Anda di halaman 1dari 22

PSIKOLOGI SOSIAL DAN TERAPAN

Disusun Oleh :

Fian Sutor L. Mananga


1507044045

PASCASARJANA
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2015
BAB I

A. SIKAP
1. Pengertian Sikap
Menurut Allport dalam Sarwono (2015), sikap merupakan kesiapan mental,
yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan
pengalaman individu masing-masing, mengarahkan dan menentukan respons
terhadap berbagai objek dan situasi.
Menurut Triandis dalam Myers (2014) mengatakan bahwa sikap yang kita
ekspresikan terlihat berbeda adalah karena tergantung pada berbagia pengaruh,
baik itu factor dari luar maupun factor dari dalam.
Menurut Ajzen dalam Myers (2014), ketika sikap yang diukur merupakan
sikap umum, misalnya sikap orang asia yang diukur sangat spesifikasi.
Misalnya, suatu keputusan apakah akan membantu seorang asia dalam suatu
situasi tertentu.
Menurut Barot et.al, 2004 menyatakan bahwa sikap adalah evaluasi terhadap
berbagai aspek dalam dunia sosial.

2. Pembentukan sikap
Sikap manusia bukan sesuatu yang melekat sejak lahir, tetapi diperoleh
melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya.
Sikap dibentuk melalui empat macam pembelajaran sebagai berikut:
a. Pengkondisian klasik ( classical conditioning: learning based on
association)
Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus/rangsangan
selalu diikuti oleh stimulus/rangsangan yang lain, sehingga rangsangan
yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsangan yang kedua.
b. Pengkondisian Instrumental ( instrumental conditioning )
Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil
yang menyenangkan bagi seseorang, maka perilaku tersebut akan
diulang kembali. Sebaliknya, bila perilaku mendatangkan hasil yang
tidak menyenangkan bagi seseorang maka perilaku tersebut tidak akan
diulang lagi atau dihindari.
c. Belajar melalu pengamatan (Obsevational learning, learning by
example )
Proses pembelajaran dengan cara mengamati perilaku orang lain,
kemudian dijadikan sebagai contoh untuk berperilaku serupa. Banyak
perilaku yang di lakukan seseorang hanya karena mengamati perbuatan
orang lain.
d. Perbandingan sosial ( social comparison )
Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk
mengecek apakah pandangan kita mengenai sesuatu hal adalah benar
atau salah disebut perbandingan sosial.

3. Fungi Sikap
Menurut Baron, Byrene dan Branscombe dalam Sarwono (2015) terdapat
lima fungsi sikap yaitu:
a. Fungsi pengetahuan
Sikap membantu kita untuk menginterpretasi stimulus baru dan
menampilkan respon yang sesuai
b. Fungsi identitas
Sikap terhadap kebangsaan Indonesia (nasionalis) yang kita nilai tinggi
mengekspresikan nilai dan keyakinan serta mengkomunikasikan “siapa
kita”.
c. Fungsi harga diri
Sikap yang kita miliki mampu menjaga atau meningkatkan harga diri.
d. Fungsi pertahanan diri ( ego defensif )
Sikap berfungsi melindungi diri dari penilaian negative tentang diri kita
e. Fungsi memotivasi kesan ( impression motivation )
Sikap berfungsi mengarahkan orang lain untuk memberikan penilaian
atau kesan yang positif tentang diri kita

DAFTAR PUSTAKA

Baron. et.al. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga


Myers, D. 2014. Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika
Sarwono. et.al. 2015. Psikologi Sosial : Salemba Humanika

BAB II
A. Kelompok
1. Pengertian Kelompok
Menurut Hog dalam Sarwono (2015) Kelompok yaitu dua atau lebih orang
yang berbagai definisi dan evaluasi yang serupa tentang diri mereka dan
bersikap.
Menurut Johnson dalam Sarwono (2015) Kelompok yaitu dua atau lebih
individu yang berinteraksi secara langsung, masing-masing peduli dengan
hubungannya dalam sebuah grup, masing-masing peduli dengan orang lain
yang menjadi anggota grup dan masing- masing peduli dengan ketergantungan
positif mereka sehingga mereka dapat berusaha mencapai tujuan bersama.
Menurut Myers (2004) Suatu kelompok muncul ketika dua atau lebih orang
berinteraksi selama lebih dari beberapa saat, saling mempengaruhi satu sama
lain melalui beberapa cara dan memikirkan diri mereka sebagai “kita”
Menurut Lickel dalam Baron (2014) Kelompok merupakan gabungan orang-
orang yang dipresepsikan membentuk suatu unit dengan derajat koherensi
tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut , maka kita dapat menarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan kelompok mempunyai hal-hal berikut :
a. Sekelompok orang (dua atau lebih)
b. Memersepsi dan dipersepsi sebagai satu kesatuan
c. Ada interaksi antaraanggota
d. Ada saling keretgantungan satu sama lain
e. Memiliki tujuan bersama
f. Anggota kelompok merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok
2. Manfaat kelompok bagi individu
Meski kelompok bisa membatasi independensi individu, namun individu
dimana pun tetap saja menjadi anggota kelompok tertentu. Ini karena kelompok
membrikan manfaat bagi individu. Kelompok memiliki tiga manfaat yaitu:
a. Kelompok memenuhi kebutuhan individu untuk merasa berarti dan
dimiliki. Adanya kelompok membuat individu tidak merasa seharian,
ada orang lian yang membutuhkan dan menyayangi
b. Kelompok sebgai sumber identitas diri. Individu yang tergabung dalam
kelompok bisa mendefinisikan dirinya, ia mengenali dirinya sebagai
anggota suatu kelompok, dan bertingah laku sesuai norma kelompok
c. Kelompok sebagai sumber informasi tentang dunia dan tentang diri kita.
Adanya orang lain, dalam hal ini kelompok bisa memberi kita informasi
tentang banyak hal termasuk tentang siapa diri kita,
3. Alasan individu bergabung dalam kelompok
Adanya berbagai kelompok disekitar individu membuat individu bisa
tergabung dalam lebih dari satu kelompok dengan berbagai alasan. Hog dalam
Sarwono (2015) mengemukakan beberapa alasan individu menjadi anggota
suatu kelompok:
a. Proksimitas. Individu cenderung bergabung dengan individu lainnya
yang berdekatan
b. Kesamaan minat, sikap atau keyakinan. Individu-individu yang punya
minat atau keyakinan yang sama cenderung berkelompok
c. Saling tergantung untuk mencapai suatu tujuan tertentu
d. Dukungan timbal balik yang positif dan kenikmatan berafiliasi
e. Dukungan emosional
f. Identitas social.
4. Komponen utama kelompok
Kelompok memiliki struktur. Struktur kelompok dapat mempengaruhi
tingkah laku individu yang menjadi anggota atau individu lainnya di luar
kelompok.
a. Definisi Peran
b. Konflik Peran
c. Definisi Statu

DAFTAR PUSTAKA

Baron. et.al. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga


Myers, D. 2014. Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika
Sarwono. et.al. 2015. Psikologi Sosial : Salemba Humanika
BAB III

A. Prasangka
1. Pengertian Prasangka
Menurut Baron (2004) menyatakan bahwa prasangka adalah sebuah sikap
(biasanya negative) terhadap anggota kelompok social tertentu semata-mata
berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Hal ini sifatnya dapat
dipicu secara otomatis dan dapat pula secara implisit maupun eksplisit.
Prasangka seperti hal nya sika yang lain, mempengaruhi cara kita memproses
informasi social, keyakinan kita terhadap orang lain yang menjadi anggota
berbagai kelompok (Baron, 2004)
Menurut Sarwono (2015), Prasangka adalah sebuah sikap (biasanya negative)
yang di tujukan bagi anggota-anggota beberapa kelompok ,yang didasarkan pada
keanggotaan kelompok lain.
Prasangka merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia
tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang
berprasangka itu (Gerugan, 2004)
Terjadinya prasangka social semacam ini juga di sebut pertumbuhan prasangka
social yang tidak sadar dan yang berdasarkan kekurangan pengetahuan dan
pengertian akan fakta-fakta kehidupan yang sebenarnya. (Gerugan, 2004)

2. Asal Muasal Prasangka


a. Konflik langsung antarkelompok
Baron dalam Sarwono (2015) menerangkan bahwa penjelasan yang paling
tua dalam menjelaskan kenapa prasangka terjadi adalah yang menerangkan
bahwaa orang berprasangka karena adanya kompetensi atas sumber-sumber
berharga yang terbatas
b. Teori belajar sosial
Teori ini menjelaskan bahwa prasangka berkembang karena individu
mempelajarinya. Muncul dan berkembangnya rasangka ini persis sama
seperti muncul dan berkembangnya sikap lain.
c. Ketegorisasi sosial
Prespektif ketiga yang menjekaskan prasangka, menekankan adanya
kenyataan mendasar yang membuat seseorang dapat berprasangka.
Kenyataan mendasar tersebut adalah demi membuat dunia terlihat mudah
terkontrol dan dapat di prediksi.

d. Streotip
Streotip adalah komponen kunci dari prasangka. Streotip adalah kerangka
kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang kelompok social tertentu
dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota kelompok tertentu

3. Target dari prasangka dan diskriminasi


Hogg dalam Sarwono (2005) menjelaskan bahwa terdapat kelompok-kelompok
tertentu yang biasa menjadi target prasangka diskriminasi, yaitu kelompok jenis
kelamin tertentu, ras tertentu, kelompol usia tertentu serta termasuk juga kaum
homoseksual dan kelompok individu dengan ketunaan fisik.
a. Seksisme
Nampaknya prasangka dan diskriminasi yang paling banyak terjadi adalah
dalam perbedaan antara pria dan wanita. Hal ini mungkin berkaitan dengan
banyaknya penderitaan yang dialami wanita sepanjang sejarah sebagai korban
dari seksisme.
b. Rasisme
Diskriminasi terhadap ras dan etnis tampaknya merpakan diskriminasi
yang paling banyak menimbulkan perbuatan brutal di muka bumi ini.sejak
bertahun-tahun sudah disebutkan bahwa sikap kulit putih terhadap orang kulit
hitam di AS adalah negative
c. Ageism
Lansia biasanya diperlakukan dengan penuh hormat, masyarakat melihat
bahwa kaum tua ini berpengalaman, bijak, dan memiliki nutrisi tajam yang
biasanya tidak dimiliki oleh kaum yang lebih muda.
d. Diskriminasi terhadap kelompok homoseksual
Ada pro dan kontra dalam memandang homoseksual. Ada yang
melihatnya sebagai pilihan atas hak hidup. Namun juga ada yang melihatnya
sebagai perilaku yang devian dan tidak bermoral.
e. Diskriminasi berdasarkan keterbatasan fisik
Prasangka dan diskriminasi karena keterbatasan fisik sudah berlangsung
sejak lama, bahkan dengan keterbatasan seperti iini dipandang sebagai
menjijikan dan kurang bermartabat
4. Motif prasangka
Prasangka membantu memuaskan kebutuhan individu. Teori motivasional
karena teori-teori itu difokuskan pada motif individual dan pada intensif yang
membuat individu mengadopsi sikap prasangka.

DAFTAR PUSTAKA

Baron. et.al. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga


Gerungan W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung : Redaksi Refika Aditama
Sarwono. et.al. 2015. Psikologi Sosial : Salemba Humanika
BAB IV

A. Konformitas

1. Pengertian

Menurut Cialdini dalam Taylor (2009) konformitas adalah tendensi untuk

mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang

lain. Kebanyakan remaja dianggap bebas memilih sendiri baju dan juga

gambarnya. Akan tetapi, orang sering lebih suka mengenakan baju seperti orang

lain dalam kelompok social mereka dan karenanya mengikuti tren baru.

Konformitas adalah bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berprilaku

sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat dimana ia tinggal. Konformitas

berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mentaati norma

dan nilai-nilai masyarakat. Konformiats biasanya melahirkan kepatuhan dan

ketaatan.

Menurut John M. Shepard, konformitas merupakan bentuk interaksi yang di

dalamnya seseorang berprilaku terhadap oranglain sesuai dengan harapan

kelompok atau masyarakat dimana ia tinggal. Konformitas berarti proses

penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mentaati norma dan nilai-nilai

masyarakat. Sementara itu, perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan

norma dan nilai-nilai dalam masyarakat disebut sebagai perilaku nonkorformitas

atau lebih dikenal sebagai perilaku menyimpang.

Pada dasarnya, kita semua cenderung bersifat konformitas. Kita cendrung

menyesuaikan diri dengan oranglain atau dengan kelompok tempat kita

berinteraksi sehari-hari.
Menurut kajian sosial, penyimpangan bukan sesuatu yang melekat pada

bentuk perilaku tertentu, melainkan diberi ciri penyimpangan melalui definisi

sosial.

2. Sumber penyimpangan

a. Edward H. Sutberland

Menurutnya, penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda.

b. Edein M. Lemert

Menurutnya seseorang menjadi penyimpang karena proses labelling

(pemberian julukan, capm etiket atau merk) yang diberikan masyarakat

kepadanya. Proses labelling ini bisa membuat seseorang yang tadinya tidak

memiliki kebiasaan menyimpang menjadi terbiasa. Bahkan kebiasaan ini

kemudian menjadu gaya hidupnya. Lebih jauh Lemert membagi perilaku

menyimpang ke dalam dua bentuk :

1) Penyimpangan primer yaitu perbuatan menyimpang yang dilakukan

seseorang namun sang pelaku masih diterima secara sosial. Ciri

penyimpangan ini bersifat sementara, tidak berulang, dan dapat ditolerir

oleh masyarakat. Contohnya pengendara motor yag kebut-kebuatan

2) Penyimpangan sekunder yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang yang

secara umum dikenal sebagai perbuatan atau perilaku menyimpang.

Contohnya membunuh, merampok, dll

c. Robert K. Merton

Menurutnya, struktur sosial tifak hanya mengahasilkan perilaku yang

konformitas tapi juga perilaku yang menyimpang. Lebih jauh, Merton

mengidentifikasi lima tipe cara adapatasi individu terhadap situasi tertentu.


1) Cara adaptasi konformitas

Pada cara ini, perilaku seseorang mengikuti cara dan tujuan yang telah

ditetapkan di masyarakat.

2) Cara adaptasi inovasi

Pada cara ini perilaku seseorang mengikuti tujuan yang telah ditetapkan

masyarakat akan tetapi ia memakai cara yang dilarang masyarakat

3) Cara adaptasi ritualisme

Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan

budaya, tetapi tetap berpegangan pada cara yang telah ditetapkan oleh

masyarakat.

4) Cara adaptasi retreatisme

Bentuk adaptasi ini, perilaku seseorang tidak mengikuti tujuan dan cara

yang dikehendaki.

5) Cara adaptasi pemberontakan

Pada bentuk ini orang tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan

berupaya menciptakan strutur.

DAFTAR PUSTAKA

Tarvis. et.al. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga


Taylor. et.al. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta : Prenadamedia Group
Maryatu. Et.al. 2001. Sosiologi. Jakarta : Esis
BAB V

A. Prososial
1. Pengertian

Menrut Baron dan Byrne (2004 ).Perilaku propososial dapat dimengerti

sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki

keuntungan yang jelas bagi pelakunya.

Menurut Dayakisni & Hudaniyah (2006).Perilaku propososial adalah segala

bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi si penerima, baik

dalam bentuk materi, fisik, maupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan

yang jelas bagi pemiliknya.

Menurut Desmita (2007) perilaku prososial adalah suatu tingkah laku yang

mempunyai suatu akibat atau konsekuensi positif bagi patner interaksi, selain itu

tingkah laku yang bisa di klasifikasikan sebagai tingkah laku sosial sangat

beragam di mulai dari bentuk yang paling sederhana hingga yang paling luar biasa

2. Faktor-faktor yang mendasari perilaku propososial

Menurut Staub (1978) dalam Dayakisni & Hudaniyah (2006) terdapat

beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak propososial yaitu :

a. Self-gain

Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan

sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut

dikucilkan.

b. Personal values and norms

Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu

selam mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut


berkaitan dengan tindakan propososial, seperti berkewajiban menegakkan

kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.

c. Empathy

Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman

oranglain. Kemampuan untuk empaty ini erat kaitannya dengan

pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati,

individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.

3. Faktor Situasional dan personal yang berpengaruh pad perilaku prososial

Ada beberapa faktor personal maupun situasional yang menentukan tindakan

prososial. Menurut Piliavin (dikutip oleh Dayakisni & Hudaniyah, 2006) ada tiga

faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya perilaku prososial :

a. Karekteristik situasional yang berpengaruh dalam perilaku prososial :

1) Kehadiran orang lain

Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Latane kemudian Latane dan

Rodin (1969) menunjukkan hasil bahwa orang yang melihat kejadian

darurat akan lebih suka memberi pertolongan apabila mereka sendirian

daripada bersama oranglain. Sebab dalam situasi kebersamaan, seseorang

akan mengalami kekaburan tanggung jawab (Dikutip oleh Dayakisni &

Hudaniyah, 2006)

2) Pengorbanan yang harus dilakukan

Meskipun calon penolong tidak mengalami kekaburan tanggung jawab,

tetapi bila pengorbanan (misal, uang tenaga, waktu, resiko luka fisik)

diantisipasikan terlalu banyak, maka kecil kemungkinan baginya untuk

bertindak prososial (William, 1981 dalam Dayakisni & Hudaniyah, 2006).

Sebaliknya menurut Baron & Byrne (1994) (dikutip oleh Dayakisni &
Hudaniyah, 2006) kalau pengorbanan rendah dengan pengukuhan kuat,

orang akan lebih siap memberi bantuan.

3) Pengalaman suasana hati

Orang yang mengalami suasana hati senang akan lebih suka menolong.

Sedangkan dalam suasana hati yang sedih, orang akan kurang suka

memberikan pertolongan sebab dalam suasana hati dapat berpengaruh

pada kesiapan seseorang untuk membantu oranglain (Berkowitz, 1972

dalam Dayakisni & Hudaniyah, 2006)

4) Kejelasan stimulus

Semakin jelas stimulus dari situasi darurat, akan meningkatkan

kesiapan calon penolong untuk bereaksi. Sebaliknya situasi darurat yang

sifatnya samar-samar akan membingungkan dirinya dan membuatnya

ragu-ragu, sehingga ada kemungkian besar ia akan mengurungkan niatnya

untuk memberi pertolongan.

5) Adanya norma-norma sosial

Norma sosial yang berkaitan dengan tindakan prososial adalah

resiprokal (timbal balik dan norma tanggung jawab sosial

6) Hubungan antara calon penolong dengan si korban

Makin jelas dan dekat hubungan antara calon penolong dengan diri

calon penerima bantuan akan memberi dorongan cukup besar pada diri

calon penolong untuk lebih cepat dan terlibat secara langsung dalam

tindakan pertolongan.

b. Faktor-faktor kepribadian yang berpengaruh dalam prososial

Sedangkan dianggap faktor personal adalah karakteristik kepribadian.

Salah satu alasan mengapa ada orang-orang tertentu yang mudah tergerak
hatinya untuk bertindak prososial barangkali dapat dijelaskan antaralain faktor

kepribadian

4. Perbedaan Gender dalam perilaku prososial

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih mungkin daripada wanita

untuk menawarkan bantuan dalam situasi darurat yang memerlukan pertolongan

dan berbahaya. Berakting secara heroik dan menghadapi kejadian yang berisiko

dam bahaya memang merupakan bagian peran dari pria. Sehingga kemungkinan

pria mempersepsi biaya (cost) menghadapi bahaya itu lebih kecil daripada wanita

karena pria secara fisik lebih kuat dan lebih mungkin memiliki kemampuan-

kemampuan yang relevan, seperti latihan pertahanan diri.

5. Pengaruh usia terhadap perilaku prososial

Peterson (1983) (dikutip oleh Dayakisni & Hudaniyah, 2006) dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa hubungan antara usia dengan perilaku

prososial nampak nyata dihubungkan dengan tingkat kemampuan dan tanggung

jawab yang dimiliki individu. Subyek yang mendapat skor tinggi pada

kemampuan dan tanggung jawab memiliki skor tinggi untuk melakukan tindakan

prososial, disusul berikutnya subyek yang memiliki skor kemampuan tinggi tetapi

tanggung jawab rendah, sedang peringkat terakhir adalah subyek yang memiliki

baik skor kemampuan maupun tanggung jawab rendah.

6. Motivasi untuk bertindak prososial

a. Empathy-Altruism Hypothesis

Hasil penelitian Dovidio, Allen, dan Schroeder (1990) yang menguji

model teori tersebut juga menemukan bahwa subyek yang diminta

menghayati apa yang dialami atau dirasakan oleh si korban (untuk

menumbuhkan empaty tinggi) lebih bertindak prososial darpa subyek yang


diminta menilai secara objektif dengan mengabaikan perasaan si calon

penerima bantuan.

b. Negative State Relief Hypothesis

Pertolongan hanya diberikan jika penonton mengalami emosi negatif dan

tidak ada cara lain untuk menghilangkan perasaan tersebut, kecuali dengan

menolong korban.

c. Empathic Joy Hypothesis

Pendekatan ini merupakan alternatif dari teori egoistik, sebab menurut

model ini tindakan prososial dimotivasi oleh perasaan positif ketika

seseorang menolong.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Dayakisni & Hudaniyah, 2006 Psikologi Sosial. Malang : UMM Pres

Baron. et.al. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga


BAB VI

A. Agresi
1. Pengertian Agresi
Menurut Taylor (2009) agresi adalah setiap tindakan yang menyakiti dan
melukai orang lain. Tapi definisi ini mengabaikan niat orang yang melakukan
tindakan baik. Perilaku agresi juga adalah problem utama umat manusia.
Kejahatan individual dan kekerasan skala besar sama-sama membahayakan orang
dan tatanan masyarakat pada umumnya.
Menurut sarwono (2015), agresi meruoakan tindakan melukai yang disengaja
oleh seseorang/ institusi terhadap orang/institusi lainnya yang sejatinya di sengaja.
Menurut Behrman (1996) Agresi merupakan perilaku tambahan, dan mungkin
paling serius yang termasuk dalam kelompok gangguan ini. Beberapa teori telah
mencoba untuk menjelaskan agresi manusia. Teori dorongan menyatakan bahwa
respon agresi secara biologis terprogram dalam spesies manusia.
2. Penyebab agresi pada manusia
a. Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap
menjadi penyebab agresi. Dalam keadaan seperti itu, besar kemungkinan ia
akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa
agresi, seperti penyerangan terhadap orang lain.kondisi ini menjadi mungkin
dengan pemikiran bahwa agresi yang di lakukan caleg tadi dapat mengurangi
emosi marah yang ia alami.
b. Personal
Pola tingkah laku berdasarkan kepribadian. Orang dengan pola tingkah
laku tipe A cenderung agresif daripada orang dengan tipe B. tipe A identic
dengan karakter terburu-buru dan kompetitif. Tingkah laku yang di tunjukan
oleh orang tipe B adalah sabar, kooperatif, nonkompetensi, dan nonagresif.
Orang tipe A, cenderung lebih melakukan hostile aggression. Sedangkan
orang dengan tipe b cenderung lebih melakukan instrumental aggression.
c. Kebudayaan
Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah
laku, maka tidak heran jika muncul ide bahwa salah satu penyebab agresi
adalah factor kebudayaan. Beberapa ahli berbagai bidang ilmu seperti
antropologi dan psikologi seperti Segall, Dasen, Berry dan Poortinga.
d. Situasional
Orang berkata, cuaca yang cerah juga membuat hati cerah. Tampaknya ide
itu tidak berlebihan. Setidakn yah al ini di percaya oleh paramusaji di AS saat
musim semi. Penelitian berkaitan dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan
bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-
bentuk agresi lainnya.
e. Sumber daya
Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu pendukung
utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam. Daya dukung alam
terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi. Oleh karena itu, di
butuhkan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
f. Media massa
Tayangan dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh pemirsanya. Khusus
untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami
mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya untk mengamati apa yang
disampaikan secara jelas. Oleh karena itu, kemudian di lakukan penelitian
tentang hubungan kekerasan dan televisi.
3. Mengatasi Agresi
a. Pengamatan tingkah laku yang baik
Keterpaparan seseorang dari agresivitas melalui televisi telah dibaha diatas.
Pemilihan tontonan untuk anak dan bimbingan orang tua. Pada praktiknya,
dalam menonton sebuah acara, kiranya perlu dilihat peruntukan acara tersebut
yang berupa tanda seperti BO yang berarti bimbingan rang tua
b. Hukuman
Sejarah manusia mencatat lebih banyak mencatat hukuman sebagai cara
penanganan atas agresivitas. Hal ini bisa dilihat mulai dari agresivitas yang
dilakukan individu hingga yang dilakukan oleh institusi atau bahkan Negara.
c. Katarsis
Upaya untuk menurun kan rasa marah dan kebenciannya dengan cara yang
lebih aman, sehingga mengurangi bentuk agresivitas yang sekitarnya akan
muncul. Umumnya, katarsis berupa kegiatan fisk yang menguras tenaga.
Ketika fisik lelah, diperkirakan tingkah laku agresif akan turun.

d. Kognitif
Ketika kognisi orang yang dizalimi tadi diisi dengan informasi bahwa
perlunya memaafkan orang yang menzalimi. Memaafkan, tentunya dengan
rasa tulus dan ikhlas bahawa dirinya tidak merugi. Hal ini bisa mengurangi
agresivitas, setidaknya yang tampak.

DAFTAR PUSTAKA

Taylor. et.al. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta : Prenadamedia Group


Sarwono. et.al. 2015. Psikologi Sosial : Salemba Humanika
Behrman. et.al. 1996. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Buku Kedokteran
BAB VII

A. Psikologi Sosial dan Terapan serta Aplikasinya


1. Pengertian psikologi sosial
Menurut Sherif dan Muzfer dalam Sarwono (2015) Psikologi Sosial adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengalaman dan tingkah laku
individu manusia dalam hubungannya dengan situasi stimulus sosial (rangsangan
sosial).
Menurut    Dewey dalam Taylor (2009) Psikologi sosial adalah studi tentang
manusia individual ketika ia berinteraksi, biasanya secara simbolik, dengan
lingkungannya. Yang dimaksud dengan simbol dalam interaksi simbolik adalah
lambang-lambang yang biasa digunakan oleh manusia untuk sling berinteraksi,
seperti kata-kata, huruf-huruf, tanda lalu lintas, tanda pangkat, busana, dan
sebagainya.
2. Ciri-ciri psikologi social dan terapan
a. Berorientasi masalah
Berawal dari suatu problem sosial yang muncul dimasyarakat. Masalah ini
harus dipecahkan atau diatasi, bukan sekedar diteliti untuk menjawab
keingintahuan ilmiah semata.
b. Berorientasi nilai
Psikologi sosial terapan tidak bebas nilai. Ia condong pada satu nilai
tertentu. Misalnya, penelitian tentang rumah susun atau “3 in 1” dan operasi
pembersihan psk
c. Kegunaan sosial
Psikologi sosial terapan harus langsung memberi manfaat pada khalayak,
bukan hanya di publikasikan di jurnal atau seminar internasional.
d. Fokus pada situasi sosial
Psikologi sosial sebagai ilmu terapan, sama2 menekankan faktor
situasional sebagai hal yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku
e. Pendekatan yang meluas
Dalam melihat masalah sosial, para peneliti harus memiliki pendekatan
yang komprehensif untuk memahami masalah. Analisis terhadap masalah
dibawa pada tingkatan tingkat makro, sehingga banyak melibatkan variable-
variabel yang diduga terkait dengan masalah.
f. Setting lapangan
Awalnya, penelitian psikologi mengandalkan setting laboratorium. Dengan
demikian banyak hal yang dikontrol. Namun, dalam psikologi sosial terapan
setting adalah lapangan. Lapangan yang di maksud adalah alami, yaitu tempat
masyarakat melakukan aktifitas keseharian.
g. Bermanfaat praktis
Didasari kebutuhan bahwa penelitian hendak memberi solusi, sehingga
peneliti psikologi sosial terapan lebih menekankan manfaat praktis.
3. Aplikasi psikologi sosial dan terapannya
a. Penerapan psikologi sosial pada aspek interpersonal dari sitem hukum
Studi psikologi yang berkaitan dengan persoalan hukum. Mempelajari efek
dari berbagai faktor psikologi terhadap hukum. Beberapa akibat dari
kekhilafan manusia yang memperngaruhi berbagai apsek dalam bidang
hukum adalah penilaian yang bias, ketergantungan pada streotip, ingatan
yang keliru dan keputusan yang salah atau tidak adil.
b. Penerapan psikologi sosial pada tingkah laku yang terkait dengan kesehatan
Para peneliti yang tertarik terhadap psikologi kesehatan (health
psychology) memfokuskan perhatian mereka kepada proses-proses psikologi
yang mempengaruhi perkembangan, pencegahan, dan pengobatan penyakit-
penyakit fisik.
c. Penerapan psikologi sosial pada dunia kerja
Para psikolog sosial telah menggunkan ilmu pengetahuan mereka untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan penting dan untuk memecahkan masalah-
masalah praktis yang terkait dengan dunia kerja. Bagaimanapun juga,
berbagai temuan dan prinsip dalam psikologi sosial telah digunaka oleh para
psikologi industri/organisasi. Psikologi yang secara khusus mempelajari
berbagai macam aspek tingkah laku dalam lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Baron. et.al. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga
Taylor. et.al. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta : Prenadamedia Group
Sarwono. et.al. 2015. Psikologi Sosial : Salemba Humanika

Anda mungkin juga menyukai