Disusun oleh :
Edidwiatmaja (1507044041)
Fian Sutor L. Mananga (1507044045)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2016
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Manusia adalah makhluk yang belajar. Maka, untuk sampai pada derajat yang
disebut belajar manusia harus mampu mengadakan dan atau mengalami perubahan-perubahan.
Baik itu perubahan tiap individu ataupun bahkan secara global. Namun, perubahan-perubahan
yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang baik, perubahan yang menjadikan manusia
menjadi makhluk yang memelihara alam semesta sesuai dengan mandat dari Allah SWT.
Sehingga manusia harus mencari dan mencapai hakikat belajar sampai sedalam-dalamnya.
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimental
tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek
penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran
bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen
teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan
dapat lebih berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang
Sedemikian pentingnya sesuatu yang terdapat dalam belajar, hingga para ahli
psikologi sampai melakukan penelitian yang begitu unik dan mungkin tidak terpikirkan bagi
manusia biasa yang hidup tanpa berpikir kritis. Namun, penelitian mereka bukan berarti tidak
memiliki manfaat atau kegunaan untuk penelitian selanjutnya, justru penelitian mereka
terhadap binatang menjadi langkah awal untuk meneliti tentang bagaimana belajarnya
manusia. (Hamzah, 2010)
Menurut Crow and Crow , psicology is the study of human behavior and human
relationship . Psikologi adalah tingkah laku manusia , yakni interaksi manusia dengan dunia
sekitarnya .Pengertian “ tingkah laku ” meliputi tingkah laku yang nyata ( eksplisit : terbuka )
seperti berbicara , membaca , tertawa , melompat , dsb . Sedangkan tingkah laku yang tidak
nyata ( implicit : tertutup ) seperti berpikir , mengingat , merasakan , menghendaki , dsb
Psikologi lebih banyak dikaitkan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami
perilaku manusia , alasan dan cara mereka melakukan sesuatu , dan juga memahami
bagaimana manusia berpikir dan berperasaan .
Sedangkan belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang mengenai hal-hal yang bermanfaat baginya melalui interaksi dengan lingkungan
sekitarnya. Aktivitas yang yang dipahami sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga , psikofisik ,
menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya yang menyangkut unsur cipta ( kognitif )
, rasa ( afektif ) , dan karsa ( psikomotor ) . Perkembangan dalam arti belajar disini dipahami
sebagai “ perubahan “ yang relative permanen pada aspekpsikologis . (Hamzah, 2010)
PEMBAHASAN
Stereotip Dinamis
Ketika kejadian terjadi secara konsisten dalam suatu lingkungan,respons terhadap lingkungan
yang sudah dikenal akan makin cepat dan otomatis. Ketika ini terjadi,dynamic
stereotype (stereotip dinamis) dikatakan telah terjadi. Stereotip dinamis adalah mosaik
kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat
diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang.
Ringkasnya, kejadian lingkungan tertentu cenderung diikuti oleh kejadian lingkungan
lainnya, dan selama hubungan ini terus terjadi, asosiasi antara keduanya pada level neural
akan menguat.
VI. Learned Heplessness
Seperti yang kita lihat, Rescorla mengklaim bahwa kelompok kontrol yang benar-
benar acaklah yang akan menciptakan situasi dimana tidak ada hubungan prediktif antara CS
dan US, dan karenanya tidak akan ada pengkondisian. Rescorla dan peneliti lainnya telah
menunjukkan bahwa memang tidak terjadi pengkondisian dalam kondisi control acak, tetapi
mungkin itu karena mereka terlihat pada jenis perilaku yang salah.
Martin Seligman (1969, 1975) memberikan bukti yang meyakinkan bahwa hewan
sebenarnya telah mempelajari sesuatu yang sangat penting dalam apa yang oleh Rescorla
disebut kondisi kontrol yang benar-benar acak. Dalam analisinya, Seligman pertama-tama
menunjukkan bahwa dalam eksperimen pengkondisian klasik, organisme adalah tak berdaya
(helpless), dan organisme itu mengetahui bahwa keadaan dirinya adalah tak berdaya. Untuk
menunjukkan bahwa hewan belajar menjadi tak berdaya sebagai hasil dari pengkondisian
klasik, Seligman dan rekannya membalik prosedur eksperimen yang diikuti oleh Kamin dan
Rescorla dan Wagner. Ternyata, pembalikan prosedur eksperimen ini sangat mempengaruhi
perilaku hewan.
Menurut Seligman, dalam pengkondisian klasik seekor hewan mengetahui dirinya
tak berdaya karena kondisinya memang mengharuskan demikian. Untuk menunjukkan
pentingnya kontrol, Seligman dan Maier (1967) melakukan dua fase eksperimen
menggunakan anjing. Menurut Seligman dan Maier, hewan-hewan ini selama fase 1 studi
mengetahui bahwa mereka tak bisa berbuat apa-apa untuk menghindari setrum, jadi dalam
fase 2 mereka tidak mencoba berbuat sesuatu.
Ketika keyakinan bahwa seseorang tidak bisa melakukan apa-apa untuk
menghentikan atau melarikan diri dari situasi yang buruk ini kemudian digeneralisasikan ke
situasi lain, ini dinamakan learned helplessness. Jadi, ketidakberdayaan yang dipelajari ini
tidak disebabkan oleh pengalaman traumatikperse tetapi juga oleh ketidakmampuan, atau
anggapan dirinya tak mampu, untuk melakukan sesuatu untuk menghindar. Hewan yang
belajar bahwa mereka tidak dapat mengontrol situasi yang buruk umumnya akan menjadi
pasif.
Fenomena learned helplessness ini ditemukan di banyak spesies hewan, juga pada
manusia, dengan menggunakan US aversif dan yang lainnya. Gejala learned helplessness ini
antara lain keengganan untuk melakukan suatu tindakan untuk mempertahankan penguatan
atau untuk menghindari hukuman, sikap pasif, menarik diri, takut, depresi, dan kepasrahan
untuk menerima apapun yang akan terjadi. Seligman (1975) telah menunjukkan
bahwa learned helplessness pada manusia mungkin dialami sebagai depresi dan mungkin
menjadi ciri khas dari individu yang selalu gagal dalam kehidupannya sehingga mereka akan
menjadi putus asa dan akhirnya menyerah begitu saja.
2. Counterconditioning
Counterconditioning merupakan suatu prosedur yang lebih kuat daripada cara pelenyapan
sederhana, seperti extinction. Pada aplikasi ini, suatu perlakuan dikondisikan untuk proses
pelenyapan yang tampak sukses dalam sejumlah kasus tetapi manfaat dari prosedur ini sering
hanya bersifat sementara.
Penjelasan Perlakuan :
CS – US pertama – US kedua – CR
Pada akhirnya, counterconditioning mengalami kesulitan yang sama dengan training
plenyapan.Counterconditioning pada kondisi yang berbeda akan menyebabkan pembentukan
kembali respons yang dikondisikan.
3. Flooding
Pada aplikasi ini merupakan metode pelenyapan yang berorientasi pada pemaksaan
orgainisme untuk tetap hadir bersama CS dalam waktu yang cukup lama untuk belajar bahwa
tidak ada akibat negatif yang akan muncul. Dengan prosedur flooding, beberapa individu
akan mengalami kemajuan tetapi beberapa yang lain malah tambah parah. Dan klien yang
meninggalkan terapi flooding jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan klien yang
menggunakan terapi desensitisasi sistematis.
4. Desensitisasi Sistematis
Salah satu usaha paling menyeluruh untuk mengaplikasikan prinsip pengkondisian klasik ke
psikoterapi dilakukan oleh Joseph Wolpe (1958), yang mengembangkan teknik terapi yang
disebut desensitisasi sistematis). Teknik ini memiliki tiga fase, antara lain :
1. Hierarki Kecemasan (Anxiety Hierarchy)
Dilakukan dengan sederetan hal yang menimbulkan dan kemudian mengurutkan mulai dari
hal menimbulkan kecemasan paling besar ke paling kecil.
2. Mengajari klien untuk relaks (santai)
Wolpe mengajari subjek cara mengendorkan otot dan menunjukkan bagaimana
rasanyaseseorang tidak cemas.
3. Perasaan relaksasi dan kemudian diminta membayangkan item paling lemah dalam hierarki
kecemasan. Saat membayangkannya, si klien diminta untuk relaksasi lagi. Setelah selesai,
klien diminta untuk membayangkan item selanjutnya dan seterusnya sampai semua item
selesai dibayangkan.
XIV.II. Kritik
1. Tidak adanya penjelasan belajar yang melibatkan proses mental yang kompleks.
Pembahasan pada teori ini hanya mencangkup dalam suatu kondisi yang bersyarat untuk
merubah respons (perilaku objek).
2. Teori ini menganggap bahwa belajar hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan
penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya
Dalam proses belajar, repons dari objek penelitian merupakan refleks-refleks yang terjadi
setelah adanya proses conditioning.
3. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan.
Pada realitanya, bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata bergantung pada
pengaruh dari luar. Aku dan pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan
menentukan perbuatan serta reaksi apa yang dilakukannya.
4. Teori conditioning classic memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang.
Sebagai contoh yakni Metode respons bersyarat sering digunakan untuk melatih binatang.
Untuk mengajar anjing pemburu membawa burung tanpa memakannya, anjing itu disuruh
membawa burung tiruanyang dilekati penuh dengan jarum-jarum kecil. Anjing itu segera
belajar bahwa mngunyah burung berarti terasa sakit sedangkan dengan hati-hati berarti
disayangi dan mendapat makanan. Sejak itu dna seterusnya anjing itu berhati-hati dnegan
barung selanjutnya. Namun, pada manusia, teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal
belajar tertentu saja, umpamanya dala teori belajar mengenai skill tertentu dan mengenai
pembiasaan pada anak-anak kecil.
PENUTUP
1. Simpulan
Teori Ivan Petrovich Pavlov adalah suatu teori yang mampu memberikan sumbangsihnya
pada bidang psikologi, tak terlepas pada bidang bimbingan dan konseling. Banyak hasil
eksperimen yang dikemukakan oleh teori ini. Hasil teori Ivan Pavlov meliputi :
a. Prinsip Utama yang mendasari percobaan Pavlov
b. Konsep teoritis Pavlov yang menjadi landasan hingga sekarang untuk beberapa kondisi
c. Dan beberapa hasil penelitian yang mampu mendobrak ilmu faal teraplikasi untuk
psikologi.
2. Saran
Bagi Penulis :
a. Hendaknya penulis mampu memberikan karya yang lebih baik pada kesempatan
mendatang
b. Seharusnya penulis mampu untuk berkolaborasi satu sama lain untuk menyatukan visi
dan misi dalam penyelesaian makalah ini
Bagi Pembaca :
a. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
b. Pembaca mampu mencapai tujuan penulis dalam penyusunan makalah ini.
Daftar Pustaka
Hamzah. 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2008. Theoris Of Learnig (Teori Belajar). Jakarta: Kencana
Mahmud, Dimyati. 1989. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta
Learning Theories.com. 2011. Classical Conditioning (Pavlov). (online) (http://www.learning-
theories.com/classical-conditioning-pavlov.html), diakses 06 Maret 2011
Psikologi Zone. Teori Ivan Petrovich Pavlov, Stimulus Respons (online)
(http://www.psikologizone.com/teori-ivan-petrovich-pavlov-stimulus-respons), diakses 06
Maret 2011
Teknologi Pembelajaran. 2008. Ivan P. Pavlov. (online) (http://www.ghina.0fees.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=5&Itemid=57), diakses 06 Maret 2011