Anda di halaman 1dari 22

Dinamika Kelompok dalam Konseling Kelompok

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah BK Kelompok


Dosen Pengampu : Drajat Edy Kurniawan, M.Pd

Oleh:
Kelompok 7
Wiwin Nitami 17144200087
Bambang Triantoro 18144200003
Furqon Al-haq 18144200009

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan kemampuan berkelompok secara dinamis dapat menggali dan
memperkuat potensi yang ada didalam manusia, juga mampu mbemberikan
pengalaman belajar secara langsung sekaligus dapat mempengaruhi otak
sebagai sumber intelegensi, jiwa, sebagai sumber perasaan dan raga, sebagai
ketrampilan.
Dinamika kelompok dalam hal ini tidak hanya dipandang sebagai acara
perkenalan dalam arti yang sempit, tetapi juga digunakan ntuk menunjang
keberhasilan pelatihan. Dinamika kelompok merupakan salah satu alat untuk
menghasilkan kerja sama kelompok yang optimal agar pengelolaan kelompok
menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif. Sebagai strategi, dinamika
kelompok membuat setaip anggota kelompok semakin menyadari dirinya dan
orang lain yang hadir bersamanya dalam kelompok dengan segala kelebihan
dan kekurangan masing – masing.
Sebagai proses, dinamika kelompok berupaya menciptakan situasi
sedemikian rupa sehingga membuat seluruh anggota kelompok merasa terlibat
secara aktif dalam setiap tahap perkembangan kelompok dan setiap orang
merasakan dirinya sebagai bagian dari kelompok. Dengan demikian, setiap
individu dalam organisasi merasa turut bertanggung jawab secara penuh
terhadap pencapaian tujuan organisasi yang lebih luas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari dinamika kelompok ?
2. Apa saja peranan dinamika kelompok sebagai sarana belajar interpersonal ?
3. Apa faktor – faktor kurattif dalam konseling kelompok ?
4. Bagaimana aplikasi dinamika kelompok dalam konseling kelompok ?

2
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dinamika kelompok.
2. Dapat memahami peranan dinamika kelompok sebagai saranan belajar
interpersonal.
3. Dapat mengetahui faktor – faktor kuratif dalam konseling kelompok.
4. Dapat memahami bagaimana aplikasi dinamika kelompok dalam konseling
kelompok.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dinamika Kelompok


Kelompok konseling yang baik ialah kelompok yang diwarnai oleh
semangat tinggi, dinamis, hubungan harmonis, kerja sama baik dan mantap
serta saling mempercayai di antara anggota – anggotanya. Kelompok yang baik
seperti itu akan terwujud apabila para anggota saling bersikap sebagai kawan,
menghargai, mengerti dan menerima tujuan bersama secara positif, setia
kepada kelompok, serta mau berkerja keras dan berkorban untuk kelompok.
Dinamika kelompok menunjukkan seperangkat konsep yang dapat
dipergunakan untuk menggambarkan proses kelompok. Konsep tersebut dapat
pula dipergunakan untuk menggambarkan proses kelompok. Konsep tersebut
dapat pula dipergunakan untuk mengambil langkah – langkah yang diperlukan
untuk meningkatkan kualitas kelompok. Meningkatkan kualitas kelompok ini
dalam artian meningkatkan iklimnya maupun meningkatkan produktivitasnya.
Dinamika kelompok bersifat deskriptif sekali yang berarti tidak ada dinamika
kelompok yang ‘baik’ atau yang ‘buruk’. Jadi dinamika kelompok itu
mempelajari kehidupan kelompok dengan merinci sejumlah konsep yang
berkenaan dengan terbentuknya, berfungsinya serta terintegrasinya kelompok.
Dinamika kelompok merupakan pengetahuan yang mempelajari gerak
atau tenaga yang menyebabkan gerak itu sendiri. Biasanya perkataan dinamika
digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab akibat. Dinamika kelompok
adalah pengetahuan yang mempelajari masalah- masalah kelompok. Jadi
dinamika kelompok mencoba menerangkan perubahan – perubahan yang
terjadi dalam kelompok dan mencoba menemukan serta mempelajari keadaan
dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok.
Menurut Abu Huraerah dan Purwanto (2010), terdapat beberapa perspektif
atau sudut pandang untuk mengonseptualisasikan kelompok, sebagai berikut :
1. Bales (Yusuf,1988) mengatakan bahwa kelompok adalah sejumlah
individu yang berinteraksi dengan sesamanya secara tatap muka atau

4
serangkaian pertemuan. Tiap – tiap anggota tersebut saling menerima
persepsi anggota lain pada suatu waktu tertentu dan menimbulkan
pertanyaan kemudian, yang membuat setiap anggota bereaksi sebagai
reaksi individu.
2. Menurut Catell (Iskandar, 1988) mengatakan bahwa kelompok adalah
kumpulan indvidu yang dalam hubungannya dapat memuaskan
kebutuhan satu dengan yang lainnya.
3. Menurut Mills (Iskandar,1990) kelompok adalah suatu unit yang terdiri
atas dua orang atau lebih dan berada pada satu kelompok untuk satu
tujuan serta mempertimbangkan bahwa kontaknya mempunyai arti.
Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan, bahwa kelompok
sebuah kumpulan individu yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terbentuk
berdasarkan persepsi yang sama antar anggota, memiliki tujuan dan motivasi,
mempunyai fungsi yang sama kemudian terjadi interkasi yang menunjukkan
kebergantungan masing – masing anggota.
Dinamika sendiri berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung
mempengaruhi warga yang lain secara timbal balik. Jadi, dinamika berarti
adanya interaksi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok
yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara
keseluruhan. Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok
berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang
mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan
yang lain.

B. Peranan Dinamika Kelompok Sebagai Sarana Interpersonal


Peran anggota merupakan pemahaman struktur dinamik kehidupan
individu dalam pengaruh stimulasi sosial atau dengan kata lain posisi individu
terhadap diri, orang lain, interaksi dalam suatu situasi serta kelompok. Peran
biasanya berbeda dari semua identitas individual. Individu dapat tampil dalam
berbagai peran sesuai dengan tuntutan diri dan lingkungan. Dalam konteks
kelompok peran individu diwujudkan dalam tiga fungsi yaitu :

5
1. Peran Fasilitatif atau membangun
2. Peran Pemelihara
3. Peran Penahan
Kadang-kadang terjadi permasalahan dalam menampilkan peran.
Permasalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi emapat macam :
a. Bentrokan peran yaitu konflik peran yang harus atau
diharapkan dimainkan di luar dan peran individu di dalam kelompok.
b. Ketidaksesuaian peran yaitu individu diberi peran dalam kelompok
yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
c. Peran yang membingungkan yaitu bilamana anggota kelompok tidak
tahu apa yang harus diperankan atau dilakukan dalam kelompok.
d. Transisi peran yaitu bilamana individu diharapkan dapat menampilkan
peran yang berbeda sesuai dengan kemajuan kelompok tetapi individu
merasa belum mampu melakukannya.

C. Faktor – Faktor Kuratif dalam Konseling Kelompok


Menurut Yalom (1985) ada sebelas kategori utama yang merupakan faktor
kuratif dalam konseling kelompok. Kesebelas faktor kuratif tersebut itu tidak
berdiri sendiri dalam proses konseling kelompok tetapi berkaitan erat satu sama
lainnya. Faktor faktor tersebut sangat membantu dalam dinamika kelompok,
khusus nya dalam konseling kelompok. Faktor Faktor kuratif tersebut dapat
dijelaskan sebagi berikut ini :
1. Pembinaan harapan
Pembinaan dan pemeliharaan harapan adalah sangat penting. Harapan
klien untuk berubah akan membuatnya tetap berada dalam konseling.
Kepercayaan ini akan membawanya pada perubahan yang lebih
memuaskan. Dari beberapa riset ditemukan bahwa seseorang dengan
harapan tinggi bahwa ia akan memperoleh pertolongan selamaa ia ada
dalam konseling mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan
hasilnya. Jadi makin tinggi taraf harapan dan kepercayaan seorang klien

6
terhadap keberhasilan konseling atau terapi maka akan tinggi pula taraf
perubahannya.
2. Universalitas
Banyak klien dsatang ke konseling kelompok dengan pikiran bahwa
masalah yang dihadapinya adalah unik yang hanya diderita olehnya. Juga
kadan kadang ia merasa bahwa ia sendiri saja yang mempunyai masalah
berat, pikiran, fantasi, dan impuls impuls buruk. Keunikan yang dirasakan
oleh klien ini biaanya disebabkan oleh kesendirian nya dan terisolasinya
dari hubungan yang dekat dengan seseorang yang bisa diandalkan untuk
mendukung atau menolak rasa keunikan nya tersebut. Dalam pendekatan
kjelompok, terutama pada pertemuaan awal, tidak didukungnya rasa unik
tersebut merupakan sumber yang kuat untuk berlega. setelah mendengar
anggota lain juga mempunyai masalah, fikiran, fantasi, implus yang
senada, klien akan merasa bahwa ia tidak sendiri dalam penderitaan nya.
3. Pemberian Informasi
Di dalam tiap kelompok, pemberian informasi bersifat didaktis yang
dapat dilakukan oleh profesional maupun anggota. Pemberian informasi
dapat meliputi cara belajar, cara menumbuhkan kepercayaan diri, topik
kesehatan mental, psikodinamika umum yang diberikan oleh profesional.
Demikian pula nasihat, saran-saran ataupun bimbingan langsung
mengenai masalah kehidupan dapat diberikan oleh profesional ataupun
anggota kelompok lain. Instruksi-instrksi ini dapat digunakan untuk
memberikan informasi, menyusun kelompok ataupun memberikan norma
kelompok.
4. Altruisme
Klien dengan masalah emosi berat biasanya datang ke kelompok
dengan moril yang rendah dan memiliki perasaan bahwa ia tidak
mempunyai sesuatu untuk diberikan. Ia telah lama menganggap bahwa
dirinya sebagai beban keluarga. Di dalam kelompok ia menentukan bahwa
ia dapat berperan penting untuk orang lain. Hal ini dapat menambah rasa
berharga, sehingga akan meningkatkan harga dirinya. Dalam proses

7
konseling kelompok dengan sendirinya antar anggota kelompok akan
saling menolong, mereka menawarkan dukungan, memberikan keyakinan,
saran, dan saling membagi satu sama lain masalah serupa. Tidak jarang
klien akan lebih bersedia dan siap mendengarkan anggota lain daripada
umpan balik konselor. Kebahagiaan dalam memberi akan membuat
seseorang lebih menghargai dirinya sendiri sehingga dapat pula
memnumbuhkan keyakinan dirinya.
5. Pengulangan Korektif Keluarga Awal
Dalam konseling kelompok biasanya ada dua ko-terapis yang
memimpin kelompok. Tanpa disadari atau diharapkan oleh klien akan
menganggap kedua terapis ini, yang biasanya pria dan wanita,nsebagai
orang tuanya dan anggota lain sebagai saudara-saudaranya. Keadaan
seperti ini selalu terjadi apabila untuk klien yang mempunyai kekecewaan
mendalam terhadap keluarga asalnya. Konseling kelompok yang dalam
banyak hal hampir sama dalam susunan keluarga asal merupakan
kesempatan bagi anggota untuk mengulang konflik-konflik yang dialami
ketika kecil secara singkat. Akan tetapi pengalaman ini akan berbeda oleh
karena sikap profesional dan anggota lain tidak sama dengan keluarganya
dulu. Hal ini memberi kesempatan klien untuk mencoba tingkah lakunya
yang baru dalam hubungannya dengan orang lain.
6. Pengembangan teknik sosialisasi
Teknik sosialisasi berhungan dengan cara anggota kelompok menjalin
hubungan interpersonal. Masing-masing anggota belajar untuk dapat
mengomunikasikan keinginannya dengan tepat, memberikan perhatian
dan dapat memahami orang lain. Hal ini juga meliputi bagaimana kesiapan
anggota memperoleh umpan balik dari kelompok yang ditujukan untuk
dirinya.
7. Peniruan tingkah laku
Peniruan tingkah laku diperoleh dari pengalaman atau hasil
identifikasi anggota kelompok yang di rasakan layak untuk di tiru.
Mendapatkan model positif yang dapat di tiru akan sangat menguntungkan

8
anggota karena memudahkannya dalam mempelajari tingkah laku baru
yang lebih positif.
8. Belajar menjalin hubungan
Anggota kelompok di harapkan dapat saling belajar menjalin
hubungan interpersonal dengan kelompoknya. Beberapa hal yang dapat di
lakukan antara lain: berani mengekspresikan dirinya di hadapan kelompok,
merespons apa yang di sampaikan anggota kelompok serta meningkatkan
sensitivitas terhadap masalah anggota kelompoknya.
9. Kohesivitas kelompok
Kohesivitas tidak terjadi begitu saja. Ada bentuk penerimaan yang
hangat dari masing-masing anggota serta keinginan untuk terus-menerus
menjalin hubungan interpersonal yang akrab.apabila kohesivitasnya telah
terbentuk, masing-masing anggota akan dapat berinteraksi secara optimal
dan tanpa keraguan memberikan umpan balik demii kemajuan anggota
kelompoknya.
10. Katarsis
Anggota kelompook diharapkan dapat melepaskan katarsis yang
dimilikinya melalui pengungkapan perasaan balik secara positif maupun
negatif. Ekspresi perasaan tersebut dapat berupa marah, cinta,sedih,atau
kesulitan yang tidak dapat di ungkapkan. Katarsis ini dapat di sebabkan
pengalaman masa lalu atau masa kini yang dialami anggota. Melalui
katarsis, anggota kelompokdapat menyadari emosinya dan membuangnya
ke alam sadar sehingga tidak menimbulkan represi yang dapat berakibat
fatal.
11. Faktor-faktor eksistensial
Faktor-faktor eksistensial perluh di bicarakan dan menjadi bahan
diskusi bagi anggota kelompok. Hal ini penting memberikan pemahaman
pada kelompok bahwa banyak hal yang harus dimengerti dan dicapai
dalam hidup. Untuk itu, anggota kelompok dapat termotivasi mengatasi
masalahnya untuk mencapai kehidupan yang lebih banyak. Menanamkan

9
tanggung jawab pada klien juga bagian dari faktor eksistensial yang harus
di bicarakan.
Dengan mengetahui faktor kuratif yang telah di jelaskan di atas maka
konselor dapat menyelaraskannya dengan tujuan yangg ingin di capai dalam
konseling kelompok. Karena keduannya adalah aspek yang berkesinambungan
dan saling mendukung keberhasilan proses konseling.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Yalom di atas, Jacobs, Harvill
& Masson (1934 :36) mengemukakan 16 faktor yang perlu diperhatikan dalam
dinamika kelompok, antara lain : 1) kejelasan tujuan baik bagi pemimpin
kelomppok maupun bagi anggota kelompok, 2) relevansi tujuan bagi anggota
kelompok, 3) ukuran kelompok, 4) lamanya waktu setiap sesi, 5) frekuensi
pertemuan, 6) tempat yang memadai, 7) ktepatan waktu pertemuan bagi para
pemimpin kelompok maupun bagi anggota kelompok, 8) sikap pemimpin
kelompok, 9) kelompok terbuka dan tertutup, 10) keanggotaan secara sukarela
atau terpaksa, 11) tingkat goodwill anggota kelompok, 12) tingkat komitmen
anggota kelompok, 13) tingkat keprcayaan dianatara anggota, 14) sikap
anggota terhadap pemimpin kelompok, 15) sikap pemimpin kelompok
terhadap anggota, 16) pengalaman pemimpin kelompok dan kesiapan untuk
berhubungan dengan kelompok.

D. Aplikasi Dinamika Kelompok Dalam Konseling Kelompok Perkembangan


Bukti-bukti riset dengan memperhatikan pada elemen-elemen dinamika
kelompok banyak dilakukan, meskipun sebagian besar tidak dikhususkan
menurut umur, untuk itu konselor kelompok yang terlibat dalam konseling
kelompok perekmbangan akan memerlukan penjelasan tersendiri untuk
menemukan kelompok umur yang khusus deengan mana/dimana konselor
sedang terlibat.
Stockton dan Marron (1982:48) meyurvei penelitian kepemimpinan
kelompok dan melaporkan bahwa ada hasil-hasil inklusif ;”hanya ada sedikit
penelitian yang memberikan bukti-bukti jelas untuk model kepemimpinan

10
tertentu yang paling efektif”. Hasil penelitian-penelitian diringkas sebagai
berikut :
a) Pemimpin-pemimpin kelompok pendatang yang lebih efektif
b) Moderat secara keseluruhan stimulasi emosional (menekankan pada
perasaan yang tertutup, menantang, bertebtangan, dll)
c) Kepedulian yang sangat besar (menawarkan dukungan, dorongan,
perlindunagn, dll)
d) Memiliki artti pemakaian (memberikan konsep-konsep bagaimana
memahami, menjelaskan, menterjemahkan)
e) Para moderat dalam menggambarkan fungsi eksekutif (menyusun
aturan, batasan-batasan norma, manajemen waktu)
Truax dan Carkhuff (1967:1) menggambarkan seorang konselor efektif
yang terintegrasi, tidak defensif, dan otentik atau asli dalam kegiatan Ronseling
atau terapeutik. Mereka juga mengambarkan sebagal konselor yang
menyediakan iklim "nonthreatening, safe, trusting, or secure amosphere by
their acceptance, unconditioninal positive regars, love, or honpossesive
warmth for the client", Dan pada akhirnya, mereka mampu untuk "bersama-
sama", "meraba-raba arti", atau pengertian yang akurat dan menekan klien
berdasarkan ":moment-by-moment. Bergin menyimpulkan (1975:100) bahwa
"para ahli terapi yang secara psikologis mereka sendiri lebih sehat, dan yang
memiliki kapasitas dari dalam mempercayai hubungan dengan orang lain untuk
mendapatkan hasil terbaik”.
Goldstein, Heller, dan Sechrest (1966:377), mereview hasil penelitian
psikoterapi kelompok dan dinamika kelompok, menyimpulkan bahwa
penelitian ditujukan untuk memberikan bukti-bukti dasar untuk memprediksi
respon dari pasien yang lebih berarti pada versi pusat-pusat kepemimpinan
sebuah terapi kelompok pada tingkatan terdahulu pada psikoterapi kelompok.
Bagaimanapun, disamping kurangnya efek-efek awat, ada sebuah bentuk
kelompok penelitian yang dapat dipertimbangkan yang menyarankan bahwa
pendekatan pemusatan kelompok tampaknya untuk dihasilkan dalam tindakan
pasien yang lebih dihubungkan pada masukan yang terapis daripada akan ada

11
dalam kasus jika sebuah pendekatan pemusatan kelompok dilakukan di luar
sesi terapi 10 sampai 20 yang pertama.
Penemuan yang dituliskan oleh Golastein, Heller dan Sechrest di dasarkan
pada sebuah keadaan yang mempertimbangkan pada harapan- harapan pasien
dari kepemimpinan kelompok. Dalam hal ini mereka menemukan: "Secara
ringkas, studi-studi yang berbeda ini menfokuskan pada harapan-harapan
kepemimpinan dalam latar belakang psikoterapi dan lainnya yang muncul
untuk menimbulkannya dalam kesimpulan secara umum bahwa harapannya
lebin dapat diterima, kurang ketertarikan kelompok, kurangnya kepuassan
anggota kelompok, dan lebih banyak efek negatif antara pemimpin, dan atau
terapis dan pasien.
Dalam sebuah studi mengenai model kepemimpinan yang diterapkan pada
kelompok terapi, Gruen (1977) menyimpulkan: (a) ketika pemimpin
mengantisipasi dengan benar tema-tema kelompok dalam sebuah kesempatan,
ada sebuah pergerakan yang dapat dilihat dalam setiap kesempatan, dan dengan
sabar memberikan pandangan satu sama lain; (b) ketika para pemimpin
membuka secara keseluruhan moderat pada kontrol proses-proses pada
kelompok dalam sebuah kesempatan, perkembangan kelompok melalui
pemecahan masalah dapat diterima; dan c )ketika interpretasi pemimpin dapat
menjangkau secara luas atau membuat hubungan-hubungan yang sangat kuat
dalam sebuah kesempatan yang diberikan, perkembangannya dapat diferima,
interpretasi dari pasienpun meningkat, dan kelompok memperlihatkan
kebersamaan semangat yang tinggi (Stockton & Marron, 1982:71).
Hasil dari penelitian mengusulkan sejumlah pertimbangan- pertimbangan
yang penting ketika sejumlah konselor kelompok dikumpulkan untuk
memimpin sebuah kelompok. Pertama, pernimpin harus memiliki kualitas
peduli dan ekspresi diri yang diterapkan pertarma kali oleh pemmpin
kelompok. Kedua, pemimpin haruslah efektif atau kompeten. Seseorang tidak
dapat menanggapi kelemahan orang lain dengan serius. Ketiga pemimpin harus
mampu menempatkan rasa percaya diri untuk model dari perilaku ini pada para
anggota kelompok. Pengaturan waktu, dalam membuka diri dan komposis

12
kelompok, tentu saja menentukan bagaimana hal ini dapat diterima dan
digunakan. Dalam sebuah kelompok yang sangat dewasa, anggota dapat
menerima ketertutupan diri yang dalam, bagairmanapun dalam kelmpok
dimana anggotanya cukup tidak stabil atau terlalu muda untuk mengartikan
ketertutupan, mereka tampaknya menterjemahkannya dalam cara mereka
sendiri bahwa pemimpinnya tidak stabil. Keempat, pemimpin harus tetap
konsisten dengan model dan pola mereka pada intervensi dalam konseling
kelompok. Kepemimpinan yang tidak konsisten dalam kebingungan anggota,
seringkali merupakan hasil kompetisi untuk posisi pemimpin oleh wakil
pemimpin. Kelima, perbedaan kepemimpinan di dalam wilayah-wilayah
tertentu seperti jenis kelamin dan tema-tema kelomok yang mereka pilih untuk
mengikutinya mungkin membuktikan kepentingan yang lebih lanjut, sebagai
seorang anggota yang dilibatkan secara lebih bervariasi pada nteraksi dan
intervensi.
Ketika kelompok dikumpulkan, ada keuntungan-keuntunan yang potensial
untuk perkembangan pemimpin jika mereka bertemu secara rutin untuk
membicarakan dan menganalisa kepemimpinan kelompok mereka. Umpan
balik yang suportif, kepercayaan dan penghargaan yang mutual, dan kerja sama
satu sama lain muncul paling tidak untuk permintaan minimal untuk wakil
ketua yang menguntungkan secara mutual.
Pada awal konseling kelompok, konselor secara aktif membangun
landasan menfasilitasi kepercayaan dan perlakuan mutual melalui penggunaan
respon-respon yang dapat diubah-ubah yang menggabungkan kondisi pusat
empati. Kehangatan dan pandangan sebagai pembangun landasan ini, konselor
akan memberikan tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa mereka berharap
untuk menyebarluaskan masalah mereka diluar kedangkalan akal untuk
bahasan vang lebih luas. Konselor kelompok menerima konsultasi untuk
bergerak maju kepada eksplorasi yang sangat dalam, yang mana secara
bergantian membawa pada komitmen dan pemahaman yang sangat luas untuk
berubah dan bahkan melakukan tindakan positif melalui aplikasi pada keadaan

13
sesungguhnya yang lebih memusat, penyingkatan diri yang tepat,
kekongkritan, kontrontasi, dan kesiapan (Carkhuff, 1969).
Bedner Melnick, dan Kaul (1974) menampilkan sebuah model untuk
memulai kerja kelompok. Dalam model ini, resiko klien, tanggung jawab
pribadi, dan struktur kelompok adalah parameter dasar yang mempengaruhi
perkembangan kelompok awal. Model ini menawarkan bahwa klien membuka
pada tingkatan-tingkalan risiko pribadi dan tanggung jawab yang sangat
kondusit pada kelompok optimal dan/atau perkembangan individual dapat
dilakukan dnegan adanya struktur kelompok. Model tersebut termasuk asumsi
dasar bahwa struktur cenderung untuk mengurangi tanggung jawab pribadi
para partisipan untuk tindakan mereka dalam kesempatan kelompok terdahulu,
yang mana meningkatkan potensial untuk tindakan beresiko tinggi dan
perkembangan kelompok kohesi dikesermpatan berikutnya. Stockton dan
Morran (1982:42) menterjemahkan model umum ini untuk kelompok-
kelompok dengan orang-orang baru agar masuk dalam kesempatan berikutnya
(1) kedua artian awal, (2) meningkatkan struktur kelompok dengan instruksi-
instruksi yang khusus, (3) meningkatkan resiko yang ditanggung, (4)
meningkatkan kohes (5) meningkatkan tanggung jawab pribadi. Akibat dari
penstrukturan dan pengambilan resiko oleh klien pada kelompok konseling
perkembangan diringkas dengan jalan:
1. Instruksi tingkah laku khusus dmana dihubungkan dengan tingkatan
vang lebih tinggi pada kohesi kelompok, tingkah laku yang lebih dapat
diterima pada pengalaman-pengalaman kelompok, frekuensi yang
sering pada komunikasi interpersonal diorientasikan pada pekerjaan,
dan frekuensi yang lebih rendah pada komunikasi yang tepat secara
sosial dan konvensional, daripada yang diinstruksikan yang
menfokuskan pada kejelasan tujuan dan persuasi (bedner & Battergby,
1976).
2. Frekuensi tertinggi pada tindakan relevan secara terapis yang dilakukan
di dalam perlakuan disposisi yang memiliki resiko dan struktur yang
tinggi. Struktur (kekhususan pesan) secara khusus dipengaruhi dalam

14
meningkatkan tingkah laku dari orang – orang yang memilih resiko
yang lebih kecil (Lee &Bednar, 1978). Hasil ini konsisten dengan
model dari teori Bedner, Melnick, dan Kaul (1974) yang menyarankan
“bahwa strktur mengurangi tanggung jawab pribadi, yang sebaliknya
meningkatkan kebebasan untuk terlibat dalm tindakan beresiko tinggi.
Kondisi dengan struktur tinggi secara dramatis meningkatkan tinggi
relevansi, dan keadaan beresiko, komunikasi pada subyek – subyek
dengan resiko endah. Pada kenyataanya, tindakan mengamati pada
subyek yang beresiko tinggi dalam struktur kondisi tinggi yang secara
identik dengan subyek yang beresiko tinggi tersebut (Lee & Bedar,
1978 : 198).
3. Yang tidak diharapkan, pengambilan resik rendah menerima struktur
tinggi yang cenderung memberikan evaluasi yang kurang pada tempat
kerja dan menilai kelompok mereka kurang kohesif (Lee & Bednar,
1978). Lee & Bednar (1978) menyarankan bahwa perlakuan disposisi
dengan resiko tinggi an struktur tinggi menghasilkan frekuensi tertinggi
pada komunikasi personal dan interpersonal yang secara simlitan
memiliki arti tetapi diekankan secara subyektif.
4. Para pengambil keputusan memperlihatkan bahwa struktur tingkah laku
yang dicatat pada kohesi kelompok tingkat tinggi, tindakan positif , dan
frekuensi tindakan target. Strutur optimal untuk arah pengambil resiko
rendah adalah kondisi tindakan kognitif (Evensen &Bednar, 1978).
Berdasarkan pada pembahasan strktur ompok, Stockton dan
Maron (1982:42) menyimpulkan bahwa pendirian struktur kelompok
pada awal pertemuan awal dari kelompok cederung untuk memberikan
perkembangan dari kohesi dan pengambilan resiko oleh para anggota
dalam melaksanakan pilihan tindakan, seperti pembukaan diri dan
perubahan umpan balik. Lebih lanjut, sebagai tambahan, instruksi
secara langsung tingkatan formatif. Penemuan yang paling
mencengangkan dari penelitian pada struktur menyarankan bahwa efek
– efek dari struktur pada tindakan yang merupakan kebiasaan,

15
menimbulkan kohesi, dan tingkah laku pada kelompok cenderung
beragam sebagai fungsi dari karakteristik pribadi anggota, termasuk
pengambilanresiko oleh mereka.
Hasil penstrukturan penelitian juga mendukung penggunaan prosedur
berikut:
1. Positif dalam menyusun tingkatan harapan. Anggota kelompok harus
diberitahukan bahwa mereka akan tampak seperti dan disukai oleh
anggota kelompok vang lain (Schachter et.al, 1960) dan kelompok
tersebut setiap individu menyusun secara konsisten, dan saling berbagi
pendapat yang sama dan nilai-nilai ayng sama pula (Festinger Schachter
& back, 1950).
2. Menekankan pada kerja keras yang akan dilibatkan dalam proses
konseling kelompok. Hal ini harus meningkatkan usaha yang
dilakukan. Oleh konselor (Cohen, Yaryan & Festinger, 1961;
Zimbardo, 1960).
3. Menekankan pengamatan yang hati-hati yang masuk kedalam anggota
kelompok. (Prosedur ini harus eningkatkan kemenarikan kelompok).
4. Menentukan norma pada kelompok sebagai sesuatu yang berbeda dari
norma sosial yang biasa yaitu, bahwa norma ini berguna dan tepat untuk
membicarakan kepedulian seseorang dalam konseling kelompok.
Dorongan pada norma baru ini harus membuat transisi pada pembukaan
diri dan relevasi pada masalah seseorang agar dapat lebih diterima pada
anggota kelompok ( Bonney &Foley 1963). Konselor kelompok memfokuskan
pada kelompok sebagai sebuah kesatuan yang dilaksanakan untuk
memaksimalkan efek kelompok pada individu yang terpisah didalamnya.
Kekuatan dari kelompok dalam bentuk norma-norma, kohesi, dan kepercayaan
ditempatkan dalam pelayanan bantuan pada masing-masing individu yang
melengkapi tujuan mereka yang unik. Tujuan anggota kelompok (klien) untuk
mencari bantuan atau menyusun tujuan arus diverbalisasikan didalam
wawancara awal sebelum mereka masuk dalam sebuah kelompok;
bagaimanapun mereka didorong untuk mengulang dalam kesempatan awal

16
kelompok. Untuk itu, peningkatan kemungkinan pada tujuan yang dicapai
melalui kanseling kelompok konselor harus mendorong klien untuk
menverbalkan tujuan mereka secara khusus dan konkret sebagaimana pada
awal-awal pertemuan dan untuk meningkakan kejelasan yang terjadi melalui
konseling yang dialami oleh/ dengan pengoperasionalan mereka melalui
penggunaan pandangan kebiasaan.
Berne menyatakan (1966 bahwa pada penyusunan tujuan sebagai kontrak
antara terapis dengan pasien. Berne mempertimbangkan bahwa sebuah kontrak
yang ada antara terapis dan institusi yang memperkerjakan mereka dan antara
terapis dan pasien. Untuk itu pasien harus tahu kewenangan institusional
terapis yang mungkin akan mempercepat tujuan pasien. Sebagai contoh, jika
terapis memiliki kewenangan untuk mencatat penggunaan obat-obatan oleh
pasien, pasien harus tahu hal itu untuk menghindari kebingungan. Berne juga
menjelaskan bahwa kontrak antara terapis dan pasien mungkin diperlukan
untuk memperjelas dari waktu ke waktu sebagai penentu dari gejala-gejala
yang melandasi atau respon- respon yang dibuat lebih eksplisit. Kesempatan
yang sama untuk memodifikasi tujuan harus digunakan untuk kelompok
pasien.
Pada suatu kesempatan, sub-kelompok yang berkembang di dalam
kelompok konseling dan sering menimbulkan persaingan antara satu sama lain
yang dapat menimbulkan friksi di dalam kelompok secara keseluruhan. Situasi
ini biasanya digunakan untk menyusun kembali sebuah kelompok atau
mengembangkan suatu tujuan superordinat, seperti pengenalan konselor pada
sebuah perlakuan legitimasi untuk kelompok secara keseluruhan yang tepat
untuk digunakan bersama-sama dalam usaha kelompok untuk menjaga adanya
gangguan dari luar. Gangguan tersebut mungkin berupa kurangnya tempat
perlemuan, penetapan waktu yang past untk konseling kelompok, atau
beberapa kekurangan administratif dari keberadaan sebuah kelompok. Lakin
(1976) menyatakan bahwa proses-proses inti kelompok terjadi pada semua tipe
kelompok eksperimental yang memperbolehkan adanya perkembangan pada
sebuah kelompok.

17
Lakin menyatakan lebih lanjut bahwa proses-proses tersebut dapat terjadi
berkaitan dengan kualitas anggota atau ketua kelompok. Jadi, hal ini
menyangkut ketua dan anggota kelompok terutama ketua untuk mengetahui
proses – proses kelompok ini sehingga mereka dapat mengoptimalkan
perkembangan mereka. Delapan proses inti dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, Menetapkan can mempertahankan kekohesifan. Truax (1961)
mempelajari efek-efek kekohesifan dalam kelompok terapi dan menamati
bahwa "kohesi, konsep sentral yang panjang dalam analisa tingkah laku
kelompok kecil". Lakin (1976:59) menggambarkan kekohesifan sebagai
"ekspresi kolektif dari kepemilikan pribadi". Dia menyatakan bahwa
kekohesifan diperlihatkan dengan (1) melibatkan anggota secara emosional
kepada tugas-tugas yang biasa sebagaimana satu sama lain, (2) memastikan
stabilitas yang sangat kuat pada kelompok bahkan menghadap keadaan-
keadaan yang mengecewakan, dan (3) mengembangkan sebuan batasan
pembagian referensi antara anggota kelompok yang menimbulkan toleransi
lebih untuk tujuan anggota kelompok vang berbeda-beda secara
Kedua, menempatkan kenyamanan dengan norma norma kelompok.
Borney (1969:167) menyatakan bahwa pemimpin harus memperkirkan sebuah
pemikiran aktif meskipun bukan merupakan bagian direktif yang sangat tinggi
dalam membentuk norma norma kelompok. Secara ideal menyusun norma
norma harus melihat pada kelompok itu sendiri : penerimaan norma sebuah
kelompok harus mendasarkan ada konsensus kelompok dan tidak dipakasa oleh
pemimpin, terutama pada tingkatan perkembangan awal. Memberikan
kesempatan pada anggota kelompok untuk dilibatkan pada perkembangan
norma norma kelompok, masing masing harus merasakan komitmen pada
norma tersebut. Komitmen akan menjadi lebih kuat jika para anggota
kelompok menerima kelompok sebagai milik mereka sendiri.
Ketiga, validasi konsensual dari ersepsi dan penggunkapan balik. Lakin
dan carson (1966) menyatakan banyak orang yang mengalami kesulitan dalam
hidup karena mereka menderita dari pandangan pandangan tidak valid pada diri
mereka sendiri dan lingkungan mereka. Karena pandangan mengenai diri kita

18
sendiri dan orang lain biasanya dinyatakan sebagai tingkah laku, mereka
biasanya engan untuk kembali. Jacobs (1975) memperlihatkan hasil hasil studi
bebas pada umpan balik dalam kelompok kelompok kecil. mengenai separuh
dari penelitian yang berkaitan dengan penempatan umpan balik yang positif
dan negatif, dan separuh nya diberikan pada tipe dan validasi dari umpan balik.
Hasil dari studi ini memberikan janji yang besar pada arah pemimpin kelompok
dan anggota nya. Jacobs menemukan bahwa umpan balik yang positif hampir
dapat diperkirkan jumlah nya sebagai yang lebih dapat diterima, diharapkan,
dan ditetapkan oleh penerima dan pemberi.
Keempat, ekspresi dari kesiapan emosional . Giges dan rosenfeld
(1976)telah memperlihatkan bahawa eksperesi perasaan dalam sebuah
kelompok melimbatkan keadaan seperti : kesadaran, keputusan, tindakan dan
reaksi. Kesadaran bagaimana perasaan seseorang mengenai diri mereka sendiri
atau orang lain mungkin akan menimbulkan suatu tindakan. Tindakan
selanjutnya akan menimbulkan perasaan tambahan mengenai diri mereka
sendiri. Sebagai respon dari individu yang lain pada interaksi dua orang
disusun bagaimanapun ditempatkan pada ekspresi perasaan ganda atau
komunikasi akan putus. Norma yang dihubungkan pada seseorang yang berada
dalam kelompok biasanya tepat untuk mengekspresikan kontrol perasaan untuk
mencegah terjadi nya kekacauan. Untuk itu giges dan Rosenfled (1976)
mengusulkan bahwa membuat pilihan untuk melakukan satu atau yang lain
akan membawa pada ekspresi yang lebih memuaskan pada perasaan atas
sebuah komunikasi yang lebih jelas pada ide ide.
Kelima, Presepsi kelompok yang berkaitan dengan masalah dan masukan
untuk pemecahan masalah. Sejauh ini sebagaimana kelompok yang diterapkan
pada beberapa orang dengan beberapa presepsi realitas, masing masing
anggota kelompok dalam sebuah posisi untuk menerima upan balik didasarkan
pada presepsi mutual sebagaimana presepsi individual. Jika tindakan itu
betmasalah anggota kelompok, pemimpin dan anggota sendiri dapat
menentukan cara cara altrenatif untuk bertindak menghasilkan hasil yang
diinginkan. Keputusan kelompok seringkali lebih baik dari pada keputusan

19
perseorangan, ketika semua kekutan yang berlawanan dalam kelompok
diperbolehkan untuk dikemukanan. Untuk jika kelompok dilibatkan dalam
pemecahan masalah, maka keputusan tersebut dapat dicapai dengan yang
diberikan oleh seorang anggota atau bahkan pemimpin kelompok.
Keenam, Ekspresi pengaruh kekuatan. Seperti dalam sebagaian kelompok
eksprimenal, kesempatan bagi perserta untuk muncul dalam aturan
kepemimpinan juga terdapat dalam kelompok konseling. Karena akan
banyak perbedaan maka masalah masalah personal personal dan
interpersonal akan mengakibatkan kebutuhan untuk keragaman kebutuhan
akan menyebabkan anggota kelompok memiliki kesempatan untuk
mempelajari pengaruh mereka pada satu dan lain waktu. Untuk
memwujudkan hal tersebut maka dapat ditempuh dengan cara membuat
kontrak antara konselor dengan anggota kelompok. Kontrak ini menyangkut
batas tanggung jawab konselor dalam kegitan konseling kelompok dan
anggota komitmen anggota kelompok terhadap kelompok nya mengenai apa
yang dilakukan untuk tercapai nya tujuan masing masing anggota
kelompok.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelompok merupakan sebuah kumpulan indvidu yang dalam
hubungannya dapat memuaskan kebutuhan satu dengan yang lainnya.
Sedangkan dinamika berarti adanya interaksi antara anggota kelompok yang
satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota
dengan kelompok secara keseluruhan. Jadi dinamika kelompok berarti suatu
kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan
psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.
Dalam konteks kelompok peran individu diwujudkan dalam tiga fungsi
yaitu: Peran Fasilitatif atau membangun, Peran Pemelihara, dan Peran
Penahan.
Terdapat sebelas faktor kuratif dalam konseling kelompok, yaitu :
pembinaan harapan, universalitas, pemberian informasi, altruisme,
pengulangan korektif keluarga asal, pengembangan teknik sosialisasi, peniruan
tingkah laku, belajar berhubungan dengan pribadi lain, rasa kebersamaan,
katarsis, dan faktor-faktor eksistensial. Dimana kesebelas faktor tersebut saling
berkaitan satu sama lainnya dan tidak dapat dipisahkan.

B. Saran
Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis mengharap
kepada pembaca sekiranya menemukan kesalahan pada makalah ini untuk
memperbaikinya. Sebab penulis bukanlah orang sempurna yang tidak lepas
dari sifat kekeliruan, sehingga penulis juga biasa melakukan kesalahan. Dan
jika ada sesuatu yang biasa di jadikan bahan kajian oleh pembaca maka penulis
akan merasa termutifasi.
Saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun semangat
menulis penulis akan selalu ditunggu oleh penulis.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://asrofulkhadafi.wordpress.com/2012/04/22/dinamika-kelompok/. Diambil
28 September 2019
Muhammad, Najib.2015.Dinamika Kelompok.Bandung: CV Pustaka Setia.

Slamet Santosa.2006.Dinamika Kelompok.Jakarta:PT Bumi Aksara Jl. Sawo Raya


No.18
Wibowo, Mungin Eddy.2005. Konseling Kelompok Perkembangan.
Semarang:UNNESS Press.

Anda mungkin juga menyukai