Anda di halaman 1dari 72

TEORI BELAJAR IVAN

PETROVICH PAVLOV

LALA BELLA (132010083)


AI NENA (132010111)
ERDILA ZAHRA (132010113)
ALMIRA ALYA AZHAR (132010045)
FIRDA HIDAYAH (132010005)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan YME. Tuhan semesta alam yang sampai saat
ini masih memberikan limpahan kasih sayangnya kepada kita dan khususnya kepada kami
karena dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah Teori belajar Ivan petrovich pavlov.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bimbingan kepada kami dan semua pihak yang telah membantu
terselesainya tugas ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan tugas ini, untuk itu
kritik dan saran sangat diperlukan penyusun demi perbaikan kedepannya. Terakhir kami
berharap semoga penyusun makalah ini akan dapat memberikan manfaat khususnya bagi kita
semua.

Penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................


DAFTAR ISI ..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................................................................
BAB II Pembahasan ........................................................................................................................
2.1. Biografi Ivan Petrovich Pavlov ...................................................................................................
2.2. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov ................................................................
2.3. Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari ..........................................................................
2.4. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajran .....................................................................
BAB III PENUTUP .........................................................................................................................
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................................
3.2. Daftar Pustaka ............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi
prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan
pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan
teori belajar yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahan tingkah laku
setelah proses pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang
pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku
yang diharapkan.Teori belajar yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran adalah
teori belajar konstruktivisme dan teori belajar
pemrosesan informasi.Teori belajarkonstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu
tidak lagi sesuai.Teori belajar pemrosesan informasi merupakan teori yang
menitikberatkantentang bagaimana informasi yang didapat tersebut dapat diolah oleh siswa
dengan pemahamannya sendiri.Pemanfaatan lingkungan sebebas-bebasnya untuk pencapaian
tujuan belajar haruslah diberikan pada siswa, sehingga kreatifitas siswa lebih tampak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya
Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan
melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang
dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada Institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov
meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya
tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).Ia
meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang
sarjana ilmu faal yang fanatik.Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu
faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam
penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah
psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena
studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi
behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari
aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang
sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak
mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B. Watson di
Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan
seperlunya.

2.2. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini yang dikenang darinya hingga kini.
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan
Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar
untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan
ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara,
melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti
yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di
inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing)
karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian,
dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Eksperimen Pavlov:

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:

Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara
otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).

Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau
mengeluarkan air liur.

Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS)
setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur
(UCR) akibat pemberian makanan.

Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika
anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan
memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel
di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan.
Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.

Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian
mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan
stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini
disebut dengan extinction atau penghapusan.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan


penghapusan sebagai berikut:

1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui


kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah
stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa
makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom
atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi
bel dengan makanan.

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain
daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses
kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan
dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang
berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks,
yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat
dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena
menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali
tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi
(response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-
latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar
yeng terjadi secara otomatis.
Menilik psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan ekperimental, refleksiologis
objektif Pavlov tetap merupakan model yang luar biasa dan tidak tertandingi.

2.3. Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil
daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi
terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam
kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut,
menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku
manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian
dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori Classical Conditioning untuk
semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung
proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan
tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari
situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks)
bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.

Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai
contoh, suara lagu dari penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya
mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak ada lagu
tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain
adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari,
terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang
makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-
istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contohlain adalahuntuk
menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka
(UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka
berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan
coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-
ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka
secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi
karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah
dilakukan oleh pavlov. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol
antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-
bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah,
bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

2.4. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajran


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-
ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

1. Mementingkan pengaruh lingkungan


2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang
harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi
ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar
Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negatif.Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik
ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu
sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode
ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting
untuk menerapkan kondisi behavioristik.

Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih
dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari
luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap bahwa belajar itu
hanyalah terjadi secarab otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak
dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu
bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada
pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan
menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini
memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini
hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar yang
mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan


teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons.
2. Menurut teori conditioningPavlov, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan
reaksi (response).
3. Eksperimen Pavlov: Anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara
otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Jika anjing dibunyikan sebuah
bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Sehingga dalam eksperimen
ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS)
terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat
pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka
ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom
anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
4. Aplikasi teori Pavlov dalam pembelajaran adalah dengan guru tidak banyak
memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan
sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks.
DAFTAR PUSTAKA

Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Brennan, James F. 2006.Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers

Dwijandono dan Sri Esti Wuryani. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud

Sarlito W. Sarwono. 2002.Berkenalan dengan ALiran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi.


Surakarta: PT Bulan Bintang.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (Online),


(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/, diakses tanggal 13 November 2011).
Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
MAKALAH TEORI BELAJAR MENURUT JEAN PIAGET

Kelompok ll:
1.Desmawati
2.Leni Agustina
3.Aprillia rinta
4.Hermawati
Daftar isi
Kata pengantar.....................................................
Bab 1................................................................................

Pendahuluan....................................................................
Latar belakang.................................................................
Rumusan masalah..........................................................
Tujuan masalah..............................................................

Bab ll.....................................................................................

Pembahasan.........................................................................

Sejarah teori piaget..............................................................

Teori perkembangan kognitif piaget....................................

Implikasi teori perkembangan jean piaget..........................

Teori belajar piaget dalam pembelajaran tematik SD/MI....

BAB III..............................................................................

Penutup........................................................................

Daftar pustaka................................................................

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul teori belajar menurut jean piaget

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah belajar dan
pembelajaran Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang teori
menurut jean piaget

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fitriyani s.kom mpd yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran

terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik

secara individu maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta

prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Pembelajaran

tematik adalah suatu model pembelajaran yang memadukan beberapa materi

pembelajaran dari berbagai standar kompetensi dan kompetensi dasar dari satu atau

beberapa mata pelajaran. Penerapan pembelajaran ini dapat dilakukan melalui tiga

pendekatan yakni: penentuan berdasarkan keterkaitan standar kompetensi dan

kompetensi dasar, tema, dan masalah yang dihadapi. Pembelajaran tematik merupakan

pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran kedalam sebuah tema,

pembelajaran tematik di sekolah dasar menekankan keaktifan siswa pada

pembelajaran, sehingga dengan keterlibatan siswa secara aktif maka hasil belajar yang

diperoleh akan lebih baik dan pembelajaran akan lebih bermakna.

Menurut Permendikbud No.57 tahun 2014 tentang kurikulum SD,disebutkan

bahwa tujuan dari pembelajaran tematik adalah menghilangkan atau mengurangi

terjadinya tumpah tindih materi, memudahkan peserta didik untuk melihat hubunganhubungan
yang bermakna, memudahkan peserta didik untuk memahami

materi/konsep secara utuh sehingga penguasaan konsep akan semakin baik dan

meningkat, sedangkan ruang lingkup pembelajaran tematik meliputi semua KD dari

semua mata pelajaran kecuali agama. Pembelajaran tematik siswa membutuhkan

kemampuan dalam memahami konsep-konsep materi pembelajaran antar bidang studi,

baik secara lisan maupun secara tulisan, disebutkan dalam tujuan pembelajaran
tematik untuk menghindari tumpang tindihnya suatu meteri pembelajaran maka

diterapkannya sistem tema.

Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa kurang mengerti tentang

pembelajaran yang disampaikan oleh guru, sedangkan guru memiliki kesulitan

menjelaskan subtema yang yang akan disampaikan, hal ini terlihat ketika evaluasi

siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakanya. Merujuk dari permaslahan tersebut,

sebelum mengajarkan pembelajaran tematik, maka guru MI/SD perlu

mempertimbagkan teori belajar mana yang cocok diterapkan pada pembelajaran

tematik MI/SD. Sehingga saat pembelajara tematik berlangsung pendidik tau teori

mana yang cocok diterapkan dalam ruangan tersebut, dikarenakan setiap anak ataupun

peruangan pasti memiliki perbedaan dalam menangkap apa yang disampaikan oleh

pendidik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Teori Piaget?

2. Apa Penjelasan Piaget Mengenai Kognitif Anak?

3. Apa Implikasi Teori Piaget?

4. Apa Keterkaitan Teori Piaget dengan Pembelajaran Tematik?

C. Tujuan

1. Agar Mengetahui Sejarah Teori Piaget

2. Agar Mengetahui Penjelasan Piaget Mengenai Kognitif Anak

3. Untuk Mengetahui Implikasi Teori Piaget

4. Untuk Mengetahui Keterkaitan Teori Piaget dengan Pembelajaran Tematik

1. Bagi Mahasiswa

Menambah Referensi bagi pemakalah pada mata kuliah Pembelajaran Tematik

MI/SD.

2. Bagi Guru

Memberi kemudahan kepada guru dalam kegiatan pembelajaran tertata dengan teori

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Teori Piaget
Jean piaget lahir pada tanggal 9 agustus 1898 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya

adalah seorang ahli sejarah dengan spesialisasi abad pertengahan. Ibunya adalah

seorang yang dinamis, inteligents dan taqwa. Ia sangat tertarik pada alam dan

senang mengamati burung-burung, ikan dan binatang lainnya yang hidup di

alam bebas, sehingga pada akhirnya ia tertarik pada pelajaran biologi di

sekolah. Semenjak umur 10 tahun ia sudah minciptakan karangan pertamanya

tentang burung “Pipit Albino” pada majalah ilmu pengetahuan alam. Pada umur

15 tahun ia menolak tawaran sebagai kurator koleksi Molusca di muesum ipa,

di geneva karena ingin menyelesaikan sekolah menengahnya. Pada tahun 1916 ,

piaget menyelesaikan sarjanya di bidang biologi di universitas neuchatel. Pada

usia 21 tahun ia telah menyelesaikan disertasi tentang molusca dan meraih gelar

Ph.D. Setelah menyelesaikan pendidikan formal, piaget memutuskan untuk

mendalami psikologi di Zurich. Pada tahun 1919, ia meninggalkan zurich dan

pergi ke paris. Selama 2 tahun ia tinggal di universitas sorbonne, belajar

psikologi, klinis, logika serta epistemologi. Pendalamannya tentang filsafat

meyakinkannya bahwa perlunya pemikiran spekulasi murni dilengkapi dengan

pendekatan ilmu pengetahuan yang faktual. Pada tahun 1920, piaget bekerja

sama dengan Dr. Theopile Simon di laboratorium binet di paris dengan tugas

mengembangkan tes penalaran yang kemudian diujikan.

Dari beberapa pengalaman tersebut piaget mendapatkan 3 pemikiran penting

yang mempengaruhi cara berfikirnya di kemudian hari. Pertama, piaget lebih

tertarik pada anak-anak yang jawabannya salah daripada jawabannya benar.

Waktu bertanya kepada anak-anak, ia menemukan bahwa anak-anak yang sama

umurnya kerap mempunyai kesalahan yang sama. Umurnya yang berbeda

mempunyai kesalahan, jawaban yang berbeda pula. Maka, piaget

menyimpulkan bahwa anak yang lebih dewasa bukan hanya menjadi lebih

pandai daripada yang lebih muda, melainkan pemikiran anak yang lebih dewasa

berbeda secara kualitatif dengan anak yang lebih muda. Disini, paget melihat

bahwa anak yang berbeda umurnya menggunakan cara berfikit yang berbeda.
Inilah yang mempengaruhi pandangan piaget mengenai tahap-tahap

perkembangan piaget. Kedua, Piaget menemukan suatu metode yang berbeda

untuk mempelajari intelegensi. Ia menolak standarisasi test karena pendekatan

ini terlalu kaku. Anak dapat menjawab keliru jika tidak menangkap pertanyaan,

oleh karena itu, ia mencari metode yang kurang terstruktur yang dapat

memberikan lebih banyak kebebasan untuk bertanya kepada anak. Ia

menggunakan pengalamannya bekerja psikologi klinis dan memodifikasi teknik

wawancara psikiatri untuk dicocokkan dalam mempelajari pemikiran anak.

Tujuan metode klinis ini adalah untuk mengikuti jalan pemikiran anak sendiri

tanpa memaksakan sesuatu arah tertentu pada anak. Dengan demikian, ia dapat

mengorek pemikiran anak secara lebih mendalam. Metode inilah yang

dikembangkan Piaget dalam studinya tentang perkembangan kognitif anak.

Ketiga, Piaget berpikir bahwa pemikiran logika abstrak mungkin relevan untuk

memahami pemikiran anak. Ia mengamati bahwa anak yang belum berumur 11

tahun tidak dapat memecahkan persoalan operasi logika yang dasar. Ia juga

mengamati bahwa proses pemikiran membentuk suatu struktur yang terintegrasi

yang sifat-sifat dasarnya dapat dijelaskan dalam trem-trem logika. Menurut

Piaget, operasi-operasi logika yang ada dalam pemikiran deduksi berkaitan

dengan struktur mental tertentu dalam diri anak. Ia mencoba untu menemukan

bagaimana pemikiran sangat berkaitan dengan logika. Ciri pemikiran deduksi

logis (abstrak dan hipotetis) ini menjadi salah satu ukuran tertinggi Piaget

dalam tahap-tahap perkembangan kognitif anak.

B. Teori Perkembangan kongnitif Piaget.


Istilah perkembangan merujuk pada bagaimana orang tumbuh,menyesuikan diri,dan

perubahan sepanjang perjalanan hidupnya melalui perkembangan fisik, perkembangan

kepribadian, perkembangan sosioemosi, perkembangan kongnisi (pemikiran), dan

perkembangan bahasa. Jadi , Teori tentang perkembangan manusia ada sangat banyak,

diantaranya adalah teori perkembangan kognisi dan moral Jean Piaget, teori

perkembangan kognisi Lev Vygotsky, teori perkembangan pribadi dan social Erik

Erikson, dan teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg. Piaget, Vygotsky, Erikson,

dan Kohlberg terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda


C. Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Dalam kamus ilmiah populer, Implikasi adalah keterlibatan atau keadaan

terlibat. Maksud implikasi dalam makalah ini yakni keterlibatan teori

perkembangan kognitif Jean Piaget terait dengan pembentukan kepribadian anak

usia sekolah, keterlibatan dalam pendidikan ini bisa dalam tujuan, metode

(strategi), maupun materinya. Sebab teori kognitif merupakan salah satu teori

belajar dalam psikologi yang berpengaruh besar dalam dunia pendidikan

khususnya teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget.

Teori ini menjelaskan tentang bagaimana cara seseorang dapat memperoleh

pengetahuan, dan mengolahnya dalam proses berfikir sehingga proses

perkembangan yang lain juga akan berkembang secara baik. Teori kognitif

memandang bahwa proses belajar bukan sekedar stimulus dan respon yang

bersifat mekanistik, akan tetapi lebih dari itu, yakni merupakan kegiatan mental

yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Oleh sebab itu, menurut

teori kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk menerima,

mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.Mengenai maksud dari

kognisi, Paul Henry menjelaskan bahwa: Kognisi adalah kegiatan mental dalam

memperoleh, mengolah, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan.

Sedangkan proses yang paling utama dalam kognisi meliputi mendeteksi,

menginterpretasi, mengklarifikasi, dan mengingat informasi, mengevaluasi

gagasan, menyaring prinsip dan mengambil kesimpulan segala macam

pengalaman yang didapat dalam kehidupan

D. Teori Belajar Piaget Dalam Pembelajaran Tematik MI/SD


Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema

untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan

pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Pembelajaran tematik lebih

menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam

proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung

dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang


dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsepkonsep yang mereka
pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang

telah dipahaminya.Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan

konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru perlu mengemas

atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan

belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur

konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar

mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan

memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan

pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena

sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu

sebagai satu keutuhan.

BAB III
Penutup

DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/278052-analisis-kemampuan-guru-sekolah-dasarda-
22b0319f.pdf, diakses pada oktober 2018, hlm, 18-19
MAKALAH TEORI BELAJAR MENURUT
B.F SKINNER

Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran SD


Dosen : Fitriyani, S.Kom., M.Pd
Disusun Oleh :
 Fahreza Ramadhan (132010112)
 Nadiya Adawiyah Afifah (132010091)
 Nuraunih (132010067)
 Suci Retno Sari (132010114)
 Rohimah (132010023)

UNIVERSITAS PELITA BANGSA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH


DASAR TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan rasa bersyukur kita haturkan kehadirat Allah Ta’ala dengan taufiq
dan rahmat-nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul pendidikan karakter tiada
harapan sedikitpun kecuali hal ini dapat berguna bagi kami sebagai mahasiswa dan juga rekan -
rekan semua, terutama untuk menambah khazanah keilmuan serta wawasan yang dapat berguna
bagi kami.
Terlepas dari itu semua, dengan segala kemampuan yang dilakukan kami telah berupaya
agar makalah ini dapat mudah dipahami terutam untuk kami sendiri dan para mahasiswa. Oleh
karena itu jika terdapat kekurangan dalam penyusunan dan materi dalam makalah ini itu semata
– mata karena kekurangan yang ada pada kami, karena kita ketahui bahwa manusia tidak terlepas
dari kekurangan. Dan tentunya kamipun berharap masukan dan saran yang bermanfaat dan
berguna untuk meningkatkan nilai keilmuan dan wawasan kami.
Akhirnya dengan memohon kepada Allah Ta’ala semoga apa yang telah kami usahakan
dicatat oleh Allah Ta’ala sebagai amal kebaikan. Amin ya robbal’alamin. Atas segala
perhatiannya kami ucapkan Terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
1.3. Tujuan Masalah ..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................
2.2. Pengertian Belajar ..........................................................................................................
2.2. Tujuan dan fungsi Belajar ..............................................................................................
2.3. Nilai-Nilai pendidikan karakter .....................................................................................
2.4. Metode Belajar ...............................................................................................................
BAB III PENUTUP .........................................................................................................................
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................................
3.2. Daftar pustaka ................................................................................................................
BAB l
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


B.f Skinner merupakan pencetus atau pelopor dari teori behaviorisme. Tingkah
laku manusia harus dikontrol karena dengan berubahnya tingkah lakuodapat merubah
kepribadian seseorang. Menurutnya tingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk
mengontrol suatu kejadian yang akan datang danpmenguji kemungkinan-kemungkinan
tersebut.1 Hal utama dari teori Skinner yakni teori belajar, dengan belajar maka individu
dapat memiliki perubahan tingkah laku. Ditandai dengan memiliki tingkah laku baru
misalkan menjadi lebih mandiri. Menurut Skinner kepribadian dapat dipahami dan
dipelajari dengan cara mempertingkatkan hubungan tingkah laku dengan lingkungan
yang terus menerus. Cara yang paling efektif untuk mengubah tingkah laku adalah
dengan melakukan penguatan (reinforcement), sebuah strategi yang membuat tingkah
laku berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya di masa mendatang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang penelitian di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Adakah pengaruh teknik reinforcement terhadap kemandirian
anak autis di SD Alam Mutiara Umat Tulungagung?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah “untuk mengetahui
adanya pengaruh teknik reinforcement terhadap kemandirian anak autis di SD Alam Mutiara
Umat Tulungagung”.
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Belajar
Skinner (1958) memberikan definisi belajar “ Laerning is a process of progressive
behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar itu merupakan
suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari
belajar adanya sifat progresifitas, adanya tendensi kearah yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya.
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon
yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus
yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar
yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau
belajar yang dapat diubah menjadi sekadar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
Sejarah teori Kondisioning Operan menurut B.F. Skinner
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu
keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian klasik
dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah
seperti cues (pengisyratan), purposive behavior (tingkah laku purposive) dan drive
stimuli (stimulus dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk
memunculkan atau memicu suatu respon tertentu.
Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat
dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner
penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan
bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu, banyak tingkah laku
menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh
terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon
nanti.

Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John
Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan
fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner
menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan
kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup
kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab
atas munculnya respons atau tingkah laku operan.

Kajian Teori Kondisioning Operan Menurut B.F.Skiner


Kondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari
prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori
behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada 6 asumsi yang
membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122).
Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1. Belajar itu adalah tingkah laku.
2. Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam
kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau
sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di
observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
4. Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang
dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.

Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya
penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan dan Hukuman. Penguatan
(reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan
terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas
terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat
karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif
adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1
dsb).
2. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat
karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-
bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
A. Penguatan positif
Perilaku : Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
Konsekuensi : Guru menguji murid
Prilaku kedepan : Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan

B. Penguatan Negatif
Perilaku : Murid menyerahkan PR tepat waktu
Konsekuensi : Guru berhenti menegur murid
Prilaku kedepan : Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
C. Hukuman
Perilaku : Murid menyela guru
Konsekuensi : Guru mengajar murid langsung
Prilaku kedepan: Murid berhenti menyela guru

Prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:

 Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar
diberi penguat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
 Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
 Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
 Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
 Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforce.
 Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

Aplikasi Skinner terhadap pembelajaran

 Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.


 Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika
benar diperkuat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan
sistem modul.
 Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik.
 Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
 Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
 Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran
agar tidak menghukum.
 Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
 Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu).

Kelebihan dan kekurangan Menurut B.F. Skinner


 Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya
pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan
terjadinya kesalahan.

 Kekurangan
 teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil
bergantung pada keterampilan teknologis
 keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran
peluang kejadian.

Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat
membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan
menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning,
tugas guru akan menjadi semakin berat. Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner
adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut
Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya.
Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan.
Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran
justru berakibat buruk pada siswa.
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu
keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian
klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian.
Istilah-istilah seperti cues (pengisyratan), purposive behavior (tingkah laku purposive)
dan drive stimuli (stimulus dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu
stimulus untuk memunculkan atau memicu suatu respon tertentu.
 Kondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari
perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari
teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan).
 Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian
yaitu :
a) Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-
bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll),
perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b) Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan
(tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain:
menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
 Kelebihan dan kekurangan Menurut B.F. Skinner
a) Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan
adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan.
b) Kekurangan
 teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil
bergantung pada keterampilan teknologis
 keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran
peluang kejadian.
Daftar Pustaka
https://sugithewae.wordpress.com/2012/05/03/teori-belajar-skinner/
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
https://made82math.wordpress.com/2009/06/05/teori-belajar-b-f-skinner-dan-
aplikasinya/
TEORI BELAJAR MENURUT ALBERT BANDURA

MAKALAH TUGAS BELAJAR DAN PEMBELAJARAN SD


Disusun Oleh :
Juwita Suwita
Rina Habsah
Elisa Septiyani
Wely
Rizky

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS PELITA BANGSA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Istilah belajar
menurut Albert Bandura ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada matkul belajar dan pembelajaran SD. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang teori belajar dan
pembelajaran bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen bu Fitriyani, S.Kom selaku dosen
matkul belajar dan pembelajaran SD yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
1. Latar Belakang .................................................................................... 4
2. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
3. Tujuan ................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 6
1. Teori belajar social Albert Bandura .................................................... 6
2. Penerapan teori social Albert Bandura dalam proses belajar mengajar di
sekolah ................................................................................................ 7
3. Cara-cara menerapkan teori belajar social Albert Bandura .................. 9
BAB III PENUTUPAN ................................................................................. 10
1. Kesimpulan ......................................................................................... 10
2. Daftar Pustaka..................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah-ubah, idealnya pendidikan tidak hanya
berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang
mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan
dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Pendidikan
yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu
profesi atau jabatan, tetapi pendidikan yang memberi pengalaman bagi peserta didik
menyelesaikan masalah- masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses
belajar mengajar semestinya peserta didik tidak dijadikan layaknya penonton yang hanya
duduk manis dan siap mendengarkan tentang ilmu pengetahuan dan informasi dari sang guru.
Namun lebih dari itu seorang guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana yang
memungkinkan peserta didik aktif menemukan, memproses dan mengkontruksi ilmu
pengetahuan dan keterampilan baru.
Proses belajar mengajar yang memungkinkan peserta didik aktif menemukan, memproses dan
mengkontruksi ilmu pengetahuan dan keterampilan baru cenderung mempertemukan ilmu
pengetahuan secara langsung melalui pengalaman. Peserta didik secara mandiri dapat
melakukan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan
yang diperoleh melalui catatan-catatan, buku-buku, kepustakaan. Peserta didik dapat terlibat
dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan
penekanan pada belajar melalui berbuat. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai
cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber
belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.Guru
mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan
menyediakan ‘pojok baca’. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan
interaktif, termasuk cara belajar kelompokdanguru mendorong siswa untuk menemukan
caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan
melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Masalah utama dalam proses belajar mengajar di sekolah antara lain, masih rendahnya daya
serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa
masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan kondisi hasil proses belajar
mengajar yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik
yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Dalam arti yang lebih substansial, bahwa
proses belajar mengajar hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak
memberikan akses bagi anak didik berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses
berpikirnya. Kenyataan di lapangan peserta didik menghafal konsep dan kurang mampu
menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang
berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran
tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semua berpusat pada guru (teacher centered)
beralih berpusat pada murid (student centered); metodologi yang semula lebih didominasi
ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banya bersifat
tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Student
centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi
mengorientasikan peserta didik kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata dan
menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar.
Paradigma yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (teaching) dan siswa sebagai
objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara
aktif membangun pemahamannya (learning) dengan jalan merangkai pengalaman yang telah
dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai. Situasi utama yang menjadi keaktifan
student centereddi dalam kelas adalah munculnya rasa ingin tahu, ketertarikan dan minat
siswa terhadap hal yang sedang dipelajari. Untuk itu, melalui berbagi teknik dan metode,
guru harus berusaha sebisa mungkin untuk menciptakan suasana sedemikian rupa guna
memicu rasa kepenasaran siswa aktif bertanya, mempertanyakan mengemukakan gagasan.
Menurut Bandura, suatu perilaku belajar adalah hasil dari kemampuan individu memaknai
suatu pengetahuan atau informasi, memaknai suatu model yang ditiru, kemudian mengolah
secara kognitif dan menentukan tindakan sesuai tujuan yang dikehendaki. Dalam belajar
setiap individu dapat menyadari bahwa, perilaku yang dilakukan memiliki tujuan dan
konsekuensi. Bentuk belajar sosial Albert Bandura adalah individu mengolah sendiri
pengetahuan atau informasi yang diperoleh dari pengamatan model di sekitar lingkungan.
Individu mengatur dan menyusun semua informasi dalam kode-kode tertentu. Proses
penyusunan setiap kode dilakukan berulang-ulang, sehingga individu kapan saja dengan tepat
dapat memberi tanggapan aktual.
Proses belajar seperti ini adalah sangat efektif untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan individu, karena belajar adalah keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup
segala proses yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan
sosial dan fisik. Proses belajar mengajar dengan menerapkan cara belajar sosial, bukan
merupakan pendekatan proses belajar mengajar yang baru, melainkan sudah dikenal dan
populer, hanya saja sering terlupakan. Adapun yang dimaksud dengan menerapkan cara
belajar sosial dalam proses belajar mengajar adalah belajar dengan yang memanfaatkan
lingkungan sosial sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Proses belajar
mengajar tidak terbatas pada empat dinding kelas. Guru dan siswa terlibat dalam berbagai
kegiatan belajar mengajar dengan mengembangkan pemahaman pada belajar melalui berbuat,
bukan belajar melalui membaca belaka.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar menurut Albert Bandura?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan yang baik?
3. Apa yang dimaksud dengan Student centered ?
4. Apa yang dimaksud dengan paradigma dalam proses pembelajaran?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut Albert Bandura
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan yang baik
3. Untuk mengetahui tentang Student centered
4. Untuk mengetahui dan meninjau paradigma dalam proses belajar
BAB II
PEMBAHASAN

A.TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA


Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986).
Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi
memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku , dan pada
proses-proses mental internal.Salah satu asumsi paling awal mendasari teori pembelajaran
sosial Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari bagaimana
kecakapan bersikap maupun berperilaku. Titik pembelajaran dari semua ini adalah
pengalaman-penglaman tak terduga ( vicarious experiences) . Meskipun manusia dapat dan
sudah banyak belajar dari pengalaman langsung, namun lebih banyak yang mereka pelajari
dari aktivitas mengamati perilaku orang lain. Asumsi awal memberi isi sudut pandang teoritis
Bandura dalam teori pembelajaran sosial yaitu:
(1) Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui proses peniruan ( imitation)atau
pemodelan ( modeling)

(2) Dalam imitation atau modeling individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran
aktif dalammenentukan perilaku mana yang hendak ia tiru dan juga frekuensi serta intensitas
peniruan yang hendak ia jalankan.
(3) Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang dilakukan tanpa
harus melalui pengalaman langsung.
(4) Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada perilaku tertentu
yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk memfasilitasi dan menghasilkan
peniruan. Individu dalam penguatan tidak langsung perlu menyumbangkan komponen
kognitif tertentu (seperti kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan proses
peniruan.

(5) Mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran, karena saat terjadi adanya
masukan indrawi yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdap at
operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya. Bandura yakin bahwa tindakan
mengamati memberikan ruang bagi manusia untuk belajar tanpa berbuat apapun. Manusia
belajar dengan mengamati perilaku orang lain.Vicarious learning adalah pembelajaran
dengan mengobservasi orang lain. Fakta ini menantang ide behavioris bahwa faktor-faktor
kognitif tidak dibutuhkan dalam penjelasan tentang pembelajaran. Bila orang dapat belajar
dengan mengamati, maka mereka pasti memfokuskan perhatiannya, mengkonstruksikan
gambaran, mengingat, menganalisis, dan membuat keputusan-keputusan yang
mempengaruhi pelajaran. Bandura percaya penguatan bukan esensi pembelajaran. Meski
penguatan memfasilitasi pembelajaran, namun bukan syarat utama. Pembelajaran manusia
yang utama adalah mengamati model-model, dan pengamatan inilah yang terus menerus
diperkuat.
Fungsi penguatan dalam proses modeling,yaitu sebagai fungsi informasi dan fungsi motivasi.
Penguat memiliki kualitas informatif maksudnya, tindakan penguatan dan proses penguatan
itu sendiri bisa memberitahukan pada manusia perilaku mana yang paling adaptif. Manusia
bertindak dengan tujuan tertentu. Dalam pengertian tertentu, manusia belajar melalui
pengalaman mengenai apa yang diharapkan untuk terjadi, dan demikian mereka bisa
menjadi semakin baik dalam memperkirakan perilaku apa yang akan memaksimalkan
peluang untuk berhasil. Dengan demikian pengetahuan atau kesadaran manusia mengenai
konsekuensi perilaku tertentu bisa membantu mengoptimalkan efektivitas suatu program
pembelajaran.

B. PENERAPAN TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA DALAM PROSES BELAJAR


MENGAJAR DI SEKOLAH
Teori belajar sosial Albert Bandura memaknai bahwa peserta didik memiliki sifat:
1. Intensionalitas
Peserta didik adalah p erencana yang bukan hanya sekedar ingin memprediksi masa depan,
tetapi intens membangun komitmen proaktif dalam mewujudkan setiap rencana.
2. Mem-prediksi

Peserta didik memiliki kemampuan mengantisipasi hasil tindakan, dan memilih perilaku
mana yang dapat mem beri keberhasilan dan perilaku yang mana untuk menghindari
kegagalan.
3. Reaksi-diri
Peserta didik lebih daripada sekedar berencana dan merenungkan perilaku ke depan karena
manusia juga sanggup memberikan reaksi-diri dalam proses motivasi dan meregulasi diri
terhadap setiap tindakan yang dilakukan.
4. Refleksi diri
Peserta didik adalah mahkluk yang dilengkapi dengan kemampuan merefleksi-diri.
Kemampuan manusia merefleksi diri, membentuk kepercayaan diri dari manusia, bahwa
manusia sanggup melakukan tindakan-tindakan yang akan menghasilkan efek yang
diinginkan.
Prinsip-prinsip teori belajar sosial Albert Bandura dalam proses belajar mengajar cenderung
berorientasi pada:
1. Kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, dimana orang belajar
melalui pengamatan. Seseorang belajar melalui proses observasi atau pengamatan terhadap
orang yang dianggap memiliki nilai lebih dibanding dirinya. Isi teori belajar sosial ini,
cenderung mendoronghasrat untuk terus belajar.Setiap individu sekurang-kurangnya tetap
mempertahankan akal sehat dan kemampuan pertimbangannya yang asli untuk menyikapi
berbagai kondisi hidup aktual. Kemudian bergerak menggunakanbakat istimewa yaitu
kesanggupan untukbelajar dari semua pengalaman yang telah dimiliki dandiperoleh
selanjutnya.
2. Belajar melalui proses pengamatan ( modeling)terjadi proses pengamatan terhadap
segala yang dapat ditimba sebagai pengalaman sekarang dan merasakannya.Bahwa manusia
selalu hidup pada saat di mana manusia itu hidup dan bukan pada suatu waktu lainnya.
Hanya dengan setiap saat menyaring, seluruh makna dari setiap pengamatan yang dimatai
sekarang ini,maka manusia dipersiapkan untuk melakukan hal yang sama di masa yang akan
datang. Ini satu-satunya persiapan yang akan membawa hasil.
3. Determenisme resipokal dalam teori belajar sosial Bandura, sebagai pendekatan yang
menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk hubungan interaksi timbal balik yang terus
menerus, merupakan penerapan makna belajar mengajar dalam fungsi dan daya pedagogis.
Bahwa setiap proses belajar mengajar yang bermakna memberi pengaruh timbal balik
antara pengalaman kontinuitas dengan interkasi, sebagai pengalaman yang bersifat
mendidik.
4. Tanpa reinforcement . Menurut Bandura reinforcement penting dalam menentukan
apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tapi itu bukan merupakan satu-
satunya pembentuk tingkah laku seorang individu.
5. Teori belajar sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi
feedback yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku dan faktor lingkungan.
Disinilah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-
batas kemampuannya untuk memimpindiri sendiri(self direction).
6. Teori belajar sosial Bandura dapat menerapkan prinsip pertumbuhan, kontinuitas dan
rekonstruksi selama berlangsungnya proses belajar mengajar karena terjadi upaya
penyesuaian diri. Namun penyesuaian diri itu bukanlah suatu hal yang pasif tetapi aktif,
sebab organisme bertindak terhadap lingkungan tersebut dengan memberikan perubahan
terhadapnya sesuai dengan usahanya dalam mempertahankan kehidupan dan menghadapi
lingkungannya.
7. Mengkaji empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling yang terjadi dalam
observational learningyaitu: (1). Atensi, dalam seseorang harus memberikan perhatian
terhadap model dengan cermat. (2). Retensi, mengingat kembali perilaku yang ditampilkan
oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap per
ilaku model. (3). Reproduksi,memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan
mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya setelah itu adalah
mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh modeldan
(4).Motivasional, memiliki motivasi untuk belajar. Bahwa belajar yang berdasarkan bakat
alami merupakan suatu proses dari upaya mengatasi kecenderungan alami dan
menggantikannya degan berbagai kebiasaan yang diperoleh lewat dukungan
eksternal.Gerak pemikiran manusia dibangkitkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan
permasalahan di dunia sekitar kita dan gerakitu berakhir dalam berbagai perubahan.Belajar
dengan melibatkan dunia sosial mengandung di dalamnya integrasi antara subjek dan objek,
juga pelaku dan sasarannya.
8. Konsep dasar teori efikasi diri adalah adanya keyakinan bahwa setiap individu mempunyai
kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Dengan demikian efikasi diri
merupakan masalah persepsi subyektif. Artinya efikasi diri tidak selalu menggambarkan
kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu.

Secara kodrati struktur psikologis manusia atau kodrat manusia mengandung kemampuan-
kemampuan tertentu. Manusia yang sukses dalam hal ini adalah yang mampu memecahkan
masalah-masalah dan menambahkan rincian-rincian dari proses-proses pemecahan masalah
yang berbeda-beda ke dalam gudang pengalaman untuk digunakan menghadapi masalah-
masalah yang mungkin saja mirip di masa akan datang.

C. CARA-CARA MENERAPKAN TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menerapkan teori belajar sosial Albert Bandura
dalam proses belajar mengajar adalah:
1) Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
2) Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-
media pembelajaran visual lainnya.
3) Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang
sudah dipelajari.
4) Menggunakan musik.
5) Menciptakan suasana riang.
6) Teknik penyajianmateribervariasi.
7) Mengurangi bahan/materi yang tidak relevan.
Belajar memberikan ruang bagi terjadi proses mental, emosional dan fisik.Contoh aktifitas
mental misalnya mengidentifikasi, membandingkan, menganalisis, dan
sebagainya.Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap,positif
terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya
melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk melakukan ketrampilan tertentu.
Cara-cara yang dapat digunakan antara lain:

1) Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung.


2) Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan.
3) Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan.
4) Membentuk kelompok belajar
5) Menerapkan pembelajaran kontekstu al, kooperatif, dan kolaboratif.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk
diperhatikan oleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar
individu peserta didik. Media yang dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri
guna merangsang proses belajar mengajar yang menyenangkan. Suasana belajar di
kelas menjadi kelas konstruktif yang merefleksikan proses pengetahuan dan
pemahaman akuisi ,sehingga benar-benar melekat pada konteks sosial dan
emosional saat belajar
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Penerapan belajar sosial Albert Bandura dalam proses belajar mengajar memberi ruang
bagi suatu proses belajar yang bergerak terus-menerus. Gerak yang terus-menerus terjadi
mendorong munculnyamasalah sehingga memacu intelektual untuk memformulasikan
usulan-usulan baru untuk bertindak. Konteks pembelajaran Pertama, mementingkan
pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan peranan
reaksi,mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon. Kedua, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya,
mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan, hasil belajar yang
dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
2. Proses belajar mengajar di sekolah adalah kereaktifa n diri yang menghubungkan pikiran
dan tindakan. Faktor kecakapan, keyakinan, dan nilai memproses penekanan pada
penciptaan pemahaman yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks
yang nyata. Kepribadian peserta didik berkembang melalui proses pengamatan, di mana
peserta didik belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain
terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya.
3. Pembelajaran dalam bentuk Vicarious conditioningberlangsungsebagai suatu proses yang
bergerak terus menerus dari suatu tahap ke tahapan rekonstruksi sebagaimana problem
baru mendorong inteligensi untuk memformulasikanusulan-usulan baru untuk bertindak.
Dengan prinsip, pengembangan pengalaman akan datang melalui i nteraksi berbagai
aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

AbuAhmadi.2004.Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.


Bandura, A. 1986.Social Foudation of Thought and Action. Englewood Cliffs, NJ:Prentice-
Hall, A. 1982. Self-efficacy Mechanisme in Human Agency. American
Pscyhologist, 37.Bandura, A. 1977.Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ:Prentice-Hall.
Dewey John. 2011. Democracy and Education. USA: The Pennsylvania.
Dewey John. 1963.Experience and Education, New York: Collier MacillanPublishers.
Feist J. Gregory, Jess Feist, 2008.Theories of Personality. Edisi keenam. New York:McGraw
Hill Companies, Inc.
Salkind J. Neil. 2004.An Introduction to Theories of Human Development. London:Sage
Publications.
Woolfolk A. Nita. 2009.Educational Psykology Active Learning Edition.
MAKALAH

TEORI BELAJAR MENURUT THORNDIKE

Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran


Dosen : Ibu Fitriyani S.Kom. M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 5

1. Erni Sriwardani
2. Fatimah Azzahra
3. Tuti Sintia Mistia Wati
4. Nanda Amanda Dewi Lestari
5. Sarah Saripah

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Thorndike
Salah satu tokoh pengusung teroi belajar behavioristik ini adalah Edward Lee Thorndike
(1874 – 1949). Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dengan respon. Stimulus adalah
suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
organisme untuk bereaksi atau berbuat, sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya
asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut

1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Berdasarkan hal di atas dijelaskan bahwa teori belajar behavioristik ini khususnya
menurut Thordike adalah perubahan tingkah laku melalui stiumulus dan respon. Artinya,
perubahan tingkah laku dibentuk sesuai dengan keinginan lingkungan karena individu
merespon sesuai dengan stimulus yang diberikan. Selain itu, respon yang diberikan akan
baik, jika seseorang tersebut sudah siap dalam menerima stimulus, sehingga
menimbulkan kepuasan bagi diri individu itu sendiri. Untuk mendapatkan hasil belajar
yang baik berupa perubahan tingkah laku, maka seyogyanya pemberian stimulus sering
dilakukan berulang kali, agar respon yang diberikan juga semakin baik.

B. Implikasi Teori E. Thorndike dalam Pembelajaran Matematika

Perubahan tingkah laku siswa merupakan proses akhir dari pembelajaran menurut teori
behavioristik. E. Thorndike mengemukakan bahwa siswa yang telah siap untuk menerima
perubahan perilaku akan menghasilkan kepuasan tersendiri bagi dirinya. Selain itu, stimulus
dan respon ini perlu diulang agar mendapatkan perubahan prilaku ke arah yang diinginkan.
Teori behavioristik adalah salah satu teori yang banyak digunakan dalam pembelajaran di
sekolah, salah satunya dalam pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika
dengan menggunakan teori behavioristik sama halnya dengan membentuk pola pikir siswa
melalui pemberian stimulus respon. Implikasi dari teori belajar Thordike berindikasi kepada
bagaimana seorang guru dapat menstimulus siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir mereka untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan. Dengan kata lain, guru
membentuk pola pikir siswa sesuai dengan stimulus yang diberikan. Menurut Santrock (2011,
hal 233) “one of the strategies for using applied behavior analysis to change behaviori is
focus on what you want students to do, rather than on what you want them not to do. Hal ini
senada bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang
melibatkan pola berpikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja
diciptakan oleh guru atau yang ingin dibentuk guru dengan berbagai metode agar program
belajar matematika dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Hirarki belajar diartikan
sebagai belajar itu harus disusun dari atas ke bawah. Dimulai dengan menempatkan
kemampuan, pengetahuan, ataupun ketrampilan yang menjadi salah satutujuan dalam proses
pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, ketrampilan, atau
pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus merekakuasai lebih dahulu agar mereka
berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan diatasnya itu. Artinya, seorang siswa
tidak akan dapat mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak memiliki
pengetahuan prasyaratnya. Karena itu, untuk memudahkan para siswa selama proses
pembelajaran di kelas, proses tersebut harus dimulai dengan memberi kemudahan bagi para
siswa dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan memperbaiki pengetahuan-pengetahuan
prasyaratnya. Kesiapan siswa dalam belajar matematika tentu diperlukan, mengingat bahwa
konsep matematika yang bersifat hierarki. Untuk bisa mengikuti proses belajar selanjutnya,
siswa sudah mempunyai konsep dasar untuk menanggapi stimulus yang diberikan oleh guru.
Stimulus ini dapat berupa konsep baru yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajari
siswa sebelumnya. Apabila siswa tidak mempunyai kesiapan dalam belajar, maka respon
yang diberikan juga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini tentunya tidak
menimbulkan kepuasan baik bagi guru maupun siswa itu sendiri. Dengan kata lain,
kecenderungan bertindak itu timbul karena penyesuain diri atau hubungan dengan sekitar
sehingga tindakan penyesuaian itu akan memberikan kepuasan. Inilah salah satu bentuk
hukum pertama dari Thorndike Law of readiness itu yaitunya persiapan untuk bertindak,
ready to act.

Hukum yang kedua adalah Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu
tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan itu dibentuk maka akan
mengakibatkan terjadinya asosiasi antara stimulus dan responakan semakin kuat. Jadi, hukum
ini menunjukkan prinsip utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi
pelajaran diulangi maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam ingatan
(memori). Dalam pembelajaran matematika, hal ini dapat dilakukan dengan guru memberikan
latihan berupa soal-soal yang berhubungan dengan materi yang diberikan.

Hukum yang ketiga adalah hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan, suatu tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan, maka tindakan
tersebut cenderung akan diulangi pada waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang
diikuti akibat yang tidak menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak
diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada
hubungannya dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada
pekerjaan siswa (misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan soal
matematika dengan baik) menyebabkan siswa ingin terus melakukan kegiatan serupa.
Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa (misalnya celaan guru
terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan siswa tidak lagi mengulangi
kesalahannya.

Aplikasi teori Thorndike sebagai salah satu aliran psikologi tingkah laku dalam pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran,
karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Setiap pembelajaran yang
berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan mengarah pada
bertambahnya pengetahuan pada siswa. Inti dari teori Thorndike ini ialah adanya respon yang
benar terhadap stimulus. Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah
mengharapkan murid tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang
hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa
yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah.
KESIMPULAN

Teori belajar Thorndike adalah salah satu teori belajar behavioristik yang mengutamakan
stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut juga dengan “Connectionism” karena belajar
merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon.. Terdapat
beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan
hukum akibat (law of effect). Teori ini merupakan salah satu yang menjiwai proses
pembelajaran matematika di sekolah. Banyak peranan guru yang sebenarnya sudah
menggunakan teori ini. Seperti dalam pembelajaran matematika, guru memastikan bahwa
siswa telah siap untuk belajar dalam artian siap untuk menerima stimulus-stimulus yang akan
diberikan untuk mencapai perubahan tingkah laku siswa(Law or Readiness). Perubahan ini
semestinya sering diulang agar mendapatkan hubungan antara stimulus respon ini semakin
kuat. Untuk itu pemberian latihan kepada siswa merupakan salah satu bentuk dari hokum
Thorndike yang kedua (Law of exercise). Hal ini tentunya tidak sampai disitu saja, perubahan
tingkah laku atau respon yang positif hendaknya diberikan suatu penghargaan kepada siswa,
agar mereka mendapat kepuasan yang pada akhirnya dapat meningkatkan respon yang
diinginkan guru (hukum Law of Effect).
TUGAS KELOMPOK 6
Belajar Dan Pembelajaran
( Teori Belajar Menurut Brunner )

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Kelas B.2
Anggota :
1. Fera Della Putri E. Nim : 132010068
2. Joko Edi S Nim : 132010118
3. Khoirun Nisa Nim : 132010050
4. Nurlaela Nim : 132010046
5. Ningtias Nim : 132010086
6. Qistiya Nim : 132010103

Mata Kuliah : Belajar Dan Pembelajaran


Dosen : Fitriyani, S. Kom
Prodi : PGSD
Tahun Ajaran : 2020/2021
UNIVERSITAS PELITA BANGSA
Alamat : Jl. Inspeksi Kalimalang Tegal Danas (Arah Deltamas) Cikarang Pusat - Bekasi
2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan YME. Tuhan semesta alam yang sampai saat ini
masih memberikan impahan kasih sayangnya kepada kita dan khususnya kepada kami karena
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah Belajar dan pembelajaran.

1. Ibu dosen bidang belajar dan pembelajaran yang telah memberikan tugas, petunjuk,
kepada kami sehingga kami termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas ini selesai.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih semua pihak yang selaku yang
telah memberikan bimbingan kepada kami dan semua pihak yang telah membantu terselesainya
tugas ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan tugas ini, untuk itu
kritik dan saran sangat penyusun diperlukan demi perbaikan kedepannya. Terakhir kami
berharap semoga penyusun makalah ini akan dapat memberikan manfaat khususnya bagi kita
semua.

PENYUSUN
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................................


DAFTAR ISI ..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................
BAB II Pembahasan.....................................................................................................
2.1 Teori belajar burner
2.2 Konsep belajar burner
2.3 Metode penemuan
2.4 Aplikasi teori burner

BAB III PENUTUP .....................................................................................................


3.1. Kesimpulan...............................................................................................................
3.2. Daftar Pustaka ............................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang
bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya
bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam memandang proses belajar, Brunner
menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Pembelajaran secara
umumdiberikan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Pembelajaran mengkaji benda
abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan
simbol (lambang) dan penalaran deduktif yang berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-
aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga berkaitan dengan konsep-konsep
abstrak.
Seorang guru perlu dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar utamanya bagaimana
menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prosedural.Salah satunya, untuk
dapat memahami konsep-konsep dan prosedural, guru perlu mengetahui berbagai teori belajar.
Guru sebagai salah satu perancang proses dalam proses yang sengaja dirancang hingga terjadinya
proses pembelajaran menuju kepada tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, makalah ini akan
membahas tentang salah satu ahli yaitu Jerome S. Bruner dengan teori belajarnya, serta
kelebihan dan kelemahan teori belajar dari Bruner agar dapat menjadi bekal persiapan
profesionalitas para pendidik (guru).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah
tentang Teori Belajar Menurut Bruner ini adalah sebagai berikut:

1. Apa Dasar dan Konsep Teori belajar burner?


2. Bagaimana cara mengaplikasikan Teori belajar burner?
3. Apa Kelebihan dan kekurangan belajar burner?
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR TEORI BELAJAR BURNER

Sebagai guru kelas di sekolah dasar di suatu sekolah, Anda akan selalu terkait dan terlibat dalam
pembelajaran matematika sekolah. Keterlibatan ini menjadikan pembelajaran matematika
sekolah begitu penting bagi Anda. Karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan memajukan
daya pikir manusia. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif. Untuk menguasai dan mencipta teknologi dan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif di masa depan, maka diperlukan penguasaan matematika
yang kuat sejak dini dan pembelajaran yang membuat siswa belajar dan menjadi bermakna. S
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan
sebagai ”proses, cara, menjadikan orang atau makluk hidup belajar” b
Oleh karena itu pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (sipelajar)
melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar
matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha
dan mencari pengalaman tentang matematika Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di
Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan pelajaran matematika di
sekolah, jelas memberikan gambaran belajar tidak hanya di bidang kognitif saja, tetapi meluas
pada bidang psikomotor dan efektif. Pembelajaran 1-4 Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan pembentukan kemampuan berpikir
yang bersandar pada hakikat matematika, ini berarti hakikat matematika merupakan unsur utama
dalam pembelajaran matematika. Oleh karenanya hasil-hasil pembelajaran matematika
menampak kemampuan berpikir yang matematis dalam diri siswa, yang bermuara pada
kemampuan menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat dalam menyelesaikan masalah-
msalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain yang tidak dapat diabaikan adalah
terbentuknya kepribadian yang baik dan kokoh.

B.KONSEP BELAJAR BURNER

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang
memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,
bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan
menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai
pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses
aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya
. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu
(1) proses perolehan informasi baru,
(2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan
(3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui
kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau
mendengarkan audiovisual dan lain-lain
Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta
mencari hubungan antara konsep-konsep dan strukturstruktur matematika itu. Siswa harus dapat
menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki
model penyajian yang dikenal dengan teori Belajar Bruner, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Model Tahap Enaktif Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan
anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada
tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari
secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan
situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau
kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu. 1-6
Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
2. 2. Model Tahap Ikonik Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan
berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui
serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Anak tidak langsung mema nipulasi objek seperti yang
dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
3. 3. Model Tahap Simbolis Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik,
anak memanipulasi simbulsimbul atau lambang-lambang objek tertentu. Anak
tidak lagi terikat dengan objekobjek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada
tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek
riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk
simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang
dipakai berdasarkan kesepakatan orangorang dalam bidang yang bersangkutan,
baik simbol-simbol verbal (misalnya hurufhuruf, kata-kata, kalimat-kalimat),
lambang-lambang matematika, maupun lambanglambang abstrak yang lain.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah,
pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal
itu

METODE PENEMUAN

Satu hal menjadikan Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar dari pada
hasil belajar. Oleh karena itu, menurut Bruner metode belajar merupakan faktor yang
menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan khusus.
Metode yang sangat didukungnya yaitu metode penemuan (discovery). Discovery learning dari
Buner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif
tentang pembelajaran dan prinsipprinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa
didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsepkonsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa
untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberkan
kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan sendiri.
Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sampai
menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara mandiri dengan ketrampilan berpikir
sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi. Penemuan yang dimaksud disini
bukan penemuan sungguh-sungguh, sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan
orang. Jadi penemuan di sini ialah penemuan pura-pura, atau penemuan bagi siswa yang
bersangkutan saja. Pula penemuannya itu mungkin hanya sebagian saja, sebab sebagian lagi
mungkin diberi tahu guru.

APLIKASI TEORI BELAJAR BURNER

Langkah Penerapan Teori Belajar Bruner


bagaimana langkah-langkah penerapan dapat dilakukan yaitu:
1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau
mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar
segitiga, segi lima atau lingkaran.
2. Bantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan
kepada siswa seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai
rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya
Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4. Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari
dahulu jawaban siswa, gunakan pertanyaan yang dapat memandu siswa untuk berpikir dan mencari
jawaban yang sebenarnya.
(Anita dalam Panen, 2003) Teori belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, bahwa : 1. Perolehan
pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya pengetahuan akan diperoleh siswa apabila yang
bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya. 2. Orang mengkonstruksikan
pengetahuannya dengan cara menghubungkan hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi
suatu struktur yang memberi arti. Dengan demikian setiap orang mempunyai model atau kekhususan
dalam 1-20 Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar dirinya untuk mengelompokkan hal-hal tertentu
atau membangun suatu hubungan antara hal yang telah diketahuinya. Dengan model ini seseorang dapat
menyusun hipotesis untuk memasukkan pengetahuan baru kedalam struktur yang telah dimiliki,
sehingga memperluas struktur yang telah dimilikinya atau mengembangkan struktur baru.

KELEBIHAN TEORI BURNER

Kelebihan dari Teori Belajar Bruner (Free Dicovery Learning) adalah :


1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
2. Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat.
3. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan
dalam belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4. Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar
daripada disajikan dalam bentuk jadi.
5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan
motivasi belajar.
6. Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

KELEMAHAN TEORI BELAJAR BURNER

Kelemahan dari Teori Belajar Bruner (Free Discovery Learning) adalah:

1. Belajar Penemuan ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila


kurang cerdas, hasilnya kurang efektif.
2. Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang
terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan
hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Untuk menguasai dan
mencipta teknologi dan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif di masa
depan, maka diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini dan pembelajaran yang
membuat siswa belajar dan menjadi bermakna.
3.2 Daftar pustaka

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303693/pendidikan/pengembanganPembelajaranMatematika
_UNIT_1_0.Pdf
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN SD
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT GESTALT

NAMA KELOMPOK :

1. RIZCHA GITA AMANDA


2. SALWANUR ANISA
3. WINDI SUSILAWATI
4. ROHMAHWATI
5. RISKA

Dosen pembimbing :

Fitriyani S.Kom, M.Pd

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS PELITA BANGSA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

Allhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. penyusunan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah belajar dan
pembelajaran.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini, terutama dosen pembimbing mata kuliah
belajar dan pembelajaran.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena
kemampuan dan pengalam kami yang masih ada dalam keterbatasan, untuk itu,
kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi
perbaikan dalam makalah ini yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis demi menanbah pengetahuan


terutama bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khusunya.

Akhir kata kami sampaikan terimakasih semoga Allah SWT senantiasa


meridhoi segala usaha kitat, Amin.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabaraakatuh.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ I.

DAFTAR ISI ....................................................................................................... II

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1
RUMUSAN MASALAH..........................................................................1
TUJUAN ............................................................................................................. 1

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN TEORI GESTALT ................................................................... 2

PRINSIP PRINSIP TEORI GESTALT .............................................................. 3

HUKUM TEORI GESTALT ............................................................................. 4

APLIKASI TEORI GESTALT DALAM PEMBELAJARAN .......................... 4

HUBUNGAN TEORI GESTALT DENGAN KURIKULUM .......................... 6

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN ................................................................................................... 7
SARAN......................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 8


II

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bagaimana orang dapat menjalankan belajar dengan baik ?, apa saja yang
dibutuhkan dalam belajar?, Hal ini selalu menjadi pertanyaan bagi setiap
orang yang pernah belajar. Metode belajar dengan baik itu tentu tidak terlepas
dari pembahasan tentang psikologi belajar. Karena dengan psikologi belajar
itu orang akan mengetahui apa yang terbaik untuk diterapkan dalam
melaksanakan proses belajar tersebut. Banyak tokoh-tokoh psikologi yang
menawarkan teori belajar agar dapat menunjang berlangsungnya proses belajar.
Dalam makalah singkat ini kami akan mencoba untuk mengangkat apa
yang pernah ditawarkan oleh psikologi gestalt tentang teori belajar.

B. RUMUSAN MASALAH
a) Bagaimana Teori Blajar Gestalt
b) Prinsip-Prinsip Teori Gestalt
c) Aplikasi Teori Gestalt
d) Hubungan Teori Gestalt Dengan Kurikulum

C. TUJUAN

a) Untuk mengetahui pengertian teori belajar menurut gestalt


b) Prinsip prinsip teori gestalt
c) Mengetahui pokok fikiran Gestalt
1

BAB II
PEMBAHASAN

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT


GESTALT

Gestalt dalam bahasa Jerman, “whole configuration” yang


kira-kira mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok
pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Dan keseluruhan lebih
berarti dari bagian-bagian.

1. Pengertian Teori Gestalt

Psikologi Gestalt adalah pemikiran psikologi pendidikan yang


menekankan pada pentingnya pola studi secara menyeluruh pada proses mental
dari pada mengisolasi fenomena mental sebagai sensasi tunggal.
Arti Gestalt sendiri dalam psikologi adalah pola pembentukan.
Menurutnya analisis sesuatu semacam partikelir tidak bisa menyajikan
pernahaman secara menyeluruh, perlu untuk melihat sesuatu itu dari segala sisi.
Sehingga hakikat dari partikel suatu benda harus dilihat dari keseluruhan benda
itu sendiri.

Teori ini dipelopori oleh seorang berkebangsaan Jerman yang bernama


Max Wertheimer kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh berikutnya seperti,
Kurt Koffka, Wolfgang Köhler dan juga Kurt Lewin. Max Wertheimer
(1880-1943) sebagai perintisnya memulai ksperimennya tentang pengamatan
atau persepsi dan problem solving. Kurt Koffka, (1886-1941) memperkuatnya
dengan merumuskan hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Köhler
(1887-1959) meneliti tentang insight pada simpanse. Mereka berkesimpulan
bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari
lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.

A. Eksperimen Wertheimer

Eksperimen Wertheimer yang terkenal adalah tentang pengamatan visual.


Percobaanya dilakukan dengan memproyeksikan cahaya kepada layar dalam
bentuk titik-titik cahaya yang dilakukan secara berurutan dihadapan sejumlah
pengamat. Para pengamat mengatakan bahwa mereka tidak melihat proyeksi
titik cahaya pada layar, melainkan mereka melihat suatu garis cahaya yang
bergerak dalam layar. Percobaan ini menyimpulkan adanya keseluruhan bentuk
(gestalt) dalam pengamatan visual (dalam hal ini pengamatan cahaya).
B. Eksperimen Kohler

Sedangkan Kohler melakukan eksperimennya dengan menggunakan simpanse


sebagai subyeknya yang ditempatkan dalam suatu kandang. Dalam salah satu
sudut kandang itu Kohler menggantungkan pisang tetapi tidak dapat dijangkau
oleh simpanse itu. Di sudut lain terdapat beberapa buah peti yang kalau
ditumpuk dapat dijadikan sebuah tangga untuk meraih pisang. Eksperimen ini
menyimpulkan adanya suatu tilikan atau tinjauan (insight) terhadap
unsur-unsur yang terkait dalam pemecahan suatu masalah.

1. Prinsip-Prinsip Teori Gestalt

Menurut Koffka dan Kohler, sebagaimana ditulis oleh Muhammad Surya. Ada
tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Prinsip hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua
yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti
ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar
belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Prinsip kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling
berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan
dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Objetive set : organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk
sebelumnya.
4. Prinsip kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan
cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
5. Prinsip arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang
pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagai suatu figure atau bentuk tertentu.

6. Prinsip kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata


bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan
cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan
simetris dan keteraturan; dan
7. Prinsip ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi
kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Prinsip-prinsip diatas merupakan prinsip yang menjadi landasan dalam


pembentukan teori gestalt yang mengangap bahwa perlunya melihat sesuatu
secara komprehensif dan menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang
baik.
Selain prinsip-prinsip di atas, ada juga yang memasukkan hukum pragnaz
dalam kategori prinsip-prinsip teori gestalt ini. Namun didalam makalah ini
pragnaz akan dimasukkan dalam kategori sebagai hukum gestalt.

2. Hukum Teori Gestalt

Dalam hukum-hukum belajar gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu
hukum Pragnaz. Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu
cenderung untuk bergerak ke arah yang penuh arti (pragnaz).
Dengan demikian, maka setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai
sifat dinamis, yaitu cenderung untuk menuju keadaan pragnaz itu, keadaan
seimbang. Keadaan yang problematis adalah keadaan yang tidak pragnaz, tidak
teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan
pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan kedalam struktur medan
atau hal itu dengan memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal problematis
ke sifat pragnaz.
Selain dari hukum tersebut menurut aliran teori belajar gestalt ini bahwa
seseorang dikatakan belajar jika mendapatkan insight. Insight ini diperoleh
kalau seseorang melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi
tertentu. Dengan adanya insight maka didapatlah pemecahan problem,
dimengertinya persoalan; inilah inti belajar.

3. Aplikasi Teori Gestalt Dalam Proses Pembelajaran

AkhmadSudrajatsebagaimana juga ditulis oleh Muhammad Surya menguraikan


beberapa aplikasi teori gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

a) Pengalaman tilikan (insight)

Setelah berhasil dengan eksperimennya Kohler menyatakan bahwa tilikan


memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran,
hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan
mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)

Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan


dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan
alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya
c) Perilaku bertujuan (purposive behavior)

Edward Tolman salah satu tokoh yang mengembangkan teori gestalt


mengatakan bahwa pada hakikatnya perilaku itu terarah pada suatu tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan
berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh
karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran
dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d) Prinsip ruang hidup (life space)

Konsep ini di kembangkan oleh kurt lewwin dalam teori medan (field theory)
yang menyatakan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.

e) Transfer dalam pembelajaran

Maksud dari transfer dalam pembelajaran adalah pemindahan pola-pola


perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut
pandangan gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian
obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.

4. Hubungan Teori Gestalt Dengan Kurikulum

Teori Gestalt atau Field Theory mempunyai tujuan yang jelas dan luas.
Yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi, juga proses menghadapi dan
memecahkan masalah, pengembangan pribadi, dalam menentukan bahan
pelajaran dipertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan
masyarakat anak dan bahan dari berbagai mata pelajaran. Kurikulum meliputi
perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Organisasi bahan pelajaran
dan metode mengajar diutamakan hubungan dan interaksi serta pemahaman.
Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman
itu. Teori Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang memerlukan
aktifitas anak. Karena itu digunakan metode problem solving dan inquiry
approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan
serta bantuan guru sejauh diperlukan.
Jadi teori gestalt ini sangat berhubungan sekali dengan kurikulum. karena
sesuai dengan apa yang dinyataan oleh Nana Sujana di dalam bukunya yang
berjudul “ Teori-Teori Belajar Dalam Pembelajaran “ Bahwa metode yang ada
dalam kurikulum ini merupakan sarana yang bertujuan untuk menjelaskan
bagaimana cara membantu siswa dalam mencapai tujuan pendidikan yang
berdasarkan kaidah-kaidah dalam teori belajar.
6

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Psikologi Gestalt adalah pemikiran psikologi pendidikan yang


menekankan pada pentingnya pola studi secara menyeluruh pada proses mental
dari pada mengisolasi fenomena mental sebagai sensasi tunggal.
Arti Gestalt sendiri dalam psikologi adalah pola pembentukan.
Menurutnya analisis sesuatu semacam partikelir tidak bisa menyajikan
pernahaman secara menyeluruh, perlu untuk melihat sesuatu itu dari segala sisi.
Sehingga hakikat dari partikel suatu benda harus dilihat dari keseluruhan benda
itu sendiri.

SARAN

Makalah ini tentu jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat diperlukan sebagai bahan perbaikkan
kedepannya. Semoga dengan adanya makalah tentang Teori Belajar Gestalt ini
mampu menambah khazanah keilmuan kita terkait dengan proses pelaksanaan
pengajaran yang bermutu dengan kata lain memiliki nilai presensi berkualitas.
7

DAFTAR PUSTAKA

N.K.,Roestiyah, Dra. Didaktik Metodik, Jakarta, 1982, Bumi Aksara


Am, Sudimian. Interkasi Be/ajar Mcngajar, Jakarta, 1990, Rajawali
Abdul Aziz, Ahyadi, Drs. Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancas ila,
Bandung, 1991, Sinar Baru Bandung.
Brtanica Encikiopedia
8
Belajar Dan Pembelajaran di
Sekolah Dasar

Disusun Oleh :
Kelompok : 8

Anggota :
1. Siti Elin Karlina (132010117)
2. Alfy Trisnawati (132010126)
3. Selfianita Sari (132010029)
4. Siti Marna Melani (132010069)
5.

Mata Kuliah : Belajar Dan Pembelajaran di SD


Dosen : Ibu Fitriyani S.kom
Prodi : PGSD
Tahun Ajaran : 2020/2021

UNIVERSITAS PELITA BANGSA


Alamat : Jl. Inspeksi Kalimalang Tegal Danas (Arah Deltamas) Cikarang Pusat - Bekasi
PEMBAHASAN

Teori Belajar Gagne


Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai
fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia
banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk mengujipenerapan teorinya
(Depdiknas, 2005:13).
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa
belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi
lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan
itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan
menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat
kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan
perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan
minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya
sementara.
Gagne dalam Dimyati (2002:10) menyatakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks.
Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian
belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan,
melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Objek Belajar Matematika

Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek
tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,
ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak
langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.

1. Fakta
Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika.
Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+”
dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan
cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.

2. Ketrampilan
Keterampilan(Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh
suatu hasil tertentu. Contohnya; keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup
besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah
memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada
dengan cepat dan tepat. Ketrampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan
cepat dan tepat.

3. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu
objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide
abstrak tersebut. Contohnya ; konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran, dll. Siswa
dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan
contoh. Untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-
sifat khusus dari objek yang termasuk contoh dan yang bukan contoh.

4. Prinsip
Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip
merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema.
Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan
jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui
konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip
jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan
memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada
situasi yang tepat.

Hasil-Hasil Belajar

Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan
berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan
(kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :

1. Informasi Verbal.
Informasi verbal adalah kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi
verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan
yang lainnya yang bersifat verbal.

2. Keterampilan intelektual.
Keterampilan intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-
operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau
gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah
terletak pada tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan
aturan-aturan tingkat tinngi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan
konsep terdefinisi, untuk memperoleh aturan-aturan ini siswa sudah harus belajar beberapa
konsep konkret, dan untuk belajar konsep konket ini siswa harus menguasai diskriminasi-
diskriminasi.

3. Strategi kognitif.
Strategi kognitif merupakan suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai
kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk
memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir.
Beberapa strategi kogniti adalah strategi menghafal, strategi menghafal, strategi elaborasi,
strategi pengaturan, strategi metakognitif, dan strategi afektif.

4. Sikap-sikap.
Merupakan pembawaan yang dapt dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap benda, kejadiaan atau makhluk hidup lannya. sekelompok siswa yang penting ialah
sikap-sikap terhjadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah
mendapat pembelajaran itu menjadi hal yang penting dalam menerapkan metode dan materi
pembelajaran.

5. Keterampilan-keterampilan motorik.
Ketarampilan motorik merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggambungan kaegiatan
motorik dengan intelektual seabagai hasil belajar seperti membaca, menulis, dan sebagai
berikut.

Berikut ini adalah contoh yang menggambarkan pengajaran yang mengacu pada sembilan
kejadian-kejadian belajar, mengajarkan segitiga sama sisi.
1. Menujukkan di komputer bentuk bangun datar segitiga yang bervariasi.
2. Memgajukan pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan segitiga sama sisi?
3. Meninjau kembali definisi segitiga
4. Memberikan deenisi segitiga sama sisi
5. Memberikan contoh segitiga sama sisi
6. Meminta siswa untuk membuat 5 contoh yang berbeda
7. Memeriksa semua contoh
8. Memberikan nilai dan pengulangan
9. Menujukkan gambar suatu benda dan meminta siswa untuk mengidentifikasi segitiga
sama sisi.

Anda mungkin juga menyukai