Anda di halaman 1dari 19

PEMBAHASAN

A. PROFIL IVAN PETROVICH PAVLOV


Bapak teori belajar modern adalah Ivan Petrovich Pavlov
(1849-1936). Pavlov lahir di Ryazan, Rusia, putra seorang
pendeta desa yang miskin. Pavlov sendiri berencana ingin
menjadi pendeta, namun dia berubah pikiran dan memutuskan
untuk menekuni fisiologis. Dia sebenarnya bukanlah sarjana
psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena
dia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Tahun 1870,
ia memasuki Universitas Petersburg untuk mempelajari sejarah
alam di Fakultas Fisika dan Matematika.
Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada Institute of Experimental
Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih
penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika.
Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes
(1927).
Ia meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia
bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi,
karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik.Cara berpikirnya adalah
sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi
karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha
menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian,
peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleksrefleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari
aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan
yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M.
yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula

oleh J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat
perubahan-perubahan seperlunya.
B. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK (PAPLOV)
Dalam tahun-tahun terakhir dari abad ke 19 dan tahun-tahun permulaan abad
ke-20, Pavlov dan kawan-kawan mempelajari proses pencernaan dalam anjing. Selama
penelitian mereka para ahli ini memperhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan
pengeluaran air liur. Dalam eksperimen-eksperimen ini Pavlov dan kawan-kawannya
menunjukkan, bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini
disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan, seperti pengeluaran air liur.4
Berangkat dari pengalamannya, Pavlov mencoba melakukan eksperimen dalam bidang
psikologi dengan menggunakan anjing sebagi subjek penyelidikan.
Untuk memahami eksperimen-eksperimen Pavlov perlu terlebih dahulu
dipahami beberapa pengertian pokok yang biasa digunakan dalam teori Pavlov sebagai
unsur dalam eksperimennya.
1. Perangsang tak bersyarat = perangsang alami = perangsang wajar =
Unconditioned Stimulus (US); yaitu perangsang yang memang secara alami,
secara wajar, dapat menimbulkan respon pada organisme, misalnya: makanan
yang dapat menimbulkan keluarnya air liur pada anjing.
2. Perangsang bersyarat = perangsang tidak wajar = perangsang tak alami =
Conditioned Stimulus (CS) yaitu perangsang yang secara alami, tidak
menimbulkan respon; misalnya: bunyi bel, melihat piring, mendengar langkah
orang yang biasa memberi makanan.
3. Respon tak bersyarat = respon alami = respon wajar = Unconditioned
Response (UR); yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang tak bersyarat
(Unconditioned Stimulus = UR).
4. Respon bersyarat = respon tak wajar = Conditioned Response (CR), yaitu
respons yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (Conditioned Response =
CR),
Adapun langkah-langkah eksperimen yang dilakukan Pavlov sebagai berikut:
1. Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan
penyelidik mengukur dengan teliti air ludah yang keluar dengan pipa sebagai
respons terhadap perangsang makanan (berupa serbuk daging) yang disodorkan ke
mulutnya. Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga akhirnya diketahui
bahwa air liur sudah keluar sebelum makanan sampai ke mulut. Artinya, air liur
2

telah keluar saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat orang yang biasa
memberi makanan bahkan saat mendengar langkah orang yang biasa memberi
makanan.
Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada perangsang makanan
merupakan suatu yang wajar. Namun, keluarnya air liur karena anjing melihat
piring, orang atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang tidak wajar.
Artinya, dalam keadaan normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena
melihat piring makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar
langkah-langkah orang yang biasa memberi makanan. Piring tempat makanan,
orang dan langkah orang yang biasa memberi makanan merupakan tanda atau
signal.
Dalam eksperimennya, tanda atau signal selalu diikuti datangnya makanan.
Berkat latihan-latihan selama eksperimen, anjing akan mengeluarkan air liurnya
bila melihat atau mendengar signal-signal yang persis sama dengan signal-signal
yang digunakan dalam eksperimen.
Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi, refleks bersyarat
merupakan hasil belajar atau latihan. Namun, sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov
tidak tertarik pada masalah tersebut karena lebih tertarik pada masalah fungsi otak.
Dengan mendapatkan refleks bersyarat, Pavlov berkeyakinan bahwa ia telah
menemukan sesuatu yang baru dibidang fisiologi. Dia ingin mengetahui proses
terbentuknya refleks bersyarat melalui penyelidikan mengenai fungsi otak secara
tidak langsung.
2. Dalam usahanya memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi eksperimen seperti di
atas dengan berbagai variasi. Adapun langkah-langkah eksperimennya adalah:
a. Anjing

dibiarkan

lapar, Paplov

membunyikan

metronom

dan

anjing

mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Variasi lain dilakukuan dengan


menyalakan lampu dalam kamar gelap dan anjing memperhatikan lampu
menyala. Setelah metronom berbunyi atau lampu menyala selama 30 detik,
makanan (serbuk daging) diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur.
b. Percobaan tersebut, baik dengan membunyikan metronom maupun menyalakan
lampu, diulang berkali-kali dengan jarak 15 menit.
c. Setelah diulang 32 kali, bunyi metronom atau nyala lampu selama 30 detik dapat
menyebabkan keluarnya air liur dan semakin bertambah deras jika makanan
diberikan.7
3

Dalam eksperimen kedua di atas, ada beberapa hal yang bisa diterangkan:
(1) Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan Conditioning Stimulus (CS) dan
makanan merupakan Unconditioning Stimulus (US).
(2) Keluarnya air liur karena bunyi metronom atau nyala lampu merupakan
Conditioning Refleks (CR) dan keluarnya air liur karena ada makanan
merupakan Unconditioning Refleks (UR)
(3) Makanan yang diberikan setelah air liur disebut Reinforcer (pengaruh) yang
memperkuat

refleks

bersyarat

dan

memberikan

respons

lebih

kuat

dibandingkan dengan refleks bersyarat.


3. Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya bertujuan mengetahui apakah refleks
bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan. Melalui semua
eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks bersyarat yang telah
terbentuk dapat hilang atau dihilangkan dengan jalan:
a. Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang jika perangsang atau signal
yang membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau
signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah digunakan
kembali.
b. Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan persyaratan kembali
(reconditioning). Caranya seperti pada eksperimen kedua. Misalnya, bunyi
metronom yang digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk refleks
bersyarat. Kemudian, bunyi metronom tidak digunakan kembali dan diganti
dengan nyala lampu. Dalam waktu yang cukup lama, jika metronom
dibunyikan kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat karena
sekarang refleks bersyarat muncul jika ada nyala lampu. Kenyataan
menunjukkan bahwa hewan memiliki daya ingat terbatas, seperti halnya
manusia.
4. Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan mengetahui kemampuan binatang dalam
membedakan bermacam-macam perangsang agar menolong kemajuan studi ilmiah
tentang belajar. Namun demikian, penemuan-penemuan Pavlov tidak banyak
diterapkan pada belajar di sekolah.
Dari hasil eksperimen-eksperimen yang dilakukan dengan anjing itu
Pavlov berkesimpulan: bahwa gerakangerakan refleks itu dapat dipelajari; dapat
berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua
macam refleks, yaitu refleks wajar (Unconditioned Refleks) keluar air liur ketika
melihat makanan dan refleks bersyarat/refleks yang dipelajari (Conditioned
4

Refleks) keluar air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu,
atau terhadap suatu bunyi tertentu (Mulyati. 2005).
Hukum-Hukum Teori Belajar Classical Conditioning Paplov
Dalam istilah Pavlov, pemberian makanan merupakan stimulus yang tidak
dikondisikan Paradigma Pengondisian Klasik. Di dalam sebuah eksperimen yang khas
behavioris, seekor anjing ditaruh beberapa saat di sebuah kurungan di ruang gelap
kemudian sebuah lampu kecil dinyalakan di atasnya. Setelah 30 detik, sejumlah
makanan diletakkan di mulut si anjing, membangkitkan refleks air liur. Prosedur ini
diulang beberapa kali setiap kali makanannya diberikan bersama-sama dengan
cahaya lampu. Setelah beberapa saat, cahaya lampu yang awalnya tidak berkaitan
dengan air liur, dapat membuat air liur anjing keluar saat melihat lampu dinyalakan. Si
anjing bisa dikatakan telah dikondisikan untuk merespons cahaya.
Dalam istilah Pavlov, pemberian makanan merupakan stimulus yang tidak
dikondisikan (unconditioned stimulus, US) Pavlov tidak perlu mengondisikan si
hewan untuk mengeluarkan air liur jika melihat makanan. Sebaliknya, cahaya lampu
merupakan stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus, CS) efeknya perlu
dikondisikan terlebih dahulu. Air liur terhadap makanan disebut refleks yang tidak
dikondisikan (unconditioned reflex, UR), sedangkan air liur terhadap cahaya disebut
refleks yang dikondisikan (conditioned reflex, CR). Proses seperti ini disebut
pengondisian klasik (classical conditioning).
Kita bisa melihat kalau di dalam eksperimen ini CS muncul sebelum US;
Pavlov mematikan lampu, membiarkan ruangan gelap, sebelum memberikan si anjing
makanan. Salah satu pertanyaan yang dilontarkannya, apakah ini merupakan cara
terbaik untuk membuat pengondisian. Dia dan murid-muridnya akhirnya menemukan
bahwa memang cara itulah yang terbaik. Sangat sulit untuk memperoleh pengondisian
jika stimulus yang dikondisikan (CS) dilakukan sebelum stimulus yang tidak
dikondisikan (US). Dan dari studi-studi lain, kita sekarang tahu kalau pengondisian
sering kali berlangsung sangat cepat apabila stimulus yang dikondisikan disajikan
setengah detik sebelum stimulus yang tidak dikondisikan (Purwanto, Ngalim. 2007).
Contoh: Guru yang senantiasa menyampaikan materi pelajaran disertai dengan
latihan soal. Kemudian siswa disuruh untuk mengerjakan latihan soal tersebut. Setiap
kali siswa dapat mengerjakan soal latihan (CS) tersebut dengan baik dan benar guru
akan tersenyum dan memberikan pujian pada siswa (UCS), dan siswa akan merasa

bangga (CR). Diharapkan dengan sering terbiasa mengerjakan latihan soal, siswa akan
punya pengalaman dengan bentuk-bentuk soal dan pada akhirnya dapat menyelesaikan
suatu soal dengan mudah yang dapat membuatnya bangga. Dapat menyelesaikan soal
(CS) membuat siswa bangga (CR).
Namun demikian, dari hasil eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut,
Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengkondisian, antara lain:
1. Kepunahan/Penghapusan/Pemadaman (extinction).

Penghapusan berlaku

apabila rangsangan terlazim tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim,


lama-kelamaan individu/organisme itu tidak akan bertindak balas. Setelah
respons itu terbentuk, maka respons itu akan tetap ada selama masih diberikan
rangsangan bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan tak bersyarat.
Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk beberapa lama, maka respons
bersyarat lalu tidak mempunyai pengut/reinforce dan besar kemungkinan
respons bersyarat itu akan menurun jumlah pemunculannya dan akan semakin
sering tak terlihat seperti penelitian sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut
dengan pemadaman (extinction). Beberapa respons bersyarat akan hilang
secara perlahan-lahan atau hilang sama sekali untuk selamanya. Dalam
kehidupan nyata, mungkin kita pernah menjumpai realitas respons emosi
bersyarat. Contoh : Ada dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang
biasa bermain bersama. Pada saat mereka menginjak dewasa, menjadi seorang
gadis dan pemuda, tiba-tiba tumbuh perasaan cinta pada diri pemuda kepada
gadis tersebut, tetapi tidak demikian dengan sang gadis. Pada saat pemuda
teman sejak kecilnya itu menyatakan cintanya, gadis tersebut menolak dengan
alasan perasaan kepada pemuda itu hanya sebatas teman. Namun, karena
pemuda itu sangat mencintai sang gadis, dengan menggunakan berbagai cara
yang dapat membahagaikan, ia berusaha untuk mengambil hati gadis itu agar
menerima cintanya. Misalnya, dengan selalu memberikan perhatian,
memberikan segala yang disukai oleh gadis itu, dan lain sebagainya. Ketika
perhatian dan kebaikannya kepada gadis tersebut dilakukan berulang-ulang
maka pada suatu saat hati sang gadis menjadi luluh dan akhirnya menerima
cinta pemuda tersebut.
Sebuah stimulus yang dikondisikan, sekali diciptakan, tidak mesti
bekerja selamanya. Pavlov menemukan meski-pun dia bisa membuat cahaya
sebagai stimulus yang dikondisikan bagi keluarnya air liur, namun jika dia
6

menyalakan lampu itu saja beberapa kali tanpa memberi si anjing makanan, maka
cahaya akan kehilangan efeknya sebagai stimulus yang dikondisikan. Tetesan air
liur makin berkurang saja sampai akhirnya tidak keluar sama sekali. Di titik ini,
kepunahan terjadi. Pavlov sendiri menggunakan istilah kondisional dan nonkondisional; kedua istilah ini diterjemahkan sebagai dikondisikan dan tidakdikondisikan oleh para psikolog, dan digunakan sampai sekarang kurang saja
sampai akhirnya tidak keluar sama sekali. Di titik ini, kepunahan terjadi
(Purwanto, Ngalim. 2007).
Pavlov juga menemukan bahwa meskipun refleks yang dikondisi-kan
tampaknya hilang, dia bisa juga mengalami pemulihan spontan. Di dalam sebuah
eksperimen, seekor anjing dilatih untuk mengeluarkan air liur hanya dengan
melihat makanan stimulus yang dikondisikan (CS). (Awalnya si anjing baru
mengeluarkan air liur hanya jika makanan sudah berada di mulutnya.) Kemudian,
CS sendiri disaji-kan dalam interval tiga-menitan sebanyak enam kali percobaan,
dan pada percobaan keenam, si anjing tidak lagi mengeluarkan air liur. Jadi
tampaknya respons ini sudah mengalami kepunahan. Namun demikian, setelah
dua jam istirahat, penyajian CS sendirian sekali lagi bisa menghasilkan jumlah air
liur yang cukup banyak. Artinya, respons menunjukkan pemulihan spontan. Akan
tetapi, apabila eksperimen ini diteruskan meskipun respons sudah hilang, tanpa
memberi jeda waktu untuk memperbaiki stimulus yang dikondisikan (CS) menjadi
stimulus yang tidak dikondisikan (US), maka efek pemulihan spontan ini
tampaknya memang akan hilang selamanya. Contoh: Guru yang awalnya memulai
pelajaran (misalnya sains) dengan senyum dan ramah serta mengawali pelajaran
dengan memberi apersepsi atau pun metafora sebelum memberikan materi
pelajaran ataupun latihan soal dirasa siswa itu merupakan stimulus yang dapat
membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar. Namun bila kemudian
hari guru tersebut masuk dengan senyum dan tanpa memberikan apersepsi dan
metafora dan langsung memberikan latihan soal, maka mungkin minat dan
motivasi siswa untuk belajar dapat berkurang dan bila kondisi tersebut terjadi
berulang-ulang dalam waktu lama, maka kemungkin besar minat dan motivasi
siswa untuk belajar dapat hilang.
2. Generalisasi Stimulus (stimulus generalization). Rangsangan yang sama akan
menghasilkan tindak balas yang sama. Pavlov menggunakan bunyi loceng yang
berlainan nada, tetapi anjing masih mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahawa
7

organisme telah terlazim, dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim akan
menghasilkan gerak balas terlazim (air liur) walaupun rangsangan itu berlainan atau
hampir sama. Contoh : anak kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan
memberikan respons rasa takut pada setiap anjing. Tapi melalui penguatan dan
pemadaman diferensial, rentang stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya pada
anjing yang galak saja.
Meskipun sebuah refleks sudah dikondisikan hanya untuk satu stimulus,
ternyata bukan hanya stimulus itu yang bisa memunculkannya. Respons tampaknya
bisa membangkitkan juga sejumlah stimulus serupa tanpa pengondisian lebih jauh.
Sebagai contoh, seekor anjing yang telah dikondisikan untuk mengeluarkan air liur
terhadap bunyi bel bernada tertentu akan mengeluarkan air liur juga jika
mendengarkan bunyi bel bernada lain. Kemampuan merangkai stimulis untuk
menghasilkan respons seperti ini beragam menurut derajat kemiripan dengan stimulus
awal yang dikondisikan (CS orisinil). Pavlov percaya bahwa kita bisa mengamati
generalisasi stimulus ini karena proses fisiologis yang dinamainya pemancaran
(irradiation). Stimulus awal merangsang bagian tertentu otak yang kemudian
memancar atau menyebar ke- wilayah otak yang lain (Purwanto, Ngalim. 2007). Bila
suatu makhluk mengadakan generalisasi (menyamaratakan), maka ia juga akan dapat
melakukan diskriminasi atau pembedaan. Contoh: Guru yang awalnya memulai
pelajaran dengan senyum dan ramah serta mengawali pelajaran dengan memberi
apersepsi atau pun metafora sebelum memberikan materi pelajaran atau latihan soal
dirasa siswa itu merupakan stimulus yang dapat membangkitkan minat dan motivasi
siswa untuk belajar. Stimulus tersebut akan digeneralisasi oleh siswa bahwa guru
tersebut orangnya baik, mengerti kemauan siswa dan dapat diajak berdiskusi serta
nantinya dalam memberikan penilaian buat siswa tidak pelit dan akan memberikan
nilai yang bagus.
3.

Pemilahan(discrimination). Diskriminasi

yang

dikondisikan ditimbulkan melalui

penguatan dan pemadaman yang selektif. Diskriminasi berlaku apabila individu


berkenaan dapat membedakan atau mendiskriminasi antara rangsangan yang
dikemukakan dan memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas. Contoh : Anak
kecil yang takut pada anjing galak, maka akan memberi respon rasa takut pada setiap
anjing, tapi ketika anjing galak terikat dan terkurung dalam kandang maka rasa takut
anak itu menjadi berkurang.

Generalisasi awal stimulus ini secara bertahap membuka jalan bagi proses
pembedaan. Jika anjing terus dibiarkan mendengar suara bel yang berbeda-beda
nadanya (tanpa menyajikan makanan di hadapannya), maka si anjing mulai merespons
secara lebih selektif, membatasi responsnya hanya kepada nada yang paling mirip
dengan CS orisinil. Kita bisa juga secara aktif menghasilkan pembedaan dengan
menggandengkan satu nada dengan makanan, sementara nada lain tanpa disertai
makanan. Ini biasa disebut sebagai eksperimen tentang pemilahan stimulus.
Contoh: Guru yang biasa memberikan pelajaran dengan latihan soal dan usai
memberikan pelajaran menyuruh siswa mengerjakan latihan soal yang ada dalam buku
teks dipapan tulis. Bila penyelesaian soal tersebut benar maka guru akan tersenyum
dan mengatakan bagus. Stimulus ini akan ditangkap oleh siswa dan dianalogikan
bahwa perkataan bagus berarti jawaban siswa tersebut benar. Ini akan berbeda jika
siswa mengerjakan soal dipapan dan guru cuma tersenyum tanpa mengatakan bagus,
karena siswa akan menganalogikan jawaban yang dibuatnya belum tentu benar. Jadi
siswa akan selektif mengartikan senyum guru.
4. Tingkat Pengondisian Yang Lebih Tinggi. Akhirnya, Pavlov menun-jukkan
bahwa sekali kita dapat mengondisikan seekor anjing secara solid kepada CS
tertentu, maka dia kemudian bisa menggunakan CS itu untuk menciptakan
hubungan dengan stimulus lain yang masih netral. Di dalam sebuah
eksperimen murid-murid Pavlov melatih seekor anjing untuk mengeluarkan
air liur terhadap bunyi bel yang disertai makanan, kemudian memasangkan
bunyi bel itu saja dengan sebuah papan hitam. Setelah beberapa percobaan,
dengan melihat papan hitam itu saja anjing bisa mengeluarkan air liurnya. Ini
disebut pengondisian tingkat-kedua. Pavlov menemukan bahwa dalam
beberapa kasus dia bisa menciptakan pengondisian sampai tingkat-tiga,
namun untuk tingkat selanjutnya, pengondisian tidak bisa dilakukannya. 12
Contoh: Stimulus yang telah membangkitkan minat dan motivasi siswa
untuk belajar pada mata pelajaran tertentu (misalnya sains) yang dirasa sulit,
akan melekat pada diri siswa minat dan motivasi tersebut. Dan bila siswa
dihadapkan pada mata pelajaran lain (misalnya matematika) yang juga dirasa
sulit, maka minat dan motivasi untuk mempelajari mata pelajaran tersebut
akan sama besarnya dengan minat dan motivasi belajar pelajaran terdahulu
(red: sains).
Secara garis besar hukum-hukum belajar menurut Pavlov, diantaranya :
9

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika


dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Prinsip-Prinsip Teori Belajar Classical Conditioning Paplov
Prinsip-prinsip belajar menurut Classical Conditioning dapat diringkaskan
sebagai berikut:
1. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/
mempertautkan antara perangsang (stimulus) yang lebih kuat dengan
perangsang yang lebih lemah.
2. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan
lingkungan.
3. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme.
4. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak US dan CS akan
menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang ditimbulkan US lebih dominan
daripada yang ditimbulkan CS. Oleh karena itu US dan CS harus di pasang
bersama-sama, yang lama kelamaan akan terjadi hubungan. Dengan adanya
hubungan, maka CS akan mengaktifkan pusaat CS di otak dan selanjutnya akan
mengaktifkan US. Dan akhirnya organisme membuat respon terhadap CS yang
tadinya secara wajar dihubungkan dengan US.
5. Semua aktifitas susunan syaraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibisi. Setiap
peristiwa di lingkungan organisme akan dipengaruhi oleh dua hal tersebut,
yang pola tersebut oleh Pavlov disebut Cortical Mosaic. Dan pola ini akan
mempengaruhi respons organisme terhadap lingkungan. Namun demikian
Pavlov juga menyadari bahwa tingkah laku manusia lebih komplek dari
binatang, karena manusia mempunyai bahasa dan hal ini akan mempengaruhi
tingkah laku manusia.

C. KELEBIHAN TEORI BEHAVIORISTIK (PAVLOV)


Kelebihan dari teori ini adalah, subjek dari teori ini membiasakan diri dengan
kondisi-kondisi tertentu sehingga pada akhirnya, pembiasaan ini menjadi suatu pola

10

hidup yang dapat terjadi secara tidak sadar. Teori ini juga baik diterapkan pada anak
yang masih membutuhkan banyak peran orang tua untuk belajar dengan banyak
pengulangan.
D. KELEMAHAN TEORI BEHAVIORISTIK (PAVLOV)
Kelemahan dari teori ini adalah termasuk dalam teori behaviorisme yang
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasaan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu
belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedekimian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang di kuasai individu.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran
juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan
bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu
arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang
pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
E.IMPLIKASI DALAM TEORI BEHAVIORISTIK (PAVLOV)

DALAM

PENDIDIKAN
Seperti yang telah kita ketahui, apa yang telah dilakukan Paplov bukanlah untuk
mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Paplov
bermanfaat di dunia psiokologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan
teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi
pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya.
Menyadari latar belakang di atas, kita sebagai pendidik harus menempatkan teori
Paplov secara tepat. Sebaiknya, kita menggunakan teori conditioning sebagai referensi
belajar secara fleksibel karena eksperimen Paplov adalah perilaku binatang. Padahal,
subyek belajar adalah manusia. Ada perbedaan hakiki pikiran dan perasaan yang
tertentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan proses
belajar secara umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan dan
pikiran subjek didik dalam belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan pengecualian11

pengecualian, sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegasi


partikularitas dengan sendirinya. Demikianlah menurut teori conditioning belajar
adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan rekasi (respon). Untuk menjadikan seseorang itu belajar
haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar
menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang
diutamakan dalam teori ini ialah belajar yang terjadi secara otomatis. Segala tingkah
laku manusia tidak lain adalah hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan kebiasaan
mereaksi terhadap syarat-syarat tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya.
Salah satu konsep yang berkaitan dengan eksperimen Paplov adalah pemberian
tanda, stimulus dan respons yang tidak dikondisikan sebagai hasil proses instingtual,
sedangkan hubungan dikondisikan disebabkan latihan. Latihan menyebabkan
perubahan tingkah laku, terutama perubahan neuron atau sel-sel syaraf. Oleh karena
itu, wajar jika Paplov disebut Neurobehaviorist karena menyatakan bahwa interaksi
antara stimulus dan respons terjadi melalui proses neural. Sementara belajar yang
dilakukan manusia, yang ada bukan hanya tanda, tetapi juga simbol. Demikian pula
dalam hal belajar, manusia tidak hanya mengenal latihan, tetapi juga belajar (dengan
konsep lain). Konsep simbol dalam belajar pada diri manusia menyebabkan perbedaan
antara manusia dengan hewan. Manusia memiliki pikiran dan perasaan, bukan hanya
insting seperti yang dimiliki binatang.
Dengan akal pikiran dan perasaan, manusia mampu membedakan tanda dan
simbol. Tanda adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari apa yang ditandakan.
Kita menyadari bahwa manusia maupun binatang mengenal tanda. Akan tetapi,
berkaitan dengan pikiran dan perasaan yang dimiliki, manusia tidak mau berhenti
hanya pada tanda, melainkan akan melangkah pada simbol. Manusia tidak puas dengan
apa yang ada pada benda, melainkan memiliki kecenderungan mengetahui apa yang
ada dibalik benda dan yang terkait dengannya. Ruang tanda diperluas sehingga
mempunyai arti dan menjadi lebih intens. Kalau tanda menunjuk pada suatu objek,
maka simbol lebih menunjuk pada suatu konsep.
Perasaan dan akal pikiran yang potensial pada manusia menyebabkan stimulus
yang sama tidak selalu menimbulkan respons sama, dan sebaliknya, respons sama
tidak selalu disebabkan stimulus yang sama. Namun demikian, ada baiknya bila kita
dapat menggunakan kerangka teori Paplov untuk membantu menjelaskan proses
belajar secara fleksibel. Contohnya, sikap ramah seorang guru memiliki kecendrungan
12

menimbulkan respons positif pada subjek didik, meskipun ada kemungkinan


timbulnya respons negatif pada subjek didik manja. Pada awal pelajaran, konsepkonsep yang sulit dapat menimbulkan shock symbol pada sebagian subjek didik, tetapi
justru dapat pula merangsang subjek didik belajar gigih agar memahaminya. Demikian
pula, latar belakangekonomi rendah dapat menimbulkan respons berupa semangat
belajar tinggi dan sebaliknya.
Eksperimen-eksperimen Paplov awalnya tidak bertujuan menemukan teori
belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme. Sesuai dengan
kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen paplov lebih bertujuan memahami
fungsi otak.
Hasil-hasil eksperimen Paplov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori
belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli pendidikan mengadopsi
hasil eksperimen paplov untuk mengembangkan teori belajar. Namun demikian, apa
yang diperoleh Paplov bukan suatu yang final sehingga kita sebaiknya fleksibel
menggunakannya.
1. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning dalam
Pengajaran
Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak pelajaran di mana
satu stimulus diganti/ digantikan untuk yang lain. Satu contoh yang penting tentang
proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan ketakutan. Bahwa bentakkan
seorang guru seringkali membuat takut murid-muridnya, hal yang sama seorang
polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan tangannya, atau seorang perawat
hendak memberi suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini menciptakan
tanggapan perhatian dan ketakutan di hati orang-orang tersebut dibawah kesadaran
mereka.

Situasi ini memberikan pengaruh ketakutan bila stimulus tidak netral:


Guru Sorak ( UCS)

Perhatian dan Ketakutan anak ( UCR)

13

Polisi mendorong dengan penuh ancaman (UCS)


Perawat memberi suntikan (UCS)

Perhatian dan Ketakutan


masyarakat (UCR)
Perhatian dan Ketakutan pasien (UCR)

Manapun stimulus netral yang berulang-kali terjadi bersama-sama dengan stimuli


ini cenderung untuk dikondisikan (C) ke ketakutan sebagai respon. Jika seorang guru
selalu meneliti seorang anak, kemudian hanya memperhatikan dia tanpa mengkritik
boleh jadi membuat dia menaruh perhatiannya. Hal yang ekstrim, anak bisa
berhubungan dengan guru di kelas dengan perhatian dan ketakutannya yang ia
kembangkan samarata, atau ketakutan yang kadang tidak masuk akal. Hal yang sama
juga dialami masyarakat phobia polisi, atau pasien, tentang perawat.
Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara sederhana untuk mengkondisikan
stimulus. Jika seorang guru memuji seorang siswa maka akan menimbulkan hal positif
baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji. Pada akhirnya, proses ini dapat
membangun hubungan baik di kelas. Hal yang sama untuk polisi, perawat, atau orang
yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang dapat dipercaya menimbulkan hal
positif tanggapan tersebut dapat dikondisikan untuk lain. Penggantian stimulus dapat
membantu bahkan pada pelajaran tertentu yang tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh
tersebut tidak memerlukan refleks sebagai titik awal.
Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau asiosatif learning, hanya
memerlukan dua stimuli yang tidak bertalian terjadi bersama-sama pada suatu
tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada. Jika seorang anak telah mempelajari
bagaimana cara menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli ini dapat
dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak, mereka akan dapat menulis padanan
menulis padanan yang menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik. Pada Gambar
3, terlihat bahwa awalnya anak tidak mempunyai kemampuan tertentu (netral) namun
setelah belajar mereka mengasiosatifkan ingatan mereka pada hal yang berbeda.
Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi
mengisyaratkan belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir. Pertanyaan guru diikuti
oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi
tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan ahli pendidikan lain
juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan
kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar
perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata14

kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata
dalam bahasa asing.
Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkaan maakna suatu
konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi
bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian para ahli telah mulai
meninggalkan teori psikologi ini.
2. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning di Kelas
Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam
menggunakan prinsip-prinsip kondisioning klasik di kelas.
a. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar,
misalnya:
1) Menekankan pada kerjasama dan kompetisi antarkelompok daripada individu,
banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif terhadap
kompetisi secara individual, yang mungkin akan digeneraalissikan dengan
pelajaran-pelajaran yang lain;
2) Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakaan
ruang membaca (reading corner) yang nyaman dan enak serta menarik, dan
lain sebagainya.
b. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang
mencemaskan atau menekan, misalnya:
1) Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan siswa lain cara memahami
materi pelajaran;
2) Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
misalnya dengaan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat
menyimpaan apa yang dipelajari dengan baik;
3) Jika siswa takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk membacakan
sebuah laaporan di depan kelompok kecil sambil duduk di tempat, kemudian
berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk
membaca laporan di depaan seluruh murid di kelas.
c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasisituasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat.
Misalnya, dengan:

15

1) Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah


sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan tinggi, bahwa tes
tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka
lakukan;
2) Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan dari
orang yang tidak dikenal, atau menghindar tetapi aman daan dapat
menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua ada.
d. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar,
Contoh: Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok daripada
individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif
terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan digeneralisasikan
dengan pelajaran-pelajaran yang lain, contoh lainnya adalah membuat kegiatan
membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca yang
nyaman dan enak serta menarik.
e. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang
mencemaskan atau menekan, Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk
mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran, misalnya dengan
memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa yang
dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara di depan kelas mintalah siswa
untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk
ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian
mintalah ia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
f. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasisituasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasi Secara tepat.
Contoh

Meyakinkan yang

cemas

ketika

siswa menghadapi ujian

masuk sebuah perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi
akademik lain yang pernah mereka lakukan.
Sebagai

guru,

kita

harus

mengetahui

bagaimana

mengurangi

counterproductive kondisi responsif yang dialami para siswa. Psikolog sudah


mempelajari ke arah itu untuk memadamkan hal negatif sebagai reaksi emosional
pada stimulus dikondisikan tertentu tidak lain untuk memperkenalkan stimulus itu
secara pelan-pelan dan secara berangsur-angsur sehingga siswa bahagia atau
santai ( M.C.Jones, 1924; Wolpe, 1969). Satu contoh, jika Imung seorang yang
takut berenang, kita mungkin mulai pelajaran berenangnya pada tempat yang
16

dangkal seperti bayi bermain dalam tempat mandinya kemudian bergerak


perlahan-lahan ke air yang lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman untuk
mencoba berenang.
Tidak ada hal yang paling membanggakan pada guru selain membantu dan
membuat siswa menjadi sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang perlu
guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku baik siswa, meningkat atau justru
melemahkannya.
F. Penutup
Sebagai sebuah teori, Classical Conditioning Pavlov memiliki kelebihan dan
sekaligus kekurangan. Adapun kelebihan teori ini misalnya cocok diterapkan untuk
pembelajaran yang menghendaki penguasaan ketrampilan dengan latihan. Atau pada
pembelajaran yang menghendaki adanya bias atau membentuk perilaku tertentu. Selain
itu juga memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran sebab individu tidak
menyadari bahwa dia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Pada
sisi lain, teori ini juga tepat kalau digunakan untuk melatih kepandaian binatang.
Sementara itu, kelemahan Teori Belajar Classical Conditioning Pavlov adalah
bahwa teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis;
keaktifan dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori ini juga terlalu menonjolkan
peranan latihan/kebiasaan padahal individu tidak semata-mata tergantung dari
pengaruh luar yang menyebabkan individu cenderung pasif karena akan tergantung
pada stimulus yang diberikan. Di samping itu pula, dalam teori ini, proses belajar
manusia dianalogikan dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat perbedaan
karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya. Oleh karena itu, teori ini hanya
dapat diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang
mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.
Key Word: Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov, Classical Conditioning.

DAFTAR PUSTAKA

17

Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, 2008, Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media Group.
Dahar, Ratna Wilis, 1988, Teori-teori Belajar. Jakarta: DepDikBud.
Djamara. Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. (1997). An Introduction to Theories of Learning.
Fifth Edition. USA: Prentice-Hall, Inc.
Klein, Stephen B. (2002). Learning: Principles and Applications. Fourth Edition. New
York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Lefrancois, Guy R. (1985). Pshycology For Teaching. Fifth Edition. Belmont:
Wadswarth Publishing Company.
Mulyati. (2005). Psikologi Belajar. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Ormred, Jeane E. (2003). Educational Psychology Developing Learners. Fourth
Edition. Ohio: Merrill Prentice Hall.
Purwanto, Ngalim. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Seifert, Kelvin. (1983). Educational Psychology. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Sudjana, Nana. 1991. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakata: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1979. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh
Psikologi. Jakarta: Bulan Bintan
Suryabrata, Sumadi ,2006, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. (2006). Psikologi Belajar. Edisi 5. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Tim Penyusun, 2004, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.

18

19

Anda mungkin juga menyukai