Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Yogyakarta, 03 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1
BAB I ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 4
C. TUJUAN ............................................................................................................ 4
BAB II ........................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
A. KONSEP DASAR CBT (Cognitive Behavioral Therapy)................................. 5
1. Classical Conditioning Theory: Pavlov & Watson ................................................ 5
2. Operant Conditioning Theory: B.F. Skiner ........................................................ 7
3. Social Learning Theory: Albert Bandura ......................................................... 10
BAB III ....................................................................................................................... 17
MASALAH YANG DITINJAU DARI PENDEKATAN TEORI COGNITIVE DAN
BEHAVIOR BESERTA INTERVENSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN CBT17
BAB IV ....................................................................................................................... 21
PENUTUP ................................................................................................................... 21
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 21
B. SARAN ............................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendekatan ini secara historis lebih berdasar pada prinsip belajar yang
dikemukakan B. F. Skinner, Edward Thorndike, Clarke Hull, John Watson, Ivan
Pavlov, William James, dan beberapa ahli lainnya. Pendekatan kognitif-
behavioral lebih berfokus kepada perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak
tampak, yang didapatkan dari proses belajar dan kondisioning saat berada di
lingkungan sosial.

Pada mulanya pendekatan kognitif dan behavioral adalah pendekatan yang


berdiri sendiri. Keduanya memiliki pandangan sendiri terhadap manusia, bahkan
memiliki metode terapi yang berbeda pula.Pendekatan Behavioral muncul berasal
dari B.F Skinner dengan teori kondisi pengoperan. Kemudian pendekatan
behavioral ini menjadi pendekatan yang populer pada masa 1960an.

Pada tahun 1970an pendekatan behavioral mendapatkan pengaruh dari teori


kognitif. Bandura merupakan salah seorang yang pertama kali menggunakan
konsep pendekatan Kognitif-Behavioral.

Pendekatan Kognitif-Behavioral memiliki pandangan bahwa seorang individu


memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif). Berdasarkan
hal tersebut, terapi Kognitif-Behavioral menekankan bahwa perubahan tingkah
laku dapat terjadi jika seorang individu mengalami perubahan dalam masalah
kognitif.

Terapi dalam pendekatan Kognitif-Behavioral merupakan gabungan dari


terapi yang ada pada pendekatan Kognitif dan pendekatan Behavioral.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Teori atau Konsep Dasar dari Cognitive Behavioral Therapy ?
2. Bagaimana masalah jika ditinjau dari pendekatan Cognitive Behavioral
Thearapy?
3. Intervensi apa yang tepat dalam menangani masalah yang ditinjau dalam
pendekatan Cognitive Behavioral Therapy?

C. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mengetahui teori dan konsep dasar dari pendekatan
Cognitive Behavioral Therapy
2. Agar mahasiswa mengetahui contoh kasus atau masalah jika ditinjau dari
pendekatan Cognitive Behavioral Thearapy
3. Agar mahasiswa mengetahui Intervensi apa yang tepat dalam menangani
masalah yang ditinjau dalam pendekata Cognitive Behavioral Therapy

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. KONSEP DASAR CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive Behavioral
Therapist (NACBT), mengungkapkan definisi dari cognitive-behavioral therapy
yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang berfikir
bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan (NACBT, 2007). Untuk
memahami munculnya pendekatan ini, ada 4 teoritis utama yang menandai
perkembangan gaya teoritis utama.

1. Classical Conditioning Theory: Pavlov & Watson


Classical Conditioning merupakan teori belajar yang menjadi tahap
awal dalam evolusi CBT (Cognitive Behavior Therapy), bebarapa ahli
teori belajar yang menonjol yang memiliki dampak yang signifikan dalam
pengembangan psikologi perilaku ialah Ivan Pavlov (1927), John
B.Watson (1925), dan Joseph Wolpe (1990).
Penelitiannya dengan anjing yang dipimpin Pavlov (1927) menjadi
salah satu teori pertama yang menulis tentang jenis tertentu belajar yang
dikenal sebagai pengkondisian klasik(classical conditioning). Menurut
ahli fisiologi Rusia, pengkondisian klasik mengambil bagian dalam tiga
tahap. Pertama, stimulus yang telah dikondisikan kepada anjing yang
lapar. Hal ini memunculkan respon yang sudah terkondisi (respon air liur
oleh anjing tersebut).
Kedua, Pavlov secara teratur memperkenalkan stimulus netral (dering
bel) dengan sepotong daging, yang menghasilkan UR (respon air liur).
Ketiga, selama periode waktu di mana stimulus netral (bel dering)
disesuaikan dengan US (potongan daging), Pavlov menemukan bahwa
anjing terkondisi untuk mengeluarkan air liur dengan dering bel saja
(bahkan ketika potongan daging tidak disajikan).
Ketika ini terjadi, Pavlov menyatakan bahwa pembelajaran baru telah
terjadi. Ini pembelajaran baru (atau pengkondisian klasik) anjing

5
memunculkan respon yang diharapkan CR (air liur yang otomatis
menunjukkan anjing lapar) dengan apa yang sekarang adalah stimulus
terkondisi CS (bunyi bel tanpa penyajian sepotong daging ).
John Watson (1925) memperluas teori Pavlov belajar dengan
menerapkan prinsip-prinsip pengkondisian klasik bagi manusia, yang
paling terkenal untuk seorang anak muda bernama Albert. Dalam
eksperimennya dengan Albert, Watson pertama kali diperkenalkan
stimulus berkondisi (suara keras), yang dihasilkan adalah respon
berkondisi (sebuah respon kejut otomatis).

Ketika suara keras secara rutin sesuai dengan stimulus yang


dikondisikan (pengenalan tikus putih), Albert akhirnya belajar untuk
menanggapi penyajian tikus putih dengan respon terkejut tanpa iringan
lonceng keras. Watson juga menunjukkan bahwa pembelajaran baru
(yang dimanifestasikan oleh respon yang terkondisi) tidak hanya terjadi
ketika seekor tikus putih disajikan, tapi ini juga CR umum dengan
penyajian objek sejenis seperti kapas putih. Sedangkan penelitian ini
memberikan informasi penting yang membantu menjelaskan belajar
manusia, juga dapat membantu Anda untuk memahami mengapa tahap
awal pendekatan perilaku membawa resistensi yang cukup besar antara
banyak orang. Tak perlu dikatakan, jenis penelitian akan dianggap tidak
etis hari ini.
Hasil penelitian Watson membuatnya diakui sebagai pencetus teori
utama psikologis yang dikenal sebagai behaviorisme. Perspektif teoritis
mencoba untuk melacak semua perilaku untuk respon psikologis untuk
berbagai jenis rangsangan. Penelitian Watson temuannya dan tulisannya
secara teoritis juga untuk bidang yang baru muncul dari neuropsikologi.
Seperti perspektif watson dari behaviorisme, neuropsikologi
menggambarkan manusia sebagai sistem mekanis yang pada dasarnya

6
menanggapi berbahasa, baik behaviorisme dan neuropsikologi
menunjukkan bahwa kita menjadi siapa kita melalui tanggapan psikologis
kita terhadap lingkungan.
Meskipun menggunakan perspektif mekanistik dan hipotesis yang
berhubungan dengan psikologis untuk menjelaskan perkembangan dan
perilaku manusia, Watson tidak terlalu memperhatikan dampak dari
keturunan dan bukan terfokus pada pengaruh lingkungan. Sebagai hasil
dari cakupan pandangan mekanistik pembangunan manusia, Watson
dianggap sebagai teori psikologis alternatif dan khususnya teori
psikoanalitik Freud menjadi tidak ilmiah dan bahkan mistis.
Watson akhirnya meninggalkan pekerjaan akademik untuk menjadi
wakil presiden J. Walter Thompson, salah satu biro iklan terbesar di
negara-negara Serikat. Namun, juga jelas bahwa pandangan Freud tentang
alam bawah sadar juga dimasukkan dalam strategi perusahaan iklan.

2. Operant Conditioning Theory: B.F. Skiner


Tahap kedua dalam evolusi dari CBT sebagian besar didorong oleh
karya B.F.Skinner, yang dibangun di Watson legacy.Skinner (1953,1969)
teoritis pandangan dunia menunjukkan bahwa mereka dapat mengontrol
dan membentuk perilaku dalam budaya dan keluarga yang mereka
pilih.Perspektif ini disebut sebagai instrumental operant conditioning dan
keyakinan ini beralasan bahwa kita dapat memilih perilaku apa untuk
memperkuat kita dilingkungan kita.menurut teori behavior skinner ada
empat tipe dari operant conditioning yakni : positive reinforcement ,
negative reinforcement, punishment dan extinction.
a. Positive Reinforcment (Penguatan Positif). Dalam positive
reinforcement perilaku tertentu diperkuat dengan mengalami kondisi
yang positif. Skinner mencatat dalam penelitiannya, seekor tikus lapar
menekan bar (kayu penghalang) di dalam kandang dan menerima

7
makanan.the makanan tersebut adalah kondisi positif bagi tikus lapar.
Tikus menekan bar lagi, dan menerima makanan.Perilaku tikus
menekan bar dengan demikian diperkuat dengan konsekuensi
menerima makanan. Dari teori operant conditioning, diyakini bahwa
tikus belajar untuk mengontrol atau mengarahkan perilakunya untuk
memastikan bahwa kondisi positif atau hasil akan terus terjadi dari
tindakan tersebut.
b. Negative Reinforcement (Penguatan Negatif). Reinforcement
negatif di sisi lain, terjadi ketika suatu perilaku tertentu memperkuat
konsekuensi dari menghentikan atau menghindari kondisi yang
negatif. Skinner menggambarkan bagaimana bentuk pembelajaran
terjadi dengan melaporkan reaksi tikus yang diberi kejutan listrik
ringan pada kakinya saat itu dalam sangkar. Shock adalah kondisi
negatif untuk tikus. Namun tikus mampu menekan bar di kandang
yang dapat menghentikan kejutan listrik. Tak lama kemudian tikus
menerima kejutan lain dan menekan bar lagi untuk menghentikan
shock . Skinner menyimpulkan bahwa tikus belajar untuk
mengasosiasikan tekanan dengan bar didalam kandang dengan
pengurangan kondisi negatif. Prinsip ini menghasilkan defenisi dari
negative reinforcement dari teori operant conditioning
c. Punishment. Skinner juga mencatat bahwa hukuman sering
memberikan kontribusi untuk pembelajaran dari perspektif teori
operant conditioning bahwa istilah hukuman menggambarkan perilaku
yang melemah akibat pengalaman kondisi negatif di lingkungan.
Sebagai contoh: tikus menekan sebuah bar di kandangnya dan segera
menerima shork listrik ringan. Kejutan listrik adalah kondisi negatif
.tikus menekan bar lagi dan mengalami kondisi negatif dengan
menerima kejutan lain dan menekan bar kembali. Pada pengamatan
lebih lanjut, skinner mencatat bahwa perilaku tikus terus menekan bar

8
melemah oleh konsekuensi dari menerima kejutan setiap kali tikus
memulai aksi nya.
d. Extinction. Skinner juga memperkenalkan konsep extincion dengan
psikologi perilaku.Konsep ini menggambarkan perilaku yang melemah
atau kondisi lingkungan yang negatif. Percobaan Skinner
menunjukkan bagaimana extincion terjadi ketika tikus menekan bar
dalam sangkar dan malah tidak ada yang terjadi, hal itu menyebabkan
tidak ada kondisi yang positif maupun kondisi negatif yang dihasilkan
ketika tikus memulai perilaku tersebut, Skinner mengamati bahwa
tikus menekan bar di kandang itu semakin melemah dan dalam hal ini
hampir hilang ketika tikus tidak mengalami hal positif maupun hasil
yang negatif dari perilaku tersebut Meskipun ada kecenderungan hari
ini untuk mengecilkan pentingnya pengaruh Skinner dan metode,
Skinner berkontribusi dan telah berdampak untuk dikemudian hari
dalam pekerjaan konselor dan psikolog dalam melakukan pekerjaan
mereka pada saat ini. Skinner menekankan pada perilaku yang dapat
diamati sebagai dasar untuk terapi perilaku dan banyak terapi cognitive
– behavior lain pada saat ini. Di samping penggabungannya dapat
diterapkan analisis perilaku, analisis spesifik urutan perilaku yang
digunakan oleh banyak praktisi kesehatan (dibahas lebih rinci nanti)
dasar dari penelitian Skinner. Akhirnya microskill mengusulkan tidak
ada perilaku spesifik yang dilibatkan dalam terapi yang memuji
Skinner yang membuat aktivitas mistik menjadi jelas dan dapat
diamati (Skinner, 1969: komunikasi pribadi untuk Allen Ivey).
Kejelasan dalam menggambarkan efektif dan tidak efektif kemampuan
mengkonseling – stategi terapi – dalam dasa dari model microskill- ke
dalam pandangan Skinner tentang pentingnya

9
3. Social Learning Theory: Albert Bandura
Bandura bekerjasama dengan Richard Welters yang merupakan
mahasiswa doktor pertama di Stanford, Bandura mengarahkan
perhatiannya untuk meneliti agresi antisosial anak laki-laki yang datang
dari keluarga yang utuh di daerah residental .Dalam penelitian ini Para
peneliti sengaja memilih anak-anak dari keluarga utuh dan latar belakang
ekonomi yang baik untuk demonstrasikan faktor lain yang berlawanan
selain kondisi kekeluargaan dan sosioekonomik yang membantu
memperluas masalah perilaku pada anak-anak ini. Penelitian ini yang
menggarisbawahi peran penting dari pemodelan perilaku manusia
menyebabkan serangkaian studi tambahan ke dalam penentu dan
mekanisme apa yang disebut Bandura sebagai Observasional Learning.
a. Modelling. Bandura dan Walters menemukan bahwa remaja yang
hiper aktif biasa nya meniru orang tua yang memodelkan sikap
bermusuhan. Meskipun orang tua tidak mentolerir perilaku agresif di
rumah, mereka membutuhkan harus ada aturan agar anak – anak dapat
menjadi ulet dan dapat menyelesaikan perselisihan dengan teman
sebaya secara fisik jika diperlukan. Ketika hasilnya dimana anak anak
mendapatkan masalah atau mendapat kesulitan di sekolah orangtua
berada diposisi yang berlawanan dengan anak mereka pada staff
sekolah. Orangtua tidak hanya memperlihatkan agresifitas terhadap
sistem sekolah tetapi juga terhadap anak-anak lain, yang mereka
percaya telah memberikan anak mereka waktu yang sulit (Bandura,
1976). Bandura menyimpulkan bahwa perilaku agresif dari anak –
anak muda yang lebih menjelaskan model dari perilaku bermusuhan
orangtuanya dan tindakan agresif bukan hanya karena oleh prinsip
klasik atau teori operant conditioning. Bandura menjelaskan lebih
lanjut bahwa agresifitas remaja merupakan sesuatu yang dilakukan
seseorang pengaruh dari melihat model menemukan hukuman ketika

10
bertingkah laku dalam cara agresif dalam kehidupan mereka. Bandura
terus melanjutkan memperluas pemikirannya yang telah lalu mengenai
perilaku selanjutnya dalam penelitian dimana tes mengenai teori
pembelajaran sosial dengan kondisi yang berbeda. Seperti halnya
dengan penelitian mengenai agresifitas remaja, penelitian lain fokus
pada cara orang belajar dengan pengamatan dan modelling. Penelitian
ini berusaha keras pada area yang meliputi studi dari Bandura dengan
Dorrie dan Stella Ross pada sosial modelling di antara anak - anak,
yang melibatkan boneka bobo doll yang terkenal saat itu yang terbuat
dari plastik. Anak-anak yang berpartisipasi dalam studi bobo doll yang
dimana expose pada model sosial yang menunjukkan perilaku
kekerasan atau tanpa kekerasan terhadap boneka bobo doll yang dalat
memantul kembali. Anak-anak yang diperlihatkan model kekerasan
dalam studi ini kemudian ditampilkan bentuk novel agresi terhadap
boneka bobo. Sebaliknya, anak-anak yang observasi model dimana
menunjukkan perilaku yang tidak menunjukkan perilaku kekerasan
pada boneka bobo jarang menunjukkan perilaku kekerasan mereka
ketika mereka ditinggalkan sendiri. Dari hasil yang diperoleh dari
penelitian membantu pada meresmikan konsep dimana belajar
observasi. Konsep ini telah digunakan untuk menjelaskan perilaku
yang berbeda dari studi penelitian bobo doll menunjukkan dalam
ketidak hadiran dari penguatan secara langsung.
Dalam cara yang lain Bandura dan koleganya
mendemonstasikan bahwa anak-anak bisa belajar pola-pola baru
perilaku secara perwakilan, tanpa benar-benar melakukan perilaku
yang diamati atau menerima pembelajaran pada perilaku spesifik
seseorang.
Pekerjaan Bandura menimbulkan banyak kontroversi baik dari
dalam maupun dari luar pada bidang psikologi mengakibatkan

11
penelitian tambahan yang memvalidasi bahwa apa yang orang lihat,
mereka sering lakukan. Hal ini jelas dimana kekerasan di media dan di
dunia video game sangat berpengaruh dalam perkembangan dan
psikososial perilaku anak-anak dan remaja saat ini. Meskipun temuan
oleh Bandura dan ilmuwan perilaku lain yang menunjukkan bahwa
ada keterkaitan antara belajar observasional dan manifestasi perilaku
kekerasan terdapat penolakan yang konsisten dari fakta ini dari
eksekutif perusahaan dan profesional media lainnya. Penolakan ini
sebagian didorong oleh keuntungan yang besar dihasilkan dari
pemasaran pemasaran produk media kekerasan, meskipun bukti bahwa
konsep belajar Bandura dapat dipakai untuk membantu manusia.
Penelitian Bandura menemukan di daerah ini membuatnya
menyimpulkan bahwa pemodelan memang proses yang kuat dan luas
yang menyumbang banyak kebiasaan belajar,terutama sumbangan
dengan pandangan behavioris dalam mode pada saat itu, yang
menegaskan bahwa belajar adalah konsekuensi dari penguatan positif,
penguatan negatif atau bentuk yang berbeda dari hukuman seperti
yang didefinisikan oleh Skinner dan pendukung lainnya dalam
pengkondisian operant conditioning. Sampai saat itu psikologi
perilaku berorientasi berfokus hampir secara eksklusif pada belajar
melalui konsekuensi dari satu tindakan. Namun Bandura menunjukkan
bahwa proses dari proses belajar trial – error dapat menjadi jalan
pintas dalam sosial belajar belajar kesalahan Pandangan yang lebih
luas diperoleh Bandura sebagai hasil dari hasil tingkah laku yang
berangkat pada penelitian dalam sosial learning yang juga
membedakan penelitian antara efek kognitif dari pemodelan pada
perolehan perilaku dan efek motivasi dari penghargaan dalam
performa yang ditiru.

12
b. Self-Regulation. Bandura melakukan satu penelitian yang berfokus
untuk melihat kemampuan anak dalam membuat self-regulatory, dan
konsep ini merupakan bentukan dari konsep Bandura sendiri yaitu
mengenai Human Agency. Bandura bekerja dengan Carol Kupers.
Usahanya menghasilkan peningkatan pemahaman tentang standar
performansi individual dan proses self-rewarding. Penelitian ini
meliputi penggunaan bowling game dimana seorang anak diharapkan
mampu memberikan reward kepada dirinya sendiri saat dia merasa
pantas untuk memberikan reward kepada perilakunya itu. Penelitian
ini kemudian menghasilkan konsep baru dari Bandura dan kolenganya
itu yaitu self-efficacy (Bandura, 1997). Penelitian lanjutan Bandura
Human Agency dan self-efficacy mengarahkannya pada pemikiran
manusia tentang kemampuan manusia untuk mengatur tentang
bagaimana mereka merasa ancaman kepada diri mereka sendiri adalah
adanya pengaruh perubahan kondisi fisik yang spesifik. Perubahan
kondisi fisik menurut bandura dapat meningkatkan self-efficacy,
termasuk adanya peningkatan pada level neurotransmitter dan hormon
yang berkaitan dengan stres pada aliran darah. Bandura juga
menemukan bahwa individu dapat mengatur level dari
neurotransmitter dan hormon penyebab stres pada aliran darah dengan
mengubah pemikiran mereka tentang self-efficacy pada situasi yang
berbeda. Penelitian dan kontributisi teoritikal ini memberikan
kontribusi yang penting dalam evolusi dari CBT pada proses konseling
dan psikologi. Penelusurannya pada peran kognisi dalam proses
belajar dan bentukan perilaku telah diperluas oleh para teoris CBT
lainnya. Pemuka teori berlandaskan teori dari Bandura dengan
menambahkan proses lain dalam berikir (kognisi) dapat menjadi
efektif dalam situasi konseling dan psikoterapi.

13
B. COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT)
Cognitive behavior thearapy (CBT) merupakan teknik pendekatan intervensi
yang menggabungkan pendekatan behavior therapy (BT) dengan cognitive
therapy (CT). pada pendekatan behavior terapi lebih berfokus pada terapi dalam
perubahan perilaku dengan penerapan teori belajar tanpa melihat proses kognitif
yang terjadi. Sedangan CT, fokusnya pada perubahan yang terjadi pada proses
mental seseorang. Dengan begitu CBT mencoba menggabungkan dua pendekatan
agar dapat lebih efektif dalam intervensi kasus-kasus psikologi.
1. Prinsip-prinsip CBT
Dalam Program Intervensi dengan Pendekatan Cognitive Behavior
Therapy pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang Mengalami
Depresi dikutip dalam (Westbrook, Kennerly & Kirk, 2007) menjelaskan
ada bebarapa prinsip yang digunakan dalam CBT.
a. Prinsip Kognitif

Salah satu level kognitif dalam CBT yang menjadi sasaran


intervensi yaitu:

Negative Automatic Thoughts(NATs)

NATs merupakan pikiran-pikiran yang muncul dan disadari oleh


kebanyakan orang. Pikiran- pikiran tersebut cenderung berupa
penilaian atau interpretasi negatif terhadap hal-hal
yang terjadi dalam hidup. NATs mempengaruhi mood dari waktu
ke waktu. Beberapa karakteristik dari NATs yaitu :
(1) Ketika suatu istilah disebut pikiran negatif muncul secara tiba-
tiba.
(2) NATs merupakan pikiran yang spesifik mengenai situasi yang
spesifik. Walaupun terkadang merupakan sebuah stereotype,
namun terkadang muncul dalam bentuk bervariasi dari waktu ke

14
waktu.
(3) NATs mudah untuk disadari.
(4) NATs sangat jelas dan dapat disadari namun bila tidak
memfokuskan perhatian pada pikiran tersebut.
(5) NATs dianggap benar terutama ketika pengaruh emosi sangat
kuat.
(6) Walaupun NATs lebih sering dimunculkan sebagai konstruk
verbal namun tidak jarang NATs memiliki hubungan dengan
gambaran tertentu.
(7) NATs memiliki efek yang cepat terhadap perubahan emosi dan
menjadi hal pertama yang dibenahi dalam terapi.

b. Behavioral Principle
c. Prinsip “Kontinum”
d. Prinsip ‘here’ dan ‘now’
e. Prinsip ‘intercting system’
f. Prinsip Empiris

2. Tahap-Tahap CBT
Secara umum, tahapan yang dilakukan dalam CBT yaitu (Westbrook,
Kennerly, & Kirik, 2007):
a. Asesmen (Menggali informasi, membuat formula kasus,
mengidentifikasi maintaining process),
b. Pengukuran (Monitoring pikiran, mencari baseline),
c. Intervensi (Teknik-teknik CBT, Monitoring),
d. Client as therapist (Relapse management).
(1) Intervensi (Teknik-Teknik dalam CBT)
(a) Socratic Method merupakan teknik memberikan pertanyaan
kepada klien dimana dengan pertanyaan-pertanyaan

15
tersebbut, klien didorong untuk memberikan informasi yang
terkait dengan masalahnya, mencari sudut pandang lain
dalam melihat masalahnya, dan mencari solusi bagi dirinya
sendiri. Adapun tahapan-tahapan dari metode ini yaitu,
Concrete Questioning, Emphatic Listening, Summarizing,
Synthesizing/Analyzing Question.
(b) Teknik-Teknik Kognitif akan digunakan dalam rangka
mereview dan menilai kembali pikiran-pikiran klien yang
berhubungan dengan masalah. Dalam menggunakan teknik
ini, klien sebelumnya sudah harus paham mengenai proses
kognitif yang terjadi pada dirinya. Adapun beberapa teknik
kognitif yang dapat digunakan. Yaitu, Identifikasi Kognitif,
Disctraction, Identifikasi Bias Kognitif, Mengembangkan
sudut pandang baru.

16
BAB III

MASALAH YANG DITINJAU DARI PENDEKATAN TEORI COGNITIVE


DAN BEHAVIOR BESERTA INTERVENSI MENGGUNAKAN
PENDEKATAN CBT

Contoh kasus yang pemakalah berikan ini adalah kasus dimana penderita
Diabates Melitus Tipe 2 yang mengalami Depresi yang dapat ditinjau dari teori
pendekatan kognitif dan behavioral.

A. Depresi menurut Prespektif Kognitif


Teori kognitif tentang depresi menyatakan bahwa adanya disfungsi
kognitif. Aaron Beck menghubungkan pengembangan depresi dengan adopsi
dari cara berfikir yang bias atau terdistorsi. Menurut Beck (dalam Nevid,
Rathus, & Greene, 2005 terjemahan) seseorang mengalami depresi karena
adanya pola piker yang terdistrors sehingga mengakibatkan bias negative
dalam mempersepsi sesuatu. Beck mengembangkan cognitive triad of
depression. Cognitive Triad ini melibatkan keyakinan negative mengenai diri
sendiri (say atidak baik), keyakinan tidak baik mengenai lingkungan dan
dunia sekitarnya, dan keyakinan negative akan masa depan. Orang yang
mengembangkan pola piker negative ini memiliki resiko mengalami depresi
lebih besar ketika menghadapi kekecewaan dalam hidupnya.
Banyak penderita DM yang tidak dapat mengatasi stressnya dengan baik
sehingga masuk dalam kondisi depresi (Kaplan, Sallis, & Petterson, 1993).
Semakin mereka merasa bahwa kondisi penyakit merka mengganggu
kehidupan sheari-hari merkea dan merasa kurangnya kemmpuan mereka
dalam mengontrol diri. Berdasarkan kriteria pada DSM-IV-TR, orang-orang
yang mengalami depresi biasanya menunjukkan adanya perasaan sedih, putus
asa, mato rasa, dan perasaan cemas. Beberapa orang mengeluhkan aanya

17
perasaan negative yang terus menerus terjadi ketika mereka sedang berada
dalam kondisi depresi seperti kemaran yang terus menerusm menyalahkan
orang lain, dan frustasi dalam menghadapi hal-hal kecil sekalipun. Selain itu,
terkadang orang yang mengalami depresi kehilangan minat untuk beraktifitas.
Bahkan ada beberapa orang yang menunjukkan adanya perilaku menarik diri
dan menolak lingkungan.

B. Depresi menurut Perspektif Behavior (Teori Perilaku)


Depresi adalah penyakit mental yang signifikan dengan konsekuensi
fisiologis dan psikologis, termasuk kelesuan, berkurangnya minat dan
kesenangan, dan gangguan dalam tidur dan nafsu makan. Diperkirakan bahwa
pada tahun 2030, depresi akan menjadi penyebab utama kecacatan di Amerika
Serikat dan negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya.
Teori perilaku depresi menekankan peran tindakan maladaptif dalam
permulaan dan pemeliharaan depresi. Teori-teori ini berasal dari pekerjaan
mengenai prinsip-prinsip pembelajaran dan pengkondisian dari awal hingga
pertengahan 1900-an. Ivan Pavlov dan BF Skinner sering dikreditkan dengan
pembentukan psikologi perilaku dengan penelitian mereka pada
pengkondisian klasik dan pengkondisian operan, masing-masing. Secara
kolektif, penelitian mereka menetapkan bahwa perilaku tertentu dapat
dipelajari atau tidak dipelajari, dan teori-teori ini telah diterapkan dalam
berbagai konteks, termasuk psikologi abnormal. Teori yang secara khusus
diterapkan pada depresi menekankan reaksi yang dimiliki individu terhadap
lingkungannya dan bagaimana mereka mengembangkan strategi koping yang
adaptif atau maladaptif.
Aktivasi perilaku (BA) adalah pendekatan idiografis dan fungsional
untuk depresi. Ini berpendapat bahwa orang dengan depresi bertindak dengan
cara yang mempertahankan depresi mereka dan menempatkan asal episode
depresi di lingkungan. Sementara teori BA tidak menyangkal faktor biologis

18
yang berkontribusi terhadap depresi, mereka menyatakan bahwa itu pada
akhirnya adalah kombinasi dari peristiwa stres dalam kehidupan individu dan
reaksi mereka terhadap peristiwa yang menghasilkan episode
depresi. Individu dengan depresi dapat menunjukkan perilaku permusuhan
sosial, gagal untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan, merenungkan
masalah mereka, atau terlibat dalam kegiatan maladaptif lainnya. Menurut
teori BA, perilaku ini paling sering berfungsi sebagai mekanisme
penghindaran sementara individu berusaha mengatasi peristiwa kehidupan
yang penuh tekanan, yang mengakibatkan penurunan penguat positif atau
kontrol yang dirasakan. Perenungan sangat penting dalam timbulnya
depresi. Ada dua mekanisme koping utama, perenungan dan gangguan. Para
ruminator menghabiskan waktu dengan berfokus pada peristiwa yang
menegangkan dan perasaan mereka, sementara para pengacau terlibat dalam
kegiatan yang menjauhkan mereka dari peristiwa dan perasaan
mereka. Ruminator lebih cenderung menjadi depresi daripada pengganggu.

C. Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini telah dirancang oleh peneliti
selama 6 kali pertemuan. Dan waktu pertemuan akan disesuaikan dengan
kesedian waktu partisipan sehingga diharapkan tidak mengganggu aktivitas
partisipan. Secara umum tahapan intervensi yang dilakukan menyesuaikan
dengan tahapan intervensi CBT dari Westbrook, yaitu:
Assesment -> Pengukuran -> Intervensi -> Client as Therapist
Psikoedukasi dan latihan relaksasi akan diberikan juga kepada partisipan.
Psikoedukasi yang diberikan merupakan penjelasan mengenai proses yang
terjadi dalam tubuh penderita DM tipe 2 dengan menggunakan animasi agar
lebih mudah untuk dipahami.

Penelitian ini menggunakan single subject design. Single subject

19
design melibatkan observasi terhadap satu individu. Perilaku target di
observasi sebelum memulai intervensi dan menjadi baseline. Setelah
peneliti melakukan intervensi, observasi dilakukan kembali dan
dibandingkan dengan perilaku target pada baseline (Creswell, 2003).
Pada penelitian ini, jumlah partisipan yang dikenakan intervensi
adalah 2 orang. Perilaku target yang diobservasi yaitu kemunculan
NATs dan tingkat depresi yang dialami partisipan. Kemunculan NATs
terlihat dari hasil wawancara awal dan tingkat depresi partisipan diukur
dengan Beck’s Depression Inventory. Hasil wawancara awal dan skor
awal Beck’s Depression Inventory menjadi baseline dalam penelitian ini
yang akan dibandingkan dengan wawancara dan skor Beck’s
Depression Inventory setelah intervensi selesai dilakukan.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan cognitive behavior


therapy. Pendekatan ini menggunakan prinsip-prinsip kognitif dan
behavior untuk membantu mengubah NATs pada klien. Terapis
memfasilitasi klien agar klien dapat mengenali masalahnya dan
memahami NATs yang ada pada dirinya. Setelah klien mengenali
masalahnya dan memahami NATs yang ada pada dirinya, terapis
mengajarkan klien untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri. Dengan
ini diharapkan kedepannya klien dapat terlatih untuk menghadapi
masalah-masalah yang dihadapinya secara mandiri.

20
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan pemakalah memberikan intervensi dalam kasus dimana
penderita Diabates Melitus Tipe 2 yang mengalami Depresi yang dapat ditinjau
dari teori pendekatan kognitif dan behavioral, sebagai berikut:

1. Secara umum tahapan intervensi yang dilakukan menyesuaikan dengan


tahapan intervensi CBT dari Westbrook, yaitu: Assesment -> Pengukuran
-> Intervensi -> Client as Therapist
2. Penelitian ini menggunakan single subject design. Single subject design
melibatkan observasi terhadap satu individu. Perilaku target di observasi
sebelum memulai intervensi dan menjadi baseline.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukan saran teoritis dan praktis, sebagai
berikut:

A. Saran Teoritis
 Berdasarkan kesimpulan pemakalh, maka untuk penelitian
cognitive behavioral therapy selanjutnya diharapkan menggunakan
sampel yang lebih banyak karena penelitian ini hanya
menggunakan dua subjek. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
efektivitas kegunaannya terhadap perilaku depresi.
 Pemakalah sangat sadar dalam pembuatan makalah ini sangat
banyak kekurangan dan keterbatasan dalam pembuatan, maka
kami sangat berharap kepada pemakalah berikutnya, lebih
melengkapi kekurangan yang ada.

21
B. Saran Praktis

Bagi klien yang akan menggunakan cognitive behavior therapy


disarankan untuk dapat terlibat aktif dalam sesi terapi, dalam mengerjakan
pekerjaan rumah, serta melakukan langkah-langkah yang telah diberikan
selama sesi terapi secara konsisten karena dapat memengaruhi kelancaran
proses terapi.

22
DAFTAR PUSTAKA

A. King, Laura. 2017. Psikologi Umum (Sebuah Pandangan Apresiatif). Jakarta :


Salemba Humanika.

Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang Press.

NACBT. 2007. Cognitive –Behavioral Therapy.(http://www.nacbt.org/whatiscbt-


htm/). diakses pada tanggal 6 September 2019.

Nevid, Jeffrey S., Spencer. A. Rathus dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi
Abnormal. Terjemahan Tim Psikologi Universitas Indonesia. Edisi Kelima.
Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hapsarini Nelma. 2012. “Program Intervensi dengan Pendekatan Cognitive Behavior


Therapy pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang mengalam Depresi”.
Tesis.Fakultas Psikologi, Program Studi Magister Profesi Psikologi, Universitas
Indonesia

Widyana Rahma (2014). Psikologi Kognitif 2. (Handout). Fakultas Psikologi,


Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Rahmi Siti (2015). PENGARUH PENDEKATAN PERILAKU KOGNITIF


TERHADAP TINGKAT PENYESUAIAN DIRI SISWA DI KELAS VII SMP
NEGERI 29 MAKASSAR. Vol. 1 No.1 Juni 2015. Hal 28-38 (Jurnal)

23

Anda mungkin juga menyukai