
hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk tindakan behavior.[9] Bisa dikatakan
bahwa konfirmasi itu semacam berhipotesis, sebab dalam konfirmasi itu ada harapan
menemukan apa menuju apa dengan menggunakan prinsip dasar bahwa sebenarnya tingkah laku
itu memiliki tujuan.

1 Vicarious Trial and Error

Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpag siur). Sehingga ia
bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus
sering berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir
tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang
sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai Vicarious Trial and Error, sehingga organisme itu
bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.

1 Learning Versus Performance

Hull membedakan antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull menyatakan
bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat merupakan satu-satunya variable
belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada dalam sistemnya merupakan variable
perantara (performance). Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar
ke dalam prilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, dan lebih penting lagi bagi Tolman.

Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita
hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya.
Dalam status kebutuhan (need), organisme memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga
sampai pada real testing yang bisa mengurangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua kran air dalam
rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah memperhatikan atau meminumnya
hingga suatu saat terasa sangat haus. Secara spontan kita akan meminum salah satu dari
keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana menemukan air minum itu tanpa harus
menunggu hingga terasa haus.

1 Latent Learning

Latent learning (pembelajaran laten) adalah pembelajaran yang tidak langsung dalam kinerja
seseorang. Dengan kata lain, pembelajaran laten merupakan suatu jenis pembelajaran dimana
hasil pembelajaran tersebut tidak langsung terlihat; hal ini terjadi tanpa suatu penguatan yang
nyata. Konsep tentang latent learning sangat penting bagi Tolman, dan dia merasa sukses dalam
mendemonstrasikan eksistensinya.[10]

Teori Belajar Edward C. Tolman Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik
(1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan suatu
kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah mendapatkan
atau menemui makanan saat melintasi jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu
diberi makanan di ujung labirin. Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11
mengadakan percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang
latent learning meramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu, sama
halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement)
diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan melakukan seperti halnya kelompok yang
secara terus menerus diperkuat (reinforced).[11]

1 Reinfocement Expectancy

Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa situasi. Term understanding selalu ada
hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-solving, kita
belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya
persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain. Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke
suatu tempat tertentu, maka ia akan menemukan reinforcer tertentu. Manurut pada ahli teori S-R,
bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu prilaku sepanjang
kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan menurut Tolman, ia
memprediksikan, jika reinforcer dirubah, prilaku akan terganggu, karena reinforcement
expectancy merupakan bagian dari apa yang diharapkan

http://www.rangkumanmakalah.com/teori-belajar-edward-c-tolman/

The behavioris menyatakan bahwa psikologi harus mempelajari perilaku yang dapat diamati
sebenarnya, dan bahwa tidak ada yang terjadi antara stimulus dan respon (yaitu tidak ada proses
kognitif berlangsung).

Edward Tolman (1948) menantang asumsi-asumsi ini dengan mengusulkan bahwa manusia dan
hewan yang aktif proses informasi , bukan peserta didik pasif sebagai behaviorisme telah
disarankan. Tolman mengembangkan pandangan kognitif pembelajaran yang telah menjadi
populer dalam psikologi modern.

Tolman percaya individu melakukan lebih dari sekedar menanggapi rangsangan; mereka
bertindak atas keyakinan, sikap, perubahan kondisi, dan mereka berusaha menuju tujuan. Tolman
hampir satu-satunya behavioris yang menemukan teori stimulus-respon yang tidak dapat
diterima, karena penguatan itu tidak perlu untuk belajar terjadi. Dia merasa perilaku terutama
kognitif.
Tolman menciptakan peta kognitif jangka, yang merupakan representasi internal (atau gambar)
dari fitur lingkungan eksternal atau landmark. Dia berpikir bahwa individu memperoleh sejumlah
besar isyarat (yaitu sinyal) dari lingkungan dan bisa menggunakan ini untuk membangun citra
mental lingkungan (yaitu peta kognitif).

Dengan menggunakan representasi internal ini dari ruang fisik mereka bisa sampai ke tujuan
dengan mengetahui di mana itu adalah di kompleks fitur lingkungan. pintas dan rute berubah
yang mungkin dengan model ini.

Tolman juga bekerja pada pembelajaran laten, yang didefinisikan sebagai pembelajaran yang
tidak jelas dalam perilaku pelajar pada saat belajar, tapi yang memanifestasikan kemudian ketika
motivasi dan keadaan yang cocok muncul. Ide pembelajaran laten tidak asli untuk Tolman, tapi
ia dikembangkan lebih lanjut

http://www.simplypsychology.org/tolman.html

14. Clark Hull 1884-1952 Drive Reduction Theory


Hull percaya bahwa perilaku manusia adalah hasil dari interaksi konstan antara organisme dan
lingkungannya. lingkungan memberikan rangsangan dan organisme merespon, semua yang
diamati. Namun ada komponen yang tidak bisa diamati, perubahan atau adaptasi yang organisme
kebutuhan untuk membuat agar bisa bertahan dalam waktu itu lingkungan. Hull menjelaskan,
"ketika hidup dalam bahaya, organisme tersebut dalam keadaan kebutuhan (ketika persyaratan
biologis untuk bertahan hidup tidak terpenuhi) sehingga organisme berperilaku dalam mode
untuk mengurangi kebutuhan itu" (Schultz & Schultz, 1987, p 238). Cukup, organisme
berperilaku sedemikian rupa yang memperkuat kondisi biologis optimal yang diperlukan untuk
bertahan hidup.

Hull adalah behavioris objektif. Dia tidak pernah dianggap sadar, atau gagasan mentalistik. Dia
mencoba untuk mengurangi setiap konsep untuk hal fisik. Dia melihat perilaku manusia sebagai
mekanik, otomatis dan siklis, yang dapat dikurangi dengan persyaratan fisika. Jelas, ia berpikir
dalam hal matematika, dan merasa bahwa perilaku harus dinyatakan sesuai dengan persyaratan
ini. "Psikolog tidak hanya harus mengembangkan pemahaman yang menyeluruh dari
matematika, mereka harus berpikir dalam matematika" (Schultz & Schultz, 1987, hal 239).
Dalam waktu Hull tiga metode khusus yang biasa digunakan oleh para peneliti; observasi,
observasi dikendalikan sistematis, dan pengujian eksperimental dari hipotesis. Hull percaya
bahwa metode tambahan diperlukan, - The hypothetico metode deduktif. Ini melibatkan berasal
postulat yang kesimpulan eksperimen diuji bisa disimpulkan. Kesimpulan ini kemudian akan
eksperimen diuji.

Hull melihat drive sebagai stimulus, yang timbul dari kebutuhan jaringan, yang pada gilirannya
merangsang perilaku. Kekuatan drive ditentukan pada panjang kekurangan, atau intensitas /
kekuatan perilaku yang dihasilkan. Dia percaya drive untuk menjadi non-spesifik, yang berarti
bahwa drive tidak perilaku tidak langsung lebih berfungsi untuk memberi energi itu. Selain
pengurangan drive ini adalah penguatan. Hull mengakui bahwa organisme termotivasi oleh
kekuatan lain, bala bantuan sekunder. "Ini berarti bahwa rangsangan sebelumnya netral mungkin
menganggap karakteristik berkendara karena mereka mampu memunculkan tanggapan yang
serupa dengan yang terangsang oleh negara perlu asli atau drive utama" (Schultz & Schultz,
1987, hal 240). Jadi belajar harus terjadi dalam organisme.

teori belajar Hull berfokus terutama pada prinsip penguatan; ketika hubungan SR diikuti dengan
pengurangan kebutuhan, probabilitas meningkatkan bahwa dalam situasi serupa di masa depan
stimulus yang sama akan menciptakan respon sebelum sama. Penguatan dapat didefinisikan
dalam hal pengurangan kebutuhan primer. Sama seperti Hull percaya bahwa ada drive sekunder,
ia juga merasa bahwa ada bala bantuan sekunder - "Jika intensitas stimulus berkurang sebagai
hasil dari drive sekunder atau belajar, itu akan bertindak sebagai penguat sekunder" (Schultz &
Schultz 1987, p 241). Cara untuk memperkuat respon SR adalah untuk meningkatkan jumlah
bala bantuan, kekuatan kebiasaan.

Clark Hull Mathematico deduktif Teori Perilaku bergantung pada keyakinan bahwa hubungan
antara hubungan SR bisa menjadi sesuatu yang mungkin mempengaruhi bagaimana suatu
organisme merespon; pembelajaran, kelelahan, penyakit, cedera, motivasi, dll Dia berlabel
hubungan ini sebagai "E", potensi reaksi, atau sebagai Ser. Tujuan Clark adalah untuk membuat
ilmu dari semua faktor-faktor intervensi. Dia diklasifikasikan formula

Ser = (SHR x D x K x V) - (SIR + Ir) +/- Sor

sebagai Teori Global Perilaku. Kekuatan kebiasaan, SHR, ditentukan oleh jumlah Memperkuat.
Mengemudi kekuatan, D, diukur dengan jam perampasan kebutuhan. K, adalah nilai insentif
stimulus, dan V adalah ukuran connectiveness tersebut. Kekuatan penghambatan, Sir, adalah
jumlah non Memperkuat. Penghambatan reaktif, Ir, adalah ketika organisme harus bekerja keras
untuk hadiah dan menjadi lelah. Variabel terakhir dalam formula adalah SOR, yang
menyumbang kesalahan acak. Hull percaya bahwa formula ini dapat menjelaskan semua
perilaku, dan bahwa hal itu akan menghasilkan data empiris yang lebih akurat, yang akan
menghilangkan semua metode introspektif tidak efektif dalam laboratorium (Thomson, 1968).

Meskipun Hull adalah kontributor besar untuk psikologi, teori dikritik karena kurangnya
generalisasi karena cara ia didefinisikan variabel dalam istilah kuantitatif seperti yang tepat.
"Dengan demikian, kepatuhan Hull untuk sistem matematika dan formal bangunan teori terbuka
untuk pujian dan kritik" (Schultz & Schultz, 1987, hal 242).

http://muskingum.edu/~psych/psycweb/history/hull.htm

Teori Belajar Clark Leonard Hull (1884-1952)

Clark Leonard Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di
Michigan, dan mendiami satu kelas selama bertahun-tahun. Hull mempunyai masalah kesehatan
di mata, mempunyai orang tua yang miskin, dan pernah menderita polio. Pendidikan yang
ditempuhnya beberapa kali terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus, dia
memenuhi syarat sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah
yang kecil (Cherry, 2011).

Setelah memperoleh bachelor dan gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke psikologi,
dan menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari University of Wisconsin, dimana dia tinggal
selama sepuluh tahun sebagai instruktur. Penelitian doktornya pada Aspek kuantitatif dari
Evolution of Concepts telah diterbitkan dalam Psychological Monographs (Cherry, 2011).

Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi
belajar, hipnotis, teknik sugesti. Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental
laboratorium. Teori belajar Hull berpusat pada perlunya memperkuat suatu pengetahuan yang
sudah ada. Inti tingkat analisis psikologis adalah gagasan mengenai variabel intervensi, yang
dijelaskan sebagai unobservable perilaku. Hull sangat berkeras dan taat pada metode ilmiah,
yaitu dengan rancangan percobaan yang dikontrol dan analisis data yang diperoleh. Perumusan
deduktif dari teori belajar melibatkan serangkaian postulat yang akhirnya harus diuji oleh
eksperimen (Parwira, 2012).

Salah satu aspek dari pekerjaan Hull adalah pada tes bakat yang akan membuktikan instrumental
dalam perkembangan behaviorismenya. Untuk memfasilitasi penghitungan dari correlations
antara berbagai tes, ia membangun sebuah mesin untuk melakukan perhitungan, menyelesaikan
proyek pada tahun 1925 dengan dukungan dari National Research Council. Selain dari mesin
praktis manfaat, keberhasilan proyek Hull yang bersifat fisik dengan perangkat yang tepat,
susunan komponen yang mampu melakukan operasi karakteristik dari proses mental tingkat
tinggi (Parwira, 2012).

Hull berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.
Oleh karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral.
Menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, stimulus hampir selalu dikaitan dengan
kebutuhan biologis.

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull,
seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Prinsip-prinsip utama teorinya (Parwira, 2012): (a) reinforcement adalah faktor penting dalam
belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction
daripada satisfied faktor, (b) dalam mempelajari hubungan S R yang diperlu dikaji adalah
peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O
adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada
faktor R yang berupa output, dan (c) proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis
terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisma.

Hypothetico-deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan


menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus
didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori
ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas
otak, reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya (Iskandar, 2012). Teori Hull
mengandung struktur postulat dan teorema yang logis mirip seperti geometri Euclid. Postulat itu
adalah pernyataan umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung,
meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji.

https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2015/12/09/teori-belajar-behavioristik/

15. Kenneth Spence


Kenneth Spence adalah yang paling terkenal dari Clark Hull siswa. Ia lahir di
Chicago dan memperoleh gelar sarjana dan master dari McGill University. Dia
meraih gelar Ph.D. dari Yale pada tahun 1933, dan kemudian bekerja di
University of Virginia, maka Universitas Iowa dari tahun 1938 ke tahun 1964.
Dia kemudian bekerja di Universitas Texas sampai kematiannya pada tahun
1967.

Teori

Sejumlah kontribusi untuk literatur psikologis dikaitkan dengan Spence.

1. Insentif motivasi dan teori formulation- Hull matematika-nya adalah


sebuah teori kebiasaan perilaku. Spence berangkat dari Hull karena ia
dikaitkan peningkatan kinerja untuk faktor motivasi daripada faktor
kebiasaan.

2. Logika dan metodologi ilmiah dalam psikologi - Spence mengidentifikasi


empat jenis teori dalam psikologi. Ini adalah "konsepsi kebinatangan",
keyakinan bahwa jiwa, libido, energi vital, atau "pasukan" jelas lain dalam
organisme perilaku dipandu; "teori neurofisiologis" seperti Pavlov dan Kohler ;
"Respon-disimpulkan konstruk teoritis" seperti yang diajukan oleh Gestaltists
seperti Kurt Lewin ; dan "intervensi variabel" teori Hull dan Tolman .
3. Perbedaan antara SS (Sign-significate) dan SR (Stimulus Response) belajar
yang SS lebih gestalt, menekankan sifat persepsi pembelajaran, sedangkan
SR mendalilkan koneksi asosiatif antara stimulus dan respon dan dengan
demikian lebih sepanjang garis dari teori behavioris.

4. Percobaan diskriminasi belajar yang Spence mengamati bahwa penguatan


dikombinasikan dengan frustrasi atau inhibitor difasilitasi menemukan
stimulus yang benar di antara cluster yang termasuk orang-orang yang salah.
Ini adalah "wortel dan tongkat" model.
5. Teori stimulus dan transposisi Absolute - fenomena transposisional disebut
kecenderungan organisme untuk memilih antara dua stimuli BARU
berdasarkan belajar dari hubungan sebelumnya dari stimulus dan respon.
6. Pentingnya reinforcement- sekunder stimulus netral yang menjadi
ditambah dengan stimulus utama mengambil memperkuat kapasitas itu
sendiri
7. Kepunahan perilaku dalam belajar klasik.
http://www.lifecircles-inc.com/Learningtheories/behaviorism/Spence.html

Keneth W. Spence 1907-1967 Discrimination Learning

Pada tahun 1937, Spence menjadi asisten profesor psikologi di University of Virginia dan,
setahun kemudian, ia pindah ke Universitas Negeri Iowa (sekarang Universitas Iowa) di Iowa
City, sebagai seorang profesor. Spence sangat tertarik dalam belajar dan pendingin. Dia
diperpanjang penelitian dan teori-teori Hull, dalam upaya untuk membangun yang tepat,
formulasi matematis untuk menggambarkan akuisisi perilaku yang dipelajari. Dia mencoba
untuk mengukur perilaku yang dipelajari sederhana seperti air liur dalam mengantisipasi makan.
Banyak penelitian terfokus pada klasik AC, mudah diukur, mata berkedip perilaku dalam
kaitannya dengan kecemasan dan faktor-faktor lain. Ia mengukur kecemasan menggunakan
Taylor Manifest Anxiety Scale yang dikembangkan oleh mahasiswa pascasarjana nya, Janet
Taylor, yang akhirnya dinikahinya. Spence percaya pada "pembelajaran laten," bahwa
penguatan itu tidak perlu untuk belajar terjadi. Namun, ia berpikir bahwa penguatan adalah
seorang motivator yang kuat untuk kinerja. Secara kolektif, karya ini akhirnya dikenal sebagai
teori Hull-Spence pengkondisian dan pembelajaran.

University of Iowa menjadi pusat psikologi teoritis


Spence menjadi profesor penuh dan kepala departemen psikologi di Iowa pada tahun 1942.
Bersama dengan Kurt Lewin di Stasiun Penelitian Kesejahteraan Anak, dan ilmu filsuf Gustav
Bergmann, Spence membuat University of Iowa menjadi pusat utama psikologi teoritis, dengan
tujuan mengubah psikologi menjadi ilmu alam canggih. Spence berkolaborasi dengan Bergmann
pada positivisme logis, kerangka kerja untuk teori psikologi. Pada tahun 1956, Spence Silliman
Kuliah di Yale University yang diterbitkan sebagai Teori Perilaku dan penyejuk. Pada tahun
1960, banyak dari kertas dikumpulkan sebagai Teori Perilaku dan Belajar. Spence juga bertugas
di Komite Angkatan Udara AS pada Sumber Daya Manusia dan Penasehat Angkatan Darat
Ilmiah.

Oleh almarhum 1940, Spence dan neobehaviorists lainnya telah berhasil menanamkan semua
psikologi Amerika dengan behaviorisme . Spence menunjukkan bahwa psikolog Amerika tidak
lagi peduli untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai behavioris; bukan, itu diambil untuk
diberikan. Dengan munculnya pendekatan perilaku kognitif, teori Spence kurang mendapat
perhatian. Namun metode eksperimental terus dianggap sangat.

Spence menikah mantan mahasiswa pascasarjana nya, Janet Taylor Spence, pada tahun 1959.
Pada tahun 1964, ia pindah ke departemen psikologi di University of Texas di Austin. Selama
karirnya, Spence adalah penasihat sekitar 75 Ph.D. siswa. banyak penghargaan nya termasuk
Howard Crosby Warren Medal dari Masyarakat Psikolog Experimental pada tahun 1953 dan
pertama Distinguished Kontribusi Penghargaan Ilmiah dari APA pada tahun 1956. Spence
meninggal karena kanker di Austin, Texas, pada tahun 1967.

http://psychology.jrank.org/pages/605/Kenneth-W-Spence.html

Anda mungkin juga menyukai