Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN 1: KELOMPOK DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Durasi : 1 Pertemuan
Capaian : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
Pembelajaran 1. Memahami konsep dasar kelompok dalam
kehidupan manusia.
2. Mengaitkan konsep dasar kelompok dalam
kehidupan manusia dengan pelaksanaan
layanan bimbingan kelompok.
Catatan: Sebelum melakukan tatap muka dengan dosen dan rekan sekelas, silakan
cermati lalu kerjakan secara mandiri alur “Mulai dari Diri” serta “Eksplorasi Konsep”.

A. MULAI DARI DIRI


Selamat datang para mahasiswa di sesi pembelajaran pertama
pada Mata Kuliah Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Ini adalah
kesempatan Saudara untuk menguatkan otot-otot kreativitas,
mengembangkan keterampilan berkolaborasi, juga menantang diri
berinovasi dalam peran Saudara kelak sebagai konselor dalam
melaksanakan bimbingan kelompok.
Manusia adalah makhluk sosial. Ungkapan klasik ini benar
adanya, mengingat bahwa manusia manapun di dunia ini
membutuhkan kontak dengan orang lain dan tidak mungkin hidup dan
berkembang dengan baik tanpa berinteraksi dengan orang lain. Oleh
sebab itu, manusia selalu berusaha hidup dalam kelompoknya untuk
mencapai tujuan hidup masing-masing.
Pada sesi ini, kita akan mulai dengan refleksi diri terhadap apa
yang pernah Saudara alami ketika berinteraksi dengan orang lain.
Jangan khawatir, apa yang Saudara jawab adalah jawaban yang
terbaik untuk Saudara. Tidak ada jawaban salah atau benar,
semuanya sama saja. Pertanyaan tersebut anggaplah sebagai
pengingat diri.
Silahkan jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Jangan lupa
selalu tepat waktu dalam mengumpulkan jawaban, sehingga Saudara
bisa lebih memahami materi yang akan disampaikan. Selamat
berefleksi!
Refleksi Respon
Ceritakan secara singkat tentang
pengalaman Saudara dalam suatu
kelompok (apa yang dilakukan,
kapan, bersama siapa, bagaimana
cara Saudara berinteraksi, apa
yang saat itu Saudara rasakan?

B. EKSPLORASI KONSEP
1. Pengertian dan Karakteristik Kelompok
a. Pengertian Kelompok
Menurut Forsyth (dalam Folastri & Rangka, 2016) kelompok
adalah hubungan dua orang atau lebih individu dalam suatu
hubungan sosial. Sedangkan menurut Setiyanti (2012), kelompok
adalah sekumpulan individu yang mempunyai tujuan yang sama
yang ingin dicapai. Mulyana (dalam Tutiasri, 2016) menyebutkan
bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang
mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok pada dasarnya didukung dan terbentuk melalui
berkumpulnya sejumlah orang. Dalam beberapa situasi tertentu,
kumpulan orang-orang itu kemudian menjunjung suatu atau
beberapa kualitas tertentu, sehingga dengan demikian kumpulan
tersebut menjadi sebuah kelompok.
b. Karakteristik Kelompok
Hal terpenting sekaligus faktor utama dalam terbentuknya
suatu kelompok, yakni adanya unsur/faktor pengikat sebagai
norma bersama yang berfungsi untuk mengarahkan/menjembatani
suatu kelompok. Faktor pengikat ini dapat pula disebut
karakteristik kelompok yang dapat muncul dan berkembang di
dalam suatu kelompok.
Prayitno (1995) dan Forsyth (2010) (dalam Folastri & Rangka,
2016) menyebutkan faktor-faktor pengikat dalam suatu kelompok,
antara lain:
1) Terjadi interaksi antara orang-orang yang ada di dalam
kumpulan atau kerumunan itu;
2) Terbentuknya ikatan emosional antar anggota kelompok
sebagai pernyataan senasib, seperjuangan, dan
kebersamaan;
3) Anggota memiliki tujuan atau kepentingan bersama yang ingin
dicapai;
4) Terjadi suasana mempengaruhi dan terpengaruhi antar
anggota kelompok sehingga menimbulkan suasana
ketergantungan antar anggota;
5) Adanya kepemimpinan (leadership) yang dipatuhi dalam
rangka mencapai tujuan atau kepentingan bersama, dan;
6) Norma yang diakui dan diikuti secara penuh oleh mereka yang
terlibat di dalamnya.

2. Jenis-jenis Kelompok
Prayitno (dalam Folastri & Rangka, 2016) mengklasifikasikan
kelompok dalam 4 (empat) jenis, yaitu: (a) kelompok primer dan
kelompok sekunder; (b) kelompok sosial dan kelompok psikologikal;
(c) kelompok terorganisasikan dan kelompok tidak terorganisasikan,
dan; (d) kelompok formal dan kelompok non-formal. Keempat
klasifikasi tersebut di atas dijelaskan sebagai berikut.
a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kelompok primer yaitu suatu kelompok yang mana hubungan
yang terjalin di dalam kelompok tersebut diwarnai oleh hubungan
pribadi yang akrab dan kerjasama terus menerus di antara para
anggotanya. Contoh kelompok primer yang paling mantap dan
telah menjadi bagian terpenting dalam sejarah peradaban
manusia adalah keluarga. Menurut Forsyth, (dalam Folastri &
Rangka, 2016) keluarga sebagai kelompok disebabkan karena
anggotanya terhubung karena adanya kesamaan genetik dan
ikatan sosio-emosional yang sangat bermakna bagi setiap
anggotanya.
Sementara itu, kelompok sekunder yaitu suatu kelompok yang
mana hubungan yang terjalin di dalam kelompok tersebut diwarnai
oleh arah kegiatan dan gerak gerik kelompok itu. Contoh dari
kelompok sekunder dapat dijumpai pada kelompok partai politik,
kelompok keagamaan, dan kelompok para ahli (profesi) pada
bidang tertentu. Meskipun kelompok sekunder memiliki ikatan
yang cukup kuat dalam kelompok, akan tetapi keberadaan dan
kegiatan kelompok sekunder tidak bergantung pada hubungan
pribadi secara akrab.

b. Kelompok Sosial dan Kelompok Psikologikal


Dalam pengklasifikasian ini, jenis-jenis kelompok dibedakan
terutama sekali atas dasar yang ingin dicapai. Pada kelompok
sosial, tujuan yang hendak dicapai biasanya tidak bersifat pribadi
(impersonal), melainkan merupakan tujuan bersama dan untuk
kepentingan bersama para anggota kelompok. Contoh dari
kelompok sosial dapat kita jumpai pada organisasi atau serikat
pekerja/buruh.
Sementara itu, kelompok psikologikal yaitu kelompok yang
dibentuk atas dasar mempribadi (personal), dimana para anggota
kelompok biasanya didorong oleh kepentingan antarpribadi.
Contoh kelompok psikologikal dapat dijumpai pada himpunan para
korban kebakaran pada suatu wilayah, atau sekelompok anak
perempuan yang duduk dan berkumpul di bawah pohon rindang di
sudut pekarangan sekolah setiap waktu istirahat.
Berbeda dengan kelompok primer dan kelompok sekunder
yang memiliki batasan dan perbedaan yang jelas di antara
keduanya, untuk kelompok sosial dan kelompok psikologikal
tidaklah demikian. Kelompok sosial dan kelompok psikologikal
pada praktiknya kadang “tumpang tindih”, yaitu sulit dibatasi arah
perbedaannya manakala sudah terkontaminasi dengan beberapa
kepentingan tertentu.
Contohnya, para anggota buruh pada unit kerja tertentu
(sebagai kelompok sosial) “mungkin” tidak memikirkan lagi tujuan
ataupun permasalahan yang menyangkut organisasi/unitnya,
namun bisa jadi telah berubah menjadi kelompok psikologikal
karena mereka senang berkumpul bersama (ngobrol, jalan,
nongkrong, dll) dan saling mengadakan hubungan antarpribadi
demi mencapai kesenangan secara pribadi.

c. Kelompok Terorganisasikan dan Kelompok Tidak


Terorganisasikan
Kelompok yang terorganisasikan yaitu suatu kelompok yang
terbentuk berdasarkan tata aturan yang disepakati secara
bersama dan bersifat tegas. Masing-masing anggota pada
kelompok terorganisasikan memainkan peranan tertentu. Ciri
utama pada kelompok terorganisasikan ialah adanya pemimpin
(leader) yang secara jelas mengatur dan memberi kemudahan
serta mengawasi jalannya peranan masing-masing anggota
kelompok. Disamping itu, kelompok yang terorganisasikan
cenderung memiliki aturan yang ketat, atau boleh dikatakan hanya
sedikit memberi ruang bagi adanya fleksibilitas bagi para
anggotanya.
Sementara itu, pada kelompok tidak terorganisasikan yaitu
kelompok yang terbentuk secara bebas atas keterikatan yang
ditumbuhkan oleh para anggota kelompok. Ciri kelompok tidak
terorganisasikan adalah adanya fleksibilitas yang besar di dalam
kelompok. Lebih lanjut, peranan pemimpin kelompok tidak
menonjol; peranan pemimpin kelompok justru lebih banyak
ditentukan oleh selera/kemauan para anggotanya.

d. Kelompok Formal dan Kelompok Informal


Menurut Prayitno (dalam Folastri & Rangka, 2016) kelompok
formal yaitu suatu kelompok yang terbentuk berdasarkan aturan
tertentu yang bersifat resmi (tertulis). Gerak dan arah kegiatan
kelompok formal lebih cenderung diatur dan tidak boleh
menyimpang dari ketentuan yang telah dibuat untuk itu.
Dalam praktiknya, aturan resmi tertulis tersebut dapat
dituangkan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART) suatu organisasi/lembaga. Sedangkan kelompok
informal, yaitu suatu kelompok yang dibentuk dengan tidak
didasarkan pada hal-hal resmi (tertulis) sebagaimana pada
kelompok formal. Pada kelompok informal, gerak dan arah
kegiatan kelompok lebih didasarkan oleh kemauan, kebebasan
dan/atau selera orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Kelompok terorganisasikan dapat muncul hal-hal yang bersifat
resmi (formal) maupun tidak resmi (informal). Hal ini terjadi apabila
pembagian tugas dan peranan yang dilakukan oleh para anggota
kelompok yang terorganisasikan memiliki keterkaitan hubungan
antar anggota kelompok yang bersifat resmi. Dalam kelompok
yang terorganisasikan dapat muncul pula satuan kelompok yang
lebih kecil yang sifatnya informal, seperti Arisan Majelis Tak’lim.

e. Kelompok Sukarela dan Kelompok Tidak Sukarela


Selain keempat jenis kelompok sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, jenis kelompok dapat juga diklasifikasikan
berdasarkan sifat keanggotaanya, yaitu dibagi ke dalam kelompok
sukarela dan kelompok tidak sukarela. Kelompok sukarela, yaitu
suatu kelompok yang dibentuk berdasarkan keinginan pribadi
masing-masing anggota. Keanggotaan yang bersifat sukarela
biasanya lebih bebas dan peranan anggotanya lebih besar dalam
menentukan gerak dan arah kegiatan kelompoknya. Contoh
kelompok yang keanggotaannya secara sukarela dapat dijumpai
pada kelompok relawan bencana alam gempa bumi/banjir.
Sebaliknya, kelompok tidak sukarela terbentuk bukan didasarkan
pada keinginan pribadi masing-masing anggota. Kelompok tidak
sukarela cenderung memiliki hubungan yang sangat kuat. Contoh
kelompok tidak sukarela dapat dijumpai pada anggota dalam
suatu keluarga.
Adapun pendapat lain menurut Saleh (2016) berdasarkan
fungsinya, kelompok dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kelompok sosial dan kelompok tugas. Kelompok sosial merupakan
himpunan manusia atau pergaulan antar manusia yang tidak
terikat dengan tugas kedinasan dan terutama mempunyai fungsi
atau tugas untuk mencari kesenangan dan kepuasan bagi
anggotanya. Tujuan utama bukanlah semata-mata mengejar
prestasi, tetapi hanyalah mengejar kesenangan, baik jasmani
maupun rohani bagi para anggotanya. Bentuknya bisa kelompok
olah raga tenis lapangan, kelompok pengajian, dan sebagainya.
Kelompok tugas merupakan kelompok yang segala sesuatu harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
direncanakan, sehingga pembagian tugas dan penyelesaian tugas
merupakan hal yang diutamakan. Misalnya, kelompok dokter ahli
jantung, kelompok pemadam kebakaran, dan lain-lain.
Lebih lanjut, terdapat pula jenis-jenis kelompok yang dilihat
atas dasar penyelesaian masalah dari cara kelompok menghadapi
suatu masalah, dan mengajak anggota untuk terlibat dalam
penyelesaian masalah, maka ada dua jenis pendekatan yang bisa
dilakukan kelompok, yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan
preskriptif. Kelompok yang dominan melakukan strategi
pemecahan masalah dengan pendekatan deskriptif, yakni
membantu anggota-anggota kelompok memahami bagaimana
biasanya memecahkan masalah, dengan mengklasifikasi masalah
berdasarkan proses pembentukan alami dari apa yang dilihat,
dirasa dan dipikirnya setiap anggota, lalu menyepakati secara
bersama cara menyelesaikan masalah kelompok tersebut; maka
kelompok itu disebut sebagai kelompok deskriptif. Adapun
dikatakan sebagai kelompok preskriptif, apabila kelompok selalu
menggunakan pendekatan preskriptif, yakni menggunakan
agenda yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk membantu
kelompok memecahkan masalah secara efisien dan efektif.
Pendekatan preskriptif menawarkan saran-saran spesifik bagi
pengembangan kelompok, dan menggunakan langkah-langkah
rasional anggota untuk mencapai tujuan sebagaimana pendapat
dari Cragan & Wright (dalam Saleh, 2016).
Saleh (2016) mengemukakan jenis kelompok berdasarkan
pendapat Morton dengan atas dasar keanggotaan kelompok.
Kelompok keanggotaan merupakan suatu kelompok yang setiap
orang secara fisik menjadi anggota kelompok, sedangkan
kelompok rujukan adalah setiap kelompok yang di dalam
kelompok tersebut seseorang melakukan referensi atasnya, untuk
membentuk pribadi dan tingkah lakunya (Soekanto dalam Saleh,
2016). Seseorang mempergunakan kelompok tersebut, sebagai
suatu ukuran untuk evaluasi dirinya, menjadi model atau penuntun
bagi keputusan atau tindakannya, dan atau sebagai sumber dari
nilai-nilai dan sikap pribadinya.

3. Dinamika Kelompok
Menurut Folastri & Rangka (2016), kelompok yang baik yaitu
kelompok yang memiliki dinamika kelompok yang mantap. Yang
dimaksud dengan dinamika kelompok adalah suatu gambaran
berbagai kualitas hubungan yang “positif ”, “bergerak”, “bergulir”, dan
“dinamis” yang menandai dan mendorong kehidupan suatu kelompok.
Menurut Kurt Lewin (dalam Folastri & Rangka, 2016) dinamika
kelompok yaitu cara bereaksi individu untuk bertindak atas keadaan
yang berubah dalam suatu kelompok.
Sejalan dengan pendapat di atas dinamika kelompok juga bisa
diartikan sebagai suasana berinteraksi, saling berbagi, saling bertukar
pendapat, saling berbagi pengalaman, menyempurnakan, saling
memperkuat, saling mengisi dan saling memahami orang yang satu
dengan orang yang lain dalam suatu kelompok.
Dinamika kelompok dapat ditandai dengan munculnya hal-hal
sebagai berikut:
a. Kelompok itu diwarnai oleh semangat yang tinggi, dan kerjasama
yang lancar dan mantap;
b. Adanya saling mempercayai yang sangat tinggi antar anggota
kelompok;
c. Antar anggota kelompok saling bersikap sebagai sahabat dalam
arti yang sebenarnya, mengerti dan menerima secara positif
tujuan bersama;
d. Anggota kelompok merasa kuat, nyaman dan aman sehingga
mendorong rasa setia, mau bekerja keras, dan berkorban setiap
anggota kelompok;
e. Komunikasi yang terjalin antar anggota kelompok merupakan
komunikasi yang efektif dan membangun;
f. Anggota kelompok terlibat dalam suasana berfikir, merasa,
bersikap, bertindak dan bertanggung jawab yang mendorong bagi
tercapainya kebaikan bagi kelompok, dan;
g. Jika timbul suatu persaingan antar anggota kelompok, maka
persaingan tersebut merupakan persaingan yang kompetitif dan
sehat.
Kualitas hubungan dalam kelompok sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu. Prayitno (dalam Folastri & Rangka, 2016)
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
hubungan suatu kelompok antara lain:
a. Tujuan dan kegiatan kelompok;
b. Jumlah anggota;
c. Kualitas pribadi masing-masing anggota kelompok;
d. Kedudukan kelompok, dan;
e. Kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota
untuk saling berhubungan satu sebagai kawan, kebutuhan untuk
diterima secara positif, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan
akan bantuan moral, kebutuhan akan kasih sayang, dan lain
sebagainya.
Kondisi positif yang ada pada faktor-faktor tersebut di atas akan
dapat menunjang terhadap berfungsinya kelompok untuk mencapai
tujuan bersama. Faktor-faktor yang disebutkan di atas boleh jadi
memang semua ada tetapi apabila dinamika kelompoknya tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka kinerja kelompok itu
diragukan kehandalannya. Dinamika kelompok merupakan sinergi dari
semua faktor yang ada di dalam suatu kelompok; artinya merupakan
pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan
dalam kelompok itu. Dengan demikian, dinamika kelompok
merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok.
Ayu dkk (2019) mengemukakan faktor terjadinya konflik dalam
dinamika kelompok menurut Smith, Mazzarela dan Piele antara lain:
a. Masalah komunikasi
Masalah komunikasi merupakan salah satu faktor penyebab
konflik yang bersumber dari komunikasi, pesan, penerima pesan
dan saluran
b. Struktur organisasi
Faktor penyebab konflik yang secara potensial dapat
memunculkan konflik pada setiap departmen atau fungsi dalam
organisasi mempunyai kepentingan, tujuan dan programnya
c. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan salah satu faktor penyebab konflik
yaitu dari sifat manusia satu dengan yang lain berbeda
Dalam penyelesaian masalah pada kelompok agar tetap menjaga
dinamika kelompok, Ayu dkk (2019) mengemukakan beberapa cara
yang dapat menjadi solusi ketika terjadi konflik atau masalah, antara
lain:
a. Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan. Apabila ada masalah
yang mengganggu jangan disimpan sendiri, sebaiknya
didiskusikan dalam kelompok
b. Menghindari kesulitan untuk sementara waktu. Untuk menemukan
jalan keluar dari suatu masalah yang sulit, terkadang kita butuh
waktu sejenak untuk meninggalkan masalah tersebut. Karena
apabila kita tetap bersitegang dalam menyelesaikan masalah
tersebut kita tidak akan menemukan jalan keluarnya.
c. Menyalurkan kemarahan. Dalam menyelesaikan suatu masalah
kita sebaiknya meredam kemarahan terlebih dahulu dengan
menyibukkan diri sendiri agar kita lebih mampu menghadapi
kesulitan dengan lebih intelegen dan rasional.
d. Bersedia menjadi pengalah yang baik. Dalam sebuah
penyelesaian suatu masalah sebaiknya kita tidak bersikap keras
kepala dan bersedia untuk mengalah jika ada pendapat lain yang
lebih rasional dan benar.
e. Berbuat suatu kebaikan untuk orang lain dan maupun sosialitas
atau kesosialan. Untuk menyelesaikan sebuah konflik kita perlu
berbuat baik dengan anggota kelompok yang lain. Hal tersebut
dapat menumbuhkan harga diri, rasa berpartisipasi dan bisa
memberikan arti atau suatu nilai kehidupan juga memberikan rasa
kepuasan dan keindahan karena kita merasa berguna.

Sumber:
Ayu, S. M., dkk. (2019). Buku Ajar Dinamika Kelompok. Yogyakarta: CV
Mine
Folastri, S. & Rangka, I. B. (2016). Prosedur Layanan Bimbingan &
Konseling Kelompok. Bandung: Mujahid Press.
Saleh, A. (2016). Dinamika Kelompok. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka
Setiyanti, S. W. (2012). Membangun Kerja Sama Tim (Kelompok. Jurnal
Stie Semarang. 4(3): 59-65
Tutiasri, R. P. (2016). Komunikasi dalam Komunikasi Kelompok. Jurnal
Channel. 4(1): 81-90

C. RUANG KOLABORASI
Mahasiswa berkolaborasi untuk mematangkan pemahaman
tentang Kelompok dalam kehidupan manusia. Kolaborasi ini sangat
penting agar mahasiswa memiliki kedalaman pemahaman dalam
menyiapkan kelompok untuk melaksanakan kegiatan bimbingan
kelompok nantinya. Mahasiswa dapat menggunakan pertanyaan mulai
dari diri dan eksplorasi konsep sebagai bahan diskusi pada ruang
kolaborasi ini. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah.
1. Mahasiswa membentuk kelompok antara 3-4 orang.
2. Gunakan format diskusi LK.1.
Kelompok :
Nama anggota :
Pertanyaan Hasil Diskusi
1. Apa tujuan dibentuknya
kelompok?
2. Jenis kelompok apakah yang
paling mungkin dibentuk dalam
kegiatan layanan bimbingan dan
konseling?
3. Mengapa dinamika kelompok
disebut “jiwa” yang menghidupkan
dan menghidupi suatu kelompok?
4. Menurut Saudara, hal – hal apa
saja yang dapat menghambat
timbulnya dinamika kelompok?

3. Mahasiswa secara berkelompok berdiskusi tentang pertanyaan


yang disajikan pada LK.1. selama 30 menit.
4. Unggah LK.1. pada Unggah - Ruang Kolaborasi.
*) Saudara disarankan untuk mengirimkan file tugas dengan format
PDF.

D. DEMONSTRASI KONTEKSTUAL
Mahasiswa yang berbahagia, dengan lembar kerja yang sudah
Saudara susun bersama dalam kelompok sebelumnya, maka lakukan
hal berikut:
1. Salah satu kelompok yang (ditunjuk atau sukarela) melakukan
presentasi di kelas.
2. Kelompok yang tidak bertugas untuk presentasi dapat menyimak,
menyiapkan pertanyaan dan mengkonfirmasi dengan hasil diskusi
dengan kelompok sendiri.
3. Masing-masing anggota kelompok menyiapkan 1-2 butir
pertanyaan tentang topik 1.
Silahkan unggah tugas Pertanyaan untuk pemberian feedback
pada e-learning aktifitas Unggah - Demontrasi Kontekstual.
*) Saudara disarankan untuk mengirimkan file tugas dengan format
PDF.

E. ELABORASI PEMAHAMAN
Mahasiswa yang berbahagia, sebagai bagian untuk memperkuat
pemahaman materi pada topik yang telah Saudara pelajari ini,
Saudara sudah menyusun 1-2 butir pertanyaan, untuk selanjutnya
diskusikan atau tanyakan dengan teman sekelas, atau dosen
pengampu mata kuliah.

F. KONEKSI ANTAR MATERI


Koneksi antar materi ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman secara lebih komprehensif dari bagian-bagian yang telah
didalami sebelumnya. Untuk menguatkan pemahaman yang telah
Saudara peroleh, buatlah refleksi kritis yang mencerminkan
pemahaman Saudara terkait konsep Kelompok dalam kehidupan
manusia. Refleksi kritis dapat dikaitkan dengan pengalaman Saudara
dalam mengikuti/mengetahui praktek layanan bimbingan kelompok di
sekolah, maupun konsep-konsep lain yang terkait. Intinya refleksi kritis
mencerminkan setidaknya 2 hal. Pertama pemahaman saudara
tentang pentingnya dan tujuan kelompok dalam kehidupan manusia.
Kedua jaminan keterlaksanaan dinamika kelompok dalam layanan
bimbingan kelompok. Untuk melakukan refleksi koneksi antar materi
silakan menjawab pertanyaan di bawah ini.
Dalam melaksanakan kegiatan di atas deskripsikan pertanyaan
berikut ini.
1. Apa sesungguhnya tujuan dibentuknya kelompok?
2. Bagaimana cara memulai membentuk kelompok untuk layanan
bimbingan kelompok?
3. Apa yang perlu dilakukan guru BK agar kelompok yang dibentuk
dapat memiliki dinamika kelompok yang baik?
Silahkan unggah jawaban Saudara pada e-
learning aktifitas Unggah - Demontrasi Kontekstual.
*) Saudara disarankan untuk mengirimkan file tugas dengan format
PDF.

G. AKSI NYATA
Mahasiswa yang berbahagia, pada tahap akhir ini setelah
Saudara mempelajari semua rangkaian materi “Kelompok dalam
kehidupan manusia”, lakukanlah refleksi pengalaman belajar Saudara
dalam bentuk tulisan resume dan diserahkan pada bagian Unggah -
Aksi Nyata yang telah disediakan.

Anda mungkin juga menyukai